PEMBUATAN NANOSELULOSA DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
(Skripsi)
Oleh
Faradilla Nabila Putri
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2022
i ABSTRACT
MANUFACTURING NANOCELLULOSE FROM WASTE BANANA SKIN WITH ACID HYPHROLYSIS METHOD
By
Faradilla Nabila Putri
Research on the manufacture of nanocellulose from kepok banana peel waste has been carried out using the Acid Hydrolysis method with H2SO4 Sulfuric Acid.
This study aims to determine the effect of giving H2SO4 to kepok banana peels and to the crystal structure and surface morphology of nanocellulose on kepok banana peels. The manufacture of nanocellulose was carried out in three stages, namely delignification using 10% NaOH, bleaching using 10% H2O2 and isolation of nanocellulose using H2SO4 with various concentrations of 5, 10, 15, and 20%.
This research uses X-Ray Diffraction (XRD) and Scanning Electron Microscopy (SEM) as its characterization. The resulting crystallite size ranges from 1,71 to 1,98 nm and produces a lump-like morphological structure.
Keywords : acid hydrolysis, H2SO4, Nanocellulose, kepok banana, cellulose
ii ABSTRAK
PEMBUATAN NANOSELULOSA DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Oleh
Faradilla Nabila Putri
Telah dilakukan penelitian pembuatan Nanoselulosa dari limbah kulit pisang kepok menggunakan metode Hidrolisis Asam dengan Asam Sulfat H2SO4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian H2SO4 pada kulit pisang kepok dan terhadap struktur Kristal serta morfologi permukaan nanoselulosa pada kulit pisang kepok. Pembuatan nanoselulosa ini dilakukan melalui tiga tahapan yaitu delignifikasi menggunakan NaOH 10%, bleaching menggunakan H2O2 10% dan isolasi nanoselulosa menggunakan H2SO4 dengan variasi konsentrasi 5, 10, 15, dan 20%. Penelitian ini menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM) sebagai karakterisasinya. Hasil ukuran kristalit yang dihasilkan berkisar antara 1,71 hingga 1,98 nm dan menghasilkan struktur morfologi seperti gumpalan.
Kata kunci: Hidrolisis Asam, H2SO4.,Nanoselulosa,Pisang Kepok, Selulosa
iii
PEMBUATAN NANOSELULOSA DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK DENGAN METODE HIDROLISIS ASAM
Oleh
Faradilla Nabila Putri
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA SAINS
pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
BandarLampung 2022
iv
v
vi
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Faradilla Nabila Putri, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 24 September 2000 dari Bapak Murdono dan Ibu Eva Parida sebagai anak tunggal. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Sungai Bambu 01 pada tahun 2012, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 95 Jakarta pada tahun 2015, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 18 Jakarta pada tahun 2018.
Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Lampung, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) periode 2018/2019 sebagai anggota, dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Periode 2022/2023. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Muara Putih, Natar, Lampung Selatan.
viii
Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT Bukit Asam Tarahan, Lampung pada tahun 2021 dengan judul “Analisis Kandungan Sulfur Batubara Jenis AL 53 Dengan Sulphur Determinator LECO S-144 DR Pada PT Bukit Asam”.
ix
MOTTO
Balas Dendam Terbaik adalah Dengan cara Memperbaiki Dirimu (Ali Bin Abi Thalib)
Work Hard, Play Hard. Be Kind.
(Harry Styles)
Live Fast, Have Fun, be a bit Mischievous (Louis Tomlinson)
x
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini sebagai tanda cinta dan kasih sayang kepada :
“Ayah dan Ibu Tercinta”
Semangat terbesar dalam doaku, yang selalu memberikan doa dan pengorbanannya.
“Bapak dan Ibu Dosen’
Terimakasih atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan.
Semuanya bermanfaat untuk menjadi diriku yang lebih baik lagi.
“Sahabat-sahabatku”
Terimakasih telah menjadi bagian dalam hidupku. Canda tawanya, pengalaman serta kebersamaan yang akan selalu
kukenang seumur hidupku”
“Universitas Lampung”
Almamater Tercinta
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkab kehadirat Allah SWT atas karuania-Nya yang memberikan penulis kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembuatan Nanoselulosa dari Limbah Kulit Pisang Kepok dengan Metode Hidrolisis Asam”. Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dan juga melatih mahasiswa untuk berpikir cerdas dan kreatif dalam menulis karya ilmiah.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, 14 Desember 2022 Penulis,
Faradilla Nabila Putri
xii
SANWACANA
Penulisan Skrips ini tentu tidak terlepas dari bantuan semua pihak yang tulus membantu, membimbing dan mendoakan. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Prof. Posman Manurung, Ph.D. Selaku pembimbing I yang telah memberikan ilmu pengetahuan, pengarahan, waktu, serta bimbingannya kepada penulis
2. Ibu Sri Wahyu Suciyati S.Si. M.Si. Selaku pembimbing II dan pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, arahan, serta waktunya untuk berdiskusi kepada penulis.
3. Bapak Drs. Pulung Karo-karo, M.Si. Selaku penguji yang telah memberikan saran serta nasihat yang bermanfaat kepada penulis.
4. Bapak Ahmad Gurum Ahmad Pauzi S.Si., M.T. Selaku ketua jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
5. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, S.Si., M.T selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
7. Eva Parida selaku ibu dari penulis yang telah memberikan cinta, kasih sayang, serta doa yang selalu menyertai perjalanan hidup penulis.
xiii
8. Kurniati selaku uwak dari penulis yang telah memberikan dukungan biaya, doa, serta kasih sayangnya sehingga penulis bisa terus melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi.
9. Nenek dan Kakek Penulis yaitu Alm. Hata Ramli dan Ibu Sadiah Saad yang telah memberikan dukungan, doa serta kasih sayangnya kepada penulis.
10. Ayah penulis Murdono, yang telah memberikan dukungan serta doa yang terus menyertaiku.
11. Nabil Akbar Azzikry yang telah memberikan dukungan disaat-saat terakhir masa perkuliahan.
12. Wina Daminsih selaku tante penulis yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama masa perkuliahan.
13. Teman-teman satu penelitian Mega Pertiwi, Shabrina Yakosati, dan Rosanti Sitohang, yang telah memberikan motivasi dan kerjasamanya untuk bahu membahu menyelesaikan penelitian ini.
14. Grace Pricilya Michiko teman yang selalu menemani dan memberikan support dalam penulisan skipsi ini.
15. The Lapet Family yang telah memberikan pengalaman serta canda tawanya untuk memberikan semangat.
16. Elsa Puji, Maria Yohana, Tasya Salsabillah, dan Selvy Anggreani selaku sahabat yang selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis.
17. Jody Setiawan dan Meilisa Nurrahmah selaku teman sekolah menengah atas yang selalu menghibur penulis dengan candanya.
18. Cindy Cenora yang selalu menemani aktivitas penulis sejak penulis masih berstatus mahasiswa baru.
xiv
19. Teman teman Pas Narok yang menemani penulis di sisa akhir masa kuliah.
20. Hauzan Miftah K dan Adi Sucipto selaku tutor sebaya yang telah memberikan banyak ilmunya kepada penulis.
21. Keluarga besar HMI Komisariat Teknik Unila yang memotivasi penulis di saat-saat terakhir masa kuliah.
22. Mahasiswa Fisika angkatan 18, yang telah memberikan pengalaman terhadap penulis.
23. Seluruh teman-teman satu angkatan SOSCHAFT dari SMAN 18 Jakarta.
24. Almamater tercinta, Universitas Lampung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
25. Seluruh Pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga atas segala motivasi, doa dan dukungan kepada penulis, penulis berharap sekiranya skripsi ini sedikit banyak dapat bermanfaat untuk semuanya.
