• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Islam Nusantara

N/A
N/A
Ahmad Holil

Academic year: 2023

Membagikan "Sejarah Islam Nusantara"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

WALI SONGO DAN DAKWAH ISLAM DI JAWA Diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah: Sejarah Islam

Nusantara

Dosen pengampu : Drs. Sukarma,, M.Ag.

Disusun oleh :

Ahmad Cholil Afsyor (03020222020) M.Fahmi Amrullah (03020222051)

M. Fanni Aidillah (03020222052)

Program Studi Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab Dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2022

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala kelimpahan rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah yang kami buat ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan, pedoman maupun petunjuk bagi pembaca.

Dalam pembuatan makalah Walisongo dan dakwah Islam di Jawa ini kami sebagai penulis makalah merasa masih banyak kekurangan baik dari materi maupun teknik penulisan, mengingat kemampuan yang kami miliki. Untuk itu saran dan kritik dari semua pihak, kami sebagai penulis sangat mengharapkan tersebut demi penyempurnaan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada pihak- pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini terutama kepada Drs. Sukarma,, M.Ag.Sebagai dosen pengampu dalam mata kuliah Sejarah Islam Nusantara

Penulis

Surabaya, 22 September 2023

(3)

Daftar Isi

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Latar belakang ... 1

2. Rumusan masalah ... 1

3. Tujuan... 1

BAB II PERAN WALISONGO DALAM DAKWAHNYA DI JAWA ... 2

A. Sunan Muria ... 2

B. Sunan Kudus ... 4

C. Sunan Gunung Jati ... 5

D. Sunan Ampel ... 6

E. Sunan Gresik ... 7

F. Sunan Bonang ... 8

G. Sunan Drajad ... 9

H. Sunan Giri ... 10

I. Sunan Kalijaga ... 11

BAB III PENUTUP ... 12

A.Kesimpulan ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 13

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Sejarah agama Islam di Indonesia memiliki landasan yang kuat pada masa penyebarannya oleh para wali, yang dikenal sebagai Wali Songo. Mereka adalah sembilan tokoh ulama yang memainkan peran penting dalam menyebarkan Islam di Jawa pada abad ke-14 dan 15 Masehi.

Dakwah yang mereka lakukan tidak hanya berfokus pada aspek keagamaan, tetapi juga terintegrasi dengan kultur dan tradisi lokal. Hal ini menghasilkan harmonisasi antara ajaran Islam dengan nilai- nilai budaya Jawa.

Para Wali Songo mengadopsi metode dakwah yang bijaksana, memahami bahwa pendekatan yang toleran terhadap budaya lokal adalah kunci keberhasilan. Mereka memadukan seni, musik, dan kesenian rakyat dalam upaya penyebaran Islam, menciptakan lagu-lagu dan karya seni yang tetap populer hingga hari ini. Di samping itu, mereka juga menggagas berbagai praktik keagamaan dan budaya yang menjadi bagian integral dari identitas Islam di Indonesia.

Makalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang peran para Wali Songo dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa, serta bagaimana mereka berhasil mengintegrasikan ajaran agama dengan kultur lokal. Selain itu, makalah ini juga akan membahas dampak dari pendekatan dakwah yang bersinergi dengan budaya Jawa terhadap pembentukan identitas Islam di Indonesia. Melalui analisis historis dan kultural, kita akan mendapatkan wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana proses akulturasi ini terjadi dan bagaimana hal ini berpengaruh terhadap perkembangan Islam di Nusantara.

Penelitian ini akan melibatkan studi literatur, termasuk sumber-sumber sejarah dan karya-karya para ulama tentang Wali Songo dan dakwah di Jawa. Selain itu, akan dilakukan analisis terhadap lagu-lagu dan kesenian tradisional yang dianggap memiliki pengaruh dari ajaran Wali Songo.

Dengan mendalami latar belakang dan pendekatan dakwah para Wali Songo, diharapkan kita dapat memahami secara lebih komprehensif bagaimana Islam berhasil mengakar dan berkembang di tengah masyarakat Jawa, serta kontribusi besar yang diberikan oleh para Wali Songo dalam proses ini.

