• Tidak ada hasil yang ditemukan

Senyawa Kimia dan Manfaatnya dalam Bahan Alam

N/A
N/A
Siti Anggraini

Academic year: 2024

Membagikan "Senyawa Kimia dan Manfaatnya dalam Bahan Alam"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan hayati yang beraneka ragam dan memiliki manfaat bagi kehidupan. Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia memungkinkan saat ditemukannya berbagai jenis senyawa kimia. Beberapa diantara senyawa kimia telah banyak ditemukan dapat membantu perkembangan kimia organik bahan alam (Supratman, 2008).

Keanekaragaman hayati Indonesia yang menjadikannya sebagai lahan utama bagi mereka yang mengembangkan penemuan berbagai senyawa kimia yang ditemukan di alam. Hal ini memerlukan penelitian khusus untuk melakukan isolasi senyawa kimia yang terkandung pada bahan alam tertentu. Kandungan senyawa kimia dalam bahan alam tertentu dapat digunakan dalam bidang kesehatan.

Berbagai tumbuhan dapat dijadikan sebagai sumber obat seperti kelompok sayur- sayuran, buah-buahan dan bunga-bungaan serta tumbuhan liar (Isa, 2008).

Tanaman merupakan gudang atau tempat penyimpanan bahan kimia terbesar, dimana ada ribuan jenis senyawa kimia yang terkandung didalam tanaman, namun sampai dengan saat ini masih begitu banyak peranan dan fungsi dari senyawa-senyawa kimia ini yang belum terungkap seluruhnya. Senyawa- senyawa kimia tersebut memiliki bioaktivitas yang sangat beragam, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat dalam industri farmasi, pembuatan peptisida alami dan sebagai hormon pertumbuhan pada tanaman (Sianturi, 2001).

Dalam dunia farmasi, mahasiswa dituntut untuk mempelajari ilmu tumbuh- tumbuhan yaitu fitokimia. Fitokimia adalah ilmu yang mempelajari berbagai senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh tumbuhan, yaitu tentang struktur kimia, biosintetis, perubahan dan metabolisme, penyebaran secara alami dan fungsi biologis dari senyawa organik. Fitokimia atau kadang disebut fitonutrien, dalam arti luas adalah segala jenis zat kimia atau nutrien yang diturunkan dari sumber tumbuhan, termasuk sayuran dan buah-buahan. Dalam

(2)

2 penggunaan umum, fitokimia memiliki definisi yang lebih sempit (Hanafiah, 2009).

Tumbuhan merupakan salah satu komponen terbesar dengan berbagai keanekaragamannya yang di miliki oleh alam. Tumbuhan memiliki peranan yang jauh sangat penting. Pada komunitas flora sendiri, terdapat berbagai macam klasifikasi tersendiri. Seperti tumbuhan yang familiar karena peranannya sebagai bahan makanan untuk kelangsungan hidup manusia, hingga tumbuhan yang bahkan tak dikenal sama sekali, bukan karena tidak memiliki manfaat tetapi karena pengetahuan tentang manfaatnya yang sangat minim di kalangan masyarakat. Beberapa dekade ini, pemanfaatan tumbuhan sebagai pengobatan penyakit semakin marak ditindak lanjuti.

Hal yang lebih mencengangkan adalah bahwa tumbuhan yang pada dasarnya tidak memilki keterkaitan erat dengan kehidupan manusia justru muncul sebagai obat herbal untuk penanganan penyakit. Sebut saja kulit batang pisang dalam menghentikan pendarahan pada luka, atau getah pohon jarak dalam hal yang sama misalnya, pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisioanal telah digunakan secara turun temurun oleh masyarakat berdasarkan pengalaman (Hanafiah, 2009).

Sirih hijau (Piper betle L.) termasuk jenis tumbuhan perdu merambat dan bersandarkan pada batang pohon lain, batang berkayu, berbuku-buku, beralur, warna hijau keabu-abuan, daun tunggal, bulat panjang, warna hijau, perbungaan bulir, warna kekuningan, buah buni, bulat, warna hijau keabu-abuan (Damayanti dkk, 2006). Tanaman ini panjangnya mampu mencapai puluhan meter. Bentuk daunnya pipih menyerupai jantung, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun tipis. Permukaan daun warna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau tembelek atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berbuku-buku. Daun sirih yang subur berukuran lebar antara 8-12 cm dan panjangya 10-15 cm (Damayanti dkk, 2006).

Daun sirih hijau dapat digunakan sebagai antibekteri karena mengandung 4,2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol, caryophyllen (sisquiterpene), kavikol, kavibetol, estragol, dan terpen (Hermawan dkk, 2007).

(3)

3 Komponen utama minyak atsiri terdiri dari fenol dan senyawa turunannya. Salah satu senyawa turunan itu adalah kavikol yang memiliki daya bakterisida lima kali lebih kuat dibandingkan fenol. Daya antibakteri minyak atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) disebabkan adanya senyawa kavikol yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri. Flavonoid selain berfungsi sebagai antibakteri dan mengandung kavikol dan kavibetol yang merupakan turunan dari fenol yang mempunyai daya antibektri lima kali lipat dari fenol biasa terhadap Staphylococcus aureus. Estragol mempunyai sifat antibakteri, terutama terhadap Shigella sp.

Monoterpana dan seskuiterpana memiliki sifat sebagai antiseptik, anti peradangan dan antianalgenik yang dapat membantu penyembuhan luka (Zahra dan Iskandar, 2007).

