Sewa guna usaha (Leasing)
Menurut PSAK No. 30 sewa guna usaha (leasing) adalah suatu perjanjian dimana pemilik aset/yang menyewakan (lessor) memberikan hak kepada pengguna aset/yang menyewakan (lessee) untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau serangkaian pembayaran kepada lessor. Perjanjian sewa guna usaha mengalami perkembangan yang cukup pesat karena memiliki keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
1. Penghematan modal, yaitu tidak memerlukan dana yang besar, maksimum hanya sebesar uang muka yang jumlahnya biasanya tidak besar. Sewa guna usaha umumnya membiayai 100% barang modal yang dibutuhkan.
2. Menghindari resiko kepemilikan, seperti kerusakan, keusangan, perubahan kondisi ekonomi, dan lain-lain.
3. Fleksibilitas, meliputi inovasi dan perubahan teknologi, struktur kontraknya, besarnya pembayaran, maupun jangka waktu pembayaran.
4. Sewa guna usaha sesuai dengan kebutuhannya dapat dibukukan dengan on atau off balance sheet. Di Indonesia, untuk keperluan perhitungan pajak menggunakan off balance sheet.
5. Hubungan bisnis yang berkelanjutan antara pihak lessee dan lessor selama periode waktu yang telah ditentukan.
Karakteristik sewa guna usaha
a. Keuntungan pembatalan (concellation provisions). Sewa guna usaha yang dapat dibatalkan akan diklasifikasikan sebagai operating lease. Sewa guna usaha yang tidak dapat dibatalkan akan diklasifikasikan sebagai sewa guna usaha pembiayaan (capital lease).
b. Opsi pembelian murah (bargain purchase option). Lessee berhak memilih untuk membeli atau menolak aset yang disewa dimasa yang akan datang setelah selesai masa kontrak.
Lessee akan memilih untuk membeli jika aset tersebut memiliki harga yang lebih rendah dari nilai pasar wajarnya pada tanggal pemanfaatan opsi pembelian dilakukan.
c. Masa sewa guna usaha (lease time). Merupakan periode waktu dari awal sampai dengan berakhirnya perjanjian sewa guna usaha.
d. Nilai residu (residual value). Merupakan nilai pasar aset yang disewakan pada akhir periode sewa guna usaha. Nilai residu yang dijamin oleh lessee disebut dengan guaranteed residual value.
e. Pembayaran sewa minimum (minimum lease payments). Merupakan pemayaran yang diharuskan selama periode waktu sewa guna usaha ditambah dengan jumlah yang harus dibayarkan untuk opsi pembelian murah atau nilai sisa yang dijamin.
Kriteria klasifikasi sewa guna usaha
Empat kriteria klasifikasi umum yang berlaku baik bagi pihak lessee maupun lessor adalah sebagai berikut:
1. Transfer kepemilikan 2. Opsi pembelian murah
3. Masa sewa guna usaha ≥ 75% taksiran umur ekonomis. Contoh; kotrak sewa guna usaha memiliki jangka waktu 5 tahun sedangkan taksiran umur ekonomis aset yang disewakan adalah 6 tahun. Perhitungan untuk kriteria ketiga ini adalah:
¿ masa sewa guna usaha
taksiranumur ekonomis=5tahun
6tahun=83,33 %
Kesimpulannya; kriteria ketiga ini dapat diterima karena dari hasil perhitungan (83,33%) diperoleh bahwa masa sewa guna usaha ≥ 75% taksiran umur ekonomis.
4. Nilai sekarang pembayaran sewa minimum ≥ 90% nilai wajar.
Dalam perhitungan nilai sekarang pembayaran sewa minimum terdapat faktor yang mempengaruhi besarnya nilai tersebut yaitu suku bunga. Secara spesifik FASB menyatakan lessor harus menggunakan suku bunga implisit (implicit interest rate) seperti yang tercantum pada perjanjian sewa guna usaha.
Bagi lessee, jika salah satu kriteria umum diatas terpenuhi maka akan diklasifikasikan sebagai capital lease. Bagi lessor, akan diklasifikasikan sebagai capital lease jika salah satu kriteria umum tersebut terpenuhi dan dua tambahan kriteria pengakuan pendapatan terpenuhi, yaitu:
a. Tertagihnya pembayaran sewa minimum dapat diprediksi secara memadai.
b. Biaya yang masih akan dikeluarkan oleh lessor telah diketahui.
Jika tidak ada satu kriteria pun yang terpenuhi dari keempat kriteria umum diatas, baik lessee maupun lessor akan mengklasifikasikannya sebagai operating lease.
Operating leases – lessee
Klasifikasi sewa guna usaha operating lease akan dianggap sebagai perjanjian sewa menyewa biasa.
Akuntansi untuk operating lease meliputi pengakuan beban sewa selama masa sewa guna usaha.
Sebagai contoh, misalkan pada tanggal 1 Januari 2010 PT. Adiva menyewa peralatan berlayar dari PT.