Bandar Lampung, 14 Desember 2022 Penulis
Faradilla Nabila Putri
xv DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN JUDUL ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
PERNYATAAN ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
MOTTO ... ix
PERSEMBAHAN ... x
KATA PENGANTAR ... xi
SANWACANA ... xii
DAFTAR ISI ... xv
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
xvi II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pisang ... 5
B. Selulosa ... 7
C. Hemiselulosa ... 10
D. Lignin ... 11
E. Nanoselulosa ... 12
F. Difraksi Sinar X ... 15
G. Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 22
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat penelitian ... 28
B. Alat dan Bahan Penelitian ... 28
C. Prosedur penelitian ... 28
1. Preparasi Sampel ... 29
2. Isolasi Selulosa ... 30
3. Bleaching ... 31
4. Isolasi Nanoselulosa ... 32
5. Karakterisasi Sampel ... 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Preparasi Sampel ... 34
B. Hasil Pembuatan Nanoselulosa ... 35
C. Hasil Karakterisasi 1. Karakterisasi XRD ... 35
2. Karakterisasi SEM ... 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 45
B. Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Fraksi Lignoselulosa limbah pisang ... 6
Tabel 2.2 Selulosa dan nanoselulosa sebagai agen slow release bahan alam ... 16
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Kristalit Nanoselulosa kulit pisang kepok ... 38
Tabel 4.2 Indeks Kristalinitas Nanoselulosa ... 39
Tabel 4.3 Parameter hasil refinement XRD nanoselulosa ... 41
Tabel 4.4 Parameter sel Nanoselulosa fasa Iα ... 42
Tabel 4.5 Parameter sel Nanoselulosa fasa Iβ ... 42
xviii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pisang kepok ... 6
Gambar 2.2 Representasi skematis dari struktur hierarki serat selulosa dan struktur kimia selulosa ... 8
Gambar 2.3 Struktur alfa selulosa ... 9
Gambar 2.4 Struktur beta selulosa ... 10
Gambar 2.5 Struktur utama dinding sel tumbuhan dalam biomassa lignoselulosa yang terdiri dari lignin, hemiselulosa, dan selulosa ... 11
Gambar 2.6 Proses pembentukan Sinar-x dalam tabung electron ... ... 17
Gambar 2.7 Skematik Hukum Bragg ... ... 18
Gambar 2.8 Pola XRD dari OPMF (nanoselulosa), diputihkan dan diisolasi ... 21
Gambar 2.9 Indeks Kristalinitas XRD dari OPMF (nanoselulosa)……….. 21
Gambar 2.10 Skema kerja alat SEM ... 23
Gambar 2.11 Sinyal hasil interaksi berkas electron dengan sampel ... 25
Gambar 2.12 Mikrograf SEM jerami teff (a) dan nanoselulosa (b) setelah hidrolisis ... 27
Gambar 3.1 Diagram alir preparasi sampel ... 30
Gambar 3.2 Diagram alir isolasi selulosa ... 31
Gambar 3.3 Diagram alir bleaching ... 32
Gambar 3.4 Diagram alir isolasi nanoselulosa... 33
Gambar 4.1 Hasil Preparasi kulit pisang kepok menjadi serbuk pisang kapok…. 34 Gambar 4.2 Hasil semua tahapan nanoselulosa ... 36
xix
Gambar 4.3 Difaktogram XRD Nanoselulosa pada konsentrasi 5%, 10%, 15%,
dan 20% ... 37
Gambar 4.4 Refinement nanoselulosa dengan kosentrasi asam sulfat 5% ... 41
Gambar 4.5 Refinement nanoselulosa dengan kosentrasi asam sulfat 10% ... 41
Gambar 4.6 Refinement nanoselulosa dengan kosentrasi asam sulfat 15% ... 41
Gambar 4.7 Refinement nanoselulosa dengan kosentrasi asam sulfat 20% ... 41
Gambar 4.8 Morfologi nanoselulosa kulit pisang kepok ... 43
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selulosa merupakan senyawa organik penyusun utama dinding sel tumbuhan.
Selulosa adalah senyawa organik yang paling umum di Bumi. Sekitar 33% dari semua materi tanaman adalah selulosa (Kennedy, 1993). Bahan berbasis selulosa sering digunakan karena memiliki sifat mekanik yang baik seperti kekuatan dan modulus regang yang tinggi, kemurnian tinggi, kapasitas mengikat air tinggi, dan struktur jaringan yang sangat baik. Produksi selulosa sekitar 100 miliar ton setiap tahunnya, sebagian dihasilkan dalam bentuk selulosa murni seperti yang terdapat dalam tanaman kapas. Namun paling banyak adalah yang berkombinasi dengan lignin dan polisakarida lain seperti hemiselulosa di dalam dinding sel tumbuhan (Klemm, 1998).
Nanoselulosa merupakan salah satu material selulosa yang telah maju dan memiliki potensi yang bagus untuk dikembangkan karena sifat mekaniknya yang baik dan bahan bakunya berasal dari sumber daya alam melimpah serta dapat diperbarui. Nanoselulosa digambarkan sebagai produk atau ekstrak dari selulosa alam (ditemukan pada tumbuhan, hewan, dan bakteri) yang terdiri dari bahan struktur berskala nano (Lin dan Dufresne, 2014). Kemunculan
2
nanoselulosa ditandai dengan danya peningkatan kristanilitas, aspek rasio, luas permukaan juga kemampuan dispersi serta biodegresi (Bingnan dkk., 2020).
Nanoselulosa memiliki diameter 1-100 nm dan panjang 500-2000 nm. Nanoselosa dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam produk akhir seperti kertas, kardus, kosmetik, kesehatan, peralatan optik dan farmasi (Cherian dkk., 2010).
Beberapa teknik untuk mengembangkan selulosa menjadi nanoselulosa diantaranya dengan hidrolisis asam, hidrolisis enzimatis, dan proses mekanis.
Adapun penggunaan masing-masing metode ekstraksi dimungkinkan menghasilkan tipe nanoselulosa yang berbeda. Prinsip dari pembuatan nanoselulosa sendiri terbagi menjadi tiga tahap diantaranya Isolasi selulosa dari lignoselulosa dengan memisahkan selulosa dari lignin dan hemiselulosa melalui proses delignifikasi dengan larutan NaOH. Kemudian proses bleaching dengan agen oksidator dan terakhir dikonstruksi selulosa ukuran makro menjadi nano dengan berbagai macam teknik yang telah disebutkan untuk mengembangkan selulosa menjadi nanoselulosa tersebut (Cherian dkk., 2010).
Buah pisang sangat dikenal dan banyak diminati di Indonesia. Pisang adalah salah satu tanaman atau tumbuhan yang memiliki ukuran relatif besar atau raksasa yang berdaun besar dengan suku Musaceae. Keberadaan pisang diseluruh dunia berada dan dipelihara di daerah tropis, sedangkan di daerah subtropis sebagian besar hanya mengenal buahnya saja. Sebagai Negara dengan iklim Tropis, Indonesia sendiri disebut-sebut sebagai negara produsen pisang nomor tujuh di dunia.
Pisang seringkali diolah menjadi berbagai macam olahan makanan seperti keripik, pisang krispi, pisang molen, bolu pisang dan masih banyak lagi. Dalam
3
pengolahan pisang itu sendiri, tentunya menghasilkan limbah seperti kulit pisang.
Limbah kulit pisang umuumnya memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Oleh karena kandungan selulosanya yang cukup tinggi, maka limbah kulit pisang sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan baku utama pembuatan nanoselulosa. Disamping itu, kulit pisang dapat dengan mudah dijumpai dimanapun serta dapat pula membantu untuk pengurangan limbah yang akan meminimalisir adanya pencemaran lingkungan.
Pada penelitian sebelumnya, telah banyak sekali penelitian yang dilakukan untuk pembuatan Nanoselulosa. Seperti penelitian menggunakan asam kuat yaitu campuran air deionized dengan asam klorida dan asam sulfat pada bahan serat selulosa dan menghsasilkan nanoselulosa berukuran 60-570 nm (Zhang, 2007).
Kemudian penelitian yang menghasilkan Nanoselulosa berdiameter rata-rata 12,1- 25,1 nm setelah proses oksidasi pada temperatur 60-80 °C pada limbah kulit pisang Ambon (Ashari dkk., 2021). Kemudian pada limbah kulit jagung dengan konsentrasi asam sulfat dengan variasi asam 45%, 55%, dan 65% dengan Nanoselulosanya berturut turut sebesar 0,2002 gram, 0,1020 gram dan 0,0905 gram (Ningtyas dkk., 2020). Berdasarkan hal ini, penelitian pembuatan Nanoselulosa akan dilakukan dengan berbahan dasar limbah kulit pisang kepok dengan menggunakan metode Hidrolisis Asam dengan asam yang digunakan adalah Asam sulfat (H2SO4) dan memvariasikan berbagai jenis konsentrasi dengan variasi 5, 10,15, dan 20%.
