Menurut Pintrich (1995), pembelajaran mandiri adalah cara aktif siswa belajar secara individu untuk mencapai tujuan akademik dengan cara mengendalikan perilaku, memotivasi diri dan menggunakan kemampuan kognitifnya dalam belajar. Pendapat serupa juga disimpulkan oleh Aziz (2009) bahwa self-regulated learning merupakan kemampuan yang memerlukan upaya aktif siswa untuk mengatur dan mengarahkan metakognisi, motivasi, dan perilakunya dalam kegiatan belajar. Zimmerman (1989) menyatakan bahwa pembelajaran mandiri didasarkan pada upaya aktif siswa yang melibatkan metakognisi dan motivasi.
Menurut Zimmerman (1989), self-regulated learning terdiri dari tiga aspek, antara lain: metakognisi, motivasi, dan perilaku. Apabila ketiga komponen tersebut dimanfaatkan secara tepat maka akan mampu mendorong kemandirian belajar sehingga dapat meningkatkan kinerja dan aktivitas belajar siswa. Pengembangan self-regulated learning didasarkan pada teori kognitif sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura pada tahun 1986 hingga 2001.
Zimmerman (1989) mengatakan bahwa pengetahuan umum dalam self-regulated learning adalah pengetahuan tentang strategi dan prosedur dalam belajar, serta pengetahuan tentang mengapa dan kapan menggunakan strategi tertentu. Siswa yang mampu melakukan self-regulated learning dapat memilih strategi yang tepat dan mengetahui kapan harus menggunakan strategi pembelajaran tersebut sehingga siswa dapat mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
Strategi Self-Regulated Learning
Siswa memiliki inisiatif untuk mencoba mencari informasi di luar sumber sosial ketika menyelesaikan tugas. Siswa berusaha mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu agar dapat belajar lebih baik. Siswa mengatur atau membayangkan imbalan dan hukuman atas kelulusan atau kegagalan tugas atau ujian.
Ketika dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan tugas yang dihadapi, siswa meminta bantuan teman sebayanya. Sebelum mengikuti tujuan, siswa meninjau kembali catatannya sehingga mengetahui topik apa yang akan diujikan. Zimmerman (1990) mengatakan bahwa self-regulated learning merupakan konsep bagaimana seseorang menjadi pengatur aktivitas belajarnya sendiri.
Dukungan Sosisal
Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan sosial sangat diperlukan untuk berhubungan dengan orang lain agar dapat bertahan hidup di masyarakat. Dukungan sosial didefinisikan oleh House (dalam, Smet 2004) sebagai transaksi interpersonal yang melibatkan satu atau lebih aspek yang terdiri dari dukungan emosional, apresiasi, instrumental dan informasional. Menurut Sarafino (2002), dukungan yang diterima seseorang dari orang lain dapat disebut dengan dukungan sosial.
Menurut Canavan dan Dolan (2000), dukungan sosial dapat diterapkan pada lingkungan keluarga, misalnya orang tua. Dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial orang tua adalah dukungan yang diberikan orang tua kepada anaknya, baik yang bersifat emosional, apresiatif, instrumental, informasional maupun kelompok. Dukungan orang tua merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yang memegang peranan penting pada saat anak memasuki masa remaja.
Aspek-aspek Dukungan Sosial
Dukungan instrumental yang dimaksud adalah penyediaan barang dan jasa yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan praktis dalam pekerjaan. Bantuan tersebut dapat berupa bantuan seperti pemberian pinjaman barang/uang dan berupa bantuan pekerjaan apabila ditemui permasalahan dalam pekerjaan. Dukungan informasional ini meliputi pemberian nasehat, petunjuk, masukan atau umpan balik yang diperoleh dari orang lain agar individu dapat membatasi permasalahannya dan berusaha mencari cara untuk menyelesaikan permasalahannya serta berusaha mencari cara untuk menyelesaikan permasalahannya.
Informasi yang diberikan oleh orang-orang terdekat, misalnya atasan dan rekan kerja di kantor, seharusnya bisa lebih memotivasi karyawan dalam bekerja, terutama dalam meraih kesuksesan. Ikatan hubungan yang dapat diandalkan merupakan jaminan atau kepastian bahwa anak akan dapat mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam segala keadaan. Integrasi sosial adalah perasaan menjadi bagian dari keluarga dimana orang tua hadir dan dimana mereka berbagi minat dan aktivitas.