Saya senilai Rp 300.000.000,- per tahun selama tiga tahun. Jurnal yang diperlukan oleh PT. Adiva (lessee) untuk mencatat pembayaran sewa guna usaha tersebut adalah sebagai berikut:
Beban sewa Rp 300.000.000,-
Kas Rp 300.000.000,-
Capital lease – lessee
Klasifikasi sewa guna usaha capital lease lebih dianggap seperti pembelian aset dibandingkan dengan menyewa aset. Oleh karena itu akuntansi untuk capital lease untuk pihak lessee memerlukan jurnal yang sama dengan jurnal pembelian aset dengan masa kredit atau pembayaran jangka panjang.
Contohnya, asumsikan bahwa PT. Kita menyewa sebuah mesin foto copy dari PT. Diva leasing dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kontrak sewa guna usaha ditandatangani pada tanggal 1 Januari 2010 dan bersifat tidak dapat dibatalkan. Masa sewa guna usaha adalah lima tahun.
2. Pembayaran pertama untuk sewa tersebut dilakukan pada tanggal 31 Desember sebesar Rp540.000.000,-. Jumlah ini sudah termasuk biaya pemeliharaan dan asuransi (merupakan biaya pelaksanaan atau executory cost) mesin fotocpy sebesar Rp 45.000.000,-
3. PT. Kita memiliki hak opsi untuk membeli mesin fotocopy tersebut pada akhir tahun kelima dengan harga Rp 225.000.000,-
4. PT. Kita menetapkan suku bunga pinjaman inkremental sebesar 12% sedangkan suku bunga implisit PT. Diva leasing adalah 10% PT. Kita mengetahui suku bunga implisit PT. Diva leasing.
5. Taksiran umur ekonomis mesin adalah sepuluh (10) tahun dan penyusutan mesin dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus.
Dari ilustrasi diatas, klasifikasi sewa guna usaha adalah capital lease oleh pihak lessee (PT. Kita) karena kriteria umum yang terpenuhi adalah adanya opsi pembelian murah. Untuk menghitung nilai sekarang pembayaran sewa minimum (present value minimum lease payment), PT. Kita menggunakan suku bunga implisit (sebesar 10%) karena PT. Kita mengetahui suku bunga implisit lessor (PT. Diva leasing) dan suku bunga tersebut lebih rendah dibandingkan suku bunga pinjaman inkremental (12%) milik PT. Kita
Besarnya nilai sekarang pembayaran sewa minimum (tidak termasuk biaya pelaksanaan) PT. Kita adalah:
= nilai sekarang pembayaran sewa + nilai sekarang opsi pembelian murah
= (Rp 495.000.000 + (Rp 495.000.000 x PVAF 10%;4) + (Rp 225.000.000 x PVF 10%;5)
= (Rp 495.000.000 + (Rp 495.000.000 x 3,1699) + (Rp 225.000.000 x 0,6209)
= Rp 2.203.803.000,-
Tabel yang meringkas pembayaran sewa selam lima tahun dengan opsi pembelian murah Rp225.000.000,- pada akhir tahun kelima, pembayaran tiap tahunnya Rp 495.000.000,- (setelah dikurangi biaya pelaksanaan Rp 45.000.000,-) dan suku bunga 10% adalah:
Tanggal Keterangan Jumlah Beban Bunga Pokok Hutang Kewajiban Sewa 1 Jan 2010
1 Jan 2010 31 Des 2010 31 Des 2011 31 Des 2012 31 Des 2013 31 Des 2014
Saldo awal Pembayaran Pembayaran Pembayaran Pembayaran Pembayaran OPM
495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 225.000.000 2.700.000.00 0
- 170.880.300 138.468.330 102.815.163 63.596.679 20.436.528*
496.197.000
495.000.000 324.119.700 356.531.670 392.184.837 431.403.321 204.563.472 2.203.803.000
2.203.803.000 1.708.803.000 1.384.683.300 1.028.151.630 635.966.793 204.563.472 0
*Pembulatan
Dengan menggunakan contoh tersebut, ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat sewa guna usaha pada awal masa sewa, pembayaran sewa pertama pada tanggal 1 Januari 2010 dan kedua tanggal 31 Desember 2010 (termasuk biaya pelaksanaan Rp 45.000.000,-) dan amortisasi nilai aset yang disewa adalah (dalam rupiah):
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2010
1 Jan 2010
31 Des 2010
Mesin sewa guna usaha Kewajiban SGU Biaya pelaksanaan Kewajiban SGU Kas
Beban amortisasi pada mesin SGU Akumulasi amortisasi – mesin SGU (2.203.803.000 – 0)/10 tahun
Biaya pelaksanaan dibayar dimuka Kewajiban SGU
Beban bunga Kas
(2.203.803.000 – 495.000.000) x 10% = 170.880.300
2.203.803.000
45.000.000 495.000.000
220.380.300
45.000.000 324.119.700 170.880.300
2.203.803.00 0
540.000.000
220.380.300
540.000.000
Pada tanggal 31 Des 2010, selain mencatat jurnal pembayaran ke dua, juga dilakukan pencatatn jurnal untuk amortisasi aset yang disewa.
