• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selamat Datang - Digital Library

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Selamat Datang - Digital Library"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

(Skripsi)

Oleh:

Dimas Aditia

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2022

MANIFESTASI NASIONALISME PRESIDEN SUKARNO MELALUI PENYELENGGARAAN ASIAN GAMES TAHUN 1962

NPM 1813033020

(2)

ii

ABSTRAK

MANIFESTASI NASIONALISME PRESIDEN SUKARNO MELALUI PENYELENGGARAAN ASIAN GAMES TAHUN 1962

Oleh Dimas Aditia

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui manifestasi nasionalisme Presiden Sukarno melalui penyelenggaraan Asian Games tahun 1962. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah historis dengan pendekatan kualitatif deskriptif. Pengumpulan data menggunakan teknik dokumentasi dan teknik kepustakaan. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif.

Hasil dari penelitian ini ialah terdapat nilai dan makna nasionalisme Presiden Sukarno yang diwujudkan dalam pembangunan fisik dan moral dalam terselenggaranya Asian Games ke-IV tahun 1962. Pembangunan sarana dan prasarana ditengah kemelut ekonomi dan politik mampu melahirkan nilai dan makna nasionalisme, adapun nilai yang dimaksud diantaranya multikulturalisme, demokratisasi, patriotisme, dan integrasi. Sementara makna nasionalisme yang terlihat diantaranya makna integrasi, makna kepemimpinan, makna harga diri, makna kesiapan menghadapi resiko dan makna kemerdekaan. Asian Games tahun 1962 dinilai mampu mengintegrasikan seluruh elemen masyarakat Indonesia dan terbukti melalui capaian prestasi tertinggi yakni menduduki peringkat kedua. Selain itu, penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962 yang diprakarsai oleh Presiden Sukarno memiliki misi lain yakni sebagai identitas politik era Demokrasi Terpimpin. Meskipun pada prosesnya menimbulkan kontra, namun pada akhirnya Asian Games tetap terlaksana.

Kata kunci : Manifestasi Nasionalisme, Sukarno, Asian Games 1962

(3)

iii

ABSTRACT

PRESIDENT SUKARNO'S MANIFESTATION OF NATIONALISM THROUGH THE 1962 ASIAN GAMES

By

Dimas Aditia

This study aims to determine the manifestation of President Sukarno's nationalism through the holding of the Asian Games in 1962. The method used in this study is historical with a descriptive qualitative approach. Data collection uses documentation techniques and literature techniques. Data analysis techniques use qualitative data analysis techniques. The result of this research is that there is the value and meaning of President Sukarno's nationalism which was manifested in physical and moral development in the implementation of the Fourth Asian Games in 1962. The development of facilities and infrastructure in the midst of economic and political turmoil is able to give birth to the value and meaning of nationalism, while the values in question include multiculturalism, democratization, patriotism, and integration. Meanwhile, the visible meaning of nationalism includes the meaning of integration, the meaning of leadership, the meaning of self-esteem, the readiness of the meaning of facing risks and the meaning of independence.

The 1962 Asian Games were considered capable of integrating all elements of Indonesian society and were proven through the highest achievement, namely being ranked second. In addition, the holding of the Fourth Asian Games in 1962, which was initiated by President Sukarno, had another mission, namely as a political identity of the Guided Democracy era. Although the process caused cons, in the end, the Asian Games were still carried out.

Keywords : Manifestation of Nationalism, Sukarno, Asian Games 1962

(4)

iv

MANIFESTASI NASIONALISME PRESIDEN SUKARNO MELALUI PENYELENGGARAAN ASIAN GAMES TAHUN 1962

Oleh

Dimas Aditia

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2022

(5)

v

Judul Skripsi : MANIFESTASI NASIONALISME PRESIDEN SUKARNO MELALUI PENYELENGGARAAN ASIAN GAMES TAHUN 1962

Nama Mahasiswa :

Dimas Aditia

Nomor Pokok Mahasiswa : 1813033020 Program Studi : Pendidikan Sejarah

Jurusan : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

1. MENYETUJUI

Komisi Pembimbing

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Risma Margaretha Sinaga, M.Hum. Valensy Rachmedita, S.Pd. M.Pd.

NIP. 19620411 198603 2 001 NIK. 231804920930201

2. MENGETAHUI

Ketua Jurusan Pendidikan Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial Pendidikan Sejarah

Drs. Tedi Rusman, M.Si. Suparman Arif, S.Pd., M.Pd.

NIP. 19600826 198603 1 001 NIP. 19811225 200812 1 001

(6)

vi

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Risma Margaretha Sinaga, M. Hum ……….

Sekretaris : Valensy Rachmedita, S. Pd., M. Pd. .………

Penguji

Bukan Pembimbing : Suparman Arif, S. Pd., M. Pd. ..…………..

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Prof. Dr. Patuan Raja, M. Pd.

NIP. 19620804 198905 1 001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 10 Agustus 2022

(7)

vii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Nama : Dimas Aditia

2. NPM : 1813033020

3. Program Studi : Pendidikan Sejarah

4. Jurusan : Pendidikan IPS-FKIP-UNILA

5. Alamat : Jl. Sumantri Brojonegoro, No. 1, Rajabasa, Bandar Lampung

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya karya atau pendapat yang pernah di tulis atau di terbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan di sebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, September 2022

Dimas Aditia NPM. 1813033020

(8)

viii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi, pada tanggal 17 Januari 2000, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Amirudin dan Sri Utami. Pendidikan penulis dimulai dari TK Raudhatul Atfhal, lalu Penulis melanjutkan Sekolah Dasar di SD N 1 Way Lunik.

Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama di SMP N 1 Abung Semuli dan melanjutkan kejenjang Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Abung Semuli. Pada tahun 2018 penulis diterima di Universitas Lampung, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, di Program Studi Pendidikan Sejarah melalui jalur SBMPTN dengan beasiswa bidikmisi.

Pada Semester VI penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Semuli Jaya, Kec. Abung Semuli, Lampung Utara dan pada semester VI penulis melaksanakan program Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP) di SMA N 1 Abung Semuli. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai organisasi baik di internal maupun eksternal kampus. Penulis mengukir beberapa prestasi di ajang Lomba Karya Tulis Ilmiah baik ditingkat nasional maupun internasional. Penulis berusaha menyeimbangkan antara dunia kampus dan kegiatan sosial seperti mengikuti magang, kerelawanan, mengisi acara sebagai Master of Ceremony atau moderator di acara seminar maupun webinar.

(9)

ix

MOTTO

“ Bermimpilah setinggi langit, jikalau engkau jatuh maka kau akan jatuh diantara bintang-bintang “

(Ir. Sukarno)

-Aspire, Inspire, Before We Expire-

Manjadda Wa Jadda Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan berhasil

(10)

x

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala hidayah dan karunia- Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW. Dengan kerendahan hati dan rasa syukur, kupersembahkan sebuah karya ini sebagai tanda cinta dan sayangku

kepada :

Kedua orang tuaku Papa Amirudin dan Mama Sri Utami yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, pengorbanan, dan kesabaran. Terimakasih atas setiap tetes keringat, dan yang selalu membimbing dan mendoakan keberhasilanku, sungguh semua yang

Papa dan Mama berikan tak mungkin terbalaskan.

Terima kasih pada keluargaku, kakak-kakakku serta adikku tersayang atas do’a, semangat dan kasih sayang yang selalu diberikan selama ini.

Bapak/Ibu dosen, Bapak/Ibu guru, terimakasih atas bimbingan, dorongan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

Sahabat dan teman-teman yang telah memberi semangat dan dukungan, terimakasih telah mengukirkan sebuah sejarah dalam

kehidupanku.

Almamater tercinta “Universitas Lampung”

(11)

xi

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang syafaatnya selalu dinantikan di Yaumul Kiamah nanti, Aamiin.

Penulisan skripsi yang berjudul “Manifestasi Nasionalisme Presiden Sukarno Melalui Penyelenggaraan Asian Games Tahun 1962”, adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Karomani, M.Si, Rektor Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

3. Bapak Prof. Dr. Sunyono, M.Si, Wakil Dekan I Bidang Akademik dan kerjasama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

4. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd, Wakil Dekan II Bidang Keuangan Umum dan Kepegawaian Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

(12)

xii

5. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

6. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si. Ketua Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

7. Bapak Suparman Arif, S.Pd., M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah sekaligus dosen Pembahas Ketiga Skripsi pengganti yang dengan baik hati dan bijaksana menampung peneliti sebagai mahasiswa bimbingannya, terima kasih atas masukan, kritik dan saran selama proses perkuliahan maupun selama penyusunan skripsi.

8. Ibu Dr. Risma Margaretha Sinaga, M.Hum. Sebagai Pembimbing Akademik dan Pembimbing I skripsi penulis, terima kasih Bunda atas segala saran, bimbingan, pengalaman, dan kepeduliannya yang sangat berharga dan bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan maksimal dan tepat waktu.