(5)

2. Rumusan Masalah

1. Apa saja peran walisongo dalam menyebarkan dakwah islam di Jawa?

2. Siapa saja tokoh Walisongo tersebut?

3. Bagaimana metode dakwah yang dilakukan oleh para Walisongo?

4. Kapan saja kelahiran dan asal-usul dari pada tokoh Walisongo Tersebut?

3. Tujuan

1. Untuk mengetahui peran walisongo dalam menyebarkan dakwah islam di Jawa 2. Untuk mengetahui tokoh Walisongo tersebut

3. Untuk mengetahui metode dakwah yang dilakukan oleh para Walisongo 4. Untuk mengetahui kelahiran dan asal-usul dari pada tokoh Walisongo Tersebut

(6)

BAB II

PERAN WALISONGO DALAM DAKWAHNYA DI JAWA

A. Sunan Muria

Salah satu anggota dewan Wali Songo adalah Sunan Muria, yang nama lahirnya adalah Umar Said.

Dia adalah putra Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq. Diperkirakan nama Sunan Muria berasal dari nama gunung (Gunung Muria), yang terletak di sebelah utara Kota Kudus, Jawa Tengah, di mana Sunan Muria dimakamkan. Sunan Muria meninggal dunia pada tahun 1560 M.

Sunan Muria menikah dengan dua wanita: Dewi Roroyono, putri Ki Ageng Ngerang dan Nyai Ageng Ngerang, dan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung, adik dari Sunan Kudus. Setelah menikah dengan dewi Sujinah, Sunan Muria memiliki seorang anak bernama Raden Saridin, juga dikenal sebagai SyechJangkung atau Waliyullah Sunan Landoh.1

Pertama, buku Sri Mulyati menyebutkan bahwa Raden Umar Said biasanya mendekati kaum dagang, nelayan, dan pelaut sambil menyebarkan agama.

Kedua, ia mengatakan bahwa saat dia berdakwah, ia mempertahankan gamelan, seni Jawa yang sangat disukai rakyatnya, dan menggunakannya sebagai cara untuk mengajarkan rakyat nilai-nilai Islam, sehingga mereka secara tidak langsung dibawa untuk lebih mengingat Tuhan.

Sunan Muria juga banyak menggunakan cara yang halus dan tidak menghilangkan tradisi lama yang sudah ada dalam masyarakat, sehingga masyarakat tidak terkejut dengan ajaran yang dibawanya. Salah satu contohnya adalah ketika Raden Umar Said mengubah syair dari tembang Jawa dengan memasukkan berbagai nilai keislaman. untuk mengajarkan Islam kepada masyarakat dengan cara yang tidak terkesan memaksa.

Ketiga, karena ia adalah putra Sunan Kalijaga, ia menggunakan pendekatan yang halus saat berdakwah, seperti yang dikatakan, “Ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya.”

Menurut buku Sejarah Wali Songo, dia menjadi lebih akrab dengan tradisi Pulau Jawa karena

1 “Sunan Muria.”

(7)

mengikuti dakwah Sunan Kalijaga. Akibatnya, dia sangat dekat dengan masyarakat dan menyebarkan ajarannya sampai ke pemukiman terkecil. 2

B. Sunan Kudus

Sunan Kudus adalah Ulama dan Panglima perang Kesultanan Demak yang termasuk dalam anggota dewan Wali Songo. Nama lahirnya adalah Ja'far Ash-Shadiq. Ia adalah putra Sunan Ngudung dan Dewi Sari binti Ahmad Wilwatikta.3

Sunan Kudus kahir pada tanggal 9 September 1500 M dan wafat pada 6 Mei 1550 M di Kudus.

Sunan Kudus melakukan dakwah Islam di Jawa pada saat mayoritas masyarakatnya merupakan pemeluk Hindu dan Buddha, bahkan tidak sedikit yang masih kuat ikatannya terhadap budaya nenek moyang. Oleh karena itu, Sunan Kudus mengutamakan toleransi sebagai caranya mendekati masyarakat Kudus.

Metode Dakwah

Dalam dakwahnya, Sunan Kudus, seperti Sunan Kalijaga, memilih untuk menghargai tradisi lokal.

Penggunaan simbol Hindu-Buddha dalam arsitektur Masjid Kudus adalah salah satu cara Sunan Kudus mendekati masyarakat Kudus. Salah satu peninggalan Sunan Kudus yang paling terkenal adalah Masjid Menara Kudus. Bentuk menaranya mirip dengan candi Hindu, dan beberapa bagian masjid menunjukkan unsur-unsur Buddha, seperti padasan atau pancuran untuk berwudhu yang dibuat dengan ajaran Buddha. Dengan demikian, masyarakat sekitar tidak mengalami kesulitan untuk datang ke masjid dan mendengarkan dakwah Sunan Kudus.