4
B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dari penelitian ini sebagai berikut
1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi asam pada proses hidrolisis asam terhadap nanoselulosa yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh waktu pada proses hidrolisis selulosa terhadap nanoselulosa yang dihasilkan?
3. Bagaimanakah struktur nanoselulosa pada kulit pisang kepok setelah pemberian dengan berbagai konsentrasi asam sulfat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui perbedaan karakteristik nanoselulosa dari kulit pisang kepok setelah pemberian asam H2SO4 dengan berbagai variasi konsentrasi.
2. Mengetahui perbedaan struktur morfologi permukaan nanoselulosa dari kulit pisang kapok setelah pemberian asam H2SO4 dengan berbagai variasi konsentrasi.
D. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut.
1. Mengurangi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh kulit pisang.
2. Menjadikan limbah pisang sebagai bahan baku utama pada pembuatan nanoselulosa.
3. Menambah referensi mengenai nanoselulosa dari sumber kulit pisang kepok.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pisang
Pisang merupakan tanaman asli di daerah Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Nama latin dari tanaman ini adalah Musa Paradisiaca. Pisang adalah tumbuhan Monokotil yang termasuk dalam familia Musaceae. Pohonnya memiliki tinggi dua meter hingga sembilan meter, akar rizoma berada dalam tanah dan pelepahnya terdiri dari lembaran daun dan mahkota daun tempat munculnya bakal buah.
Pisang merupakan komoditas unggulan yang mudah diusahakan, berumur singkat dan dapat dipanen sepanjang tahun. Salah satu jenis pisang yang banyak dijumpai di pasaran adalah pisang kepok (Musa paradisiaca formatypica). Pisang kepok termasuk dalam jenis buah klimaterik yang artinya setelah diakukan pemanenan, pisang akan mengalami proses pematangan yang lebih cepat. Hal ini dikarenakan meningkatnya etilen dan laju respirasi pada pisang kepok tersebut, sehingga mempengaruhi umur simpan buah (Sylvia dkk., 2015).
6
Gambar 2.1 Pisang kepok
Pada umumnya, bagian daging buah pisang yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai jenis olahan makanan sehari-hari, sementara kulitnya belum dimanfaatkan secara nyata. Pisang mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi dengan lignoselulosanya secara rinci dapat terlihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Fraksi Lignoselulosa limbah pisang (Kabenge dkk., 2018)
Fraksi Lignoselulosa Kulit (%) Daun (%) Pseudostem (%) Hemiselulosa 41.38 ± 0.78 23.46 ± 0.54 25.36 ± 0.18
Selulosa 9.9 ± 0.14 35.58 ± 1.36 38.48 ± 1.05 Lignin 8.9 ± 1.28 10.58 ± 1.36 05.77 ± 0.16
Oleh karena kandungan selulosanya yang cukup tinggi dibandingkan dengan lignin dan akumulsi limbah kulit pisang setiap harinya sangatlah banyak, maka limbah kulit pisang sangat cocok dimanfaatkan sebagai bahan baku alternatif untuk permbuatan Nanoselulosa.
7
B. Selulosa
Selulosa merupakan komponen utama penyusun jaringan dinding sel tumbuh tumbuhan. Selulosa adalah senyawa organik yang paling umum di Bumi. Sekitar 33% dari semua materi tanaman adalah Selulosa. Selulosa merupakan biomassa yang paling banyak dalam tumbuhan. Pada dasarnya selulosa terdapat pada setiap tanaman, termasuk tanaman semusim, tanaman perdu, tanaman rambat, bahkan tanaman sederhana sekalipun seperti jamur, ganggang, dan lumut (Singh dkk., 1993). Selulosa merupakan komponen struktural yang paling penting dari hampir semua dinding sel tanaman hijau, terutama di banyak serat alam seperti rami, goni, rami, kapas, dll.
Selulosa adalah polimer organik yang paling umum, mewakili sekitar 1,5 triliun ton dari total produksi biomassa tahunan, dan dianggap sebagai sumber bahan baku yang hampir tidak ada habisnya untuk permintaan yang meningkat akan produk yang ramah lingkungan dan biokompatibel (Kim dkk., 2015).
Selulosa mempunyai rumus molekul (C6H10O5)n. dengan n adalah derajat Polimerisasi. Selulosa dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif jika memungkinkan untuk mengubah selulosa secara efisien menjadi gula monomer melalui proses hidrolisis (Trache dkk., 2020). Pemahaman tentang asosiasi selulosa di dalam tanaman sangat penting untuk pemahaman yang efektif tentang sifat-sifat struktur mikro dan Nanoselulosa, serta untuk pengembangan prosedur produksinya. Struktur hierarki serat selulosa juga ditunjukkan pada Gambar 2.2
8
Gambar 2.2 Representasi skematis dari struktur hierarki serat selulosa dan struktur kimia selulosa (Casanova dkk., 2021)
Mikrofibril selulosa dicirikan oleh kisaran diameter dari 2 hingga 30 nm, tergantung pada sumber selulosa, dan panjangnya dapat mencapai beberapa mikrometer. Mikrofibril ini terdiri dari daerah kristal dan amorf dan berkumpul menjadi unit yang lebih besar disebut makrofibril Gambar 2.2, yang selanjutnya diatur lebih lanjut menjadi serat selulosa tanaman makroskopik, di mana fibril selulosa tertanam dalam matriks lunak yang terutama terdiri dari lignin dan hemiselulosa (Casanova dkk., 2021).
Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% selulosa dapat dibedakan tiga jenis yaitu:
Hemiselulos a Lignin
Selulosa
Makrofibri Mikrofibril Dasar Mikrofibril Sel Tumbuhan
Sumber Selulosa
Anhidroglukosa
Selobiosa
Daerah Amorf
Daerah Kristal
9
 Selulosa α (Alpha Cellulose)
Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat polimerisasi 600-1500.
Selulosa α dipakai sebagai penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualiatas selulosa paling tinggi (murni). Apabila selulosa α lebih besar dari 92% maka akan memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama propelan atau peledak, sedangkan selulosa kualitas dibawah 92% dapat digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang. Semakin tinggi kadar α selulosa maka semakin bagus mutunya
.
Gambar 2.3 Struktur alfa selulosa (Chen, 2014).
 Selulosa β (Betha Cellulose)
Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan
10
Gambar 2.4 Struktur Beta Selulosa (Chen, 2014).
 Selulosa γ (Gamma Cellulose)
Selulosa γ (Gamma Cellulose) sama seperti selulosa beta, tetapi DP nya kurang dari 15, kandungan utamanya adalah hemiselulosa (polisakarida yang bukan selulosa, jika dihidrolisis akan menghasilkan manosa, galaktosa, xylosa, arabinosa dan asam uranat) dan holoselulosa (bagian dari serat yang bebas dari sari dan lignin, terdiri dari campuran semua selulosa dan hemiselulosa) (Chen, 2014).
C. Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah heteropolimer yang tersusun oleh rantai pendek, linier, dan bercabang dari berbagai jenis monomer seperti pentosa dan heksosa.
Hemiselulosa mewakili sekitar 20–35% dalam biomassa lignoselulosa.
Sementara pada kulit pisang mengandung hemiselulosa 41.38 ± 0.78 % (Kabenge dkk., 2018). Perlekatan hemiselulosa dengan selulosa dan lignin berkaitan dengan kekuatan struktur dinding sel tumbuhan dapat terlihat pada Gambar 2.5
11
Gambar 2.5 Struktur utama dinding sel tumbuhan dalam biomassa lignoselulosa yang terdiri dari lignin, hemiselulosa, dan selulosa (Phanthong dkk., 2018).
Jenis hemiselulosa yang umum adalah xilan dan glukomanan. Hemiselulosa dapat dihidrolisis oleh asam, alkali, atau enzim dalam kondisi ringan untuk produksi bahan bakar etanol dan bahan kimia berharga dari oligomer atau monomernya yang dapat digunakan untuk industri makanan, kosmetik, pertambangan dan sebagainya. Hemiselulosa tidak larut dalam air tapi larut dalam larutan alkali encer dan lebih mudah dihidrolisa oleh asam daripada selulosa. Hemiselulosa memiliki fungsi sebagai perekat dan mempercepat pembentukan serat. Hilangnya hemiselulosa akan mengakibatkan adanya lubang antar fibril dan berkurangnya ikatan antar serat (Phanthong dkk., 2018).