1. 2 Tujuan PKL

1. Mengetahui tekhnik pembuatan simplisia dalam bentuk serbuk dan haksel.

2. Mengetahui tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan obat.

3. Mensosialisasikan keunggulan dari obat tradisional kepada masyarakat sebagai alternatif utama dalam penyembuhan penyakit.

1.3 Manfaat PKL

Berdasarkan latar belakang percobaan ini diharapkan:

1. Mahasiswa mampu mengetahui tekhnik pembuatan simplisia dalam bentuk serbuk dan haksel.

2. Mahasiswa mampu mengetahui tanaman yang dapat dijadikan sebagai bahan obat.

3. Masyarakat mampu mengetahui keunggulan dari obat tradisional sebagai alternatif utama dalam penyembuhan penyakit.

(4)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

2.1.1 Tumbuhan

Tumbuhan merupakan salah satu mahkluk hidup yang terdapat di alam semesta. Selain itu tumbuhan adalah mahkluk hidup yang memiliki daun, batang, dan akar sehingga mampu menghasilkan makanan sendiri dengan menggunakan klorofil untuk menjalani proses fotosintesis. Bahan makanan yang dihasilkannya tidak hanya dimanfaatkan untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk manusia dan hewan. Bukan makanan saja yang dihasilkannya, tetapi tumbuhan juga dapat menghasilkan Oksigen (O₂) dan mengubah Karbondioksida (CO₂) yang dihasilkan oleh manusia dan hewan menjadi Oksigen (O₂) yang dapat digunakan oleh mahkluk hidup lain (Ferdinand, 2009).

2.1.2 Fitokimia

Fitokimia atau kimia tumbuhan berkaitan erat dengan organik bahan alam dari biokimia tumbuhan. Kemajuan fitokimia sangat dibantu dengan metode penjaringan untuk menjaring tumbuhan sehingga diperoleh senyawa yang khas.

Setiap gugus senyawa, atom memiliki keanekaan dan jumlah struktur molekul yang banyak dan tidak sama. Hal tersebut yang membuat metode identifikasi senyawa kimia berbeda antara fitokimia, kimia organik dan sintesis organik (Harborne, 1987).

Fitokimia merupakan kajian ilmu yang mempelajari sifat dan interaksi senyawa kimia metabolit sekunder dalam tumbuhan. Keberadaan metabolit sekunder ini sangat penting bagi tumbuhan untuk dapat mempertahankan dirinya dari makhluk hidup lainnya, mengundang kehadiran serangga untuk membantu penyerbukan dan lain-lain. Metabolit sekunder juga memiliki manfaat bagi makhluk hidup lainnya. (Tatang Shabur, 2019).

Analisis fitokimia merupakan bagian dari ilmu farmakognosi yang mempelajari metode atau cara analisis kandungan kimia yang terdapat dalam tumbuhan atau hewan secara keseluruhan atau bagian-bagiannya, termasuk cara isolasi atau pemisahan (Moelyono, 2005).

(5)

5 Pada tahun terakhir ini fitokimia atau kimia tumbuhan telah berkembang menjadi satu disiplin ilmu tersendiri, ilmu ini berada diantara kimia organik bahan alam dan biokimia tumbuhan, serta berkaitan dengan keduannya. Bidang perhatiannya adalah aneka ragam senyawa organik yang di bentuk dan di timbun oleh tumbuhan, yaitu mengenai struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebaran secara ilmiah dan fungsi biologisnya (Harborne, 1984).

2.1.3 Jamu Pegal Linu

Menurut Permenkes RI No.246/Menkes/Per/v/1990 Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan - bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan sebagai pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional tersedia dalam berbagai bentuk, baik dalam sediaan siap minum ataupun ditempelkan pada permukaan kulit. Tetapi saat ini belum tersedia dalam bentuk suntikan atau aerosol. Dalam bentuk sediaan obat, obat tradisional tersedia dalam bentuk serbuk, kapsul, tablet, larutan maupun pil.

Jamu pegel linu merupakan salah satu produk obat tradisional yang banyak diminati oleh masyarakat. Jamu pegel linu ini diyakini dapat menghilangkan pegel linu, capek, nyeri otot dan tulang, memperlancar peredaran darah, memperkuat daya tahan tubuh dan menghilangkan sakit seluruh badan.

Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia, Nomor: HK.00.05.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, obat tradisional dibagi menjadi 3 katerogi, yaitu:

a. Jamu adalah obat tradisional Indonesia berdasarkan data empiris dan tidak memerlukan pembuktian ilmiah sampai dengan klinis. Akan tetapi, tetapi harus memenuhi kriteria keamanan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan, khasiatnya telah terbukti berdasarkan data empiris serta harus memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jamu umumnya terdiri dari 5-50 tanaman obat dalam serbuk, pil, minuman ataupun cairan dari beberapa tanaman. Contohnya:

Jamu Nyonya Mener, Antangin dan Kuku Bima Gingseng (Rahayuda, 2016).

(6)

6 b. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang telah dibuktikan khasiat dan keamanannya secara pra-klinis (terhadap hewan percobaan) dan lolos uji toksisitas akut maupun kronis. OHT dibuat dari bahan yang terstandar seperti ekstrak yang memenuhi parameter mutu serta dibuat dengan cara higienis.

Contohnya: Tolak angina, Diapet, Fitolac dan Lelap (Rahayuda, 2016)

c. Fitofarmaka adalah obat tradisional yang telah teruji khasiatnya melalui uji praklinis (pada hewan percobaan) dan uji klinis (pada manusia) serta terbukti keamanannya melalui uji toksisitas. Uji praklinik sendiri me;liputi beberapa uji, yaitu: uji khasiat dan toksisitas, uji teknologi farmasi untuk menentukan identitas atau bahan baku yang terstandarisasi. Fitofarmaka diproduksi secara higienis, bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan. Contoh: Stimuno, Tensigard, Rheumaneer, X-gra dan Nodiar (Rahayuda, 2016; Satria, 2013).