Pihak lessor tidak mencatat jurnal amortisasi aset sewa guna usaha untuk klasifikasi capital lease karena aset tersebut dianggap telah dijual kepada lessee dan dipindahkan dari pembukuan lessor. Untuk klasifikasi operating lease, pihak lessor yang mencatat junal amortisasi aset sewa guna usaha karena perjanjian sewa ini dianggap seperti sewa menyewa biasa sehingga asset tersebut masih menjadi milik lessor.
Pada contoh diatas, PT Kita menggunakan taksiran umur ekonomisnya 10 tahun untuk periode amortisasi aset sewa guna usahanya. Hal ini dikarenakan kriteria yang terpenuhi untuk kualifikasi capital lease adalah adanya opsi pembelian murah.
Pada tanggal pelaksanaan opsi pembelian murah pada tanggal 31 Des 2014, saldo bersih akun mesin sewa guna usaha dan akumulasi amortisasi yang terkait akan dipindahkan menjadi akun mesin. Ayat jurnal yang diperlukan pada saat pelaksanaan opsi tersebut adalah:
31 Des 2014 Kewajiban SGU 204.563.472
Beban bunga 20.436.528
Kas 225.000.000
31 Des 2014 Mesin 1.101.901.500
Akumulasi amortisasi – mesin SGU 1.101.901.500
Mesin sewa guna usaha 2.203.803.000
Perhitungannya:
Akumulasi amortisasi = 2.203.803.000 / 10
= 220.380.300
Total akumulasi amortisasi sampai dengan tanggal pelaksanaan opsi pembelian murah:
= Rp 220.380.300 x 5 tahun
= Rp 1.101.901.500
Apabila opsi pembelian murah tidak dilaksanakan dan masa sewa guna usaha berahir, PT. Kita harus mencatat kerugian yang terjadi (Rp 876.901.500) akibat perbedaan (Rp 1.101.901.500 – Rp 225.000.000) antara sisa nilai buku mesin dan sisa saldo akun kewajiban sewa guna usaha (termasuk bunga berjalan) dengan jurnal sebagai berikut:
Kerugian dari kegagalan pelaksanaan opsi Pembelian murah 876.901.500
Kewajiban SGU 204.563.472
Beban bunga 20.436.528
Akumulasi amortisasi – mesin SGU 1.101.901.500
Mesin sewa guna usaha 2.203.803.000
Akuntansi Untuk Pembelian Aset Pada Masa Sewa Guna Usaha
Biasanya harga beli akan berbeda dengan kewajiban sewa guna usaha yang tercatat pada tanggal pembelian. Tidak ada pengakuan keuntungan atau kerugian pada pembelian aset tersebut, namun perbedaan antara harga beli dengan kewajiban sewa guna usaha harus dibedakan atau dikreditkan ke nilai buku aset yang diperoleh.
Sebagai ilustrasi, digunakan kasus diatas, namun PT. Kita dan PT. Diva leasing memiliki perbedaan dengan ilustrasi sebelumnya yaitu:
Tidak memuat opsi pembelian murah
Taksiran umur ekonomisnya menjadi lima tahun (bukan sepuluh tahun)
Besarnya nilai sekarang pembayaran sewa minimum (tidak termasuk biaya pelaksanaan) PT. Kita adalah:
= nilai sekarang pembayaran sewa
= Rp 495.000.000 + (Rp 495.000.000 x PVAF 10%;4)
= Rp 495.000.000 + (Rp 495.000.000 x 3,1699)
=Rp 2.064.100.500
Tabel yang meringkas pembayaran sewa selama lima tahun tanpa opsi pembelian murah, pembayaran tiap tahunnya Rp 495.000.000 (setelah dikurangi biaya pelaksanaan Rp 45.000.000 dan suku bunga 10% adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Jumlah Beban Bunga Pokok Hutang Kewajiban Sewa 1 Jan 2010
1 Jan 2010 31 Des 2010 31 Des 2011 31 Des 2012 31 Des 2013
Saldo awal Pembayaran Pembayaran Pembayaran Pembayaran Pembayaran
495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 2.475.000.00 0
- 156.910.050 123.101.055 85.911.161 44.977.234 410.899.500
495.000.000 338.089.950 371.898.945 409.088.839 450.022.766 2.064.100.500
2.064.100.500 1.569.100.500 1.231.010. 550 859.111.605 450.022.766 -
Pada tanggal 31 Desember 2012 dari pada membuat pembayaran sewa guna usaha, PT. Kita membeli mesin yang disewakan dari PT. Diva leasing dengan harga Rp 1.100.000.000. Pada tanggal tersebut sisa kewajiban yang tercatat pada buku PT. Kita adalah Rp 945.022.766 (kewajiban sewa guna usaha Rp 859.111.605 + hutang bunga Rp 85.911.161).