9. Ibu Valensy Rachmedita, S.Pd., M.Pd., sebagai Pembimbing II skripsi penulis, terima kasih Ibu atas segala saran, bimbingan, dorongan motivasi, dan kepeduliannya selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung.

10. Bapak M. Basri, S.Pd., M.Pd. sebagai Pengganti Pembahas Kedua Skripsi, terima kasih Bapak atas segala saran, bimbingan dan kepeduliannya selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Lampung.

11. Almarhum Bapak Henry Susanto, S.S., M.Hum., selaku purnabhakti Ketua Program Studi, Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah, serta dosen pembahas

(13)

xiii

pertama sekaligus sebagai sosok yang sempat membimbing dan membantu kelancaran penulisan dan penelitian skripsi ini. Mudah-mudahan amal ibadah jariyahmu diganjar tempat terbaik disisiNYA, aamiin.

12. Bapak Drs. Syaiful. M. M.Si., Bapak Drs. Maskun, M. H., Ibu Yustina Sri Ekwandari, S.Pd., M.Hum., Ibu Myristica Imanita, S.Pd., M.Pd., Bapak Cheri Saputra, S.Pd., M.Pd., Bapak Marzius Insani, S.Pd., M.Pd., Bapak Sumargono, S.Pd., M.Pd., Ibu Nur Indah Lestari, S.Pd., M.Pd., Bapak Rinaldo Adi Pratama, S.Pd., M.Pd., dan Ibu Aprilia Tri Aristina, S.Pd., M.Pd., Terima kasih atas ilmu, bantuan dalam bentuk apapun, dukungan, motivasi dan pengalaman yang diberikan selama proses belajar mengajar.

13. Petugas Arsip Nasional Republik Indonesia, Ibu Putri. yang telah memberikan arahan dan membantu peneliti dalam mencari katalog dan menemukan data yang dibutuhkan selama penelitian.

14. Petugas Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang sangat kooperatif membantu peneliti dalam menemukan buku dan dokumen foto lawas selama penelitian.

15. Bapak Dwi Putranto selaku Kepala Divisi Humas, Hukum dan Administrasi Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK), serta Kak Derianto, Kak Nesa dan Kak Devi yang sangat kooperatif dalam melayani peneliti selama melakukan penelitian.

16. Kepala sekolah semasa SMA yang paling berkesan, bapak Drs. M. Suharyadi, M.Pd, di SMA N 1 Abung Semuli serta Ibu Igam, Ibu Dwi, Ibu Iin, Ibu Rubi, Pak Murdiya, dan Alm. Pak Junan yang telah memberi izin PLP dan

(14)

xiv

memberikan motivasi serta semangat kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

17. Mamah asuh tersayang, mamah Nova Mardiana dan keluarga akung Bambang Sumitro, terkhusus mak Edah sekeluarga. Terima kasih telah memberikanku pengalaman hidup selama satu semester dan menjadi mahasiswa.

18. Rekan satu organisasi atau komunitas di STOP Negetif, GAB Family, Nuwokarya.id, HIMAPIS, FORKOM BIDIKMISI, dan FOKMA. Terima kasih telah membersamai penulis dalam membentuk sejarah hidup yang lebih bermakna.

19. Sahabatku empat serangkai Kak M. Naruli Saputra, Kak Adriansyah, dan Kak Ardian Fahri yang selalu membersamai sejak awal menjadi mahasiswa baru sampai dengan sekarang. Terimakasih telah memberikan banyak warna dan cerita selama penulis menjadi mahasiswa.

20. Sejawat super ambis dan keren Soni, Almh. Emi, Indah, Ahyar, dan Mona yang telah memberikan semangat dan motivasi untuk giat mengikuti berbagai perlombaan dan magang selama penulis berstatus sebagai mahasiswa.

21. Kawan-kawan se-PA Bunda Sinaga tersayang, mbak Febri, mbak Siti, mbak Jili, Dhea, Dwi, Eki, Dita, Anastasia, Maria. Saya harap kalian semua selalu sehat dan sukses dimanapun dan kapanpu, aamiin.

22. Keluarga Besar Rusunawa Asrama Unila, kak Anugrah, kak Asep, kak Adit, Alim, kak Wahyu, Yohanes, Andi dan Fandi, Mbak Laras, Umita, Al, Febri, Andi, Nus, Sang, Putry, Riwan, Mbak Kadek, Mbak Kiki yang telah menemani hari-hari penulis, baik dalam keadaan suka maupun duka.

(15)

xv

23. Teman-teman KKN selama di Pulau Pahawang, Aji Fajar Budiman, Erlangga Setiawan, Wulan Handayani, Dhea Putri Utami, Devita Kusmelinda serta teman-teman KKN selama di Desa Semuli Jaya Kak Dicky, Yohanes, Yulita, Nadilla, dan Sely terima kasih atas kebersamaan kita selama 40 hari mengabdi banyak suka duka yang telah kita lalui.

24. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah angkatan 2018, terimakasih atas dukungan yang telah diberikan kepada saya dan kebersamaan yang tidak akan pernah saya lupakan selama kita melaksanakan kegiatan perkuliahan di Prodi Pendidikan Sejarah Tercinta ini.

Semoga hasil penulisan penelitian ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas segala bantuannya, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kebahagiaan atas semua yang telah kalian berikan.

Bandar Lampung, 26 September 2022

Dimas Aditia NPM. 1813033020

(16)

xvi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR TABEL ...xix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Pembatasan Masalah ... 8

1.4 Rumusan Masalah ... 8

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.6 Kegunaan Penelitian... 8

1.6.1 Secara Teoritis ... 8

1.6.2 Secara Praktis ... 8

1.7 Penelitian Relevan ... 9

1.8 Kerangka Pikir ... 10

1.9 Paradigma Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trilogi Pemikiran Sukarno Dalam Asian Games Tahun 1962 ... 13

2.1.1 Politik Mercusuar ... 13

2.1.2 Citra Diri Bangsa (Nation Branding) ... 17

2.1.3 Nasionalis, Agamis, dan Komunis (NASAKOM) ... 19

2.2 Konsep Nilai ... 21

2.3 Konsep Makna ... 24

2.4 Manifestasi Nasionalisme ... 26

2.4.1 Indikator Nasionalisme ... 29

2.5 Asian Games Tahun 1962 ... 32

(17)

xvii

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 34

3.1.1 Objek Penelitian ... 34

3.1.2 Subjek Penelitian ... 34

3.1.3 Tempat Penelitian ... 34

3.1.4 Waktu Penelitian ... 34

3.1.5 Konsentrasi Ilmu ... 34

3.2 Metode Penelitian... 34

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 38

3.3.1 Teknik Kepustakaan ... 39

3.3.2 Teknik Dokumentasi ... 39

3.4 Teknik Analisis Data ... 40

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 42

4.1.1 Situasi Politik dan Ekonomi Indonesia Menjelang Asian Games Tahun 1962 ... 42

4.1.2 Keadaan Ekonomi Menjelang Asian Games Tahun 1962... 44

4.1.3 Arti Penting Asian Games Tahun 1962 ... 47

4.1.4 Manifestasi Nasionalisme Presiden Sukarno Dalam Asian Games Tahun 1962 ... 57

4.1.4.1 Pembangunan Kompleks Olahraga dan Sarana Prasarana ... 57

4.1.5 Pencapaian Indonesia di Ajang Asian Games Tahun 1962 ... 71

4.2 Pembahasan ... 75

4.2.1 Analisis Nilai dan Makna Dalam Manifestasi Nasionalisme Melalui Penyelenggaraan Asian Games Tahun 1962 ... ... 80

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 84

5.2 Saran ... 85 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

75 4.2.2 Asian Games Tahun 1962 Sebagai Politic Identity Presiden Sukarno

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian ...12

Gambar 4.1 Motto Asian Games Dalam Logo ...51

Gambar 4.2 Surat Tugas Bekerja Dewan Asian Games Indonesia ...53

Gambar 4.3 Surat Keputusan Pembentukan Dewan Pembantu Menteri Kesejahteraan ...54

Gambar 4.4 Peta Kota Jakarta ...55

Gambar 4.5 Arsip Ganti Rugi Terdampak Pembangunan Komplek Olahraga Asian Games Tahun 1962 ...56

Gambar 4.6 Surat Penelitian ANRI ...94

Gambar 4.7 Surat Penelitian Perpusnas ...95

Gambar 4.8 Tiket Penelitian ANRI ...96

Gambar 4.9 Surat Penelitian PPKGBK ...97

Gambar 4.10 Surat Balasan Penelitian PPKGBK ...98

Gambar 4.11 Interview dengan narasumber di PPKGBK ...99

Gambar 4.12 Surat Keputusan DAGI...100

Gambar 4.13 Naskah Pidato Presiden Dihadapan Para Atlet Pertandingan Thomas Cup dan Asian Games Tahun 1962...101