2.1.4 Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman, atau eksudat tanaman. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan (mineral) adalah simplisia yang berupa bahan pelikan (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Ferdinand, 2009).

Simplisia yang digunakan dalam penelitian ini adalah simplisia nabati dan bagian yang digunakan adalah daun. Pengumpulan daun dilakukan sedapat mungkin pada saat cuaca kering, bila suasana basah akan menurunkan mutu dan warnanya akan hilang dan berubah selama dalam pengeringan (Claus dan Tyler, 1965).

Simplisia terbagi atas tiga golongan:

1. Simplisia Nabati

Simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman.

Eskudat tanaman ialah isi yang spontan keluar dari tanaman atau isi sel yang dikeluarkan dari selnya, dengan cara tertentu atau zat yang dipisahkan dari

(7)

7 tanamannya dengan cara tertentu yang masih belum berupa zat kimia murni (Winarno,1977).

2. Simplisia Hewani

Simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni (Syukur,2004).

3. Simplisia Mineral

Simplisia yang berupa bahan pelican (mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Amin, 2009).

Pembuatan simplisia merupakan proses memperoleh simplisia dari alam yang baik dan memenuhi syarat-syarat mutu yang dikehendaki. Cara pembuatan simplisia ada sebagai berikut:

1. Teknik pengumpulan

Pengumpulan atau panen dapat dilakukan dengan tangan atau menggunakan alat (mesin). Apabila pengambilan dilakukan secara langsung (pemetikan) maka harus memperhatikan keterampilan si pemetik, agar diperolehtanaman/bagian tanaman yang dikehendaki, misalnya dikehendaki daun yang muda, maka daun yang tua jangan dipetik dan jangan merusak bagian tanaman lainnya. misalnya jangan menggunakan alat yang terbuat dari logam untuk simplisia yang mengandung senyawa fenol dan glikosa (Widyaningsih, 2004).

2. Waktu pengumpulan atau panen

Kadar kandungan zat aktif suatu simplisia ditentukan oleh waktu panen, umur tanaman, bagian tanaman yang diambil dan lingkungan tempat tumbuhnya (Widyaningsih, 2004).

Menurut Widyaningsih (2004), pada umumnya waktu pengumpulan sebagai berikut :

a. Daun dikumpulkan sewaktu tanaman berbunga dan sebelum buah menjadi masak, contohnya, daun Athropa belladonna mencapai kadar alkaloid tertinggi pada pucuk tanaman saat mulai berbunga. Tanaman yang berfotosintesis diambil daunnya saat reaksi fotosintesis sempurna yaitu pukul 09.00-12.00.

b. Bunga dikumpulkan sebelum atau segera setelah mekar.

(8)

8 c. Buah dipetik dalam keadaan tua, kecuali buah mengkudu dipetik sebelum

buah masak.

d. Biji dikumpulkan dari buah yang masak sempurna.

e. Akar, rimpang (rhizome), umbi (tuber) dan umbi lapis (bulbus), dikumpulkan sewaktu proses pertumbuhannya berhenti.

3. Pencucian dan Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan- bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Sedangkan Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengalir. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah larut dalm air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin untuk menghindari kehilangan zat lebih banyak (Depkes RI, 1985).

4. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan (Depkes RI, 1985). Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan dan pewadahan setelah dicuci dan dibersihkan dari kotoran atau benda asing, materi/sampel dijemur dulu ±1 hari kemudian dipotong-potong kecil dengan ukuran antara 0,25-0,06 cm yang setara dengan ayakan 4/18 (tergantung jenis simplisia). Pembuatan serbuk simplisia kecuali dinyatakan lain, seluruh simplisia harus dihaluskan menjadi serbuk(4/18). Semakin tipis perajangan maka semakin cepat proses pengeringan kecuali tanaman yang mengandung minyak menguap perajangan tidak boleh terlalu tipis karena menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat aktif. Sebaliknya bila perajangan terlalu tebal pengeringannya lama dan mudah berjamur (Widyaningsih, 2004).

5. Pengeringan

Pengeringan bertujuan agar simplisia tidak mudah rusak karena terurai oleh enzim yang terdapat dalam bahan baku. Enzim yang masih ada dengan adanya air

(9)

9 akan menguraikan bahan berkhasiat yang ada sehingga bahan kimia tersebut rusak, selain itu juga mencegah adanya jamur dan mikroba lain (Koensoemardiyah, 2000).

Pengeringan yang paling baik dilakukan dengan pengaturan suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30⁰C sampai 90⁰C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60⁰C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa yang tidak tahan terhadap panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30⁰C sampai 45⁰C (Depkes RI, 1985). Pengeringan yang dilakukan menggunakan sinar matahari langsung akan menyebabkan terjadinya penguraian bahan berkhasiat. Pelaksanaaan pengaturan pengeringan ditentukan dari bentuk atau bagian bahan yang akan dikeringkan.

Bagian tanaman yang tipis seperti bunga dan daun tidak perlu dipotong, bagian tanaman yang keras seperti biji, akar, batang dan kayu sebaiknya dipotonglebih dahulu (Koensoemardiyah, 2000).

6. Penghalusan

Penghalusan bertujuan untuk memperbesar luas permukaan dan mempercepat ekstraksi jika simplisia ingin dijadikan ekstrak kental ataupun cair (Depkes RI, 1985).