PT. Kita menggunakan masa sewa guna usahanya (yaitu 5 tahun) untuk periode amortisasi aset sewa guna usahanya. Hal ini karenakan kriteria yang terpenuhi untuk kualifikasi capital lease adalah masa sewa guna usaha ≥ 75% taksiran umur ekonomis, dengan perhitungan sebagai berikut:
¿ masa sewa guna usaha
taksiranumur ekonomin=5tahun
5tahun=100 %
Kesimpulannya: kriteria ketiga ini dapat diterima karena dari hasil perhitungan (100%) diperoleh bahwa masa sewa guna usaha ≥ 75% taksiran umur ekonomis. Beban amortisasi yang dibuat oleh PT.Kita setiap tahunnya adalah:
¿Rp2.064 .100 .500
5tahun =Rp412.820 .100
Dari perhitungan tersebut diperoleh nilai buku bersih mesin sewa guna usaha yang tercatat adalah Rp 825. 640.200 yaitu nilai sewa yang dikapitalisasi Rp 2.064.100.500 dikurangi dengan amortisasi selama tiga tahun Rp 1.238.460.300 (Rp 412.820.100 x 3 tahun). Ayat jurnal untuk mencatat pembelian mesin tersebut pada buku PT. Kita adalah
31 Des 2012 Kewajiban SGU 895.111.605
Beban bunga 85.911.161
Mesin 980.617.343
Akumulasi amortisasi – Mesin SGU 1.238.460.300
Mesin sewa guna usaha 2.064.100.500
Kas 1.100.000.000
Mesin yang dibeli tersebut dikapitalisasi sebesar Rp 980.617.434 dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga beli = Rp 1.100.000.000
Sisa kewajiban sewa guna usaha:
Kewajiban SGU = Rp 859.111.605
Beban bunga = Rp 85.911.161 = Rp 945 022.766
Kelebihan harga beli terhadap nilai buku kewajiban SGU = Rp 154.977.234 Nilai buku mesin SGU = Rp 2.064.100.500
Akumulasi amortisasi = Rp 1.238.460.300 = Rp 825.640.200
Kapitalisasi mesin yang dibeli = Rp 980.617.434
Akuntansi Sewa Guna Usaha dengan Nilai Residu yang Dijamin oleh Lessee (Guaranteed residual value)
Pada akhir masa sewa guna usaha, nilai yang dijaminkan akan dicatat sebagai kewajiban sewa guna usaha. Sisa nilai buku aset sewa guna usaha akan sama dengan nilai sisa yang dijaminkan. Jika nilai wajar aset sewa guna usaha lebih kecil dari nilai residu yang dijamin, kerugian akan dicatat sebagai perbedaannya dan pihak lessee harus memperbaiki perbedaan tersebut dengan membayar uang tunai.
Sebagai ilustrasi, dengan menggunakan kasus sebelumnya, namun memiliki perbedaan yaitu:
Opsi pembelian murah Rp 225.000.000 diganti menjadi nilai residu yang dijaminkan oleh lessee
Taksiran umur ekonomis menjadi lima tahun (bukan 10 tahun)
Besarnya nilai sekarang pembayaran sewa minimum (tidak terrmasuk biaya pelaksanaan) PT. Kita sebagai berikut:
= nilai sekarang pembayaran sewa + nilai sekarang nilai residu yang dijamin
= (Rp 495.000.000 + (Rp 495.000.000 x PVAF 10%;4)) + (Rp 225.000.000 x PVF 10%;5)
= (Rp 495.000.000 + (Rp 495.000.000 x 3,1699)) + (Rp 225.000.000 x 0.6209)
= Rp 2.064.100.500 + 139.702.500
= Rp 2.203.803.000
Tabel yang meringkas pembayaran sewa selama 5 tahun dengan nilai residu yang dijamin oleh lessee Rp 225.000.000 pada akhir tahun kelima, pembayaran tiap tahunnya Rp. 495.000.000 (setelah dikurangi biaya pelaksanaan Rp 45.000.000), dan suku bunga 10% adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Jumlah Beban Bunga Pokok Hutang Kewajiban Sewa
1 Jan 2010 Saldo awal 2.203.803.000
1 Jan 2010 31 Des 2010 31 Des 2011 31 Des 2012 31 Des 2013 31 Des 2014
Pembayaran Pembayaran Pembayaran Pembayaran Pembayaran GRV
495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 225.000.000 2.700.000.000
- 170.880.300 138.468.330 102.815.163 63.596.679 20.436.528 496.197.000
495.000.000 324.119.700 356.531.670 392.184.837 431.403.321 204.563.472 2.203.803.000
1.708.803.000 1.384.683.300 1.028.151.630 635.966.793 204.563.472 0 GRV = Guaranteed Residual Value
Ayat jurnal yang dicatat oleh PT. Kita:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2010
1 Jan 2010
31 Des 2010
Mesin sewa guna usaha Kewajiban SGU Biaya pelaksanaan Kewajiban SGU Kas
Beban amortisasi pada mesin SGU Akumulasi amortisasi – mesin SGU (2.203.803.000 – 225.000.000)/5 tahun Biaya pelaksanaan dibayar dimuka Kewajiban SGU
Beban bunga Kas
(2.203.803.000 – 495.000.000) x 10% = 170.880.300
2.203.803.000
45.000.000 495.000.000
395.760.600
45.000.000 324.119.700 170.880.300
2.203.803.00 0
540.000.000
395.760.600
540.000.000
Asumsikan pada akhir masa sewa guna usaha nilai wajar aset yang disewa adalah Rp 205.000.000.