Gambar 4.14 Salinan Manifesto Politik RI Sesuai GBHN ...102

Gambar 4.15 Surat Kontrak Kredit dengan Uni Soviet...103

Gambar 4.16 Dokumentasi Pembangunan Sarana dan Prasarana Olahraga Asian Games ...104

Gambar 4.17 Pembukaan oleh Presiden Sukarno dan Menyalakan Obor ...105

Gambar 4.18 Dokumentasi Pembukaan Asian Games tahun 1962 ...106

Gambar 4.19 Dokumentasi Atlit yang tengah bertanding (berbagai cabang olahraga) ...107

(19)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Tabel Substansi Nasionalisme Sukarno ...29 Tabel 4.2 Tabel Raihan Medali Seluruh Negara Peserta Asian Games

tahun 1962 ...73 Tabel 4.3 Tabel Checklist Manifestasi Nasionalisme Presiden Sukarno ...75

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah bangsa yang besar serta memiliki rekam jejak historis yang panjang. Terlepas dari itu semua, kondisi Indonesia diwarnai oleh beragam dinamika yang tak mudah untuk dilalui. Sisa-sisa masa kolonialisme dan imperialisme bangsa Barat masih membayangi Indonesia dimasa-masa awal kepemimpinan presiden pertama Ir. Sukarno.

Indonesia yang kala itu dipimpin oleh Sukarno, dibawah tampuk kekuasaannya ia mulai menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hamid (2012:7-8) memaparkan bahwa dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia, Sukarno adalah figur terpenting dalam memegang tonggak perjuangan bangsa Indonesia. Beliau adalah peletak dasar kemerdekaan dan pencetus pancasila, sang proklamator kemerdekaan, serta seorang ideolog yang handal. Pidato- pidatonya mampu menggugah dan menggerakkan massa untuk mengikuti kebijakan yang harus ditempuhnya.

Bunnel (1966:36-76) menjelaskan, bahwa pada sekitar tahun 1960 tepatnya dimulai dari tahun 1959 setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan oleh Sukarno hingga masa demokrasi terpimpin berakhir di tahun 1965, kebijakan luar negeri Indonesia dibawah Presiden Sukarno mengalami

(21)

2

perubahan luar biasa yakni kebijakan yang semula tidak bersifat militan atau cenderung diplomasi berubah menjadi sebuah kebijakan perjuangan yang bersifat militan atau konfrontasi dalam melawan imperialisme, kolonialisme, dan khusunya neo-kolonialisme.

Sandy (2018:161) menjelaskan bahwa ketika kondisi politik negara ditandai oleh ketidakjelasan dan ketidakstabilan yang besar, ini menjadi masalah berat yang menghambat pertumbuhan ekonomi karena sektor swasta ragu untuk berinvestasi. Sekalipun pada tahun-tahun awalnya setelah kemerdekaan Indonesia mengalami sedikit perkembangan ekonomi, perkembangan ini segera hilang karena ketidakstabilan situasi politik (terutama setelah pemberontakan-pemberontakan wilayah dan nasionalisasi aset-aset Belanda pada 1957-1958. Pada tahun 1960, ekonomi Indonesia dengan cepat hancur karena hutang dan inflasi, sementara ekspor menurun. Pendapatan devisa dari sektor perkebunan jatuh dari 442 juta dollar Amerika Serikat (AS) pada tahun 1958 ke 330 juta dollar AS di tahun 1966. Puncak inflasi berada di atas 100%

(year-on-year) pada tahun 1962-1965 karena pemerintah dengan mudahnya mencetak uang untuk membayar hutang dan mendanai proyek-proyek megah (seperti pembangunan Monas). Pendapatan perkapita Indonesia menurun secara signifikan (terutama di tahun 1962-1963). Sementara itu, bantuan asing yang sangat dibutuhkan berhenti mengalir setelah Sukarno menolak bantuan dari AS dan mengeluarkan Indonesia dari keanggotaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) karena masuknya Malaysia sebagai negara anggota PBB (Indonesia menentang pendirian Malaysia pada tahun 1963). Sebaliknya,

(22)

3

Sukarno menjalin hubungan lebih erat dengan Republik Rakyat Tionghoa dan Korea Utara.

Weinstein (1971:97-131) menjabarkan, pada periode demokrasi terpimpin ini juga Sukarno mengatakan bahwa terdapat dua kekuatan yang ada pada saat itu, yaitu OLDEFOS dan NEFOS. OLDEFOS atau Old Established Forces berarti suatu kekuatan yang bersifat mengeksploitasi banyak sumber daya khususnya ekonomi, contohnya negara-negara penjajah seperti Inggris dan Belanda, sedangkan yang dimaksud NEFO ialah New Emerging Forces atau bisa disebut kekuatan baru, pihak yang tergolong dalam NEFOS ini ialah salah satunya Indonesia dan negara-negara yang baru merdeka. Sukarno mengatakan bahwa negara-negara yang tergolong dalam NEFOS harus tetap berjuang agar mendapatkan kemerdekaan secara sempurna.

Mengutip dari Bayu (2013:188-189) yang mengungkapkan bahwa Sukarno ingin mengubah tatanan dunia seperti ini, dengan mengemukakan konsepsi baru bahwa dunia ini terbagi dalam dua kubu yang saling bertentangan yaitu antara NEFO dan OLDEFO. Konsepsi Sukarno selaras dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia yaitu untuk melawan imperialisme-kolonialisme dengan segala bentuk dan manifestasinya menggunakan konfrontasi.

Kebijakan konfrontasi Sukarno, selain dalam masalah politik juga dilakukan dalam bidang olahraga, yaitu pelaksanaan dari Games Of The New Emerging Forces atau GANEFO, karena bersitegang dengan International Olympic Comitte (IOC). GANEFO adalah tinta emas yang pernah ditorehkan Indonesia.

Ajang olahraga berskala internasional yang pernah diselenggarakan Indonesia

(23)

4

dan menjadi kebanggaan saat pemerintahan Sukarno tahun 1962, meskipun terdengar asing bagi generasi muda saat ini.

Mengutip dari Dokumen Arsip Nasional RI No. 160, 12 Agustus 1960 menunjukkan bahwa kondisi perekonomian di Indonesia hingga menjelang diajukannya proposal mengenai keinginan Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games ke-IV pada sidang Asian Games Federation, 23 Mei 1958 belum menunjukkan tanda-tanda ke arah kemajuan, melainkan masih bergerak ke arah keterpurukan. Dalam kondisi ekonomi yang demikian, maka kebijakan pemerintah adalah tetap mengajukan proposal untuk menjadi tuan rumah Asian Games ke-IV, pro dan kontra pun bermunculan dan datang dari wakil presiden RI, menurut Moh. Hatta kebijakan untuk mengadakan Asian Games dianggap sangat tidak bijaksana. Kebutuhan olahraga belum dipandang sebagai sebuah kebutuhan pokok yang mendesak. Kebijakan ini menurut istilah yang umum pada saat ini bisa saja dianggap dengan istilah kebijakan yang tidak populer karena pada saat rakyat masih banyak yang kelaparan, susah sandang pangan, ekonomi sedang terpuruk, akan tetapi pemerintah justru tetap menginginkan agar Indonesia dapat menjadi tuan rumah untuk penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962.

Sebuah majalah bernama Majalah Rusli terbitan 2007 mengabarkan bahwa pada saat itu pemerintah Indonesia tidak ingin gagal untuk pengajuan proposal pada tahun 1958. Pemerintah Indonesia berusaha mendapatkan dukungan dari para anggota Asian Games Federation dengan meyakinkan kepada mereka bahwa Indonesia siap dan mampu bila dipercaya untuk menjadi tuan rumah Asian Games ke-IV tahun 1962. Upaya pemerintah Indonesia dalam memenuhi

(24)

5

persyaratan. seperti menyediakan sarana dan prasarana gedung olahraga, sarana transportasi, gedung penginapan (hotel dan wisma), tempat perbelanjaan modern dan lain-lain dengan berusaha mencari dana dari luar negeri, seperti komitmen penyelesaian pampasan perang dengan pemerintah Jepang dan bantuan pinjaman dana dari pemerintah Uni Soviet.

Berdasarkan uraian diatas, terdapat urgensi bagi Sukarno secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum. Trahannisa (2019:2) memaparkan, beragamnya modal yang telah dijadikan sebagai softpower oleh banyak negara, saat ini olahraga telah menjadi salah satu instrumen yang menjadi pilihan untuk digunakan sebagai alat untuk membangun citra bangsa. Selain fakta bahwa olahraga ialah salah satu industri yang dapat menghasilkan milliaran dollar, dimana mampu menyumbang devisa lebih bagi negara, juga terdapat fenomena menarik dimana penyesuaian antara media dengan sektor pariwsisata, kompetisi yang ada baik untuk mempertahankan citra dari para aktor olahraga juga popularitas tuan rumah dimana dalam kegiatan berskala internsional yang diasumsikan sebagai prestige global, power, dan economic power potential.

