• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salafi dalam Pandangan Ahmad Bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah

N/A
N/A
Dena Mochtar I.

Academic year: 2024

Membagikan "Salafi dalam Pandangan Ahmad Bin Hanbal dan Ibnu Taimiyah"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

SALAFI MENURUT PEMIKIRAN AHMAD BIN HANBAL DAN IBNU TAIMIYAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akidah dan Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Abdurrouf, MA

Disusun Oleh:

M. Aidil Kurniawan (221410156)

Yahdi (221)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS PTIQ JAKARTA 2023 M/ 1445 H

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt., Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang telah memberikan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul "Salafi menurut pemahaman Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taimiyah."

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca dan teman-teman sekalian.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari dosen dan teman-teman sekalian demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 12 November 2023

Penyusun

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI...3

DAFTAR GAMBAR…... 4

BAB I PENDAHULUAN... 5

A. Latar Belakang...5

B. Rumusan Masalah...5

C. Tujuan Penelitian... 5

BAB II PEMBAHASAN... 6

A. Pengertian Salafi...6

B. Biografi dan pemikiran Ahmad bin Hanbal...9

C. Biografi dan pemikiran Ibnu Taimiyah...12

BAB III PENUTUP... 15

A. Kesimpulan... 14

B. Saran... 14

DAFTAR PUSTAKA... 16

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu kalam adalah bahasan yang sangat familiar jika kita mempelajari tentang keesaan Alloh SWT. Ilmu kalam tersebutlah yang dapat membantu kita untuk memahami keesaan Tuhan kita Alloh SWT. Pengkajian tersebutlah yang dapat membantu kita untuk mengetahui lebih dalam Alloh SWT.

Dalam ilmu kalam, terdapat pula aliran-aliran. Salah satu dari aliran tersebut adalah aliran kalam salaf. Salaf secara bahasa mempunyai arti yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih ulama. Dalam salaf, orang yang dianut merupakan orang orang terdahulu yang dianut. Orang terdahulu tersebut adalah ulama terdahulu.

Sedangkan menurut istilah, salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari umat (Islam), yang terdiri dari para Sahabat, Tabi’in, Tabi’it-tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk ada tiga kurun (generasi atau masa) pertama. 1

Dalam hal ini, ilmu yang dikaji lebih menitikberatkan pada pemikir para ulama salaf. Ulama salaf tersebut menitikberatkan pada nash dalam Al Quran dan Hadits.

Diantara ulama tersebut adalah Ahmad bin Hambal dan Ibnu Taimiyah. Beliau-beliau merupakan tokoh yang berperan penting dalam perkembangan ilmu kalam aliran salafi.

Sangat penting bagi kita dalam mengetahui aliran-aliran dalam ilmu kalam serta tokoh-tokoh yang berperan pada masa dimana aliran tersebut muncul.

Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Salafi ?

2. Bagaimana biografi singkat dan pemikiran Ahmad bin Hambal ? 3. Bagaimana biografi singkat dan pemikiran Ibnu Taimiyah ? 4.

B. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian Salaf.

2. Mengetahui biografi singkat dan pemikiran Ahmad bin Hambal.

3. Mengetahui biografi singkat dan pemikiran Ibnu Taimiyah.

1 Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Sharah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2006, hal 33-34

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Salafi

Kata salaf secara bahasa bermakna orang yang telah terdahulu dalam ilmu, iman, keutamaan dan kebaikan. Berkata Ibnul Mandzur : “Salaf juga berarti orang- orang yang mendahului kamu dari nenek moyang, orang-orang yang memiliki hubungan kekerabatan denganmu dan memiliki umur lebih serta keutamaan yang lebih banyak”. Oleh karena itu, generasi pertama dari Tabi’in dinamakan As-Salafush Shalih.

Adapun secara istilah, maka dia adalah sifat pasti yang khusus untuk para sahabat ketika dimutlakkan dan yang selain mereka diikut sertakan karena mengikuti mereka. Al-Qalsyaany berkata dalam Tahrirul Maqaalah min Syarhir Risalah : As- Salaf Ash-Shalih adalah generasi pertama yang mendalam ilmunya lagi mengikuti petunjuk Rasulullah dan menjaga sunnahnya. Allah SWT telah memilih mereka untuk menegakkan agama-Nya dan meridhoi mereka sebagai imam-imam umat.