7. Pengepakan dan Penyimpanan

Tujuan pengepakan adalah agar simplisia yang telah jadi dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama dan mutunya tetap terjaga (Depkes RI, 1985).

2.1.5 Herbarium

Herbarium merupakan bukti autentik berupa spesimen tumbuhan yang berfungsi sebagai acuan identifikasi untuk mengenal suatu jenis tumbuhan Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang telah dimatikan dan diawetkan melalui metode tertentu. Dua metode yang digunakan dalam membuat spesimen herbarium, yaitu pengeringan langsung di lapangan dan pengawetan dalam alkohol beberapa lama sebelum dikeringkan Spesimen herbarium yang baik harusnya memberikan informasi yang lengkap yang ada pada tumbuhan yang bersangkutan, dengan kata lain koleksi herbarium harus mengandung semua bagian tumbuhan (Djarwaningsih, 2002 ; Vogel, 1987).

(10)

10 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternatif untuk melindungi keberadaan tumbuhan, dan salah satu pengawetan tumbuhan adalah herbarium Herbarium merupakan spesimen tumbuhan yang telah diawetkan dan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran (Afifah Sudarmin & Widianti, 2014; Dikrullah Rapi & Jamilah, 2018 ; Widhy, 2012)

Herbarium sendiri dalam pembuatannya dapat dijadikan herbarium basah ataupun kering tergantung jenis spesimen yang akan diawetkan. Koleksi herbarium basah disimpan dalam ruang tersendiri yang terpisah dari ruang untuk herbarium kering. Penataan dalam ruang diatur seperti yang dilakukan terhadap koleksi herbarium kering, yaitu dipisah-pisah menurut takson kategori besar, selanjutnya dalam masing-masing takson kategori di bawahnya disusun menurut abjad. Bila herbarium basah itu merupakan bagian dari suatu spesimen, bagian lainnya diproses sebagai herbarium kering (misalnya bunga, buah, atau organ lain yang terlepas dan dianggap perlu untuk tetap dipertahankan dalam koleksi dalam bentuk herbarium basah) (Mertha, 2018).

Spesimen kering pada umumnya telah dipres dan dikeringkan, sedangkan spesimen basah yaitu koleksi yang diawetkan dengan menggunakan larutan tertentu, seperti FAA (larutan yang terdiri dari formalin, alkohol,asam glasial dengan formula tertentu) dan alkohol (Murni dkk, 2015).

Herbarium memiliki dua jenis, yaitu herbarium kering (daun, akar, bunga, batang), dan herbarium basah (buah-buahan).

1. Herbarium Kering

Herbarium kering merupakan material tumbuhan yang telah diawetkan dengan cara dikeringkan atau disebut juga spesimen herbarium kering (Dasuki, 1992; Kartawinata, 1977; Rifai, 1976).

Spesimen tersebut bermanfaat sebagai bahan penunjang pembelajaran dan penelitian, misalnya sebagai sumber informasi pada materi biologi yang membahas flora dan ekologi tumbuhan. Herbarium kering digunakan untuk spesimen yang mudah dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar (Tjitrosopemomo, 1998

; Setyawan dkk, 2005)

(11)

11 2. Herbarium Basah

Herbarium/awetan basah adalah spesimen tumbuhan yang telah diawetkan dan disimpan dalam suatu larutan. Komponen utama yang digunakan dalam pembuatan larutan pengawet itu antara lain adalah alkohol dan formalin. Alkohol memiliki kekurangan yaitu dapat menyebabkan hilangnya warna asli tumbuhan dan juga harga alkohol relatif mahal. Sedangkan formalin lebih murah harganya dibandingkan alkohol. Selain itu, formalin tidak terlalu besar daya larutnya terhadap warna-warna yang terdapat pada tumbuhan (Tjitrosoepomo, 2005).

Kelebihan dari media herbarium/awetan basah yaitu spesimen yang diawetkan tidak kehilangan sifat-sifat aslinya, seperti bentuk, susunan, bahkan warnanya. Selain itu, pembuatan herbarium/awetan basah dapat dilakukan dengan cepat, asalkan larutan pengawet dan wadah sudah tersedia (Tjitrosoepomo, 2005).

2.2 Uraian Tanaman

2.2.1 Klasifikasi tanaman randu menurut Heyne (1987):

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Ceiba

Spesies : Ceiba pentandra (L.) Gaertn.

a. Morfologi

Kapuk randu memiliki ketinggian mencapai 8-30 m dan memiliki batang pohon utama yang cukup besar hingga mencapai diameter 3 m, pada batangnya juga terdapat duri-duri tempel besar yang berbentuk kerucut. Tumbuhan ini tahan terhadap kekurangan air sehingga dapat tumbuh di kawasan pinggir pantai serta lahan-lahan dengan ketinggian 100-800 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan tahunan 1.000-2.500 mm dan suhu dari 20- 27°C (Setiadi dalam Widhianti, 2011). Selain itu kapuk randu dapat tumbuh di atas berbagai macam tanah, dari tanah berpasir sampai tanah liat berdrainase baik, tanah aluvial, sedikit asam sampai Gambar 2.2.1

Randu (Ceiba pentandra (L.)

Gaertn).

(12)

12 netral. Pohon randu dapat juga hidup pada daerah kering dan suhu di bawah nol dalam jangka pendek serta peka terhadap kebakaran (Pratiwi, 2014).