Akibat perbedaan nilai residu yang dijamin dan nilai wajarnya, maka PT. Kita harus mencatat kerugian sebesar Rp 20.000.000 dan menutupi kekurangannya dengan membayar tunai. Ayat jurnal yang dibuat oleh PT. Kita pada tanggal 31 Desember 2010 adalah:
31 Des 2010 Kerugian sewa guna usaha 20.000.000
Kewajiban SGU 204.563.472
Beban Bunga 20.436.528
Akumulasi amortisasi – Mesin SGU 1.978.803.000
Mesin sewa guna usaha 2.203.803.000
Kas 20.000.000
AKUNTANSI LEASING – LESSOR 1. Operating Lease – lessor
Sebagai contoh kita gunakan contoh kasus yang sama dengan oprating lease untuk lesse yaitu pada tanggal 1 Januari 2010 PT. Adiva menyewa peralatan berlayar dari PT. Saya senilai Rp 300.000.000,- per tahun selama 3 tahun. Biaya langsung awal sebesar Rp 21.000.000,- untuk memperoleh dan finalisasi perjanjian sewa guna usaha. Maka jurnal yang dibuat oleh PT. Saya (lessor) adalah sebagai berikut:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2010 Kas
Pendapatan Sewa
300.000.000,-
300.000.000,- 1 Jan 2010 Penangguhan biaya langsung awal
Kas
21.000.000,-
21.000.000,- Asumsikan PT. Saya menyusutkan peralatan berlayar tersebut dengan metode garis lurus dengan taksiran umur ekonomis 5 tahun dan mengamortisasikan biaya langsung awal dengan metode garis lurus selama 3 tahun. Maka jurnal yang diperlukan untuk mencatat penyusutan dan amortisasi pada akhir tahun 2010 adalah sebagai berikut:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
31 Des 2010 Amortisasi biaya langsung awwal Penangguhan biaya langsung awal (Rp21.000.000,- : 3 tahun = Rp7.000.000,-)
7.000.000,-
7.000.000,- 31 Des 2010 Beban penyusutan (depresiasi) peralatan SGU
Akumulasi penyusutan peralatan SGU (Rp 300.000.000,- : 5 tahun = Rp 60.000.000,-)
60.000.000,-
60.000.000,-
2. Capital lease – lessor
Akuntansi sewa guna usaha pembiayaan (direct financing leases)
asumsikan bahwa PT. Kita menyewa sebuah mesin foto copy dari PT. Diva leasing dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kontrak sewa guna usaha ditandatangani pada tanggal 1 Januari 2010 dan bersifat tidak dapat dibatalkan. Masa sewa guna usaha adalah lima tahun.
2. Pembayaran pertama untuk sewa tersebut dilakukan pada tanggal 31 Desember sebesar Rp540.000.000,-. Jumlah ini sudah termasuk biaya pemeliharaan dan asuransi (merupakan biaya pelaksanaan atau executory cost) mesin fotocpy sebesar Rp 45.000.000,-
3. PT. Kita menetapkan suku bunga pinjaman inkremental sebesar 12% sedangkan suku bunga implisit PT. Diva leasing adalah 10% PT. Kita mengetahui suku bunga implisit PT. Diva leasing.
4. Taksiran umur ekonomis mesin adalah lima (5) tahun dan penyusutan mesin dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus.
Dari contoh diatas diasumsikan bahwa harga perolehan mesin bagi PT. Diva leasing sama dengan nilai wajarnya yaitu Rp 2.064.100.500,- dan pembelian aset tersebut oleh PT. Diva Leasing dimasukkan ke dalah akun mesin yang dibeli untuk sewa guna usaha.
Tabel yang meringkas penerimaan pembayaran sewa selama lima tahun tanpa opsi pembelian murah, pembayaran tiap tahunnya Rp 495.000.000 (setelah dikurangi biaya pelaksanaan Rp 45.000.000 dan suku bunga 10% adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Jumlah Beban Bunga Pokok Hutang Kewajiban Sewa 1 Jan 2010
1 Jan 2010 31 Des 2010 31 Des 2011 31 Des 2012 31 Des 2013
Saldo awal Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan
495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 2.475.000.00 0
- 156.910.050 123.101.055 85.911.161 44.977.234 410.899.500
495.000.000 338.089.950 371.898.945 409.088.839 450.022.766 2.064.100.500
2.064.100.500 1.569.100.500 1.231.010. 550 859.111.605 450.022.766 -
Dengan menggunakan contoh tersebut, ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat sewa guna usaha tersebut adalah:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2010 Piutang pembayaran SGU Mesin dibeli untuk SGU
2.064.100.500,-
2.064.100.500, - 1 Jan 2010 Kas
Piutang pembayara SGU Biaya pelaksanaan
540.000.000,-
495.000.000,- 45.000.000,- 31 Des 2010 Kas
Piutang pembayaran SGU Pendapatan Bunga
Penangguhan biaya pelaksanaan (kewajiban)
540.000.000,-
338.089.950,- 156.910.050,- 45.000.000,-
Pihak lessor tidak mencatat beban penyusutan pada perjanjian sewa guna usaha pembiayaan. Hal ini dikarenakan aset telah “dijual” kepada lessee dan dipindahkan dari buku lessor.