Salafiyah adalah sikap atau pendirian para ulama Islam yang mengacu kepada sikap atau pendirian yang dimiliki para ulama generasi salaf itu. Kata salafiyah sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘terdahulu’, yang maksudnya ialah orang terdahulu yang hidup semasa dengan Nabi Muhammad SAW, Sahabat, Tabi’in, dan Tabi’it Tabi’in.2

Menurut Thabawi Mahmud Sa’ad, salaf artinya ulama terdahulu. Salaf terkadang dimaksudkan untuk merujuk generasi sahabat, tabi’i, tabi’ tabi’in, para pemuka abad ke-3 H dan para pengikutnya pada abad ke-4 H yang terdiri atas para muhadditsin dan lainnya. Salaf berarti pula ulama-ulama saleh yang hidup pada tiga abad pertama islam.

Sedangkan menurut As-Syahrastani, ulama salaf adalah ulama yang tidak menggunakan ta’wil (dalam menafsirkan ayat-ayat yang mutasyabihat) dan tidak mempunyai faham tasybih (anthropomorphisme). Sedangkan Mahmud Al-Bisybisyi dalam Al-Firaq Al-Islamiyah mendefinisikan salaf sebagai sahabat, tabi’ tabi’in yang dapat diketahui dari sikapnya menampik penafsiran yang mendalam mengenai sifat-

2 Dikutip dari http://nuris23.wordpress.com/salafiyah-yang-dibina-oleh-dr-aminullah-el-hady/

(6)

sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru untuk menyucikan dan mengagungkan-Nya. W. Montgomery watt menyatakan bahwa gerakan salafiyah berkembang terutama di bagdad pada abad ke-13.3

Ibrahim Madzkur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut :

1. Mereka lebih mendahulukan riwayat (naql) daripada dirayah(aql).

2. Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuluddin) dan persoalan-persoalan cabang agama (furu’ad-din), mereka hanya bertolak dari penjelasan Al-Kitab dan As- Sunnah.

3. Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang dzat-Nya) dan tidak pula mempunyai faham anthropomorphisme.

4. Mereka mengimani ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya, dan tidak berupaya untuk menakwilkannya.

Menurut Harun Nasution, secara kronologis salafiyah bermula dari Imam Ahmad bin Hanbal. Lalu ajarannya dikembangkan Imam Ibn Taimiyah, kemudian disuburkan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahab, dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara sporadis.

Bila Salafiyah muncul pada abad ke-7 H, hal ini bukan berarti tercampuri masalah baru. Sebab pada hakikatnya mazhab Salafiyah ini merupakan kelanjutan dari perjuangan pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal. Atau dengan redaksi lain, mazhab Hanbalilah yang menanamkan batu pertama bagi pondasi gerakan Salafiyah ini. Atas dasar inilah Ibnu Taimiyah mengingkari setiap pendapat para filosof Islam dengan segala metodenya.

Pada akhir pengingkarannya Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tidak ada jalan lain untuk mengetahui aqidah dan berbagai permasalahannya hukum baik secara global ataupun rinci, kecuali dengan Al-Qur’an dan Sunnah kemudian mengikutinya.

Apa saja yang diungkapkan dan diterangkan Al-Qur’an dan Sunnah harus diterima, tidak boleh ditolak. Mengingkari hal ini berarti telah keluar dari agama.4

3 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2007), hlm. 109

4 Mustofa Muhammad Asy Syak’ah, Islam Tidak Bermazhab, (Jakarta: Gema Insani, 1994), hlm. 390

(7)

B. Biografi Singkat dan Pemikiran Ahmad bin Hanbal a. Biografi Singkat tentang Ahmad bin Hanbal

Imam Hanbal nama lengkapnya ialah Al-imam Abu abdillah Ahmad ibn Hanbal Hilal Addahili As-Syaibani Al-Maruzi, beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H/780 M dan meninggal pada tahun 241 H/855 M.5 pada usia 77 tahun.

Ia sering dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanbal karena merupakan pendiri madzhab Hambali.

Ayahnya bernama Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Anas bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban, bin Dahal bin Akabah bin Sya’ab bin Ali bin Jadlah bin Asad bin Rabi Al-Hadis bin Nizar, sedangkan ibu beliau bernama Syahifah binti Maimunah binti Abdul Malik bin Sahawah bin Hindur Asy-Syaibani (wanita dari bangsa Syaibaniyah juga) dari golongan terkemuka kaum bani Amir.

Ayahnya meninggal ketika Ibn Hanbal masih remaja, Namun ia telah memberikan pendidikan Al-Qur’an pada Ibnu Hanbal pada usia 16 tahun ia belajar Al-Qur’an dan ilmu-ilmu agama lainnya kepada ulama’-ulama’ Baghdad.