Kapuk randu memiliki daun majemuk menjari, bergantian dan berkerumun di ujung dahan. Panjang tangkai daun 5 -25 cm, merah di bagian pangkal, langsing, dan tidak berbulu. Memiliki 5 – 9 anak daun, lebar 1,5 – 5 cm, lonjong sampai lonjong sungsang, ujung meruncing, dasar segitiga sungsang terpisah satu sama lain, hijau tua di bagian atas dan hijau muda di bagian bawah (Pratiwi, 2014).

Bunga menggantung majemuk, bergerombol pada ranting, hermaprodit, keputih-putihan dan besar. Kelopak bunga berbentuk lonceng, panjang 1 cm dengan 5 – 10 tonjolan pendek, mahkota bunga 3 – 3,5 cm dengan 5 tonjolan. Bunga berwarna putih sampai merah muda, putik dengan bakal buah menunpang, dekat ujung panjang dan melengkung, kepala putik membesar (Heyne, 1987).

b. Kandungan Kimia

Di dalam daun juga terkandung gula pereduksi, saponin, poliuronoid, polifenol, tanin, plobatanin (Asare dan Oseni, 2012), damar, hidrat arang (Hardiati, 1986), dan flavonoid (Marchaban dkk., 1997). Daun mudanya mengandung fenol, alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, phytate, oxalate, trypsin inhibitor, dan hemagglutinin (Friday dkk., 2011). Ekstrak metanol daun randu memiliki aktivitas angiogenesis yang tinggi (Nguyen-Hai Nam., 2001), sedangkan ekstrak etanol pada daun mengandung zat bioaktif seperti gula pereduksi, saponin, poliuronoid, polifenol, tanin, dan plobatanin (Asare dan Oseni, 2012). Efek hypoglycaemic dan hypolipidaemic yang dimiliki oleh daun randu dapat menjadi acuan bahwa daun tanaman Ceiba pentandra berperan penting untuk pengobatan penyakit diabetes dan komplikasinya seperti penyakit jantung koroner (Aloke dkk., 2011).

c. Manfaat

Randu merupakan salah satu tumbuhan tingkat tinggi yang telah diidentifikasi dan digunakan untuk tujuan pengobatan. Kebiasaan tradisional di beberapa daerah, daun randu sudah banyak digunakan untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, jamur, parasit dan gangguan inflamasi (Pratiwi, 2014). Daun randu memiliki khasiat menghilangkan bekas luka dan mengobati panas dalam (Asare dan Oseni, 2012).

(13)

13 Daun randu dapat digunakan untuk mengobati batuk dan diare. Sari daun yang masih muda dipergunakan untuk membantu pertumbuhan rambut. Selain untuk kosmetika, daunnya digunakan untuk obat disentri, kompres mata jika lelah atau panas, obat asma, obat pelarut lendir dan peradangan rektum (Perry, 1980).

Daun mudanya dapat dicampur dengan minyak kelapa sawit untuk mengobati gangguan hati. Pada bidang veteriner, ramuan daunnya digunakan untuk mengobati trypanosomiasis (Elumalai dkk., 2012).

2.2.2 Klasifikasi tanaman Sirih Hutan (Hermiati, 2013) Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliphyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper Aduncum (L) a. Morfologi

Sirih termasuk dalam famili Piperaceae, merupakan jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain, yang tingginya 5-15 meter. Sirih memiliki daun tunggal letaknya berseling dengan bentuk bervariasi mulai dari bundar telur atau bundar lonjong, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk sedikit, ujung daun runcing, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang 5-18 cm, lebar 3-12 cm. Daun berwarna hijau, permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, bau aromatiknya khas, rasanya pedas.Sedangkan batang tanaman berbentuk bulat dan lunak berwarna hijau agak kecoklatan dan permukan kulitnya kasar serta berkerut-kerut (Inayatullah, 2012).

b. Kandungan senyawa

Daun sirih mengandung molekul – molekul bioaktif seperti sponin, tannin, minyak atsiri, flavonoid, dan fenol yang mempunyai kemampuan untuk membantu proses penyembuhan luka serta nutrisi yang dibutuhkan untuk penyembuhan luka melalui peningkatan jumlah pembentukan pembuluh darah kapiler dan sel-sel fibroblast. Molekul bioaktif lain yang mempunyai peran sebagai antimikroba Gambar 2.2.2

Sirih Hutan (Piper Aduncum)(L.)

(14)

14 adalah minyak atsiri. Flavonoid dan fenol berperan sebagai antioksidan yang berfungsi untuk menunda atau menghambat reaksi oksidasi oleh radikal bebas (Negara, et al., 2014).

c. Manfaat

Daun sirih merupakan tumbuhan obat tradisional disekitar kita yang dikenal dengan nama ilmiah Piper Beter L. Sejak sekitar tahun 600 SM, masyarakat tradisional asia dan india menggunakan daun sirih untuk berbagai keperluan mulai dari tata cara adat hingga pengobatan. Masyarakat Indonesia sendiri telah mengenal daun sirih sebagai bahan menginang dan keyakinan bahwa daun sirih dapat menguatkan gigi, menyembuhkan luka-luka kecil di dalam mulut, menghilangkan bau badan menghentikan pendarahan gusi dan sebagai obat kumur (Mutmainnah, 2014).

2.2.3 Klasifikasi tanaman tembelekan menurut (Nuraini, 2014) : Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Class : Dicotyledonae Ordo : Lamiales Familia : Verbenaceae Genus : Lantana

Species : Lantana camara L.

a. Morfologi

Tembelekan merupakan perdu tegak atau setengah merambat. Termasuk anggota famili Verbenaceae yang berasal dari Amerika tropis. Cabangnya memiliki banyak, ranting yang berbentuk segi empat, ada varient yang berduri serta ada yang tidak berduri tinggi 2 m. memiliki bau yang khas. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, ujung meruncing, bergerigi, permukaan atas berambut banyak dan terasa kasar saat diraba (Nuraini, 2014).