Trahannisa (2019:9) menambahkan, Indonesia berusaha menunjukkan dirinya pada dunia, dimana memperlihatkan kemajuan dan mempertegas sikap politik bangsa, yaitu pada dilaksanakannya Asian Games ke-IV pada 1962. Pada saat itu, Asian Games ke-IV pada tahun 1962, yang saat itu dilaksanakan di Jakarta menjadi keberhasilan terbaik Indonesia selama keikutsertaannya dalam Asian Games. Dimana Indonesia sukses menjadi runner-up dengan total medali yang di dapat 77 medali, meliputi 21 emas, 26 perak, dan 30 perunggu dan berhasil menghantarkan Indonesia pada peringkat kedua setelah Jepang.

(25)

6

Muhammad (2018:174) mengungkap, Asian Games ke-IV yang diadakan di Jakarta pada tanggal 24 Agustus-4 September 1962 merupakan salah satu peristiwa olahraga di masa lalu yang meninggalkan kesan amat dalam di Indonesia bahkan hingga berdekade-dekade kemudian. Yang paling banyak diingat publik adalah keberhasilan Indonesia, sebagai salah satu dari 17 negara peserta, menduduki posisi juara kedua dalam hal perolehan medali. Indonesia mendapatkan 21 emas, 26 perak, dan 30 perunggu, hanya kalah dari Jepang (73 emas, 65 perak, dan 30 perunggu). Pencapaian Jepang sudah bisa diduga karena Jepang adalah salah satu raja olahraga di Asia di era 1950an dan 1960an.

Jepang adalah tuan rumah dan peserta Asian Games ke-III di Tokyo pada tanggal 24 Mei-1 Juni 1958. Kala itu, Jepang berhasil menjadi juara umum dengan total perolehan medali mencapai 139. Indonesia turut berpartisipasi di Asian Games III, namun hanya mampu berada di posisi ke-14 dengan meraih 6 medali perunggu. Maka, tak mengherankan bila keberhasilan Indonesia untuk naik dari peringkat ke-14 di Asian Games 1958 di Tokyo ke peringkat ke-2 di Asian Games 1962 di Jakarta merupakan suatu keberhasilan besar sekaligus kebanggaan nasional bagi masyarakat Indonesia.

Berbagai pencapaian Indonesia dari penyelenggaraan Asian Games pada tahun 1962 ini sejalan dengan konsep nasionalisme oleh Muljana (2008:3) yang mengemukakan bahwa nasionalisme adalah manifestasi kesadaran bernegara atau semangat bernegara. Selain itu, Moesa (2007:28) berpendapat bahwa nasionalisme adalah paham yang direalisasikan dalam sebuah gerakan yang mendambakan kepentingan bersama, yaitu kepentingan bangsa (nation), walaupun mereka terdiri dari masyarakat majemuk. Berdasarkan teori atau

(26)

7

konsep nasionalisme yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa sikap nasionalisme yaitu suatu respon seseorang yang timbul dari diri terhadap rasa rela berkorban untuk kepentingan bersama maupun kepentingan bangsa yang berupa semangat patriotik sebagai perwujudan kesetiaan serta rasa cinta terhadap tanah air.

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik untuk mencari tahu Nilai dan Makna Nasionalisme Presiden Sukarno Melalui Penyelenggaraan Asian Games 1962.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi rumusan masalah sebagai berikut:

1.2.1 Nilai dan makna manifestasi nasionalisme dari Presiden Sukarno melalui penyelenggaraan Asian Games Tahun 1962.

1.2.2 Ajang olahraga terhadap upaya politik luar negeri Sukarno dan nation branding.

1.2.3 Asian Games 1962 sebagai sport mega event menjadi tonggak awal pembangunan Jakarta dan Indonesia.

(27)

8

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka batasan masalah yang di ambil peneliti adalah wujud nyata nilai dan makna nasionalisme presiden Sukarno melalui penyelenggaraan Asian Games Tahun 1962.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perwujudan Nilai dan Makna Nasionalisme dari Presiden Sukarno melalui Penyelenggaraan Asian Games Tahun 1962?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan peneliti adalah ingin mengetahui nilai dan makna nasionalisme pada masa pemerintahan Presiden Sukarno yang diwujudkan melalui penyelenggaraan Asian Games tahun 1962.

1.6 Kegunaan Penelitian

1.6.1 Secara Teoritis

Menambah ilmu pengetahuan dan bermanfaat sebagai bahan acuan atau referensi dalam meneliti lebih lanjut dalam hal-hal yang bersinggungan dibidang Sejarah Olahraga, Nasionalisme dan Politik.

1.6.2 Secara Praktis

Sebagai salah satu media informasi untuk mengetahui bagaimana perwujudan nyata bentuk nyata nasionalisme dari Presiden Sukarno melalui penyelenggaraan Asian Games Tahun 1962.

(28)

9

1.7 Penelitian Relevan

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, diantaranya:

1) Penelitian relevan milik Amin Rahayu tahun 2012 dengan judul Pesta Olahraga Asia (Asian Games IV) Tahun 1962 di Jakarta: Motivasi dan Capaiannya. Penelitian ini menjelaskan mengenai motivasi dibalik penyelenggaraan Asian Games serta capaian yang diraih Indonesia.

Penelitian ini memberikan sumbangsih bagi arah penelitian peneliti untuk mencari perbedaan yang khas dari penelitian-penelitian sebelumnya, dalam hal ini peneliti ingin mengidentifikasi dan menganalisis nilai dan makna dibalik nasionalisme Presiden Sukarno melalui penyelenggaraan Asian Games tahun 1962 (Rahayu, 2012:118).

2) Penelitian/rujukan milik Neti Suzana tahun 2016, dengan judul Pelaksanaan Politik Mercusuar Di Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun 1959-1965. Pada penelitian relevan ini, aspek yang membedakan penelitian di atas yaitu terdapat pada aspek penelitian yang memfokuskan pada perwujudan nyata (manifestasi) nilai dan makna nasionalisme Presiden Sukarno pada penyelenggaraan Asian Games tahun 1962, dimana Asian Games merupakan ajang olahraga yang setara dengan olimpiade (namun setingkat kawasan Asia). Peneliti ingin mengidentifikasi bentuk nyata dari nasionalisme Presiden Sukarno selama masa penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962 (Suzana, 2016:2)

3) Penelitian/rujukan milik Bayu Aji tahun 2013, dengan Judul Nasionalisme dalam Sepak Bola Indonesia Tahun 1950-1965 pada jurnal Lembaran

(29)

10

Sejarah. Pada penelitian relevan ini aspek yang membedakan penelitian di atas yaitu penelitian ini memfokuskan pada spesifikasi bentuk nyata nasionalisme yang meliputi nilai dan maknanya melalui pelaksanaan Asian Games tahun 1962 yang lebih komprehensif (tidak hanya sepak bola saja) (Bayu, 2013:136).

1.8 Kerangka Pikir

Sukarno yang kala itu menjadi presiden pertama Republik Indonesia (RI) memunculkan ide kontroversial yang pernah dicatatkan dalam lembaran sejarah bangsa. Ditengah kemelut ekonomi dan ketidakstabilan politik, ia mendobrak dengan politik konfrontasinya dengan menentang pembangunan yang bernuansa kolonialisme-imperialisme ala Barat. Ambisinya dalam menyuarakan Indonesia kala itu menggelora dengan dilaksanakannya politik mercusuar yang salah satu agendanya adalah perhelatan olahraga setingkat Asia (Asian Games).

Terpilihnya Indonesia menjadi tuan rumah ke-IV pada tahun 1962 menjadi momentum untuk menunjukkan taringnya dipanggung internasional. Disaat gejolak menyelimuti dalam negeri, Sukarno ingin seluruh rakyat Indonesia turut berpartisipasi dalam perhelatan ajang akbar tersebut, sehingga diharapkan muncul nasionalisme dan patriotisme. Melalui penelitian ini, peneliti ingin mengidentifikasi nilai dan makna nasionalisme Presiden Sukarno melalui penyelenggaraan Asian Games 1962.

(30)

11

Penelitian ini lebih memfokuskan pada manifestasi nasionalisme Sukarno dalam wujud nilai dan makna pembangunan fisik sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan pesta olahraga (Asian Games) ke-IV tahun 1962. Selain itu penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962 di Jakarta dilaksanakan dalam keadaan kondisi perekonomian Indonesia yang sedang sulit, tetapi mengapa justru pemerintah Indonesia memilih kebijakan yang tidak populer, yang dianggap tidak memihak kepada kepentingan sebagian besar rakyat, karena dianggap pemborosan, terakhir dalam penyelenggaraan Asian Games Ke-IV tahun 1962 di Jakarta, Indonesia menempati urutan ke-2 dalam perolehan mendali, sebuah prestasi yang dianggap sangat baik bagi sebuah bangsa yang baru saja merdeka, dan hingga saat ini pencapaian prestasi yang sama belum pernah terulang kembali.