D. Lignin
Lignin adalah bahan organik terbanyak kedua di tumbuhan setelah selulosa.
Lignin mewakili sekitar 10-25% berat biomassa lignoselulosa kering. Kulit pisang mengandung lignin sebesar 8.9 ± 1.28 %. Lignin dibentuk dengan penghilangan non-reversibel air dari gula ,terutama xilosa untuk membuat struktur aromatik. Lignifikasi berlangsung pada tanaman dewasa untuk kestabilan mekanik
Dinding Sel Tumbuhan
Selulosa Lignin
Mikrofibril
Hemiselulosa
12
tanaman. Lignin berfungsi memberi kekakuan kepada tanaman, terlokalisasi pada permukaan lumen dan daerah dinding berpori untuk mempertahankan kekuatan dinding, permeabilitas dan membantu transport air. Lignin tahan serangan mikroorganisme dan kebanyakan dalam bentuk cincin aromatik yang tahan terhadap proses anaerobik sehingga kerusakan akibat proses anaerobik pada lignin adalah lambat (Bismarck dkk., 2005).
Lignin berfungsi pula untuk mengatur transportasi cairan pada tanaman hidup dan memungkinkan pohon untuk tumbuh lebih tinggi dan berkontak langsung dengan cahaya matahari (Bismarck dkk., 2005). Lignin dapat diisolasi dari tanaman sebagai sisa yang tak larut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis.
Secara alternatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi ataupun diubah menjadi turunan yang larut. Adanya lignin menyebabkan warna menjadi kecoklatan sehingga perlu adanya pemisahan melalui pemutihan. Banyaknya lignin juga berpengaruh terhadap konsumsi bahan kimia dalam pemasakan dan pemutihan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi pelarutan lignin, selulosa, dan hemiselulosa adalah suhu, tekanan, serta konsentrasi pada larutan pemasak (Casey, 1980).
E. Nanoselulosa
Nanoselulosa adalah serat alami yang dapat diekstraksi dari selulosa. Perhatian khusus adalah ukuran serat nanoselulosa yang umumnya mengandung diameter kurang dari 100 nm dan beberapa mikrometer panjangnya. Umumnya, keluarga nanoselulosa dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu selulosa nanocrystals (CNC), dengan sebutan lain selulosa nanokristalin, selulosa (nano) kumis, mikrokristal
13
selulosa seperti batang, selulosa nanofibril (CNF), dengan sinonim nanoselulosa berfibrilasi (NFC), selulosa mikrofibrilasi (MFC), serat nano selulosa, dan selulosa bakteri (BC), juga disebut sebagai selulosa mikroba. Sumber untuk ekstraksi CNC dan CNF adalah kayu, ton,, jerami gandum, bit gula, umbi kentang, kulit berry, rami, ganggang, dan tunicin (Lin dan Dufresne., 2014). CNC merupakan nanoselulosa yang bentuknya menyerupai jarum diperoleh melalui hidrolisis asam kuat dengan aspek rasio kecil < 15-20 nm. Umumnya, ukuran CNC dapat bervariasi dari lebar 5-70 nm dan panjangnya 100-250 nm. Secara umum, partikel CNC memiliki highly crystalline (54-88%) (Moon dkk., 2011).
CNF yaitu fibril selulosa yang dihasilkan dari metode seperti mekanik dan juga dapat dihasilkan dengan cara hidrolisis asam lemah. Umumnya, CNF ini memiliki diameter bervariasi yaitu dari 5-60 nm dengan panjang beberapa mikrometer dan bersifat fleksibel (Jonoobi dkk., 2015). Metode yang paling umum untuk mendapatkan CNC adalah dengan Hidrolisis secara kimia dengan asam pekat (HCl atau H2SO4). Metode ini memberikan hasil yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hidrolisis enzim, namun memerlukan investasi modal yang lebih tinggi, karena bahan yang lebih mahal untuk reaktor, tangki, dan perpipaan (Zain dkk., 2015).. Sementara untuk CNF metode yang umum digunakan adalah dengan hidolisis enzimatis yang biasanya dilakukan dalam kondisi termal dan tekanan ringan, menghasilkan proses intensif energi yang lebih rendah. Enzim yang dapat digunakan pada metode ini adalah Endoglucanase, Trichoderma reseei cellulases, konsorsium mikroba anaerobic (Clostridium sp. Dan coccobacillus), Exoglucanase, dan Endo-exoglucanase (Fritz dkk., 2015). Selain kedua metode diatas, produksi nanoselulosa dapat diperoleh dengan metode
14
mekanik. Proses mekanis dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti compression (CMT) and roller mechanical (RMT), cryocrushing, dan homogenisasi bertekanan tinggi (Bharimalla dkk., 2015). Ada banyak sekali aplikasi dari nanoselulosa itu sendiri. Diantaranya adalah
 Aplikasi dibidang medis
Dalam aplikasinya di dunia medis, Nanoselulosa sering digunakan sebagai drug delivery pada biomedis untuk keperluan farmasi. sistem penghantaran obat yang efisien menunjukkan beberapa karakteristik penting seperti penargetan, peningkatan kelarutan, pelepasan obat terkontrol, stabilitas obat, dan efek terapeutik. Selulosa nanokristal dapat dijadikan sebagai eksipien dan pembawa farmasi yang sesuai karena stabilitas koloidnya, rasio permukaan-volume yang tinggi, dan muatan permukaan negatif yang memungkinkan memuat obat-obatan bermuatan ataunetral, mengendalikan pelepasan senyawa aktif, dan mengangkut gen ke sel target (Trache dkk., 2020).
 Aplikasi dibidang kosmetik
Selulosa nanokristal dapat digunakan dalam produk kosmetik seperti lotion, sabun, perawatan rambut, dan pewarna. Perusahaan kosmetik termasuk L'Oréal menunjukkan minat pada nanomaterial yang bersifat biokompatibel, biodegradabilitas dan nanomaterial berbasis bahan biologis (Klemm dkk., 2018).
15
 Aplikasi dibidang Bioteknologi
Penggunaan nanoselulosa pada bidang pertanian telah dimanfaatkan sebagai lapisan pelindung untuk benih, tanaman, dan bahan makanan. Lapisan komposit nanoselulosa bernilai karena sifat mekanik dan penghalangnya, kemampuan terurai secara hayati, dan aplikasi terhadap perlindungan tanaman.
Nanoselulosa digunakan sebagai pelapis atau film untuk memanen dan menyimpan tanaman, serta untuk melindungi tanaman atau bagian tanaman yang mudah rusak. Pelapis atau film berbahan dasar nanoselulosa tersebut efektif untuk melindungi produk pertanian yang segar maupun olahan (Lavicola dkk., 2017).
Adapun beberapa aplikasi lainnya mengenai beberapa aplikasi dari selulosa dan nanoselulosa untuk slow release bahan alam pada beberapa bidang seperti biomedis, kosmetik, dan bioteknologi dijelaskan pada Tabel 2.2
16
Tabel 2.2 Selulosa dan nanoselulosa sebagai agen slow release bahan alam Bahan Material Alam Hasil Referensi
Natrium karboksilme til selulosa (Na-CMC)
Asam caffeic, asam
klorogenik, asam rosmarinik
Efisiensi
enkapsulasi > 90%
Produk yang dihasilkan sekitar 40% Memiliki kemampuan rilis dan stabilitas senyawa aktivitas antioksidan tidak berkurang
Aguiar dkk., 2017
Na-CMC Ekstrak Lannea macrocarpa
Efisiensi
enkapsulasi tinggi dengan stabilitas fungsional yang bagus
Sansone dkk., 2014
Selulosa nanofibril (SNF)
Gum Arabica dan
Maltodextrin
Effisiensi enkapsulasi 74,33% -84,30&
Kelarutan 82,8% - 82,9% Control realese minyak 54%
De Sauza dkk., 2018
Bromelaine Peningkatan control realese pada aktivitas antibakteri (12,79 mg/mL, 0,17 AU/mL)
Ataide dkk., 2017
Selulosa nanofibril
Kurkumin Peningkatan
aktivitas antioksidan dan antimikroba
Valencia dkk., 2019
Selulosa nanokristal
Limonene (zat aditif pada kosmetik, makanan,obat- obatan) Efisiensi enkapsulasi 79%- 100% Enkapsulasi melindungi emulsi sampel
Ibáñez dkk., 2020 Bakteri
nanoselulosa
17
F. X-Ray Diffraction (XRD)
X-Ray Diffraction (XRD) adalah alat untuk menyelidiki struktur halus materi.