Tumbuhan Tembelekan (Lantana camara L.) merupakan tumbuhan yang biasanya tumbuh liar, dapat juga sebagai tanaman hias dan tanaman pagar.

Taumbuhan ini tersebar di daerah tropis. Tempat hidup tanaman ini dapat Gambar 2.2.3 Batang Tembelekan (Lantana camara L.)

(15)

15 ditemukan di tempat terbuka yang langsung terkena sinar matahari. Tanaman tembelekan digunakan sebagi pengusir serangga (Suwertayasa et al., 2013).

Daun tembelekan bersifat pahit, sejuk dan sedikit beracun. Di dalamnya terkandung lantadane A, lantadane B, lantanolic acid dan humule (mengandung minyak asiri). Daun tembelekan mengandung bermacam-macam minyak atsiri, namun yang dimanfaatkan sebagai obat hanya beberapa jenis saja (Nuraini (2014) b. Kandungan Kimia

Tanaman tembelekan (Lantana camara L.) mengandung metabolit sekunder yang dapat berpotensi sebagai antioksidan, diantaranya adalah alkaloid, flavonoid, fenol, steroid dan terpenoid (Mahardhitya, 2018). Badgujar (2017) telah meneliti adanya aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun tembelekan pada sel line kanker manusia dengan metode ekstraksi yang berbeda-beda. Hasil penelitian Mangela (2016) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun tembelekan (Lantana camara L.) memiliki nilai IC50 sebesar 80,96 ppm yang berarti memiliki aktivitas antioksidan kuat setelah diuji menggunakan metode DPPH. Berdasarkan studi literatur, ekstrak metanol tanaman tembelekan (Lantana camara L.) memiliki kandungan senyawa fenolik yang bersifat sebagai antioksidan yang tersebar di daun dan akar dengan nilai IC50 sebesar 40,32 mg/L (Iwan, 2011).

Seluruh ekstrak bunga tanaman tembelekan (Lantana camara L.) memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik yaitu kurang dari 200 ppm, yang mana dilaporkan jika seluruh bahan yang memiliki aktivitas antioksidan kurang dari 200 ppm termasuk kategori antioksidan yang dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan atau sebagai sumber bahan farmasi (Rapael,1991).

c. Manfaat

Manfaat pada tanaman tembelekan sangat banyak disetiap bagian tanaman tersebut memiliki manfaat. Akar tanaman tembelek berfungsi sebagai Pereda demam, penghilang nyeri dan menghentkan perdarahan. Selain itu juga ada manfaat lain dalam pemanfaatan luar sebagai radang kulit, eksim jamur kulit, luka berdasar, dan gigitan serangga. Apabila pada bagian daun sangan berkhasiat untuk menghilangkan gatal, anti toksik, menghilangkan bengkak dan rangsang muntah.

Bagian bunga tembelekan berfungsi untuk penghenti pendarahan (Nuraini, 2014).

(16)

16 Pemanfaatan pada daun tembelekan sangat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia, tumbuhan tembelekaan terutama bagian daun tembelekan bermanfaat sebagai obat alami. Tumbuhan ini termasuk dalam kelompok family Verbenancae.

Menurut Wijaya et al (2016). Verbenancae mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, terpenoid, minyak atsiri dan lainnya. Senyawa metabolit sekunder di dalam tumbuhan merupakan hasil sintesis yang terjadi dalam tumbuhan itu sendiri. Metabolit sekunder berperan penting dalam interaksi antara tanamn dan serangga secara konstitusif. Terjadinya senyawa organic yang kompleks sehingga menghasilkan sederet golongan senyawa.

2.2.3 Klasifikasi tanaman pakis menurut Muhammad Mansur (2018):

Kingdom : Plantae Divisi : Pteridophyta Kelas : Polypodiopsida Ordo : Polypodiales Famili : Aspleniacecae Genus : Aspleminum Species : Pteridophyta a. Morfologi

Morfologi tumbuhan paku adalah rimpang yang tegak, menjalar panjang dan menjalar pendek. Daun dari tumbuhan paku kebanyakan tunggal (monomorfik) dan jarang yang dimorfik (Yusna M., dkk, 2016).

Menurut Jamsuri (2007), kebanyakan tumbuhan paku biasanya dicirikan pertumbuhan pucuknya yang melingkar, daunnya terdapat spora yang menempel secara teratur dalam barisan dan ada juga yang menggerombol atau menyebar.

Berdasarkan poros bujurnya, embrio paku dapat dibedakan menjadi kutub atas dan kutub bawah. Kutub atas berkembang membentuk rimpang dan daun, sedangkan kutub bawah membentuk akar. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan yang berpembuluh atau sudah memiliki jaringan phloem dan xylem yang berarti tumbuhan paku termasuk golongan divisi Pteridophyta dimana anggotanya telah jelas memiliki kormus (Tjitrosoepomo, 2011). Jenis tumbuhan paku bersifat kosmopolit yaitu dapat tumbuh dimana-mana mulai dari dataran rendah hingga

Gambar 2.2.4 Pakis (pteridophyta)

(17)