Namun, yang lebih penting dalam penulisan skripsi ini adalah penulis berusaha mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian dalam memahami inti/pokok permasalahan dalam penelitian ini. Pertama. Apa motif yang mendasari pemerintah Indonesia dalam memilih olahraga dengan mengajukan diri sebagai tuan rumah penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962 di Jakarta sebagai media/sarana, baik sarana politik, sarana membangun atau sarana lainnya, khususnya dari sudut pandang pembuat keputusan.

(31)

12

1.9 Paradigma Penelitian

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian Keterangan

: Garis hubung

Manifestasi Nasionalisme

Presiden Sukarno

Penyelenggaraan Asian Games Nilai

Nasionalisme

Makna Nasionalisme

(32)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trilogi Pemikiran Sukarno Dalam Asian Games Tahun 1962

Penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962 merupakan hasil konsepsi Presiden Sukarno yang dituangkannya kedalam 3 pokok pikiran diantaranya:

2.1.1 Politik Mercusuar

Menurut Suzana (2016:17) Politik Mercusuar adalah politik yang dijalankan oleh Presiden Sukarno pada masa demokrasi terpimpin yang bertujuan menjadikan Indonesia sebagai mercusuar yang dapat menerangi jalan bagi New Emerging Forces (kekuatan baru yang sedang tumbuh) di dunia. Proyek-proyek besar dan spektakuler pun diselenggarakan dengan harapan agar Jakarta mendapat perhatian dari luar negeri dengan tujuan membangun hubungan persahabatan dengan negara- negara lain. Kebijakan ini ditandai dengan pelaksanaan pesta olahraga besar- besaran bernama Games of New Emerging Forces (GANEFO) yang berlangsung antara tahun 1962 hingga tahun 1967.

Tidak ada penjelasan terbuka dari para ahli atau sejarawan Indonesia mengenai apa itu Politik Mercusuar. Namun, sebuh situs bimbingan belajar online yang kredibel Zenius.com (2021) menjelaskan Politik Mercusuar adalah sebuah kebijakan politik luar negeri yang ditempuh pada periode Indonesia era demokrasi terpimpin.

Kebijakan ini ditandai dengan pelaksanaan pesta olahraga besar-besaran bernama

(33)

14

Games of New Emerging Forces (GANEFO) yang berlangsung antara tahun 1962 hingga tahun 1967.

Gagasan utama dari Politik Mercusuar adalah menjadikan Indonesia sebagai layaknya ‘Mercusuar’ bagi negara-negara eks-koloni bangsa Eropa dalam mengarungi lautan masyarakat mancanegara. Indonesia harus menjadi simbol percontohan dalam bentuk pembangunan dan juga menjadi pemimpin dalam mengarahkan para negara-negara yang disebut sebagai New Emerging Forces (NEFO) itu untuk dapat hidup dalam komunitas internasional. Salah satu bentuk nyata bahwa Indonesia merupakan negara yang pantas memandu para negara NEFO tersebut adalah dengan pengadaan pesta olahraga bagi para negara NEFO di Indonesia. Latar belakang lain dari gagasan Politik Mercusuar adalah karena protes Indonesia atas penyelenggaraan Olimpiade yang terkesan memihak kepentingan negara-negara Eropa atau negara-negara penjajah lama yang disebut sebagai Old-Established Forces (OLDEFO).

Suzana (2016:18) menjelaskan, tujuan dari pelaksanaan Politik Mercusuar lebih erat kaitannya dengan apa yang di cita-citakan oleh Sukarno sebagai pencetus Politik Mercusuar, antara lain sebagai berikut :

1) Politik Mercusuar bertujuan menjadikan Jakarta atau Indonesia sebagai mercusuar yang menerangi negara-negara yang sedang berkembang atau NEFO.

2) Politik Mercusuar menjadi jembatan untuk mengemukakan gagasan penggalangan kekuatan dari negara-negara yang baru merdeka, negara yang masih memperjuangkan kemerdekaan, negara-negara dari blok sosialis, dan

(34)

15

negara-negara yang masih berkembang dalam suatu kelompok bernama The New Emerging Force (NEFO).

3) Melalui Politik Mercusuar kesenangan Presiden Sukarno akan sesuatu yang simbolik dapat terakomodasi ketika ia amat sangat bernafsu menjadi pemimpin NEFO, kebutuhan untuk dihargai dapat terpenuhi dengan munculnya Indonesia sebagai pemimpin yang dihormati di kawasan Asia dan di panggung internasional.

4) Dengan Politik Mercusuar, impian Presiden Sukarno untuk membuat proyek-proyek spektakuler akan terwujud. Pembangunan ini tak lain guna menunjukkan daya saing Indonesia dengan negara-negara lain dan semakin membuat posisi Indonesia di dunia international dapat diperhitungkan.

Berdasarkan pendapat ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa politik mercusuar yang dijalankan oleh Presiden Sukarno pada masa demokrasi terpimpin adalah semata-mata untuk kemaslahatan bangsa Indonesia itu sendiri, sebagaimana sebagai suatu negara yang baru merdeka membutuhkan eksistensi diri dikancah dunia, dalam penelitian ini erat kaitannya dengan pelaksanaan Asian Games ke-4 tahun 1962 dimana Presiden Sukarno sangat bersemangat dalam melakukan berbagai pembangunan demi menunjang proyek-proyek mercusuar di Jakarta.

Melalui pembangunan-pembangunan yang ada, diprioritaskan sebagai penunjang pelaksanaan Asian Games, sementara disisi lain proyek tersebut membawa pengaruh terhadap perkembangan ekonomi dikawasan ibukota Jakarta.

Pemerintahan presiden Sukarno dimasa demokrasi terpimpin tidak terlepas dari sikap otoriter dan sentralistik (berpusat) ditangan presiden. Terkait pelaksanaan Politik Mercusuar, Sukarno menjadikan olahraga sebagai wahana politik

(35)

16

internasionalnya dalam menyuarakan suara bangsa Indonesia dikancah internasional yang tidak memihak pada salah satu blok saja.

Situasi dunia saat berlangsungnya Perang Dingin membuat Sukarno menyatakan bahwa dunia tidak terbagi dalam Blok Barat dan Blok Timur, tetapi terbagi menjadi 2 Blok yaitu NEFO dan OLDEFO (Djoenet dan Notosusanto, 2009: 450).

Pembagian dunia menurut konsepsi Sukarno sesuai dengan kondisi dunia saat itu, karena negara maju memegang dominasi atas negara berkembang di segala aspek kehidupan dalam konteks internasional. Sukarno meyakini bahwa pembagian kekuatan dunia dalam wujud NEFO dan OLDEFO akan membuat kedudukan Indonesia meningkat dalam dunia internasional, salah satunya adalah sebagai pemimpin negara-negara berkembang yang tergabung dalam NEFO.

Fernandes (1988: 166) menjelaskan

,

Sukarno berinisiatif untuk memperkuat persatuan negara negara yang digolongkan dalam The New Emerging Forces dari beberapa benua. Sukarno dengan konsepsinya berusaha mengalang kekuatan baru dengan menyerukan semangat anti imperialisme-kolonialisme. Selama praktek penjajahan masih berlangsung, perdamaian dunia tidak mungkin dapat diciptakan.

Berdasarkan pendapat ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan Asian Games sebagai suatu ajang olahraga akbar se-Asia yang memiliki tujuan disamping kompetisi olahraga pada umumnya Presiden Sukarno menjadikan olahraga sebagai wahana politik untuk menyuarakan semangat anti imperialisme dan kolonialisme sebagai sebuah bangsa yang baru merdeka dan berdaulat.

(36)

17

2.1.2 Citra Diri Bangsa (Nation Branding)

Asian Games 1962 adalah momentum bagi Indonesia untuk memperkuat sentimen kebangsaannya. Dalam pandangan Lutan, Presiden Sukarno adalah sosok yang memelopori gagasan bahwa bagi masyarakat Indonesia, olahraga semestinya bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tapi juga demi harga diri bangsa. Stefan Huebner, masih dengan nada yang sama dengan Lutan, menggarisbawahi bahwa Asian Games 1962 dimanfaatkan oleh Indonesia untuk membangun citra diri bangsa (nation branding) dan guna melegitimasi kekuasaan serta ideologi yang dipromosikan Sukarno (Huebner, 2016: 175). Huebner mengasosiasikan Asian Games 1962 sebagai suar (beacon), dalam pengertian bahwa ajang olahraga ini memberi kesempatan bagi cahaya Indonesia untuk kian jauh menjangkau dunia luar, baik itu dunia negara-negara merdeka di kawasan Asia maupun dunia Barat yang dulu kolonialismenya pernah tertancap kuat di Asia. Itu artinya, lanjut Huebner, Asian Games merupakan sebuah cara untuk secara visual menunjukkan keberhasilan apa saja yang berhasil dihasilkan oleh Sukarno. Huebner percaya bahwa niat utama Sukarno adalah menyelenggarakan Asian Games yang bisa mengalahkan Asian Games yang diadakan empat tahun sebelumnya di Jepang, negara paling maju di Asia saat itu.