Kadang kala piutang pembayaran sewa guna usaha dicatat oleh lessor sebesar jumlah kotor (gross amount) dari pembayaran sewa guna usaha dengan akun penilaian kembali bagi ppendapatan bungan diterima dimuka (unearned interest revenue). Pendapatan bungan diterima dimuka dihitung dari selisih antara total pembayaran sewa guna usaha dan nilai wajar, atau harga perolehan, dari aset sewa guna usaha. Jika PT. Diva Leasing menggunakan pencatatan jumlah kotornya, maka jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit 1 Jan 2010 Piutang pembayaran SGU
Mesin dibeli untuk SGU
Pendapatan bunga diterima dimuka
2.475.000.000
2.064.100.500 410.889.500 1 Jan 2010 Kas
Piutang pembayaran SGU Biaya pelaksanaan
540.000.000
495.000.000 45.000.000 31 Des 2010 Kas
Piutang pembayaran SGU Biaya pelaksanaan
Pendapatan bunga diterima dimuka Pendapatan bunga
540.000.000
156.910.050
495.000.000 45.000.000
156.910.050
Akuntansi sewa guna usaha pembiayaan (direct financing leases) dengan nilai residu
Asumsikan bahwa PT. Kita menyewa sebuah mesin foto copy dari PT. Diva leasing dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kontrak sewa guna usaha ditandatangani pada tanggal 1 Januari 2010 dan bersifat tidak dapat dibatalkan. Masa sewa guna usaha adalah lima tahun.
2. Pembayaran pertama untuk sewa tersebut dilakukan pada tanggal 31 Desember sebesar Rp540.000.000,-. Jumlah ini sudah termasuk biaya pemeliharaan dan asuransi (merupakan biaya pelaksanaan atau executory cost) mesin fotocpy sebesar Rp 45.000.000,-
3. PT. Kita menetapkan suku bunga pinjaman inkremental sebesar 12% sedangkan suku bunga implisit PT. Diva leasing adalah 10% PT. Kita mengetahui suku bunga implisit PT.
Diva leasing.
4. Taksiran umur ekonomis mesin adalah lima (5) tahun dan penyusutan mesin dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus.
5. Nilai residu (sisa) diakhir tahun kelima Rp 225.000.000,- dan harga perolehaan mesin PT.
Diva leasing sama dengan nilai wajarnya yaitu Rp 2.203.803.000,-
Tabel yang meringkas pembayaran sewa selama 5 tahun dengan nilai residu yang dijamin oleh lessee Rp 225.000.000 pada akhir tahun kelima, pembayaran tiap tahunnya Rp. 495.000.000 (setelah dikurangi biaya pelaksanaan Rp 45.000.000), dan suku bunga 10% adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Jumlah Beban Bunga Pokok Hutang Kewajiban Sewa 1 Jan 2010
1 Jan 2010 31 Des 2010 31 Des 2011 31 Des 2012 31 Des 2013 31 Des 2014
Saldo awal Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan Nilai sisa
495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 225.000.000 2.700.000.000
- 170.880.300 138.468.330 102.815.163 63.596.679 20.436.528 496.197.000
495.000.000 324.119.700 356.531.670 392.184.837 431.403.321 204.563.472 2.203.803.000
2.203.803.000 1.708.803.000 1.384.683.300 1.028.151.630 635.966.793 204.563.472 0
Ayat jurnal yang dicatat oleh PT. Diva leasing adalah:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2010
1 Jan 2010
31 Des 2010
Piutang pembayaran SGU Mesin dibeli untuk SGU Kas
Piutang Pembayaran SGU Biaya Pelaksanaan Kas
Piutang pembayaran SGU Pendapatan Bunga
Penangguhan biaya pelaksanaan (kewajiban) (2.203.803.000 – 495.000.000) x 10% = 170.880.300
2.203.803.000
540.000.000
540.000.000
2.203.803.00 0
495.000.000 45.000.000
324.119.700 170.880.300 45.000.000
Pada akhir masa sewa guna usaha PT. Diva Leasing membuat jurnal untuk mencatat pengembalian aset yang disewa, asumsikan nilai residu sama dengan nilai yang estimasi.