Lalu mengunjungi ulama’-ulama’ terkenal di khuffah, Basrah, Syam, Yaman, Mekkah, Madinah. Diantara guru-gurunya adalah : Hammad bin Khallid, Ismail bin Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muslim, Muktamar bin Sulaiman, Abu Yusuf Al-Qadi, Yahya bin Zaidah, Ibrahim bin Sa’id, Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, Abd Razaq bin Humam, dan Musa bin Thariq. Dari guru-gurunya Ibn Hanbal mempelajari ilmu fiqh, kalam, ushul, dan bahasa Arab.

Ibn Hanbal dikenal sebagai seorang zahid. Hampir setiap hari Ia berpuasa dan hanya tidur sebentar dimalam hari. Ia juga dikenal Sebagai seorang dermawan.

Karya beliau sangat banyak, di antaranya : Kitab Al Musnad, karya yang paling menakjubkan karena kitab ini memuat lebih dari dua puluh tujuh ribu hadits, Kitab At-Tafsir, Kitab Az-Zuhud, Kitab Fadhail Ahlil Bait, Kitab Jawabatul Qur’an, Kitab Al Imaan, Kitab Ar-Radd ‘alal Jahmiyyah, Kitab Al Asyribah, dan Kitab Al Faraidh.6

5 Dikutip dari http://ferdiansweblog.blogspot.com/2010/

6 Dikutip dari http://www.darussalaf.or.id

(8)

b. Pemikiran Teori Ahmad bin Hanbal a) Tentang ayat-ayat Mutasyabihat

Dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an , Ibn Hanbal lebih suka menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat tuhan dan ayat-ayat Mustasyabihat. Hal itu terbukti ketika ditanya tentang penafsiran pada surah thaha ayat 50:

ىوٰتَسْا شِرْعَلْا ىلَعَ نُمٰحْرْلْا

۝٥  

“(yaitu) Tuhan yang Maha Pengasih, Yang bersemayam di atas Arsy.”(Q.s.

Thaha : 5).

Dalam hal ini Ibn Hanbal menjawab

لَاوَ دٍحْ لَابِ ءَاشَ امٰكَوَ ءَاشَ فَيْكَ شِرْعَلْا ىلَعَ ىوٰتَسْا ةٍفَصِ

  'فَصِاوَ اهَغُ*لَبَيُ  

“Bersemayam diatas arasy terserah pada Allah dan bagaimana saja Dia kehendaki dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang sanggup menyifatinya.”

Dan ketika ditanya tentang makna hadist nuzul (Tuhan turun kelangit dunia), ru’yah (orang-orang beriman melihat Tuhan diakhirat), dan hadist tentang telapak kaki Tuhan, Ibn Hanbal menjawab :

ىنَعَمَ لَاوَ فَيْكَ لَاوَ اهَقُ *دٍصَنُ وَ اهَبِ نُمَؤْنُ

“Kita mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara dan maknanya.”

Dari pernyataan diatas, tampak bahwa Ibn hanbal bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada Allah dan Rasul- Nya, Ia sama sekali tidak mena’wilkan pengertian lahirnya.

b) Tentang Status Al-Qur’an

Ibn Hanbal tidak sependapat dengan faham Mu’tazilah, yakni Al-Qur’an tidak bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qadim disamping Tuhan, berarti menduakan Tuhan, Sedangkan menduakan Tuhan adalah Syirik dan dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah.

Ibn Hanbal tidak mau membahas lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Itu dapat dilihat dari salah satu dialog yang terjadi antara Ishaq bin Ibrahim, gubernur

(9)

Irak dengan Ahmad Ibn Hanbal.7 Ia hanya mengatakan bahwa al-Qur’an tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah kepada Allah dan rasul-Nya.

Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal yang kemudian membuatnya dipenjara beberapa kali adalah tentang status Al-qur’an, apakah diciptakan (makhluk) karena hadis (baru) ataukah tidak diciptakan karena qadim. Paham yang diakui pemerintah resmi pada saat itu, yaitu Dinasti Abbasiyah di bawah kepemimpinan Khalifah Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, dan Al-Watsiq adalah paham Mu’tazilah, yaitu Al-qur’an bersifat qadim, tetapi baru dan diciptakan. Sebab, paham adanya qadim di samping Tuhan, bagi Mu’tazilah berarti menduakan Tuhan. Menduakan Tuhan adalah syirik dan dosa besar dan tidak diampuni Tuhan.