Sejalan dengan pemaparan latar belakang dan masalah diatas, peneliti menganggap penting untuk membahas permasalahan yang ada karena melalui perhelatan Asian Games ke-IV pada tahun 1962 mampu menjadikan ajang untuk unjuk nation branding (cara untuk membentuk persepsi terhadap suatu Negara) yang kuat. Suatu refleksi langsung berasal dari serangkaian promosi dan strategi komunikasi untuk mencapai ‘the picture of mind’ (gambaran pemikiran) bagaimana reputasi dan citra

(37)

18

bangsa Indonesia di depan masyarakat internsional. Tidak tanpa alasan bagaimana olahraga menjadi pijakan untuk membangun nation branding. Asian Games juga bisa menjadi alat untuk membentuk identitas bangsa (nation brand identity) di mata warga dunia. Asian Games bisa menjadi medium untuk memperkenalkan karakter bangsa: sejarahnya, nasionalisme, keberagaman budayaannya, keramah tamahannya, keindahan alamnya, atau kemajuan pembangunannya. Asian Games juga bisa menjadi momentum untuk melakukan rebranding dan mengubah positioning bangsa ke arah yang lebih baik (Yuswohady, 2018).

Melalui perhelatan olahraga skala dunia seperti Asian Games pada tahun 1962 telah terbukti melahirkan jiwa nasionalisme bangsa-bangsa terjaga apinya bahkan tersulut kobarannya. Asian games menjadi sebuah ritual nasionalisme bangsa- bangsa yang acaranya diadakan empat tahun sekali. Meskipun dalam pelaksanaannya terselip unsur-unsur kepentingan politik, namun tak bisa dipungkiri, perhelatan olahraga antar bangsa seperti Asian Games ini sudah menjadi ritual yang diikat oleh aneka ragam simbol kebangsaan. Setiap kompetisi dalam pertarungan dihiasi oleh atribut unik yang antara lain naiknya bendera negara pemenang dan berkumandangnya lagu kebangsaan yang agung. Kemenangan menjadi simbol adanya sumberdaya manusia teruji pada bangsa pemenang. Hal yang bersifat simbolis tersebut merepresen-tasikan kekuatan dan kejayaan suatu bangsa. Simbol-simbol itu berfungsi menumbuhkan emosi kebangsaan dalam balutan sportivitas dan ritual-ritual kebangsaan.

Upacara bendera yang menjadi ritual kebangsaan disetiap kemenangan sarat akan nilai-nilai yang berfungsi membangkitkan emosi kebangsaan. Perhelatan olahraga

(38)

19

internasional seperti Asian Games memberikan kesempatan bagi setiap anak bangsa untuk menyadari pentingnya simbolisasi dalam menumbuhkan emosi kebangsaan.

2.1.3 Nasionalis, Agamis, dan Komunis (NASAKOM)

Soyomuktii (2008: 167) menjelaskan bahwa gagasan Presiden Sukamo tentang perlunya gotong royong dari berbagai unsur baik dari kalangan nasional, agama dan komunis, kemudian melahirkan gagasan tentang Nasakom.

Gagasan Nasakom dalam grand design-nya merupakan "miniatur" politik luar negeri yang bebas aktif, tetapi realisasinya tidak begitu populer di dalam negeri, akses kepada seluruh rakyat yang secara bahu-membahu menghempaskan penjajah dari bumi Indonesia dalam penjuangan dan Perang Kemerdekaan, tanpa membedakan pandangan politik dan ideologi (Abdullah, 2010: 352-353).

Pada masa ini, demokrasi berada di ujung tanduk dan mengalami krisis karena tindakan dan kebijaksanaan yang diambil oleh Sukarno. Pemerintahannya dijalankan secara otoriter. Ide-idenya tentang nasakom yang merupakan ide lamanya, tetap dipertahankan hingga akhir hayatnya. Konflik-konflik antarpartai saat itu terutama mengenai hal yang berkenaan dengan ideologi. Terjadinya konflik itu bersumber dari tradisi (terutama Hindu-Jawa), Islam, dan pengaruh Barat.

Sumber-sumber tersebut kemudian menimbulkan lima alam pikiran, yakni: tradisi Jawa, Islam, Nasionalisme-Radikal, Komunisme, dan Sosial-Demokrasi. Kelima aliran pemikiran inilah yang saling berebut pengaruh di masa demokrasi-liberal, yang mengakibatkan macetnya pembangunan nasional dan gagalnya sidang Konstituante dalam merumuskan UUD baru.

(39)

20

Adanya konflik-konflik itu mendorong Sukarno di bawah pengaruh Angkatan Bersenjata untuk mendekritkan kembali pada UUD 1945. Tindakan Sukarno tersebut menurut Hatta merupakan tindakan “kudeta”, karena bertentangan dengan konstitusi. Dengan alasan revolusi belum selesai, Sukarno menganggap susunan pemerintahan ini masih sementara sehingga dia berhak mengubah susunan tersebut sampai tujuannya tercapai. Hal itulah yang dipakai Sukarno untuk melegitimasi (mengesahkan) tindakannya. Setelah dekrit itu, Indonesia di bawah Sukarno menjalankan demokrasi terpimpin. Suatu cara kerja yang melaksanakan suatu program pembangunan yang direncanakan dengan suatu tindakan di bawah suatu pimpinan, sedangkan DPR hanya memberikan dasar hukum. Di masa demokrasi terpimpin ini, Sukarno kembali menyuarakan ide lamanya Nasakom. Dengan ide tersebut, maka berbagai aliran pemikiran yang terdapat di Indonesia dapat bersatu di bawah satu payung dan dapat bekerja dengan baik. Idenya itu dijalankan dengan cara pemaksaan menurut caranya sendiri.

Dalam keterkaitannya dengan Asian Games tahun 1962, Peneliti melihat adanya kecenderungan nasionalisme sebagai salah satu poin dari gagasannya selain agamis dan komunis. Wujud nasionalis Presiden Sukarno kemudian dituangkannya kedalam berbagai kebijakannya dalam rangka menumbuhkembangkan jiwa cinta tanah air dan patriotik, salah satunya dengan mengajukan diri sebagai tuan rumah perhelatan ajang olahraga Asian Games ke-IV pada tahun 1962 di Jakarta.

(40)

21

2.2 Konsep Nilai

Nilai adalah hal yang terkandung dalam diri (hati nurani) manusia yang lebih memberi dasar pada prinsip akhlak yang merupakan dasar dari keindahan dan efesiensi atau keutuhan kata hati (Gunawan, 2012: 31). Selanjutnya ia juga menyebutkan bahwa nilai yang benar dan diterima secara universal adalah nilai yang menghasilkan suatu prilaku dan prilaku itu berdampak positif, baik bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain.

Menurut Mardiatmadja (1986: 105), nilai menunjuk pada sikap orang terhadap sesuatu hal yang baik. Nilai-nilai dapat saling berkaitan membentuk suatu sistem dan antara yang satu dengan yang lain koheren dan mempengaruhi segi kehidupan manusia. Dengan demikian, nilai-nilai berarti sesuatu yang metafisis, meskipun berkaitan dengan kenyataan konkret. Terdapat hubungan antara nilai dengan kebaikan, nilai berkaitan dengan kebaikan yang ada dalam inti suatu hal. Jadi nilai merupakan kadar relasi positif antara sesuatu hal dengan orang tertentu. Nilai-nilai tersebut antara lain: nilai praktis, nilai sosial, nilai estetika, nilai kultural atau budaya, nilai religius dan nilai susila atau moral.