31 Des 2014 Mesin Rp 225.000.000,-
Piutang pembayaran SGU Rp 204 563.472
Pendapatan bunga 20.436.528
Akuntansi sewa guna usaha penjualan
Asumsikan bahwa PT. Kita menyewa sebuah mesin foto copy dari PT. Diva leasing dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kontrak sewa guna usaha ditandatangani pada tanggal 1 Januari 2010 dan bersifat tidak dapat dibatalkan. Masa sewa guna usaha adalah lima tahun.
2. Pembayaran pertama untuk sewa tersebut dilakukan pada tanggal 31 Desember sebesar Rp540.000.000,-. Jumlah ini sudah termasuk biaya pemeliharaan dan asuransi (merupakan biaya pelaksanaan atau executory cost) mesin fotocpy sebesar Rp 45.000.000,-
3. PT. Kita menetapkan suku bunga pinjaman inkremental sebesar 12% sedangkan suku bunga implisit PT. Diva leasing adalah 10% PT. Kita mengetahui suku bunga implisit PT. Diva leasing.
4. Taksiran umur ekonomis mesin adalah lima (5) tahun dan penyusutan mesin dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus.
5. Nilai wajar mesin PT. Diva Leasing yaitu Rp 2.064.100.500,-. Asumsikan harga perolehan mesin tersebut adalah Rp 1.375.000.000,- dan terjadi biaya langsung awal Rp 25.000.000,-.
Tabel yang meringkas penerimaan adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Jumlah Beban Bunga Pokok Hutang Kewajiban Sewa 1 Jan 2010
1 Jan 2010 31 Des 2010 31 Des 2011 31 Des 2012 31 Des 2013
Saldo awal Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan
495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 2.475.000.00 0
- 156.910.050 123.101.055 85.911.161 44.977.234 410.899.500
495.000.000 338.089.950 371.898.945 409.088.839 450.022.766 2.064.100.500
2.064.100.500 1.569.100.500 1.231.010. 550 859.111.605 450.022.766 -
Ayat jurnal yang dibuat oleh PT. Diva Leasing adalah:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2010
1 Jan 2010
31 Des 2010
Piutang pembayaran SGU Penjualan
Harga pokok penjualan Persediaan barang jadi
Penangguhan biaya langsung awal Kas
Piutang pembayaran SGU Biaya pelaksanaan
2.064.100.500
1.400.000.000
540.000.000
2.064.100.50 0
1.375.000.00 0 25.000.000
495.000.000 45.000.000 Akuntansi sewa guna usaha penjualan (sales type leases) dengan opsi pembelian murah dan nilai residu yang dijamin.
Asumsikan bahwa PT. Kita menyewa sebuah mesin foto copy dari PT. Diva leasing dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kontrak sewa guna usaha ditandatangani pada tanggal 1 Januari 2010 dan bersifat tidak dapat dibatalkan. Masa sewa guna usaha adalah lima tahun.
2. Pembayaran pertama untuk sewa tersebut dilakukan pada tanggal 31 Desember sebesar Rp540.000.000,-. Jumlah ini sudah termasuk biaya pemeliharaan dan asuransi (merupakan biaya pelaksanaan atau executory cost) mesin fotocpy sebesar Rp 45.000.000,-
3. PT. Kita memiliki hak opsi untuk membeli mesin fotocopy tersebut pada akhir tahun kelima dengan harga Rp 225.000.000,-
4. PT. Kita menetapkan suku bunga pinjaman inkremental sebesar 12% sedangkan suku bunga implisit PT. Diva leasing adalah 10% PT. Kita mengetahui suku bunga implisit PT. Diva leasing.
5. Taksiran umur ekonomis mesin adalah sepuluh (10) tahun dan penyusutan mesin dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus.
6. Harga perolehan mesin Rp 1.375.000.000,- dan terjadi biaya langsungawal Rp 25.000.000,-.
Berdasarkan data diatas maka ayat jurnal yang dibuat oleh PT. Diva Leasing (Lessor) adalah:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2010
1 Jan 2010
31 Des 2010
Piutang pembayaran SGU Penjualan
Harga pokok penjualan Persediaan barang jadi
Penangguhan biaya langsung awal Kas
Piutang pembayaran SGU Biaya pelaksanaan
2.203.803.000
1.400.000.000
540.000.000
2.203.803.00 0
1.375.000.00 0 25.000.000
495.000.000 45.000.000 Karena sewa guna usaha ini memasukkan opsi pembelian murah, maka penjualan akan meningkat sebesar Rp 139.702.500,- (2.203.803.000 – 2.064.100.500).
Akuntansi sewa guna usaha penjualan (sales type leases) dengan nilai residu yang tidak dijaminkan.
