Istilah kritik sastra dikenal pada sekitar tahun 500 sebelum Masehi kata kritik berasal dari krinein bahasa Yunani yang berarti menghakimi membanding atau menimbang kata menjadi pangkal atau asal kata kreterion yang berarti dasar pertimbangan dan penghakiman.
sedangkan orang yang melakukan pertimbangan dan penghakiman disebut krites yang berarti Hakim.
Kegiatan kritik sastra yang pertama dilakukan oleh bangsa Yunani yang bernama xenophanes dan heraclitus ketika mereka mengecam pujangga homerus yang gemar mengisahkan cerita tentang dewa-dewi yang mereka Anggap tidak senonoh serta bohong. peristiwa kritik sastra yang pertama itu kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh lain seperti aristophanes (450 M - 385 SM) setelah itu muncullah tokoh Plato (427 - 347 SM) dan disusul pula oleh Aristoteles (384 - 322 SM).
Dalam konteks kritik modern, buku Criticus karya Julius Caesar tahun 1484-1585 SM dianggap sebagai karya yang penting, bahkan penulisnya dianggap sebagai le grand critique.
Di Indonesia, istilah kritik sastra baru dikenal setelah para sastrawan memperoleh pendidikan dari atau di negara Barat sekitar abad kedua puluh. Namun bukan berarti kritik sastra tidak ada sebelum masa itu, hanya saja kritik tersebut tidak berbentuk tulisan dan tidak mempunyai aturan yang sistematik. Kritik hanya berlangsung secara lisan oleh masyarakat yang baru saja menonton pertunjukan, pergelaran seni, atau memberikan komentar terhadap buku yang dibaca oleh teman sejawat. Sederhananya kritik pada masa sebelum abad kedua puluh hanyalah berupa kerangka selera personal dan pengalaman masing-masing. Barulah, setelah adanya pengaruh Barat. Muncullah kritik sastra dalam sastra Indonesia. Dalam hal ini sudah memiliki teori kritik walaupun berdasarkan pada pola kritik yang dikembangkan di barat.
Kritik sastra adalah sebuah proses interpretasi, analisis, dan penilaian terhadap karya sastra. Jadi, kritik sastra bukan melulu tentang mencari kelemahan dan kekurangan dalam sebuah karya sastra melainkan juga mencakup tiga hal tadi. Yakni interpretasi, analisis, dan juga penilaian.
Jenis kritik sastra
Jenis kritik sastra diantaranya:
1. Berdasarkan bentuk: kritik teoritis dan kritik terapan
a. Kritik teoritis adalah kritik sastra yang bekerja atas dasar prinsip-prinsip umum untuk menetapkan seperangkat istilah yang berhubungan, pembedaan-pembedaan, dan kategori-kategori untuk diterapkan pada pertimbangan dan interpretasi karya sastra maupun penerapan “kriteria” (standar atau norma) untuk menilai karya sastra dan pengarangnya.
b. Kritik terapan, merupakan diskusi karya sastra tertentu dan penulisnya. Misalnya buku Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei Jilid II (1962) yang mengkritik sastrawan dan karyanya, diantaranya Mohammad Ali, Nugroho Notosusanto, Subagio Sastrowardoyo, dan lain sebagainya.
2. Berdasarkan pelaksanaan: kritik judisial, kritik induktif, dan kritik impresionistik.
a. Kritik judisial adalah kritik sastra yang berusaha menganalisis dan menerangkan efek- efek karya sastra berdasarkan pokonya, organisasinya, teknik serta gayanya, dan mendasarkan pertimbangan individu kritikus atas dasar standar umum tentang kehebatan karya sastra.
b. Kritik induktif adalah kritik sastra yang dilakukan dengan jalan menelaah atau menjelajahi suatu karya sastra tanpa ada presepsi sebelumnya, kemudian hasil penjelajahan tersebut dikemukakanlah bahwa karya sastra itu disusun berdasarkan pendekatan atau metode tertentu.
c. Kritik impresionistik adalah kritik sastra yang berusaha menggambarkan dengan kata- kata dan sifat yang terasa dalam bagian khusus karya sastra dan menyatakan tanggapan (impresi) kritikus yang ditimbulkan langsung oleh karya sastra.
3. Berdasarkan orientasi terhadap karya sastra: kritik mimetik, kritik pragmatis, kritik ekspresif, dan kritik objektif.
a. Kritik mimetik adalah kritik yang bertolak cenderung digunakan untuk mengukur kemampuan suatu karya sastra menangkap gambaran kehidupan yang dijadikan sebagai objek.
b. Kritik pragmatik adalah kritik yang berkecendrungan untuk memberi penilaian terhadap suatu karya berdasarkan ukuran keberhasilannya dalam mencapai efek-efek tertentu kepada pembacanya, seperti efek kesenangan, estetika, dan pendidikan.
c. Kritik ekspresif adalah kritik yang menekankan kepada kebolehan penulis dalam mengekspresikan atau mencurahkan idenya ke dalam wujud sastra.
d. Kritik objektif adalah kritik sastra yang menggunakan pendekatan bahwa suatu karya sastra adalah karya yang mandiri. Karya ini menekankan pada unsur intrinsik.
Fungsi Kritik Sastra
Dalam mengkritik karya sastra, seorang kitikus tidaklah bertindak semaunya. Ia harus melalui proses penghayatan keindahan sebagaimana pengarang dalam melahirkan karya sastra. Karena kritik sastra sebagai kegiatan ilmiah yang mengikat kita pada asas-asas keilmuan yang ditandai oleh adanya kerangka, teori, wawasan, konsep, metode analisis dan objek empiris.
Setidaknya, ada beberapa manfaat kritik sastra yang perlu untuk kita ketahui.
1. Kritik sastra berfungsi bagi perkembangan sastra
Dalam mengkritik, seorang kritikus akan menunjukkan hal-hal yang bernilai atau tidak bernilai dari suatu karya sastra. Kritikus bisa jadi akan menunjukkan hal-hal yang baru dalam karya sastra, hal-hal apa saja yang belum digarap oleh sastrawan. Dengan demikian, sastrawan dapat belajar dari kritik sastra untuk lebih meningkatkan kecakapannya dan memerluas cakrawala kreativitas, corak, dan kualitas karya sastranya.
2. Kritik sastra berfungsi untuk penerangan bagi penikmat sastra
Dalam melakukan kritik, kritikus akan memberikan ulasan, komentar, menafsirkan kerumitan- kerumitan, kegelapan-kegelapan makna dalam karya sastra yang dikritik. Dengan demikian, pembaca awam akan mudah memahami karya sastra yang dikritik oleh kritikus.
3. Kritik sastra berfungsi bagi ilmu sastra itu sendiri
Analisis yang dilakukan kritikus dalam mengkritik harus didasarkan pada referensi-referensi dan teori-teori yang akurat. Tidak jarang pula, perkembangan teori sastra lebih lambat dibandingkan dengan kemajuan proses kreatif pengarang. Untuk itu, dalam melakukan kritik, kritikus seringkali harus meramu teori-teori baru. Teori-teori sastra baru yang seperti inilah yang justru akan mengembangkan ilmu sastra itu sendiri. Karena, seorang pengarang akan dapat belajar
melalui kritik sastra dalam memerluas pandangannya, sehingga akan berdampak pada meningkatnya kualitas karya sastra.