Menurut beberapa ahli, nilai merupakan rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Sejalan dengan definisi, hakikat dan makna nilai adalah berupa norma, etika, peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, aturan agama, dan rujukan lainnya yang memiliki harga dan dirasakan berharga bagi seseorang dalam menjalani kehidupannya. Nilai merupakan ukuran untuk menentukan apakah sesuatu itu baik atau buruk. Nilai-nilai tersusun secara hierarkis dan mengatur rangsangan kepuasan hati dalam mencapai tujuan kepribadiannya. Kepribadian dari sistem sosio-budaya

(41)

22

merupakan syarat dalam susunan kebutuhan rasa hormat terhadap keinginan yang lain atau kelompok sebagai suatu kehidupan sosial yang besar. Adapun konsep nilai yang relevan dan dimanifestasikan oleh Presiden Sukarno dalam penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962, diantaranya:

a. Nilai Humanisme

Menurut Mubarok (2008:7) nilai humanisme adalah sesuatu penghargaan atau sesuatu yang berharga tentang suatu aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan demi kehidupan yang lebih baik.

b. Nilai Patriotisme

Menurut Budiyono (2007:55) nilai patriotisme adalah nilai seseorang melalui sikap dan upaya kolektif yang berusaha menjaga kemerdekaan dengan segala cara, termasuk rela mengorbankan jiwa dan raga.

c. Nilai Kemerdekaan

Menurut Priyowidodo (2014:16) menjelaskan bahwa nilai kemerdekaan adalah nilai yang timbul dari proses otonomisasi individu yang telah melepaskan diri dari belenggu yang merampas kekeramatan dan kehormatannya. Atau dengan kata lain merdeka bisa diinterpretasi sebagai realitas baru masing-masing individu atau rakyat terlepas dari segala bentuk keterkungkungan.

d. Nilai Demokratisasi

Menurut Arif (2007: 58-59) demokrasi tidak sebatas sistem politik maupun aturan-aturan formal yang terdapat dalam konstitusi saja. Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan demokrasi ditentukan oleh sejauh mana nilai-nilai lokal yang sejalan demokrasi itu diterapkan dalam kehidupan

(42)

23

bermasyarakat. Nilai-nilai demokrasi tersebut diantaranya penghormatan terhadap sesama, toleransi, penghargaan atas pendapat orang lain dan kesamaan sebagai warga dan menolak adanya diskriminasi.

e. Nilai Multikulturalisme

Menurut Naim & Sauqi (2008: 58) multikulturalisme diartikan sebagai sebuah paham tentang kultur yang beragam. Dalam keragaman kultur ini meniscayakan adanya pemahaman, saling pengertian, toleransi, dan sejenisnya, agar tercipta suatu kehidupan yang damai dan sejahtera serta terhindar dari konflik berkepanjangan. Multikulturalisme sebenarnya merupakan sebuah konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan, dan kemajemukan budaya, baik ras, suku, dan agama. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman kita bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam (multikultur).

f. Nilai Integrasi

Menurut Hendropuspito (1989:374) Istilah integrasi berasal dari kata Latin

Integrare”, artinya memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata kerja itu dibentuk kata benda “Integritas”, artinya keutuhan atau kebulatan.

Nilai integrasi dapat muncul karena beberapa sebab seperti adanya kesadaran kolektif untuk Bersatu dan adanya perasaan senasib sepenanggungan.

(43)

24

2.3 Konsep Makna

Makna bersifat intersubyektif karena ditumbuhkembangkan secara individual, namun makna tersebut dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat. Mengambil salah satu konsep makna yang diuraikan oleh Ogden dan Richards (1960: 11) yakni makna inferensial. Makna inferensial adalah makna satu kata atau lambang dalam suatu obyek, pikiran, gagasan, dan konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. Proses pemberian makna (references process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjuk lambang (rujukan/referen). Suatu makna dapat dihubungkan dengan konsep lain sesuai dengan si pemakai lambang.

Dalam keterkaitannya dengan Asian Games, pembangunan fisik sebagai wujud nyata adalah fenomena sensoris yang mengandung makna implisit, yakni makna konseptual, makna fisik yang terkait dengan fungsi sosial, dan makna bendawi/artefak. Hal ini dapat dilihat implementasinya pada berbagai macam bangunan dan karya penciptaan.

Peneliti dapat melakukan identifikasi dan analisis terhadap nilai dan makna nasionalisme Presiden Sukarno melalui penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962 melalui dukungan dari berbagai kajian literatur dan temuan-temuan selama proses heuristik data. Dalam proses menentukan indikator maupun klasifikasi nilai dan makna nasionalisme, peneliti melakukan kondensasi data yakni melalui seleksi dan pemisahan indikator dan subindikator dari substansi nasionalisme itu sendiri.

Selain itu, peneliti juga merujuk cara kerja Hans Georg Gadamer dalam menafsirkan nilai dan makna melalui teori hermeneutika. Secara etimologis kata

(44)

25

hermeneutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuine yang dalam bahasa Inggris menjadi hermeneutics (to interpret) yang berarti menginterpretasikan, menjelaskan, menafsirkan atau menerjemahkan. Dalam hal ini, peneliti menginterpretasikan hasil temuan dilapangan seperti pembangunan fisik (sarana dan prasarana) maupun dukungan lisan dari Presiden Sukarno kepada para atlit dan masyarakat untuk melahirkan rasa nasionalisme. Untuk dapat menentukan poin-poin nilai dan makna nasionalisme, peneliti menggunakan pemikiran atau gagasan asli Presiden Sukarno dalam bukunya yang berjudul Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid I yang diterbitkan oleh Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi Kota Jakarta. Hasil temuan tersebut disajikan peneliti melalui tabel bentuk perwujudan nasionalisme Presiden Sukarno serta nilai dan makna disetiap bentuk perwujudannya. Adapun konsep makna yang relevan dan dimanifestasikan oleh Presiden Sukarno dalam penyelenggaraan Asian Games ke-IV tahun 1962, diantaranya:

a. Makna Kepemimpinan

Menurut Widarto (2013:3) makna kepemimpinan adalah arti yang timbul setalh adanya kemampuan dalam mempengaruhi bawahan atau kelompok untuk bekerja sama mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

Kepemimpinan dapat terjadi di mana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu

b. Makna Prestise (Harga Diri)

Menurut Burns (1993: 89) makna harga diri a dalah evaluasi terhadap perasaan dan penilaian individu tentang dirinya. Harga diri berpengaruh besar terhadap harapan individu, tingkah laku dan penilaian individu tentang

(45)

26

dirinya sendiri dan orang lain. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan terhadap diri dan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya berharga.

c. Makna Kesiapan Dalam Menghadapi Resiko

Myra & Shelley (2007:187) menegaskan bahwa makna kesiapan dalam menghadapi resiko termasuk dalam sikap berani yakni ukuran kualitas insani karena menopang kualitas-kualitas lainnya. Keberanian itu sendiri menurutnya adalah sebuah tindakan dalam kebenaran.

2.4 Manifestasi Nasionalisme

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Manifestasi didefinisikan sebagai perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat dan perwujudan atau bentuk dari sesuatu yang tidak kelihatan.

Menurut Sunarso, dkk (2006:36) nasionalisme adalah sikap nasional untuk mempertahankan kemerdekaan dan harga diri bangsa dan sekaligus menghormati bangsa lain. Sementara, Smith (2012:11) memaknai nasionalisme sebagai suatu gerakan ideologis untuk meraih dan memelihara otonomi, kesatuan dan indentitas bagi satu kelompok sosial tertentu yang diakui oleh beberapa anggotanya untuk membentuk suatu bangsa yang sesungguhnya atau bangsa yang potensial. Sedangkan Wulandari (2017:98) menjelaskan, nasionalisme adalah keadaan rohani, yakni suatu kepercayaan yang dianut sejumlah orang yang mempunyai suatu rasa kebangsaan (nationality), suatu perasaan tergolong besama-sama menjadi bangsa dan negara.

(46)

27

Bentuk nasionalisme Indonesia tidak semuanya meniru dari nasionalisme yang ada di negara-negara barat. Tidak bisa dipungkiri bahwa nasionalisme Indonesia lahir sebagai alat gerakan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme. Akan tetapi pada dasarnya nasionalisme Indonesia terlahir karena adanya politik identitas serta solidaritas, yaitu sebuah rasa bahwa bangsa Indonesia pernah mempunyai peradaban yang besar seperti kerajaan sriwijaya dan majapahit dari berbagai peninggalan yang berupa bangunan- bangunan misalnya candi sampai peninggalan nilai-nilai luhur yang pernah ada di Nusantara. Nasionalisme di Indonesia merupakan suatu cara untuk “saringan ideologis” yang berbasis nilai-nilai luhur yang telah lama berkembang di nusantara” (Hariyono, 2014: 59).

Menurut Prawira (2018) bahwa nasionalisme Indonesia, tidak bisa disamakan dengan nasionalisme Barat, karena nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang bersenyawa dengan keadilan sosial, anti kolonialisme, yang oleh Bung Karno disebut socio-nasionalism. Nasionalisme yang demikian adalah nasionalisme yang menghendaki penghargaan, penghormatan, toleransi kepada bangsa atau suku-bangsa lain. Dalam konteks Indonesia, pengalaman penderitaan bersama sebagai kaum terjajah melahirkan semangat solidaritas sebagai satu komunitas yang mesti bangkit dan hidup menjadi bangsa merdeka.

Semangat tersebut oleh para pejuang kemerdekaan dihidupkan tidak hanya dalam batas waktu tertentu, tetapi terus-menerus hingga kini dan masa mendatang.