Ketika sewa guna usaha penjualan tidak memiliki opsi pembelian murah atau nilai residu yang dijaminkan, tetapi taksiran umur ekonomis aset sewa guna usaha melebihi masa sewa guna usaha, nilai residu aset akan tetap dimiliki oleh lessor. Nilai residu ini dikenal dengan istilah nilai residu yang tidak dijaminkan (unguaranted residual value). Karena jumlah penjualan menggambarkan nilai sekarang dari pembayaran sewa minimum, maka nilai residu yang tidak dijaminkan tidak dimasukkan kedalam jumlah penjualan. Oleh karena itu harga pokok penjualan akan dikurangi dengan nilai sekarang nilai residu yang tidak dijaminkan untuk mengakui fakta bahwa lessor akan menerima kembali Rp 225.000.000,- aset yang disewakan (nilai sekarangnya adalah Rp 139.702.500) pada akhir masa sewa guna usaha.
Perhitungan besarnya nilai sekarang nilai residu yang tidak dijaminkan tersebut adalah:
= Rp 225.000.000,- x PVF 10%;5
= Rp 225.000.000,- x 0,6209
= Rp 139.702.500,-
Dengan kata lain nilai residu Rp 139.702.500,- tidak “dijual” tetapi hanya dipinjamkan kepada lessee selama masa sewa guna usaha dan akan dikembalikan kepada lessor. Ayat jurnal yang dibuat oleh PT. Diva Leasing untuk mencatat sewa guna usaha pada awal masa sewa tanggal 1 Januari 2010 dengan nilai residu yang tidak dijaminkan adalah sebagai berikut:
Tanggal Nama Perkiraan Debet Kredit
1 Jan 2010
1 Jan 2010
31 Des 2010
Piutang pembayaran SGU Penjualan
Harga pokok penjualan Persediaan barang jadi
Penangguhan biaya langsung awal
1.400.000.000 – 139.702.500 = 1.260.297.500 1.375.000.000 – 139.702.500 = 1.235.297.500 Piutang pembayaran SGU
Persediaan barang jadi
2.064.100.500
1.260.297.500
139.702.500
2.064.100.50 0
1.235.297.50 0 25.000.000
139.702.500 Sebagai catatan bahwa laba kotor perusahaan akan sama jumlahnya, baik nilai residu yang dijaminkan ataupun yang tidak dijaminkan, sebagai berikut:
Keterangan Nilai Residu Dijaminkan Nilai Residu Tidak Dijaminkan Penjualan
Harga pokok penjualan Laba kotor
2.203.803.000 1.400.000.000 803.803.000
2.064.100.500 1.260.297.500 803.803.000
Penjualan Aset Selama Masa Sewa Guna Usaha
Jika lessor menjual aset kepada lessee selama masa sewa guna usaha, keuntungan atau kerugian akan diakui sebagai akibat perbedaan saldo piutang dan harga jual aset. Sebagai ilustrasi, asumsikan bahwa PT. Kita menyewa sebuah mesin foto copy dari PT. Diva leasing dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Kontrak sewa guna usaha ditandatangani pada tanggal 1 Januari 2010 dan bersifat tidak dapat dibatalkan. Masa sewa guna usaha adalah lima tahun.
2. Pembayaran pertama untuk sewa tersebut dilakukan pada tanggal 31 Desember sebesar Rp540.000.000,-. Jumlah ini sudah termasuk biaya pemeliharaan dan asuransi (merupakan biaya pelaksanaan atau executory cost) mesin fotocpy sebesar Rp 45.000.000,-.
3. PT. Kita menetapkan suku bunga pinjaman inkremental sebesar 12% sedangkan suku bunga implisit PT. Diva leasing adalah 10% PT. Kita mengetahui suku bunga implisit PT. Diva leasing.
4. Taksiran umur ekonomis mesin adalah lima (5) tahun dan penyusutan mesin dilakukan dengan menggunakan metode garis lurus.
Tabel yang meringkas penerimaan pembayaran sewa selama lima tahun tanpa opsi pembelian murah, pembayaran tiap tahunnya Rp 495.000.000 (setelah dikurangi biaya pelaksanaan Rp 45.000.000 dan suku bunga 10% adalah sebagai berikut:
Tanggal Keterangan Jumlah Beban Bunga Pokok Hutang Kewajiban Sewa 1 Jan 2010
1 Jan 2010 31 Des 2010 31 Des 2011 31 Des 2012 31 Des 2013
Saldo awal Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan Penerimaan
495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 495.000.000 2.475.000.00 0
- 156.910.050 123.101.055 85.911.161 44.977.234 410.899.500
495.000.000 338.089.950 371.898.945 409.088.839 450.022.766 2.064.100.500
2.064.100.500 1.569.100.500 1.231.010. 550 859.111.605 450.022.766 -
Pada tanggal 31 Desember 2012, PT. Diva Leasing menjual mesin tersebut kepada PT. Kita dengan harga Rp 1.100.000.000,- dan mengakui keuntungan dari penjualan mesin tersebut Rp 154.977.234,- Penjualan ini dilakukan sebelum pembayaran untuk tahun 2012 dilakukan oleh PT. Kita. Ayat jurnal yang diperlukan oleh PT. Diva Leasing adalah:
31 Des 2012 Kas Rp 1.100.000.000,-
Pendapatan bunga Rp 85.911.161
Piutang pembayaran SGU 859.111.605
Keuntungan penjualan mesin SGU 154.977.234