XRD digunakan untuk melakukan karakterisasi dengan memanfaatkan sinar-X.
Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik yang memiliki energy tinggi yaitu 200 eV sampai 1 MeV dan panjang gelombangnya berkisar antara 0.5-2.5 angstrom (Ǻ) ( Pada awalnya, difraksi sinar-x hanya digunakan untuk penentuan struktur kristal. Metode XRD berdasarkan sifat difraksi sinar-X, yaitu sinar-X terjadi jika suatu bahan ditembakan dengan elektron kecepatan dan tegangan tinggi dalam suatu tabung vakum. Elektron-elektron dipercepat yang berasal dari filament (katoda) menumbuk target (anoda) yang berada dalam tabung sinar-X sehingga elektron-elektron tersebut mengalami perlambatan.
Proses pembentukan Sinar-X dalam tabung elektron dapat dilihat pada (Gambar 2.6)
Gambar 2.6 Proses pembentukan Sinar-x dalam tabung elektron
18
Jika seberkas sinar-X dengan panjang gelombang (λ) diarahkan pada permukaan kristal dengan sudut ϴ, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh bidang kristal.
Sinar yang sefase akan saling menguatkan dan yang tidak sefase akan saling meniadakan atau melemahkan. Berkas sinar sefase tersebut yang menghasilkan puncak difraksi. Besar sudut difraksi tergantung pada panjang gelombang (λ) berkas sinar-X dan jarak antar bidang penghamburan (d). Skema difraksi Hukum Bragg dapat dilihat pada (Gambar 2.7)
Gamabar 2.7 Skematik Hukum Bragg (Cullity, 1977).
Gambar 2.5 menunjukkan seberkas sinar-X pertama dengan panjang gelombang å jatuh pada kristal dengan sudut ϴ terhadap permukaan bidang kristal yang jaraknya adalah d. Seberkas sinar-X pertama yang akan mengenai atom A pada bidang pertama dan sinar-X kedua yang mengenai atom B pada bidang berikutnya mengakibatkan masing-masing atom menghambur dalam arah rambat. Sinar yang berinteferensi saling menguatkan terjadi ketika sinar-sinar yang terdifraksi beda lintasannya sebesar kelipatan bulat dari panjang gelombang. Difraksi akan saling menguatkan jika memenuhi persamaan bragg sebagai berikut:
19
………..(1)
Dengan d adalah jarak antar bidang dalam Kristal, kemudian ϴ adalah Sudut difraksi, n adalah orde difraksi (0,1,2,3,…..) dan λ adalah panjang gelombangnya.
(Cullity, 1977).
Hasil analisis dengan XRD adalah berupa difraktogram yang berupa susunan garis atau puncak dengan intensitas dan posisi berbeda-beda yang spesifik pada material yang dianalisis. Tiap fase kristalin mempunyai susunan difraktogram yang karakteristik, maka dapat digunakan sebagai sidik jari untuk uji identifikasi Penentuan kesesuaian struktur kristal yang terbentuk dilakukan dengan mencocokkan setiap puncak yang muncul pada difraktogram pada nilai sudut 2θ dan d tertentu hasil analisis dengan data dari JCPDS (Joint Committee Powder Diffraction Standar) sehingga diperoleh informasi orientasi bidang kristal yang terbentuk. Jika semua orientasi bidang kristal teridentifikasi dipastikan struktur kristal terdapat kesesuaan.
Difraksi sinar X dapat digunakan untuk menentukan ukuran kristal (crystallite size) dengan fase tertentu (Anthony, 1989). Penentuannya merujuk pada puncak- puncak utama pola difraktogram melalui pendekatan persamaan Debye Scherrer yang dirumuskan:
……… (2) (Scherrer, 1918).
20
Sementara itu, perhitungan puncak kristalinitas dilakukan dengan metode Segal dan kawan-kawan guna menghitung indeks kristalinitas (Crl) dari selulosa. Segal mendapatkan bahwa area kristalin berada di kisi (002), dengan 2θ ≈ 21,5°.
Sementara area amorfus berada di antara kisi (002) dengan (101), di mana kisi (101) berada di nilai 2θ ≈ 15°. Nilai indeks kristalinitas didapat dari rasio antara puncak kristalin (I002-Iam) dengan total intensitas (I002) dari spektra XRD setelah dilakukan dekonvolusi.
. ...(3)
Dimana adalah intensitas hamburan amorfus. Intensitas hamburan kristalin terletak pada kisi (002) dan memiliki sudut difraksi (Segal, 1959).
Adapun contoh dari penggunaan Difraksi sinar-x untuk karakterisasi adalah seperti penelitian yang dilakukan oleh (Bakar dkk., 2021) untuk mensintesis nanoselulosa dari oil palm mesocarp fiber (OPMF) dengan penambahan hidrolisis asam lemah konsentrasi rendah yaitu oxalic acid dehydrate (OAD) dapat terlihat seperti (Gambar 2.8)
21
Gambar 2.8 Analisis XRD (a) OPMF mentah, (b) OPMF yang diputihkan, (c) OPMF yang diisolasi dengan 11% berat OAD dan (d) OPMF yang diisolasi dengan 13% berat OAD (Bakar dkk., 2021)
Gambar 2.9 Indeks Kristalinitas XRD dari OPMF (nanoselulosa) (Bakar dkk., 2021)
Semua sampel menunjukkan intensitas puncak yang tinggi pada 2ϴ dengan nilai 21-22℃ terkait dengan struktur Kristal selulosa. Puncak lebar di sekitar menunjukkan susunan amorf OPMF yang merupakan selulosa polimorf I kristalin.
Puncak intensitas tinggi pada 2ϴ sekitar untuk OPMF yang diputihkan mewakili komposisi tinggi dari struktur kristal serat. Kristalinitas indeks (CrI) dari
Intensitas (Jumlah) Indeks kristalinitas (%)
Data Primer
Pemutihan
OPMF Isolasi OPMF 11%
dengan OAD
Isolasi OPMF 13% dengan OAD
22
OPMF terisolasi meningkat dari 39,5% untuk serat mentah menjadi 70,4 dan 70,0% untuk 11 dan wt13% berat OAD masing-masing. Peningkatan nilai CrI menunjukkan bahwa perlakuan hidrotermal dan hidrolisis asam berhasil menghilangkan lignin dan hemiselulosa yang melekat pada serat selulosa. nilai CrI dalam penelitian ini sangat luar biasa karena konsentrasi OAD yang digunakan sangat rendah yaitu 11 dan wt13% berat. Terbukti dengan menggunakan perlakuan hidrotermal dan ditambah dengan konsentrasi asam lemah (OAD) konsentrasi rendah, nilai CrI OPMFs sebanding dan sama baiknya dengan yang menggunakan asam pekat dan kuat (Bakar dkk., 2021).
G. Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan teknik karakterisasi material yang digunakan untuk melihat struktur mikro dan morgfologi permukaan partikel sampai pada ukuran 1 nm . SEM dapat membentuk bayangan permukaan specimen secara mikroskopik. SEM mempunyai daya pisah sekitar 0,5 nm dengan perbesaran maksimum sekitar 500.000 kali (Gabriel, 1985).
Teknik SEM pada dasarnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan data atau tampilan yang diperoleh dari permukaan atau lapisan setebal 20 yang merupakan gambar topografi dari penangkapan electron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. SEM dapat digunakan untuk mengetahui informasi mengenai
1. Topografi, yaitu ciri-ciri permukaan dan teksturnya (kekerasan, sifat memantulkan cahaya, dan sebagainya).
2. Morfologi, yaitu bentuk dan ukuran dari partikel penyusun.
23
3. Kristalografi, yaitu informasi mengenai bagaimana susunan dari butir-butir didalam sampel yang diamati (konduktivitas, sifat elektrik, kekuatan, dan sebagainya) (Reed, 2005).