Tampaknya Ibn Hanbal tidak sependapat dengan paham resmi di atas. Oleh karena itu, ia kemudian diuji dalam kasus mihnah oleh aparat pemerintah. Pandangannya tentang status Al-qur’an dapat dilihat dari dialognya dengan Ishaq bin Ibrahim, Gubernur Iraq:

      Ishaq       :Apa pendapatmu tentang Al-qur’an       Ibn Hanbal      :Sabda Tuhan

      Ishaq       :Apakah ia diciptakan

      Ibn Hanbal       :Sabda Tuhan, saya tidak mengatakan lebih dari itu

Ishaq      : Apa arti ayat : Maha mendengar (Sami’) dan maha melihat ( Basir) ?        (Ishaq ingin memuji Ibnu Hanbal tentang paham antropomorfisme) Ibnu Hanbal         : Tuhan mensifatkan dirinya (dengan kata-kata itu)

Ishaq      : Apa artinya?

Ibnu Hanbal         : tidak tahu. Tuhan adalah sebagaimana ia sifatkan dirinya.

C. Biografi Singkat dan Pemikiran Ibnu Taimiyah

a. Biografi Singkat tentang Ibnu Taimiyah

Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyyuddin Ahmad bin Abi Al-Halim binTaimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 rabiul awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H.

Kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam Ibn Abdullah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan hakim di kotanya.

Dikatakan oleh Ibrahim Madkur bahwa ibn Taimiyah merupakan seorang tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa kepada akal.

7 Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:UI Press, 1986), hlm. 62.

(10)

Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa tartas yang berani. Selain itu ia dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir, faqih, teolog, bahkan memiliki pengetahuan luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik khalifah Umar dan khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al- Ghazali dan Ibn Arabi. Kritikannya ditujukan pula pada kelompok-kelompok agama sehingga membangkitkan para ulama sezamannya. Berulangkali Ibn Taimiyah masuk kepenjara hanya karena bersengketa dengan para ulama sezamannya.8

b. Pemikiran Teori Ibnu Taimiyah

Pikiran-pikiran Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut : a) Sangat berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadist b) Tidak memberikan ruang gerak yang bebas kepada akal

c) Berpendapat bahwa Al-Qur’an mengandung semua ilmu agama

d) Di dalam islam yang diteladani hanya 3 generasi saja (sahabat, tabi’in, dan tabi’i- tabi’in)

e) Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan tetap mentanzihkan-Nya.

Ibn Taimiyah mengkritik Imam Hanbali dengan mengatakan bahwa kalaulah kalamullah itu qadim, kalamnya pasti qadim pula. Ibn Taimiyah adalah seorang tekstualis. Oleh sebab itu pandangannya dianggap oleh ulama mazhab Hanbal, Al- kitab Ibn Al-Jauzi sebagai pandangan tajsim (antropomorpisme) Allah, yakni menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiyah sebagai salaf perlu ditinjau kembali.

Berikut ini adalah pandangan ibnu Taimiyah tentang sifat-sifat Allah.9

a) Percaya Sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang Ia sendiri atau Rasul-Nya menyifati. Sifat-sifat yang dimaksud adalah:

1. Sifat salbiyah, yaitu qidam, baqa, muhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, dan wahdanniyah.

2. Sifat ma’nawi, yaitu qudrah, iradah, samea, bashar, hayat, ilmu, dan kalam.

3. Sifat khabariah (sifat-sifat yang diterangkan Al-Qur’an dan Hadis walaupun akal bertanya tentang maknanya). Seperti keterangan yang menyatakan bahwa Allah

8 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Ibid, hlm. 115

9 Abdullah Yusuf, Pandangan Ulama tentang Ayat-ayat Mutasyabihat. (Bandung:Sinar Baru, 1993), hlm. 58-60

(11)

dilangit; Allah diatas Arasy; Allah turun kelangit dunia; Allah dilihat oleh orang beriman diakhirat kelak; wajah, tangan dan mata Allah.

4. Sifat dhafiah, meng-idhafat-kan atau menyandarkan nama-nama Allah pada alam makhluk, rabb al-amin, khaliq al-kaum. Dan falik al-habb wa al-nawa.

b) Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan Rasul-Nya sebutkan, seperti al-awwal, al-akhir, azh-zhahir, al-bathin, al-alim, al-qadir, al-hayy, al-qayyum, as-sami, dan al-bashir.

c) Menerima sepenuhnya nama-nama Allah tersebut dengan tidak mengubah makna yang tidak dikehendaki lafadz, tidak menghilangkan pengertian lafazd, tidak mengingkarinya, tidak menggambarkan bentu-bentuk Tuhan, dan tidak menyerupai sifat-sifat-Nya dengan sifat-sifat makhluknya.