17 dataran tinggi (terrestrial), ada yang hidup di permukaan (hidrofit) bahkan ada yang hidupnya menumpang tumbuhan lain (epifit) Menurut Kusumaninrum (2008) dalam Prasetyo (2015), tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang menempel pada tumbuha lain, hanya menopang terhadap tumbuhan lain dan tidak menibulkan akibat apa-apa terhadap inangnya. Epifit berbeda dengan parasit karena epifit memiliki akar untuk menghisap air dan nutrisi, tubuhan epifit sudah mampu menghasilkan makanan sendiri. Reproduksi yang terdapat pada tumbuhan paku ada dua macam, yang pertama secara vegetatif yaitu stolon yang menghasilkan gemma (tunas). Reproduksi yang kedua secara generatif dengan melalui pembentukan sel kelamin jantan dan betina oleh anteridium yang menghasilkan spermatozoid, dan arkegonium yang menghasilkan ovum (Lovelles 1989 dalam Lubis 2009).

b. Manfaat

Pteridophyta memiliki banyak manfaat bagi manusia, yaitu sebagai tanaman hias contoh Platycerium, Adiantum, Asplenium dan Sellaginella; sebagai sayuran yaitu Marsilia crenata, Pteridium aquilinu; sebagai dekorasi dan karangan bunga yaitu Gleichenia linearis; sebagai bahan pembersih yaitu Equisetum (Mirna (2010) dalam (Jannah, 2011).

2.3 Uraian bahan

2.3.1 Alkohol (Dirjen POM, 1979; Pubchem, 2021)

Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Etanol, alkohol Rumus molekul : C2H5OH Rumus Struktur :

Berat molekul : 46,07 g/mol

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak, bauk khas dan rasa panas. Mudah terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform

(18)

18 dan dalam eter.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan : Sebagai pembersih sampel

2.3.2 Aquadest (Dirjen POM, 1979)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Aquadest, air suling Rumus Molekul : H2O

Rumus Struktur :

Berat Molekul : 18,02 g/mol

Pemerian : Cairan tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa Kelarutan : Larut dengan semua jenis larutan

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup kedap

(19)

19 BAB III

METODE KERJA 3.1 Waktu Dan Tempat

PKL Fitokimia dilaksanakan pada Hari Selasa 27 Desember – 29 Desember 2022. Tempat pelaksanaan PKL Fitokimia Bertempat di Desa Lambongo, Kecamatan Suwawa Tengah, Kabupaten Bone Bolango.

3.2 Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat

Adapun alat yg digunakan dalam PKL Fitokimia yaitu, botol semprot, cuter, gunting, linggis, Loyang dan parang, karung.

3.3.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam PKL Fitokimia yaitu alkohol 70%, amplop coklat, batang tembelekan, daun sirih hutan, kulit batang kapuk, akar paku, koran, spidol, papan identifikasi.

3.3 Cara Kerja 3.3.1 Simplisisia

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Dipanen sampel pada pukul 09.00-12.00 WITA

3. Dilakukan sortasi basah yang disertai dengan pencucian dengan air yang mengalir

4. Dirajang sampel

5. Disemprot sampel yang telah dirajang menggunakan alkohol 70%

6. Dikeringkan sampel

7. Dilakukan sortasi kering pada sampel 8. Dilakukan pengepakan pada sampel 9. Disimpan sampel pada wadah tertutup baik

(20)

20 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

No Gambar Keterangan

1 Pengabdian kepada masyarakat

melalui sosialisasi tentang

“Sosialisasi jamu pegal linu di Desa Lombongo, Kec. Suwawa

Tengah, Kab. Bone Bolango”

2. Daun sirih hutan (Piper aduncum

L.), Batang tembelekan (Lantana camara), Kulit batang kapuk (Ceiba pentandra), Akar paku (Diplazium esculentum Swart)

4.2 Pembahasan

Pada praktik kerja lapangan Fitokimia I ini bertujuan agar kita mendapatkan informasi keanekaragaman tanaman yang ada pada suatu wilayah yang berpotensi sebagai obat tradisional.

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Ciri dari obat tradisional yaitu bahan bakunya masih

(21)

21 berupa simplisia yang sebagian besar belum mengalami standardisasi dan belum pernah diteliti. Obat tradisional sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka (Anggraeni dkk, 2015).

Pada praktik kerja lapangan ini juga ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai tanaman-tanaman obat serta cara penggunaannya untuk pengobatan pada masyarakat sekitar. Praktik kerja lapangan farmakognosi tentang obat tradisional di desa Lombongo didapatkan berbagai jenis tanaman obat yang dipercaya khasiatnya oleh masyarakat sekitar.

Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Fitokimia I ini bertujuan agar kita mendapatkan informasi keanekaragaman obat yang ada di Desa Lombongo, Kecamatan Suwawa Tengah, Kabupaten Bone Bolango yang berpotensi sebagai obat tradisional. Pada praktek kerja lapangan dilakukan juga kegiatan pengabdian kepada masyarakat melalui pelaksanaan sosialisasi tentang “Jamu Pegal Linu” yang bertujuan untuk membentuk kepribadian mahasiswa yang memiliki jiwa kepedulian terhadap sesama serta untuk mengimplementasikan pengetahuan yang dimiliki khususnya pengetahuan di bidang farmasi serta untuk berperan aktif terhadap kehidupan masyarakat.

Pelaksanaan sosialisasi tentang "jamu pegal linu" kami lakukan dengan cara mendatangi rumah warga dan memberikan informasi seputar tanaman yang dapat digunakan sebagai obat pegal linu dan juga cara pengolahannya.

4.2.1 Simplisia

Simpisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Agoes, 2010).

Simplisia atau herbal yaitu bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM, 2008).

Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk (Gunawan, 2010).