Stanley Ben dalam (Ismatullah,2006:141), menyatakan bahwa dalam mendefinisikan istilah nasionalisme setidaknya ada lima indikator, yaitu : (1)

(47)

28

semangat ketaatan kepada suatu bangsa/semacam patriotisme; (2) dalam aplikasinya pada politik, nasionalisme menunjuk pada kecondongan untuk mengutamakan kepentingan bangsa sendiri, khususnya jika kepentingan bangsa itu berlawanan dengan kepentingan bangsa lain; (3) sikap yang melihat amat pentingnya penonjolan ciri khusus suatu bangsa. Karena itu, doktrin yang memandang perlunya kebudayaan bangsa harus dipertahankan; (4) nasionalisme adalah suatu teori politik yang menekankan bahwa umat manusia secara alami terbagi-bagi menjadi beberapa bangsa, dan ada kriteria yang jelas untuk mengenali suatu bangsa beserta para anggota bangsa itu.

Berdasarkan pendapat ahli diatas, peneliti dapat mengklasifikasikan bahwa manifestasi nasionalisme Presiden Sukarno adalah sikap dan perasaan cinta tanah air Indonesia yang dituangkan dalam gagasan kebijakan proyek mercusuar dimana salah satu proyeknya adalah berhasil diselenggarakannya Asian Games ke-4 di Jakarta. Sukarno menjadi representasi bangsa Indonesia dalam melahirkan nasionalisme melalui pembangunan-pembangunan fisik yang menuai kritik mengingat carut marutnya kondisi ekonomi dan politik pada masa Demokrasi Terpimpin. Manifestasi (perwujudan) nasionalisme tersebut melahirkan nilai dan makna dalam penyelenggaraan Asian Games baik dari bidang fisik (arsitektur), pesan motivasi kepada para atlit, maupun penunjang pelaksanaan ajang olahraga terbesar se-Asia tersebut.

(48)

29

2.4.1 Indikator Nasionalisme

Sukarno (1963: 3) menjelaskan arti nasionalisme sebagai suatu i’tikad, yakni suatu keinsyafan rakyat, bahwa rakyat itu adalah satu golongan, satu bangsa.

Secara fundamental munculnya nasionalisme Bung Karno didasarkan pada konsep keinginan untuk bebas dari keterbelengguan ideologi kolonialisme dan imperialisme yang berkembang di negara-negara Asia, terutama Indonesia.

Dengan demikian, bagi Bung Karno nasionalisme pertama-tama merupakan kerangka bersama semua unsur anti kolonialisme-imperialisme dan anti Barat.

Dahm (1987: 83) menjelaskan dalam menerapkan konsep tersebut, Bung Karno relatif mengembangkan suatu sistem ideologi nasionalisme yang jauh berbeda dengan ideologi nasionalisme yang sudah berkembang di Barat.

Nasionalisme yang di dalam kelebarannya dan keluasannya memberi tempat cinta pada lain-lain bangsa sebagai lebar dan luasnya udara, yang memberi tempat segenap sesuatu yang perlu untuk hidupnya segala hal yang hidup.

Toto, dkk (2006: 4) memaparkan dalam pidato-pidatonya, Bung Karno senantiasa mengingatkan akan pentingnya arti kemerdekaan. Karena hanya dengan kemerdekaan bangsa Indonesia mempunyai kebebasan dan berhak untuk mengatur perjalanan negaranya sendiri. Negara yang merdeka senantiasa mengakui kebebasan setiap individu maupun kelompok dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama demi kelangsungan kehidupan negaranya.

Kebebasan tersebut haruslah berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri (yang tidak menyukai unsur penindasan apapun) serta pengenalan realitas bangsanya dimana ia berada. Sehingga menurut Freire

(49)

30

(2002: 9) nasionalisme dalam konteks inilah yang akan membangun segenap keadaan realitas manusia tertindas menuju manusia yang utuh. Sebagaimana telah disinggung oleh Toto (2006: 7) nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai respon atas kolonialisme dan imperialisme. Kesamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah merupakan suatu ikatan kuat diantara etnik di Indonesia untuk menjalin ikatan perjuangan, sedangkan keinginan untuk merajut masa depan yang lebih gemilang mendorong untuk membuat kesepakatan-kesepakatan sebagai manifestasi dari nasionalisme.

Dalam rangka mengorbankan api semangat yang ada pada dirinya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, Bung Karno telah banyak menelurkan beberapa pemikiran tentang bentuk dan corak nasionalisme yang merupakan suatu kebutuhan dalam mencapai Indonesia merdeka. Inti dari ajaran-ajaran Bung Karno yaitu:

Tabel 4.1 Tabel Substansi Nasionalisme Sukarno No. Substansi

Nasionalisme Isi Substansi

1. Humanisme Rasa kemanusiaan akan menimbulkan kasih sayang dan toleransi diantara sesama. Perasaan- perasaan itulah yang dijadikan sebagai salah satu landasan nasionalisme Bung Karno.

2. Patriotisme Keinginan untuk bersatu, perasaan nasib, dan patriotisme kemudian bersatu dan melahirkan rasa nasionalistis. “Rasa nasionalistis itu menimbulkan suatu kepercayaan akan diri, rasa yang mana perlu sekali untuk mempertahankan diri di dalam perjuangan menempuh keadaan- keadaan yang mengalahkan”. Berani berkorban demi nusa dan bangsa.

3. Kemerdekaan Keinginan untuk bangkit serta lepas dari belenggu yang menyengsarakan karena

(50)

31

No. Substansi

Nasionalisme Isi Substansi

kebodohan yang memang diciptakan oleh para penjajah. Bung Karno berpendapat bahwa:

“merdekakanlah tuan punya pikiran, tuan punya roh, tuan punya ilmu”. Bung Karno sangat menentang terhadap pembelengguan akal dan menghendaki agar kita memerdekakan akal.

4. Demokratisasi Menurut Bung Karno, demokrasi mengandung tiga unsur pokok, yakni prinsip mufakat, prinsip perwakilan dan prinsip musyawarah. Demokrasi yang dianjurkan oleh Bung Karno adalah demokrasi yang mempunyai dasar mufakat, dasar perwakilan dan dasar permusyawaratan.

Dalam pandangannya tentang demokrasi Sukarno mengatakan: “Kalau mencari demokrasi hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politik economische democratie, yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.

5. Multikulturalism e

Nasionalisme Indonesia tidak mengenal keborjuisan dan keningratan. Rakyat sekarang harus mempunyai kemauan dan keinginan hidup menjadi satu. Bukannya jenis (ras), bukannya bahasa, bukannya agama, bukanya persamaan tubuh, bukannnya pula batas batas negeri yang menjadi Bangsa itu.

6. Integrasi Bangsa merupakan suatu persatuan perangai yang terjadi dari persatuan hal-ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu. Nasionalisme pada hakekatnya mengecualikan segala pihak yang tidak ikut mempunyai “keinginan hidup menjadi satu”. Kemerdekaan hanyalah suatu susunan dan usaha persatuan yang harus dikerjakan rakyat secara terus-menerus dengan habis-habisan mengeluarkan keringat, membanting tulang dan memeras tenaga, tiada kemerdekaan tanpa persatuan bangsa.

Sumber: Sukarno (1963: 3-10)

Gambar

Gambar 1.1 Paradigma Penelitian  Keterangan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Perkembangan politik pada masa demokrasi terpimpin yaitu : Isi dari Perjanjian New York yaitu :.. Perkembangan Ekonomi masa Demokrasi Terpimpin yaitu : Perkembangan Politik Masa

Demokrasi Terpimpin • Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Sistem Demokrasi Terpimpin • Sistem Ekonomi Terpimpin • Pembebasan Irian Barat • Politik Luar Negeri Poros dan Konfrontasi •

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh kondisi politik terhadap sistem pendidikan di Indonesia tahun 1945-1950 yaitu: 1 pada input sistem pendidikan, dasar pendidikan berubah

Pembentukan ideologi berada pada ranah mind untuk menciptakan makna simbol yang sama, kemudian adanya konsep diri self para informan sebagai bagian dari partai politik, serta adanya

ii ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH KREDIT YANG DISALURKAN PADA MASA PANDEMI COVID-19 Studi Empiris Pada Bank Umum Konvensional Indonesia Di Tahun 2020- 2021 Oleh

Strategi yang digunakan ibu dalam mengasuh anak pada masa covid 19 adalah memantau anak, memberi dukungan dan ikut terlibat dalam kegiatan anak dirumah, mengajarkan disiplin pada anak,

iii ABSTRAK PENGAMBILAN KEPUTUSAN REMAJA BERBELANJA ONLINE SHOP DI MASA PANDEMI : PILIHAN ATAU KETERPAKSAAN STUDI PADA SISWI SMA NEGERI 1 BLAMBANGAN UMPU, KECAMATAN BLAMBANGAN

Dengan demikian penelitian ini untuk mengkaji secara mendalam tentang pengambilan keputusan remaja dalam berbelanja Online shop khususnya di masa pandemi apakah tetap merupakan pilihan