Sunan Kudus sangat toleran terhadap tradisi, hanya melakukan beberapa penyesuaian dengan memasukkan ajaran Islam, namun dia tidak memaksa orang-orang untuk meninggalkan agama mereka. Misalnya, Sunan Kudus tidak melarang masyarakat melakukan tradisi tujuh bulanan.

2 “Sunan Muria: Biografi Singkat dan Strategi Dakwah sang Wali.”

3 “Sunan Kudus.”

(8)

Sebaliknya, dia menekankan bahwa rasa terima kasih selama prosesihanya ditujukan kepada Allah.

Sunan Kudus juga mengubah cerita-cerita bertema tauhid menjadi kisah hidup dalam dakwahnya.

Dengan cara ini, ajaran Islam dapat disampaikan dengan tenang, dan masyarakat terus berdatangan karena ingin mengetahui kisahnya. Dakwah Sunan Kudus juga menggunakan seni suara. Gending Maskumambang dan Mijil yang mengandung ajaran Islam, dibuat oleh Sunan Kudus. Karya Sunan Kudus ini diharapkan memungkinkan masyarakat untuk mempelajari Islam dengan mudah.4

C. Sunan Gunung Jati

Sunan Gunung Jati, yang juga dikenal sebagai Hidayatullah atau Sayyid Al-Kamil, lahir pada tahun 1448 M. Dia adalah anak dari Syarif Abdullah Umtaduddin bin Ali Nurul Alam dan Nyai Rara Santang, putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran, yang kemudian bergantinama menjadi Syarifah Mudaim setelah masuk Islam.

Pada tahun 1470 Masehi, Syarif Hidayatullah tiba di Cirebon. Dengan bantuan dari Kesultanan Demak dan Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana, yang merupakan Tumenggung Cirebon pertama dan uwak dari Syarif Hidayatullah, ia dinobatkan menjadi Tumenggung Cirebon kedua pada tahun 1479 dengan gelar MaulanaJati.5

Setelah menjadi tumenggung di kerajaan Cirebon, Sunan Gunung Jati memulai perjuangannya untuk mengubah kehidupan masyarakat dan menyebarkan agama Islam. Salah satu bukti perjuangan Sunan Gunung Jati adalah kebijakannya yang mengubah masyarakat dalam berbagai bidang, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

Setelah menjadi raja, Sunan Gunung Jati pertama kali melakukan kebijakan untuk memerdekakan atau memerdekakan Kerajaan Cirebon dari Kerajaan Padjadjaran. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memutuskan untuk berhenti menghormati Kerajaan Padjadjaran. Mendengar kebijakan tersebut yang dapat membahayakan kerajaannya, Raja Padjadjaran sangat marah dan mengutus utusan, Tumenggung Djajabaja, ke Cirebon. Setelah utusan tiba di Cirebon, mereka bukannya

4 Media, “Metode Dakwah Sunan Kudus Halaman all.”

5 “Sunan Gunung Jati.”

(9)

mengatakan maksud kedatangannya atau mengikuti perintah raja, tetapi malah berubah pikiran dan ingin masuk islam serta bergabung dengan Sunan Gunung Jati.6

Cara berdakwah ini dilakukan secara damai karena islam adalah agama yang suci dan membenci kekerasan. Dari cara ini Sunan Gunung Jati kemudian merangkul masyarakat serta sedikit demi sedikit menanamkan nilai-nilai ajaran agama islam agar para masyarakat tergugah hatinya dan dengan sendirinya menginginkan masuk islam kepada Sunan Gunung Jati.

D. Sunan Ampel

Sunan Ampel atau Raden Rahmat adalah seorang putra paling tua dari Maulana Malik Ibrahim.

Pada masa kecilnya Sunan Ampel lebih banyak dikenal sebagai Raden Rahmat. Lalu Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 M di Campa serta diperkirakan tutup usia pada tahun 1841 di Demak.

Sedangkan makam dari Sunan Ampel adalah di bagian barat Masjid Ampel yang terletak di Kota Surabaya7.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya jika, Sunan Ampel pada masa kecil lebih banyak dikenal sebagai Raden Rahmat. Lalu untuk penggunaan nama Ampel sendiri lebih banyak diidentikkan dengan nama tempat dimana beliau tinggal yaitu daerah Ampel atau Ampel Denta. Wilayah tersebut saat ini menjadi bagian dari Kota Surabaya. Beberapa sumber menjelaskan jika Sunan Ampel awal masuk ke pulau Jawa adalah pada tahun 1443 M bersama dengan Sayid Ali Murtadho yang sejatinya adalah adik dari Sunan Ampel. Sebelum masuk ke Pulau Jawa, Sunan Ampel dengan Sayid Ali Murtadho berada di Palembng sekitar tahun 1440.