(22)

22 Jadi simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral (Melinda, 2014).

Pada pembuatan Simplisia ini langkah pertama yang kami lakukan yaitu memanen sampel pada pukul 08.00-12.00 WITA. Menurut Kartasapoetra (1999), pengambilan sampel ini dilakukan untuk mendapatkan kualitas sampel yang baik karena pada saat itu tumbuhan sedang berada difase fotosintesis dan mengandung senyawa-senyawa kompleks yang dibutuhkan oleh tumbuhan. pengambilan sampel tumbuhan obat pada saat pemanenan hendaknya dilakukan secara manual (dengan tangan).

Langkah kedua yang kami lakukan yaitu melakukan sortasi basah yang disertai dengan pencucian air yang mengalir. Menurut Depkes RI (1985), sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan- bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang serta pencucian yang dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya yang melekat pada sampel. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengalir. Sampel yang mengandung zat yang mudah larut dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin untuk menghindari kehilangan zat lebih banyak.

Selanjutnya bahan simplisia dirajang. Menurut Depkes RI (1985), beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan. Perajangan sebaiknya tidak terlalu tipis untuk mencegah kurangnya kadar suatu senyawa dan jika dirajang terlalu tebal memerlukan waktu penjemuran lebih lama yang kemungkinan tanaman ditumbuhi jamur.

Selanjutnya dikeringkan sampel dengan cara diangin-anginkan. Menurut Depkes RI (1985), Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan sampel yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan

(23)

23 mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah penurunan mutu atau perusakan simplisia. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Suhu pengeringan tergantung kepada sampel dan cara pengeringannya. Sampel dapat dikeringkan pada suhu 30 C sampai 90 C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60 C. Sampel yang mengandung senyawa yang tidak tahan terhadap panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 30 C sampai 45 C.

Langkah berikut yaitu dilakukannya sortasi kering. Menurut Depkes RI (1985), sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian- bagiian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lainnya yang masih tertinggal pada simplisia kering. Selanjutnya sampel disimpan dalam amplop coklat menurut Steenis (2003), simplisia yang diperoleh diberi wadah yang baik dan disimpan pada tempat yang dapat menjamin terpeliharanya mutu dari simplisia.

Wadah terbuat dari plastik tebal atau gelas yang berwarna gelap dan tertutup kedap memberikan suatu jaminan yang memadai terhadap isinya.

(24)

24 BAB V

PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-potongan halus simplisia yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan suatu alat tanpa menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan dan diayak hingga diperoleh serbuk 2. jenis tanaman obat yang manfaatnya untuk mengatasi Kesehatan yaitu jahe,

kunyit, temulawak, lida buaya, daun kumis kucing, daun sirih, daun kemangi.

3. Obat tradisional atau tumbuhan obat memilki beberapa kelebihan antara lain: efek sampingnya relatif rendah, dalam satu ramuan dengan komponen berbeda memilki efek saling mendukung, pada satu tanaman memilki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit dan bat tradisional atau tumbuhan obat memilki beberapa kelebihan antara lain:

efek sampingnya relatif rendah, dalam satu ramuan dengan komponen berbeda memilki efek saling mendukung, pada satu tanaman memilki lebih dari satu efek farmakologi serta lebih sesuai untuk penyakit

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk jurusan

Diharap kan dapat memberikan dukungan bagi seluruh praktikan dalam hal ini yaitu berupa tempat yang memadai dan fasilitas yang lengkap agar praktikan dapat menjalankan praktek kerja lapangan dengan lebih maksimal.

5.2.2 Saran untuk asisten

Diharapkan agar kerjasama antara asisten dengan praktikan lebih ditingkatkan dengan banyak memberi wawasan atau pengetahuan tentang praktek kerja lapangan fitokimia pembuatan simplisia, asisten dan praktikan diharapkan dapat bekerja sama dengan baik selama proses praktek kerja lapangan Fitokimia sehingga dapat tercipta suasana harmonis antara asisten dan praktikan.

(25)

25 5.2.3 Saran untuk praktikan

Saran dari kami agar praktikan agar praktikan lain dapat saling membantu antara praktikan lain walaupun berbeda kelompok. Praktikan harus memiliki rasa persatuan yang tinggi terhadap sesama praktikan dan rasa hormat terhadap asisten.

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah ini memberikan kompetensi dalam memahami berbagai teknik dan metode analisis senyawa kimia, khususnya untuk membekali.. calon guru IPA dalam menghadapi berbagai

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada bidang Kimia Bahan Alam Hayati khususnya tentang golongan senyawa flavonoida yang terkandung dalam

Alkaloid menurut Harbone dan Turner (1984) mengungkapkan bahwa tidak satupun defenisi alkaloid yang memuaskan, tetapi umumnya alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder yang

Senyawa terpenoid adalah senyawa yang hanya mengandung karbon dan hidrogen, atau karbon, hidrogen dan oksigen yang bersifat aromatis, sebagian terpenoid mengandung

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada bidang Kimia Bahan Alam Hayati khususnya mengenai golongan senyawa flavonoida yang terkandung

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa modul praktikum kimia bahan alam tentang isolasi senyawa dari minyak kayu manis yang dikembangkan dengan model

Hasil spektrum proton NMR untuk senyawa β-sitosterol dari isolat kulit batang tumbuhan kedoya yang dilakukan oleh Tukiran, dkk hampir sama dengan spektrum dari

dasar ilmu Kimia Bahan Alam Kelautan (KBA Kelautan) yang meliputi biosintesa senyawa metabolit sekunder yang berasal dari laut..  Pada KBA Kelautan