Mikroskop ini bekerja dengan mengandalkan tembakan elektron yang dihasilkan dari senapan elektron dan diberi tegangan katoda di atas 25 kV dengan kuat arus sekitar 50-500 A. Selanjutnya elektron primer difokuskan hingga berinteraksi dengan atom pada sampel/bahan seperti pada (Gambar 2.9)
Gambar 2.10 Skema kerja alat SEM (Reed, 1993).
Pada Gambar 2.10 terlihat bahwa elektron yang keluar dari senapan electron atau elektron primer dengan energi yang sangat besar secara langsung tepat menumbuk atom sampel yang telah ditargetkan akibat pengaruh lensa kondeser dan kisi. Pada saat terjadinya interaksi antara elektron primer dan elektron terluar dari sampel, misalnya kulit K, pada saat itu juga terjadi sebuah hamburan elektron yang mengakibatkan elektron di kulit K terpental (tereksistasi) keluar karena energinya lebih kecil daripada energi elektron primer. Dengan kenyataan ini, electron primer
24
dapat memberikan sisa energinya pada elektron-elektron yang ada dikulit L, M, N dan seterusnya dengan cara menjatuhkan dirinya hingga menuju kulit yang terdekat dengan inti akibat gaya inti. Untuk elektron-elektron yang berada pada kulit-kulit di atasnya akan kelebihan energi sehingga secara beraturan, elektron- elektron tersebut masing-masing akan naik menuju ke kulit terluar (Gaya Coulomb lebih besar dari sebelumnya). Pada saat elektron kelebihan energi dan pindah ke kulit atasnya itulah akan timbul sinar-X. Dengan melihat kejadian- kejadian tersebut, mikroskop elektron menggunakan panjang gelombang sinar-X yang keluar dari sampel. Sinar-X yang keluar dari sampel tersebut akan diubah ke dalam sinyal pulsa oleh photomultiplier selanjutnya pulsa tersebut diubah menjadi bilangan digital melalui Analog to Digital Converter (ADC) agar dapat dibaca oleh computer yang telah terinstalasi dengan Multi Channel Analyser (MCA).
Informasi dari konverter sinar-X tersebut memberikan hasil spectrum tinggi pulsa (energi) terhadap waktu. Hasil inilah yang akan disebut dengan Energy Dispersive Spectrometry (EDS). EDS ini dapat memberikan informasi mengenai keberadaan unsur-unsur dalam sampel dengan cara melihat tingkat energi dari Ka yang tertera dalam intensitas. Intensitas-intensitas dalam bentuk energi (keV) akan dicocokkan dengan data energi standar (Sharma, dkk., 1999).
Cara terbentuknya gambar pada SEM berdasarkan deteksi elektron sekunder atau elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray tube). Di layar CRT inilah gambar struktur obyek yang sudah diperbesar bisa
25
dilihat dari sudut pandang tiga dimensi. Secara spesifik, ketika berkas elektron discan pada permukaan sampel, terjadi interaksi elektron dengan atom-atom di permukaan maupun di bawah permukaan sampel. Seperti terlihat pada (Gambar 2.11), akibat interaksi tersebut sebagian besar berkas elektron berhasil keluar kembali, elektron-elektron tersebut disebut sebagai electron hamburan balik atau Backscattered Electrons (BSE), sebagian kecil elektron masuk ke dalam bahan kemudian memindahkan sebagian besar energi pada elektron atom sehingga terpental ke luar permukaan bahan, disebut electron sekunder atau Secondary Electrons (SE). Pembentukan elektron-elektron sekunder selalu diikuti proses munculnya X-ray yang karakteristik untuk setiap elemen, sehingga dapat digunakan untuk mengukur kandungan elemen yang ada di dalam bahan yang diteliti (Smith, 1990).
Gambar 2.11 Sinyal hasil interaksi berkas electron dengan sampel (Reed, 1993).
Hasil karakterisasi berupa citra dari SEM dapat diolah lebih lanjut untuk memperoleh distribusi ukuran partikelnya melalui sarana software tertentu.
Sinar x
(Elektron hamburan balik)
Elektron Sekunder
Volume inteaksi Sampel
Auger Elektoron
26
Terdapat beberapa macam software untuk pengolahan data untuk analisis partikel yang didapat dari public domain, software tersebut dalah NIH-image, Scion Image, dan Image-J. NIH-image dan Scion image digunakan pada Sistem Operasi Komputer Machintosh dan Windows. Sementara Image-J yang berbasis pemrograman Java dapat digunakan untuk sistem operasi komputer Windows, Linux, maupun Machintosh (Woehrle dkk., 2006). Langkah pertama yang harus dilakukan untuk menganalisis ukuran partikel dari suatu gambar SEM dengan Image J adalah dengan mengkalibrasi ukuran pixel gambar dengan ukuran acuan.
Ukuran acuan biasanya ditampilkan pada hasil gambar SEM berupa garis dengan skala untuk menunjukkan tingkat perbesaran yang dilakukan. Kalibrasi dilakukan dengan cara membuka gambar yang akan dianalisis setelah itu, menggambar dengan garis lurus sepanjang ukuran acuan dengan memilih Icon garis pada Tool Bar. Kemudian set skala yang dipilih dengan klik Analyze > Set Scale. Kemudian menyesuaikan keterangan yang diperlukan dengan mengisi kolom-kolom sesuai ukuran yang acuan yang diinginkan. Pilih cek list global untuk menggunakan pengaturan kalibrasi yang dibuat sampai Image-J ditutup. Bila gambar yang dipakai dalam format RGB maka harus diubah menjadi 8-bit dengan cara Image >
Type > 8-bit. Penggunaan Image-J untuk analisis partikel membutuhkan definisi bagian gambar yang didefinisikan sebagai benda atau partikel dan bagian gambar yang didefinisikan sebagai latar belakang (background) yang disebut sebagai segmentasi gambar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara Image > Adjust >
Threshold. Dengan mengatur level Threshold maka dapat diatur tingkat kecerahan gambar untuk definisi benda / partikel dan latar belakangnya. Setelah dilakukan penyesuaian Threshold maka pengukuran besar / luas partikel yang dimaksud
27
dapat dilakukan fitur analisis partikel dalam Image-J. Analisis partikel dalam Image-J dapat dilakukan dengan cara klik Analyze > Set Measurements untuk menentukan keluaran apa saja yang dikehendaki dalam analisis partikel.
Kemudian analisis partikel dilakukan dengan klik Analyze > Analyze Particle (Ross, Jacqui 2009).
Adapun contoh hasil karakterisasi SEM dari penelitian yang dilakukan oleh (Batcha, 2022) tentang pembuatan nanoselulosa dari jerami teff terlihat pada (Gambar 2.12)
Gambar 2.12 Mikrograf SEM jerami teff (a) dan nanoselulosa (b) setelah hidrolisis (Batcha, 2022).
Gambar 2.12 menggambarkan hasil pemeriksaan morfologi sampel jerami teff dan nanoselulosa. Perubahan struktur nanoselulosa kemungkinan besar terkait dengan penghilangan komponen non-selulosa dari jerami setelah langkah-langkah perlakuan kimia yang berbeda. Selama hidrolisis, asam berdifusi secara istimewa ke bagian amorf serat selulosa, menghidrolisis jaringan glikosidik yang mudah diakses dan menghilangkan area amorf. Permukaan nanoselulosa menjadi lebih halus dari permukaan jerami setelah hidrolisis asam (Batcha, 2022).
27
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2022. Pengambilan data dilalukan di Laboratorium Fisika Material Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Neraca Analitik, gelas beaker, spatula, plastic wrap, gelas ukur, labu Erlenmeyer, magnetic strirer, hotplate, centrifuge, kertas lakmus, waterbath, ultrasonic cleaner, statif, cawan petri, aluminium foil, oven, mortar, tissue serta penyaring. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah kulit pisang, etanol, NaOH, H2O2, aquades. Sedangkan untuk karakterisasi sampel, penelitian ini menggunakan SEM dan XRD.