Setelah berada di Palembang sekitar tiga tahun, mereka selanjutnya berada di daerah gresik. Lalu pergi kembali ke wilayah Majapahit untuk menemui bibinya. Bibi dari Sunan Ampel adalah seorang putri dari Camp bermana Dwarawati. Dwarawati sendiri menikah dengan seorang raja dari Majapahit bergelar Prabu Sri Kertawijaya serta pemeluk agama Hindu.

6 Farid, “PERJUANGAN SUNAN GUNUNG DJATI DALAM PENYEBARAN ISLAM DI JAWA BARAT.”

7 Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 229.

(10)

Perjalanan Hidup Milik Sunan Ampel

Sunan Ampel atau Raden Rahmat adalah salah satu anggota dari sembilan wali atau lebih banyak dikenal sebagai Wali Songo. Wali Songo sendiri adalah beberapa orang yang melakukan penyebaran ajaran agama Islam di wilayah tanah Jawa. Sama seperti Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel juga memiliki jasa yang begitu besar terhadap perkembangan ajaran Islam, khususnya di wilayah tanah Jawa.

Metode dakwah Sunan Ampel

Hal berikutnya yang akan kita bahas bersama adalah metode dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel. Metode dakwah yang ditempuh oleh Sunan Ampel terbilang cukup singkat dan cepat. Hal ini karena Sunan Ampel menggunakan metode dakwah Moh Limo yang memiliki arti tidak melakukan lima hal tercela.

Adapun filsafat metode Moh Limo milik Sunan Ampel adalah sebagai berikut ini.

1. Moh main yang memiliki arti tidak ingin berjudi 2. Moh ngombe yang memiliki arti tidak mau mabuk 3. Moh maling yang memiliki arti tidak mau mencuri

4. Moh madat yang memiliki arti tidak mau menghisap candu 5. Moh madon yang memiliki arti tidak mau melakukan zina

Selama perjalanan hidup serta dalam proses penyebaran agama Islam, Sunan Ampel dikenal sebagai pribadi yang begitu peka terhadap adaptasi dengan lingkungan setempat. Cara yang ia terapkan adalah dengan menerima siapapun, baik itu dari kalangan bangsawan maupun rakyat biasa yang ingin melakukan pembelajaran kepada beliau pada sebuah pesantren.

Dalam kehidupan pesantren walaupun Sunan Ampel menganut Madzhab Hanafiyah, akan tetapi Sunan Ampel juga begitu toleran terhadap mazhab lainnya. Dengan memiliki rasa toleransi yang

(11)

begitu tinggi menjadikan para muridnya berhasil mendapatkan cara pandang serta banyak pengikut.

E. Sunan Gresik

Sunan Gresik memiliki sejumlah gelar atau nama lain. Misalnya, Maulana atau Syekh Maghribi karena ia dianggap berasal dari daerah Maroko, Afrika. Selain itu, dalam pengucapan orang Jawa, Maulana Maghribi disebut Maulana Gribig atau Sunan Gribig. Masyarakat setempat juga menjulukinya sebagai kakek bantal. Hal itu disebabkan ia menjadi tempat berkeluh kesah masyarakat, tempat istirahat di kala pikiran sedang kacau, tempat menyandarkan diri saat sedang tidak ada pegangan hidup8.

Selain itu, ada yang mengatakan bahwa nama Malik Ibrahim ialah Makdum Ibrahim Asmara. Kata

"Asmara" merupakan pengucapan orang Jawa yang berasal dari kata Samarkand atau Asmarakandi. Hingga saat ini belum dapat dipastikan dari mana Maulana Malik Ibrahim berasal.