Kemungkinan pengasuhan (kemungkinan pertolongan) merupakan rasa tanggung jawab orang tua pada anak terhadap kesejahteraan anak. Dukungan apresiatif meliputi ekspresi positif rasa hormat (pengakuan) terhadap individu, dorongan untuk maju, perbandingan positif individu dengan individu lainnya. Dukungan informasional melibatkan pemberian nasihat, bimbingan dan saran atau umpan balik yang diperoleh dari orang lain tentang bagaimana seseorang berperilaku.
Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini aspek dukungan sosial mengacu pada transaksi interpersonal, dalam hal ini orang tua dalam memberikan perhatian, kasih sayang dan penghargaan ketika memberikan dukungan dan bantuan. Dukungan sosial yang dimaksud terdiri dari keterikatan (afeksi), kepastian harga diri. pengakuan/penghargaan), bimbingan (guidance), aliansi yang dapat diandalkan (ikatan hubungan yang dapat diandalkan), integrasi sosial (social integrasi) dan kesempatan untuk memberikan pengasuhan (kesempatan untuk dibantu).
Kecerdasan Emosional
- Pengertian Kecerdasan Emosional
- Komponen Kecerdasan Emosional
- Faktor-faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosional
- Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
- Ciri-Ciri Kecerdasan Emosional
- Ranah Kecerdasan Emosional
Menyadari keterampilan dan pengetahuan kecerdasan emosional yang dimiliki siswa akan berdampak pada keberhasilan belajar. Situasi sebaliknya akan terjadi pada siswa dengan IQ rata-rata, tetapi dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini terjadi (menurut Fernandez, 2008) disebabkan oleh kurangnya pengembangan kecerdasan emosional sehingga membuat siswa kurang mampu mengembangkan keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial citra diri. kontrol.
Kecerdasan emosional memungkinkan pemahaman yang lebih dalam dan intens tentang diri sendiri dan orang lain. Kecerdasan emosional memerlukan evaluasi emosi untuk belajar mengenali dan menghargai emosi dalam diri sendiri dan orang lain, serta merespons secara tepat dan menggunakan energi emosional secara efektif dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini kita dapat memahami bahwa pengendalian diri merupakan aspek terpenting dari kecerdasan emosional.
Kecerdasan emosional mencakup empat bidang utama, yaitu: kemampuan mengenali emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan berusaha menciptakan keseimbangan antara dirinya dan lingkungannya, mengupayakan kebahagiaan dirinya sendiri, memantau perasaan dan emosi pada dirinya dan orang lain. Seseorang yang memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi tanpa kecerdasan emosional yang tinggi biasanya cenderung menarik diri dan terkesan.
Klasifikasi kecerdasan emosional terdiri dari instruksi individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari, yang menurut Goleman (2000) meliputi: a. Sering dikatakan bahwa inilah dasar dari kecerdasan emosional, seseorang dapat mengenali emosinya sendiri jika memiliki kepekaan yang tinggi. Lebih lanjut Sawaf (dalam Goleman, 2000) menyatakan bahwa kecerdasan emosional tidak berasal dari refleksi intelektual yang jarang digunakan, melainkan dari hati manusia.
Motivasi diri (self-motivation) ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana, individu yang memiliki kecerdasan emosional tinggi akan mampu memotivasi dirinya menuju tujuan, membantu diri sendiri/berinisiatif, dan bertindak sangat efektif agar selamat dari kegagalan dan prestasi. Bidang kecerdasan emosional ini juga mempunyai keterkaitan dengan apa yang sering disebut keterampilan interaksi. Berdasarkan penjelasan para ahli sebelumnya dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional dalam penelitian adalah kemampuan siswa dalam menggunakan emosi secara efektif dalam mengungkapkan dan memahami perasaan, dalam mengelola perasaannya, dalam membina hubungan positif dengan orang lain, pertama-tama didasarkan pada kecerdasan emosional. pada kesadaran diri. ), pengaturan diri, motivasi diri dan hubungan yang efektif.