C. Prosedur Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu prepasrasi sampel, pemisahan lignin dari selulosa, bleaching, mensintesis dengan
29
hidrolisis asam, dan karakterisasi menggunakan XRD dan SEM untuk mengetahui struktur fasa dan mikrostruktur serta kandungan sampel. Adapun secara terperinci tahapan proses-proses tersebut dapat diterangkan lebih lanjut.
1. Preparasi Sampel
Preparasi sampel bertujuan untuk membersihkan dan menyiapkan sampel agar siap digunakan sesuai dengan prosedur yang ditentukan dengan cara limbah kulit pisang yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu hingga bersih dari kotoran.
Setelah itu, limbah kulit pisang dikeringkan pada suhu 80 - 90℃ hingga limbah kult pisang mengering lalu limbah kulit pisang tersebut dipotong potong menjadi beberapa bagian, kemudian limbah kulit pisang tersebut diblender hingga mendapatkan serbuk limbah kulit pisang yang siap untuk dijadikan bahan dasar pembuatan nanoselulosa. Adapun tahapan proses dari preparasi sampel tersebut dapat terlihat seperti pada Gambar 3.1
30
Gambar 3.1 Diagram alir preparasi sampel
2. Isolasi Selulosa
Isolasi selulosa bertujuan untuk memisahkan lignin dan hemiselulosa dari selulosa dengan cara serbuk limbah kulit pisang sebanyak 5 g diberikan larutan NaOH 10% 5 ml kemudian dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu, NaOH dibuang dan serbuk limbah kulit pisang tersebut disaring dengan menggunakan penyaring agar
Limbah kulit pisang
Dicuci dengan air hingga bersih kemudian dikeringkan
Limbah kulit pisang yang telah dikeringkan
Serbuk limbah kulit pisang
Dipotong potong menjadi bagian- bagian yang kecil kemudaian dihaluskan dengan blender Mulai
Selesai
31
siap digunakan ke tahap selanjutnya. Adapun tahapan proses pada isolasi selulosa tersebut dapat terlihat pada Gambar 3.2
Gambar 3.2 Diagram alir isolasi selulosa
3. Bleaching
Pada proses ini, serbuk limbah kulit pisang sebanyak 5 g tersebut diberikan larutan H2O2 10% kemudian dibiarkan selama 24 jam. Setelah itu, larutan H202
tersebut dibuang dan dipisahkan dari saerbuk limbah kulit pisang. Lalu, serbuk limbah kulit pisang tersebut dicuci dengan aquades hingga warnanya memutih dan phnya netral. Adapun tahapan dari proses bleaching tersebut dapat terlihat seperti pada Gambar 3.3
Serbuk limbah kulit pisang
Dicampurkan dengan larutan NaOH 10%, di strirer, dan didiamkan selama 24 jam
Serbuk imbah kulit pisang yang terbebas oleh lignin dan
hemiselulosa Mulai
Selesai
32
Gambar 3.3 Diagram alir bleaching
4. Isolasi Nanoselulosa
Proses yang digunakan pada tahapan ini yaitu proses hidrolisis asam dengan cara mengeringkan serbuk limbah kulit pisang terlebih dahulu di dalam oven pada suhu ruangan. Setelah serbuk limbah kulit pisang tersebut kering, kemudian ditimbang pada neraca analitik untuk mengetahui berat sampel setelah diberi perlakuan pada tahapan-tahapan sebelumnya. Setelah itu, serbuk limbah kulit pisang diperikan larutan H2S04 dengan variasi konsentrasi 5%, 10%,15%, dan 20%. Lalu, dimasak dalam waterbath selama 3,5 jam pada suhu 50 ℃. kemudian., dinetralkan dengan centrifuge hingga phnya menjadi netral. Setelah itu, sampel
Serbuk Limbah kulit pisang yang terbebas oleh lignin dan
hemiselulosa
Dicampurkan dengan larutan H2O2 10%, dan didiamkan selama 24 jam, dicuci dengan aquades hingga memutih dan phnya netral Serbuk selulosa berwarna
putih Mulai
Selesai
33
tersebut di masukkan ke dalam ultrasonic cleaner untuk membersihkan sampel dari bakteri. Kemudian sampel di oven dengan suhu 20-40℃ hingga kering.
Setelah itu, tumbuk sampel hingga hancur dengan menggunakan mortar untuk di karakterisasi. Adapun tahapan dari proses isolasi nanoselulosa tersebut dapat terlihat seperti pada (Gambar 3.4).
Gambar 3.4 Diagram alir isolasi nanoselulosa 5. Karakterisasi Sampel
Setelah proses isolasi nanoselulosa selesai dan menghasilkan serbuk nanoselulosa yang telah kering, proses selanjutnya adalah mengkarakterisasi serbuk nanoselulosa tersebut dengan menggunakan XRD dan SEM.
Serbuk selulosa berwarna putih
Dikeringkan dengan oven dengan suhu 20-40℃, ditimbang
Serbuk kering
Dicampur dengan H2SO4 5% , dipanaskan selama 3,5 jam dengan suhu 50 ℃, didiamkan selama 24 jam, dicuci dengan centrifuge hingga phnya netral, dibersihkan dengan ultrasonic cleanerdikeringkan dengan oven dengan suhu 20-40℃
Mulai
Selesai
45
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut 1. Hasil analisis XRD nanoselulosa pada limbah kulit pisang kepok dengan
metode hidrolisis asam pada konsentrasi 5%, 10%, 15% , dan 20%
menghasilkan ukuran Kristalit nanoselulosa dengan kisaran 1,71 nm hingga 1,98 nm
2. Hasil analisis XRD nanoselulosa pada limbah kulit pisang kepok dengan metode hidrolisis asam pada konsentrasi 5%, 10%, 15% , dan 20%
menghasilkan indeks kristalinitas yang telah dihitung dengan rumus Segal senilai 53.48% hingga 56.47% .
3. konsentrasi asam yang paling tinggi dan didiamkan dalam waktu semalaman dapat merusak struktur kristalin pada selulosa sehingga bagian kristalin ikut hancur dan larut bersama bagian amorf pada selulosa yang kemudian ikut terbuang bersama larutan asam sulfat (H2SO4) dapat mempengaruhi indeks kristalinitas pada pembuatan nanoselulsosa.
4. Analisis SEM pada pembuatan nanoselulosa pada kulit pisang kepok dengan konsentrasi 5% menghasilkan gambar struktur seperti gumpalan yang tidak teratur seratnya tidak terlihat karena menggunakan perbesaran 10.000x
46
B. Saran
Pada penelitan selanjutnya disarankan agar menstrerilkan alat dan bahan yang akan digunakan terlebih dahulu agar tidak terkontantaminasi oleh partikel-partikel lain sehingga tidak mempengaruhi proses jalannya penelitian dan ada baiknya jika analisis SEM digunakan pada semua konsentrasi yang dipakai pada penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Aguiar, R., Costa, F., Rocha,, B. N., Estevinho, dan Santos, L. (2017). Design of microparticles containing natural antioxidants: Preparation, characterization and controlled release studies. Powder Technology, vol. 313, pp. 287-292.
Ataide, J. A., Carvalho, N. M., Rebelo, M., Chaud, M. V., dan Groto, D. (2017).
Bacterial nanocellulose loaded with bromelain: Assessment of antimicrobial, antioxidant and physical-chemical properties. Scientific reports, vol. 7, no. 1, pp. 1-9.
Bharimalla, S., Deshmukh, P., Patil, G dan Nadanathangam. (2015). "Energy Efficient Manufacturing of Nanocellulose by Chemo- and Bio-Mechanical Processes: A Review," World Journal of Nano Science and Engineering. vol. 5, pp. 204-212.
Bakar, N. F. A., Rahman, N. A., Mahadi, M. B., Zuki, S. A. M., Amin, K. N. M., Wahab, M. Z., & Lenggoro, I. W. (2021). Nanocellulose from oil palm mesocarp fiber using hydrothermal treatment with low concentration of oxalic acid. Materials Today: Proceedings, vol. 48, pp. 1899–1904.
Bacha, E. G. (2022). Response Surface Methodology Modeling, Experimental Validation, and Optimization of Acid Hydrolysis Process Parameters for Nanocellulose Extraction. South African Journal of Chemical Engineering pp.
176–185.
Bacsik, Z., Mink, J., dan Keresztury, G. 2004. FTIR Spectroscopy of the Atmosphere.