Namun, para sejarawan sepakat bahwa ia bukanlah asli orang Jawa melainkan merupakan pendatang di tanah Jawa. Maulana Malik Ibrahim diperkirakan datang ke Gresik pada tahun 1404 M. Menurut catatan Stamford Raffles dalam The History of Java, Maulana Malik Ibrahim adalah seorang ahli agama yang berasal dari Arab. Sementara J.P. Moquette memberikan keterangan bahwa Sunan Gresik berasal dari daerah Iran

Dakwah Sunan Gresik di Tanah Jawa

Zulham Farobi dalam buku Sejarah Wali Songo menceritakan mengenai kisah Maulana Malik Ibrahim yang menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa. Pada saat itu, Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim datang untuk memberikan pandangan baru mengenai kasta masyarakat. Sesuai ajaran Islam, bahwa kedudukan tiap manusia itu sama. Allah SWT tidak pernah membeda-bedakan manusia, sebab bagi-Nya derajat manusia di mata-Nya itu sama. Maka ketika Syekh Maulana

8 Sukandar, dkk. (Desember 2016). Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 1 (Utara Jawa Timur) (PDF).

Surabaya: Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. hlm. 2.

(12)

Malik Ibrahim memberikan pandangan tersebut, masyarakat dari kasta sudra dan waisya banyak yang tertarik. Mereka mulai saling bergaul satu sama lain dan tidak membeda-bedakan.

Beberapa tahun Syekh Maulana Malik Ibrahim berdakwah di Gresik, ia tidak hanya membimbing umat Islam untuk mengenal dan mendalami agama Islam, melainkan juga memberi pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat gresik menjadi lebih baik. Ia bahkan memiliki gagasan untuk mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian penduduk. Dengan adanya sistem pengairan yang baik ini, lahan pertanian menjadi subur dan hasil panen pun berlimpah.

Hampir sepanjang kisah hidup Sunan Gresik dihabiskan untuk menyebarkan dan mengenalkan agama Islam. Ia akhirnya wafat pada tahun 1419 M. Belum ada informasi yang jelas mengenai di mana ia wafat. Satu-satunya informasi yang didapatkan hanya tahunnya saja, yaitu 1419 M. Di samping itu, ada sumber lain yang menyebut Sunan Gresik adalah wali songo yang paling tua tetapi bukan orang Islam pertama yang masuk tanah Jawa. Ketika itu, sudah ada beberapa kelompok kecil umat Islam di pesisir utara Pulau Jawa.

Rata-rata dari mereka adalah kaum saudagar yang mengadakan perjalanan dagang diiringi maksud menyebarkan agama Islam. Hal itu dibuktikan dengan ditemukannya makam seorang wanita yang bernama Fatimah binti Maimun, yang meninggal pada tahun 475 H atau 1082 M di Leran, Gresik.

F. Sunan Bonang

Sunan Bonang memiliki nama kecil Raden Makhdum Ibrahim. la merupakan putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila (Dyah Siti Manila binti Arya Teja)9.

Pendidikan Sunan Bonang

Waktu kecil Sunan Bonang berguru kepada ayahnya sendiri di Pesantren Ampel Denta dan berkawan akrab dengan Raden Paku (Sunan Giri). Selesai menuntut ilmu dari ayahnya, Sunan Bonang dan Raden Paku rihlah ke Pasai, pusat pengajaran ilmu sufi di Nusantara yang pada waktu

9 Salam, Solichin, 1960. Sekitar Walisanga, hlm 24-25, Penerbit "Menara Kudus", Kudus

(13)

itu cenderung ke ajaran Al-Halajj. Tetapi, setelah satu tahun belajar di Pasai, ia kembali ke Jawa, dengan alasan tenaganya sedang dibutuhkan untuk gerakan penyebaran Islam di Jawa.

Metode Dakwah Sunan Bonang

Merujuk dari buku Sejarah Islam Nusantara karya Rizem Aizid, Sunan Bonang menggunakan kesenian sebagai media dakwahnya. Kesenian ini digunakan Sunan Bonang untuk menarik simpati masyarakat. Adapun kesenian tersebut adalah berupa seperangkat gamelan yang disebut bonang.

Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan di bagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak, maka akan menimbulkan suara yang sangat merdu. Terlebih lagi, bila yang memukul atau menabuhnya adalah Sunan Bonang pasti suara musiknya sangat merdu. la adalah seorang wali yang mempunyal cita rasa seni yang tinggi.

Sehingga, apabila membunyikan bonang pengaruhnya sangat hebat bagi pendengarnya. Besar kemungkinan, karena alat kesenian yang dipakai inilah yang kemudian ia dijuluki Sunan Bonang.