Hubungan antara Dukungan Sosial dan Kecerdasan Emosi dengan Self Regulated Learning
Salah satu hal yang dapat mempengaruhi faktor individu self-regulated learning adalah kecerdasan emosional dan faktor lingkungan, termasuk dukungan sosial orang tua. Siswa yang memiliki keterampilan emosional yang berkembang dengan baik kemungkinan besar akan sukses dalam hidup dan memiliki motivasi untuk berprestasi. Siswa dengan kecerdasan emosional yang baik mampu segera menghilangkan emosi negatif, seperti rasa malas belajar sebagai salah satu bentuk emosi negatif, untuk diubah menjadi emosi positif untuk kemajuannya.
Berdasarkan pendapat bahwa dukungan sosial orang tua erat kaitannya dengan sikap siswa terhadap tujuan pendidikan. Kecerdasan emosional merupakan sikap positif yang menyangkut penyesuaian diri siswa dan pengaturan internal terhadap kondisi dan situasi, keadaan sosial, kondisi fisik, dan keadaan psikis. Siswa yang mendapat dukungan sosial dari orang tuanya akan merasa bangga pada dirinya sendiri (atas prestasi dan kreativitasnya), mempunyai rasa percaya diri yang kuat, citra diri yang positif (karena diterima oleh teman sejawat dan lingkungannya), mempunyai semangat juang yang besar dan mempunyai semangat juang yang tinggi. keadaan psikologis yang stabil.
Berkaitan dengan hal tersebut, self-regulated learning menjadi ciri kepribadian siswa dan menjadi pedoman agar unggul dalam mencapai tujuan. Siswa berlomba-lomba untuk meningkatkan kinerja pribadinya, bukan sekedar mendapatkan imbalan atas keberhasilannya. Dengan latar belakang tersebut dapat dikatakan bahwa dukungan sosial orang tua dan kecerdasan emosional siswa akan memberikan prestasi akademik yang tinggi serta dapat meningkatkan harkat dan martabat almamater dan alumni.
Namun siswa juga menginginkan pujian atau masukan dari orang tua dan lingkungan sosial atas prestasi dan prestasinya terutama dalam hal kemajuan akademik dapat lebih optimal sehingga siswa dapat lebih mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Berikut ini dinamika pengaruh antara dukungan sosial orang tua terhadap kecerdasan emosional dan pembelajaran mandiri digambarkan dengan bantuan diagram yang dapat memperjelas situasi. Penjelasan yang diberikan meliputi pendapat dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli tersebut di atas mengenai dukungan sosial orang tua, kecerdasan emosional, dan self-regulated learning.
Adanya hubungan tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi dukungan sosial orang tua dan kecerdasan emosional yang dimiliki siswa akan mempengaruhi tingginya tingkat self-regulated learning yang dimiliki siswa dalam belajar.
Penelitian yang Relevan
Penelitian tentang hubungan dukungan sosial orang tua dengan motivasi belajar pada mahasiswa fakultas psikologi UMA (Haryani, 2013). Sampel penelitian ini adalah 329 mahasiswa Fakultas Psikologi UMA angkatan 2011 yang kemudian dikelompokkan berdasarkan karakteristik 139 mahasiswa yang tinggal bersama orang tuanya. Hal ini dapat diartikan sebagai dukungan sosial orang tua memberikan makna terhadap motivasi belajar mahasiswa Fakultas Psikologi UMA.
Penelitian ini dilakukan di SD Al Falah Tropodo 2 Sidoarjo Kelas V yang berjumlah 30 siswa dan SD Negeri Kepuh Kuncian I Sidoarjo Kelas V yang berjumlah 50 siswa dari 2 kelas di Jawa Timur. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan self-regulated learning antara SD Alfalah Tropodo 2 yang menggunakan pendidikan karakter dengan SD Negeri Kepuh Kuncian I yang menggunakan pendidikan konvensional dengan pengendalian kecerdasan emosional. Sekolah yang menerapkan pendidikan karakter mempunyai kemampuan belajar berdasarkan pengaturan diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah konvensional.
Hipotesis