Ibn Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat-ayat mutsyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakanNya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Salaf bukanlah suatu “harakah”, bukan pula manhaj hizbi (fanatisme golongan), dan bukan pula manhaj yang mengajarkan taklid, kekerasan. Tetapi manhaj Salaf adalah ajaran Islam sesungguhnya yang dibawa oleh Nabi SAW dan difahami serta

10 Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Ibid, hlm. 117

(12)

dijalankan oleh para salafush-shalih-radhiyalahu ‘anhum, yang ditokohi oleh para sahabat, kemudian oleh para Tabi’in dan selanjutnya Tabi’i Tabi’in.

Imam hanbali adalah salah seorang tokoh ulama salaf yang mempunyai ciri khas dalam pemikirannya yaitu lebih menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, kemudian beliau menyerahkan (tafwidh) makna-makna ayat dan hadist mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Kemudian ulama salaf lainnya adalah Ibnu Taimiyah, Ibnu Taimiyah merupakan tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa pada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa Tartas yang berani. Ibnu Taimiyah tidak menyetujui penafsiran ayat- ayat mutasyabihat. Menurutnya, ayat atau Hadist yang menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan sebagaimana adanya, dengan cacatan tidak men-tajsim-kan, tidak menyerupakan-Nya dengan makhluk, dan tidak bertanya-tanya tentangNya.

Untuk memahami latar belakang perkembangan, pemikiran dalam masyarakat islam, tentu salah satu cara yang bisa kita gunakan adalah dengan melihat materi-materi agama yang menjadi konsern umat islam. terutama semua materi yang menjadi konsern umat islam dinyatakan merujuk pada Al-Qur’an dan hadis.

B. Saran

Penulis menyadari sekali bahwasannya tulisan sederhana ini masih banyak terdapat kekurangan, semua itu dikarenakan keterbatasan ilmu yang pemakalah miliki.

Oleh karena itu, saran dan kritikan dari teman-teman yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan Amal Taupik, Panggabean Syamsu Rizal. 1987. Tafsir dan Kontektual Al-Qur’an.

Bandung: Miza

Husen Muhammad, Dzahadi. 1978. Penyimpangan-penyimpangan dalam penafsiran Al- Qur’an, Jakarta : Rajawali press

Muhammad Asy Syak’ah Mustofa. 1994. Islam Tidak Bermazhab. Jakarta: Gema Insani

(13)

Nasution Harun. 1986. Teologi Islam : Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan.

Jakarta:UI Press

Rozak Abdul, Anwar Rosihon. 2007. Ilmu Kalam. Bandung : CV Pustaka Setia

Yusuf, Abdullah. 1993. Pandangan Ulama tentang Ayat-ayat Mutasyabihat.

Bandung:Sinar Baru

http://ferdiansweblog.blogspot.com/2010

http://nuris23.wordpress.com/salafiyah-yang-dibina-oleh-dr-aminullah-el-hady/

http://www.darussalaf.or.id

Referensi

Dokumen terkait

Pemikiran Ibnu Taimiyah Tentang Mekanisme Pasar Dalam Ekonomi Islam.. Mahasiswa fakultas Agama Islam (Syariah) Universitas

Ibnu Taimiyah dan Ibnu Khaldun memiliki persamaan pemikiran etika politik sepakat bahwa seseorang pemimpin sebagai pemecah permasalahan warga negaranya, mendirikan negara

Penulis mencoba menganaiisa terhadap hadits tentang puasa as Syura pada kitab Sunan Abu Daw ud no indek 2446 dan Musnad Ahmad bin Hanbal no indeks 2140, dimana

Pandangan Ibnu Taimiyah tentang tasawuf tidak terlepas dari metode pemikiran yang telah diyakininya sebagai metode yang paling benar metode itu adalah menempatkan al-Qur’an dan

Masyhud, Pemikiran Ibnu Taimiyah tentang Metode Penafsiran al-Qur’an sebagai upaya Pemurnian terhadap al-Qur’an, Jurnal Penelitian Agama, vol.. Matondang, Irvan, Kenakalan

Demikian juga meski orientasi pemikiran politik Ibnu Taimiyah terlihat berdasarkan pada agama dan akhlak, seperti dapat diperhatikan pada agama dan akhlak, seperti

Sikap yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah menurut Ibnu Taimiyah adalah pencatakan fulus harus didasarkan pada keseimbangan volume fulus dengan

Penelitian merupakan studi naskah (contens analysis) yang berkaitan dengan pemikiran Ibnu Taimiyah terhadap penafsiran bil-isyari (ta’wil). Sementara pendekatan yang