Ternyata, media dakwah yang digunakan Sunan Bonang ini cukup mujarab. Terbukti, ia berhasil menarik simpati rakyat sehingga mereka pun dengan mudah menerima Islam. Selain itu, tembang- tembang yang diajarkan Sunan Bonang juga merupakan tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Dengan cara ini masyarakat mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan. Sebagai seorang wali dan sekaligus seniman, Sunan Bonang banyak melahirkan karya sastra berupa suluk (tembang tamsil) dan prosa yang sangat hebat, tidak hanya bebat pada masanya, tetapi juga hebat sampai masa sekarang. Karya sastra Sunan Bonang penuh keindahan dan makna kehidupan beragama.

(14)

G. Sunan Drajad

Nama asli Sunan Drajat adalah Qasim bin Muhammad Ali Rahmatullah bin Ibrahim Assamaragandy. Sunan Drajat mungkin adalah wali yang memiliki banyak nama. Beberapa nama lain yang terkait dengan Sunan Drajat dapat ditemukan dalam banyak karya kuno, seperti Masaikh Munaf, Syarifuddin, Sunan Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Maryapada, Raden Imam, dan juga disebut sebagai Maulana Hasyim10.

Sunan Drajat adalah anak dari Sunan Ampel dan Retna Ayu Manila, yang juga disebut sebagai Dewi Candrawati, Puteri Adipati Tuban, dan Arya Teja. Sunan Drajat dianggap lahir pada sekitar tahun 1470 M. Empat anak tambahan Sunan Ampel adalah Sunan Bonang, Siti Muntosiyah (menikah dengan Sunan Giri), Nyi Ageng Maloka (menikah dengan Raden Fatah), dan satu putri lagi yang dinikahi Sunan Kalijaga. Nama "Sunan Drajat" berasal dari kata Arab "darajat", yang berarti kualitas atau tingkatan.

Metode Dakwah

Sunan Drajat adalah salah satu Wali Sanga yang aktif mendakwahkan masyarakat. Sebagai cara untuk menerapkan ajaran Islam, ia menekankan pentingnya kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Sunan Drajad juga mendirikan sebuah pesantren secara mandiri sebagai wilayah perdikan di Kawasan Desa Drajad, Kecamatan Paciran, Lamongan. Sultan Demak memberikan lahan pertanian di Desa Drajat, yang sekarang menjadi bagian dari Kecamatan Paciran, Lamongan, sebagai penghargaan kepada Sunan Drajat atas upayanya untuk menyebarkan Agama Islam dan memerangi kemiskinan. Pada tahun 1520 Masehi, Sultan Demak memberikan penghargaan kepada Sunan Drajat dengan memberikan gelar Sunan Mayang Madu kepadanya.

Sunan Drajad juga diyakini sebagai seorang wali yang menciptakan sebuah tembang mecapat

“pangkur” yang hingga saat ini eksis didengarkan. Selain itu sisa-sisa gamelan singo mangkok sunan drajad masih di simpan hingga saat ini di Museum Drajad sebagai penghargaan atas dedikasinya dalam berdakwah di tanah jawa khususnya di daerah lamongan.

10 Tri Sarwosri, Sunan Drajat: Jejak Para Wali (Sang Surya Media, 2018), I.

(15)

H. Sunan Giri

Sunan Giri dikenal sebagai Raden Paku atau Joko Samudro. Dia lahir di Blambangan, Banyuwangi, Jawa Timur, pada tahun 1442, dan meninggal pada tahun 1506. Dia adalah anak dari Syekh Maulana Ishaq dan Putri Sekardadu. Sunan Giri dilahirkan sebagai anak oleh janda kaya Gresik bernama Nyai Pinatih. Dia menetap di Giri, dan makamnya terletak di Bukit Giri Gajah, Dusun Kedaton, Gresik, Jawa Timur. Nama makamnya berasal dari tempat dia tinggal sebelumnya, yaitu daerah Ampel Denta, Surabaya11.

Pada abad ke-14 Masehi, bersama dengan munculnya Kesultanan Demak dan mendekati keruntuhan Kerajaan Majapahit, Sunan Giri adalah salah satu ulama dari majelis Wali Songo, yang merupakan kelompok penyebar dakwah Islam pertama di Jawa di Indonesia atau Nusantara.

Sunan Giri adalah ulama dan pendakwah Islam yang gigih. Dari tahun 1487 hingga 1506, ia memerintah Kerajaan Giri Kedaton di Gresik, Jawa Timur.