I. Principles and Methods. Apllied Spectroscopy Reviews. vol. 39, No.3, pp. 295- 363
Bismarck, A., Mishra, S., Lampke, T., (2005). Plant Fibers as Reinforcement for Green Composites. In: Mohanty, A.K., Misra, M., dan Drzal, L.T. (Ed.), Natural Fibers, Biopolymer, and Biocomposites. CRC Press Tailor and Francis group, Boca Raton. pp. 37-108.
Casanova, F., Pereira, C. F., Ribeiro, A. B., Freixo, R., Costa, E., Pintado, M. E., Fernandes, J. C., dan Ramos, Ó. L. (2021). Novel micro-and nanocellulose-based delivery systems for liposoluble compounds. Nanomaterials, Vol. 11, No. 10, pp.
1–41.
Casey, P.J. 1980. Pulp and Paper, Chemistry and Chemical Technology Vol. 1:
Pulping and Paper Making. The Wiley Intersince Publisher, Inc., New York. Pp.
325.
Chapman, J. N., (1984). The investigation of magnetic domain structures in thin foils by electron microscopy. J. Phys., D17, pp. 623-647.
Cherian, B. M., Leão, A. L., de Souza, S. F., Thomas, S., Pothan, L. A., dan Kottaisamy, M. (2010). Isolation of nanocellulose from pineapple leaf fibres by steam explosion. Carbohydrate Polymers, 81(3), 720–725.
Cohen, M., (1968) Recent developments in Lorentz electron microscopy, IEEE Trans.
Mag., MAG4, 1, pp. 48-50.
Cullity B.D. (1977). Element of X-Ray Diffraction second edition. Addison Wesley Publishing Company, Inc, California. Pp. 3, 4, 82.
De Souza, H., Fernandes, R., Borges., Soraia., Campelo., Pedro., Viana, L., Lago, A., Botrel, D. (2018). Utility of Blended Polymeric Formulations Containing Cellulose Nanofibrils for Encapsulation and Controlled Release of Sweet Orange Essential Oil. Food and Bioprocess Technology. 11. 10.1007/s11947-018-2082- 9.
Fisher, R. D., and Blades, J. D., (1972). Recording gap fields by Lorentz shadowgraphs and characteristics of single crystal MnZn ferrites. IEEE Trans.
Mag., MAG8, 2, pp. 232-238.
Francesca, S, Teresa, M. P. P., Tiziana E., Pasquale, D. G., Paola, R, Giacomo, P., Maria, R., Lauro, R. P., Aquino. (2014). Microencapsulation by spray drying of Lannea microcarpa extract: Technological characteristics and antioxidant activity. Journal of Pharmacy & Pharmacognosy Research, vol. 2, no. 4, pp.
100-109.
Fritz, C., Jeuck, B., Salas, C., Gonzalez, R., Jameel, H dan Rojas, O. (2015)
"Nanocellulose and proteins: exploiting their interactions for production, immobilization, and synthesis of biocompatible materials," in Cellulose Chemistry and Properties: Fibers, Nanocelluloses and Advanced Materials: Springer, , pp. 207-224.
Gong, J., Li, J., Xu, J., Xiang, Z., & Mo, L. (2017). Research on cellulose nanocrystals produced from cellulose sources with various polymorphs. RSC Advances, 7(53), 33486–33493
Lavicoli, V. Leso, D. H. Beezhold, dan Shvedova. (2017). Nanotechnology in agriculture: Opportunities, toxicological implications, and occupational risks.
Toxicology and applied pharmacology, vol. 329, pp. 96-111.
Ibáñez, N. M. Sanchez-Ballester, and M. A. Blázquez, (2020). Encapsulated Limonene: A Pleasant Lemon-Like Aroma with Promising Application in the Agri-Food Industry. A Review, Molecules, vol. 25, no. 11, p. 2598.
Jonoobi, M., Oladi, R., Davoudpour, Y., & Oksman, K. (2015). Different preparation methods and properties of nanostructured cellulose from various natural resources and residues : a review Different preparation methods and properties of nanostructured cellulose from various natural resources and residues : a review. February
Kabenge, I., Omulo, G., Banadda, N., Seay, J., Zziwa, A., & Kiggundu, N. (2018).
Characterization of Banana Peels Wastes as Potential Slow Pyrolysis Feedstock.
Journal of Sustainable Development. Vol. 11, No. 2, pp. 14.
Kim, J. H., Shim, B. S., Kim, H. S., Lee, Y. J., Min, S. K., Jang, D., Abas, Z., dan Kim, J. (2015). Review of nanocellulose for sustainable future materials.
International Journal of Precision Engineering and Manufacturing - Green Technology. Vol. 2, No. 2, pp. 197–213.
Klemm, D. (1998). Regiocontrol in Cellulose Chemistry: Principles and Examples of Etherification and Esterification. ACS Symposium Series, Vol. 688, pp 19-37.
Klemm, D., Cranston, E. D., Fischer, D., Gama, M., Kedzior, S. A., Kralisch, D., Kramer, F., Kondo, T., Lindström, T., Nietzsche, S., Petzold-Welcke, K., dan Rauchfuß, F. (2018). Nanocellulose as a natural source for groundbreaking applications in materials science: Today’s state. Materials Today. Vol. 2, No.7, pp. 720–748.
Lin, N., dan Dufresne, A. (2014). Nanocellulose in biomedicine: Current status and future prospect. European Polymer Journal, 59, 302–325.
Mat Zain, N. F. (2014). Preparation and Characterization of Cellulose and Nanocellulose From Pomelo (Citrus grandis) Albedo. Journal of Nutrition &
Food Sciences. Vol. 5, No. 1. Pp. 10–13.
Moon, R. J., Martini, A., Nairn, J., Simonsen, J., & Youngblood, J. (2011). Cellulose nanomaterials review: Structure, properties and nanocomposites. In Chemical Society Reviews (Vol. 40, Issue 7)
Nicolet, T. (2001). Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry. Thermo Nicolet Corporation. USA.
Ningtyas, K. rimadhanti, Muslihudin, M., & Sari, I. N. (2020). Sintesis Nanoselulosa dari Limbah Hasil Pertanian dengan Menggunakan Variasi Konsentrasi Asam.
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan, 20(2), 142–147.
Nishiyama, Y., Sugiyama, J., Chanzy, H., & Langan, P. (2002). Crystal Structure and Hydrogen-Bonding System in Cellulose Iβ from Synchrotron X-ray and Neutron Fiber Diffraction. Journal of the American Chemical Society, 124(31), 9074–
9082.
Nishiyama, Y., Sugiyama, J., Chanzy, H., & Langan, P. (2003). Crystal Structure and Hydrogen Bonding System in Cellulose Iα from Synchrotron X-ray and Neutron Fiber Diffraction. Journal of the American Chemical Society, 125(47), 14300–
14306.
Novi Sylvia, Meriatna, & H. (2015). Jurnal Teknologi Kimia Unimal Jurnal Teknologi Kimia Unimal Kinetika Hidrolisa Kulit Pisang Kepok Menjadi Glukosa Menggunakan Katalis Asam Klorida. A. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. Vol. 4, No. 2. Pp. 51–65.
Novianti, P., & Setyowati, W. A. E. (2016). Pemanfaatan Limbah Kulit Pisang Kepok Sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas Alami Dengan Metode Pemisahan Alkalisasi. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains. Pp. 459–466.
Nugraha, A. B., Nuruddin, A., & Sunendar, B. (2021). Isolasi Nanoselulosa Terkarboksilasi dari Limbah Kulit Pisang Ambon Lumut dengan Metode Oksidasi. Journal of Science and Applicative Technology. Vol. 5 , No. 1 . Pp 236–244.
Phanthong, P., Reubroycharoen, P., Hao, X., Xu, G., Abudula, A., dan Guan, G.
(2018). Nanocellulose: Extraction and application. Carbon Resources Conversion. Vol. 1, No. 1. Pp. 32–43.
Reed, S. J. B. (1993). Electron Microprobe Analysis and Scanning Electron Microscopy in Gelology. Florida: Cambridge University Press. Pp. 23-24.
Scherrer, P. (1918). Bestimmung der Grosse und der inneren Struktur von Kolloidteilchen mittels Rontgenstrahlen. Ges. Wiss. Gottingen 26.