Muhammad Ainul Yaqin adalah salah satu dari banyak nama Sunan Giri. Ia belajar di Pesantren Ampeldenta, Surabaya, di bawah bimbingan Sunan Ampel sebelum memulai usaha menyebarkan Islam. Dia dididik di pondok pesantren. Setelah belajar dari Sunan Ampel, yang pada saat itu juga menjadi penguasa Surabaya, pengaruh dan martabatnya sebagai bangsawan meningkat.

I. Sunan Kalijaga

Ia lahir pada tahun 1450 Masehi dan disebut Raden Said saat kecil. Dia adalah putra Adipati Tuban, Tumenggung Arya Wilatikta, dan Raden Sahur. Dia berasal dari Ronggolawe, seorang pemberontak Majapahit. Dalam sejarah, Aria Teja IV memiliki hubungan dengan Aria Teja III, Aria Teja II, dan Aria Teja I. Aria Teja I, yang juga dikenal sebagai Aria Adikara atau Ronggolawe,

11 Teladan Penyebaran Islam and Yang Ramah, ‘Teladan Penyebaran Islam’.

(16)

adalah pendiri Kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit mengontrol Kadipaten Tuban pada saat itu. Pertemuannya dengan Sunan Bonang membawa nama Sunan Kalijaga12.

Metode Dakwah

Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan dakwah yang terintegritas dengan tradisi Jawa.

Misalnya, penyampaian pesan agama melalui tembang, kidung, macapat, dan seni rakyat lainnya.

Ia lebih dikenal oleh sebagian masyarakat Jawa sebagai seorang seniman daripada seorang wali yang bertugas menyebarkan agama Allah. Namun, ini tidak berarti masyarakat hanya diajak untuk berpartisipasi dalam seni. Ajaran Islam telah ditanamkan secara tidak sadar dalam pikiran dan perilaku seseorang sambil berpartisipasi dalam kesenian.

Tembang Sunan Kalijaga, "ilir-ilir" dan "gundul-gundul pacul", masih sangat populer hingga hari ini. Ia bersikap sangat toleran terhadap budaya lokal. Ia berpendapat bahwa masyarakat harus didekati secara bertahap, dengan mengikuti dan mempengaruhi. Sunan Kalijaga berpendapat bahwa jika Islam dipahami, Perilaku masyarakat akan didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.

Akibatnya, ketika dia berusaha memperkenalkan Islam, ajarannya terlihat menyatu dengan budaya lokal. Ia berdakwah dengan ukir, wayang, gamelan, dan suara suluk. Selain itu, ia bertanggung jawab atas pengenalan pakaian takwa, garebeg maulud, perayaan sekatenan, dan pertunjukan wayang kulit dengan lakon "Layang Kalimasada" dan "Petruk Dadi Ratu". Sebagian orang percaya bahwa Sunan Kalijaga juga menciptakan hal-hal seperti kraton, alun-alun dengan dua pohon beringin, dan masjid di pusat kota.

12 Saputra Jhoni Hadi. 2010. Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga : Dari Putra Adipati Maling Dan Perampok Sampai Seorang Wali. Surabaya: Pustaka Media

(17)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Dalam penelusuran mengenai para tokoh Wali Songo, kita dapat menyimpulkan bahwa masing- masing dari mereka memiliki metode dakwah yang unik dan berhasil dalam menyebarkan Islam di Jawa. Meskipun mereka memiliki latar belakang dan pendekatan yang berbeda, mereka memiliki kesamaan dalam menerapkan pendekatan yang toleran terhadap budaya lokal. Berikut adalah beberapa poin utama yang dapat disimpulkan:

Metode Dakwah yang Terintegrasi dengan Budaya Lokal: Para Wali Songo mengadopsi metode dakwah yang berintegrasi dengan budaya lokal Jawa. Mereka menggunakan seni, untuk menyebarkan ajaran Islam, sehingga pendekatan mereka tidak terkesan memaksa. Ini menciptakan harmonisasi antara Islam dan budaya Jawa.

Toleransi dan Keterbukaan: Para wali menekankan pentingnya toleransi dalam berdakwah.

Mereka menerima masyarakat dengan latar belakang yang beragam dan tidak memaksa mereka untuk meninggalkan keyakinan atau tradisi mereka. Pendekatan ini membantu memenangkan hati masyarakat dan memudahkan penerimaan Islam.

Penggunaan Media dan Seni: Masing-masing wali menggunakan media seperti tembang, kidung, gamelan, dan wayang kulit sebagai alat untuk menyampaikan pesan agama. Mereka menciptakan karya seni dan musik yang tetap populer hingga hari ini, memungkinkan pesan Islam tersebar dengan cara yang menarik.

Pembentukan Identitas Islam: Pendekatan dakwah yang mereka terapkan secara tidak langsung membantu membentuk identitas Islam di Indonesia. Masyarakat Jawa yang mengikuti ajaran mereka secara perlahan mulai menjadikan Islam sebagai acuan dalam berpikir dan berperilaku.

Pengaruh Keluarga dan Lingkungan: Beberapa di antara para wali adalah keturunan langsung dari sesama wali atau ulama terkemuka, yang membantu membentuk pandangan mereka tentang Islam dan memahami budaya lokal dengan lebih baik.

Para Wali Songo merupakan figur sentral dalam sejarah penyebaran Islam di Jawa dan memiliki kontribusi besar dalam membentuk keragaman budaya dan agama di Indonesia. Pendekatan

(18)

dakwah yang mereka terapkan tetap relevan dan memiliki dampak jangka panjang dalam pembentukan identitas Islam di Nusantara.

(19)

DAFTAR PUSTAKA Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 229.

Farid, Muhamad Miftah. “PERJUANGAN SUNAN GUNUNG DJATI DALAM

PENYEBARAN ISLAM DI JAWA BARAT.” Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam 7, no. 2 (30 Desember 2022): 134–49.

https://doi.org/10.29300/ttjksi.v7i2.5724.

Media, Kompas Cyber. “Metode Dakwah Sunan Kudus Halaman all.” KOMPAS.com, 25 Januari 2023. https://www.kompas.com/stori/read/2023/01/25/130000879/metode-dakwah- sunan-kudus.

Salam, Solichin, 1960. Sekitar Walisanga, hlm 24-25, Penerbit "Menara Kudus", Kudus

Saputra Jhoni Hadi. 2010. Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga : Dari Putra Adipati Maling Dan Perampok Sampai Seorang Wali. Surabaya: Pustaka Media

Sukandar, dkk. (Desember 2016). Profil Desa Pesisir Provinsi Jawa Timur Volume 1 (Utara Jawa Timur) (PDF). Surabaya: Bidang Kelautan, Pesisir, dan Pengawasan, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. hlm. 2.

“Sunan Gunung Jati.” Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 19 September 2023. https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Gunung_Jati&oldid=24271571.

“Sunan Kudus.” Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 11 Agustus 2023.

https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Kudus&oldid=23996791.

“Sunan Muria.” Dalam Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 19 Juli 2023.

https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sunan_Muria&oldid=23872519.

“Sunan Muria: Biografi Singkat dan Strategi Dakwah sang Wali.” Diakses 21 September 2023.

https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6407384/sunan-muria-biografi-singkat-dan- strategi-dakwah-sang-wali.

Tri Sarwosri, Sunan Drajat: Jejak Para Wali (Sang Surya Media, 2018), I.

Teladan Penyebaran Islam and Yang Ramah, ‘Teladan Penyebaran Islam’.

Referensi

Dokumen terkait

Diantaranya : di Pulau Jawa penyebaran agama Islam dilakukan oleh walisonga atau para wali (Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga,

Pada umumnya orang berpendapat, yang terhisab ke dalam Wali Songo adalah: Syekh Maulana Malik Ibrahim alias Sunan Gresik, Raden Rakhmad alias Sunan Ampel, Raden Paku alias Sunan

Diantaranya : di Pulau Jawa penyebaran agama Islam dilakukan oleh walisonga atau para wali (Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan

,meski tidak ada catatan yang menyebutkan dimana Sunan Bonang pertama kali mendarat, walaupun beliau dating tidak lama setelah Sunan Gresik, namun yang dicatat sejarah adalah

Sejarah sosial Islam ala Wali Songo yang penuh dengan kelembutan, harmoni, kasih sayang, flowery, friendly dan adaptif terhadap budaya menjadi tren utama

Dalam bentuk Makam, seperti makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik (Jawa Timur), komplek makan di masjid Demak, makam Islam di Tallo, makam Sunan Bayat di Klaten (Jawa Tengah),

Sunan Ampel merupakan tokoh tertua Walisongo pengganti ayahnya Syaikh Ibrahim As-Samarkandi, Ia berperan besar dalam pengembangan dakwah Islam di Jawa dan tempat lain

Dari contoh akulturasi Budaya Jawa dan Agama Islam, dapat dilihat salah satu strategi dakwah yang dilakukan oleh wali songo khususnya Sunan Kalijaga yaitu dengan memanfaatkan budaya