Pembelajaran Paradigma Baru
Pembelajaran paradigma baru memastikan praktik pembelajaran untuk berpusat pada peserta didik. Dengan paradigma baru ini, pembelajaran merupakan satu siklus yang berawal dari pemetaan standar kompetensi, perencanaan proses pembelajaran, dan pelaksanaan asesmen untuk memperbaiki pembelajaran sehingga peserta didik dapat mencapai kompetensi yang diharapkan. Pembelajaran paradigma baru memberikan keleluasaan bagi pendidik untuk merumuskan rancangan pembelajaran dan asesmen sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik (Teaching at The Right Level).
Pembelajaran paradigma baru mengacu pada lima prinsip pembelajaran.
1. Pembelajaran dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik saat ini, sesuai kebutuhan belajar, serta mencerminkan karakteristik dan perkembangan yang beragam sehingga pembelajaran menjadi bermakna dan menyenangkan.
2. Pembelajaran dirancang dan dilaksanakan untuk membangun kapasitas untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat.
3. Proses pembelajaran mendukung perkembangan kompetensi dan karakter peserta didik secara holistik.
4. Pembelajaran yang relevan, yaitu pembelajaran yang dirancang sesuai konteks, lingkungan dan budaya peserta didik, serta melibatkan orang tua dan masyarakat sebagai mitra.
5. Pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran dan asesmen intrakurikuler pada pembelajaran paradigma baru dengan pendekatan Teaching at the Right Level setidaknya memiliki tujuh komponen yang perlu diperhatikan. Komponen tersebut ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Perencanaan pembelajaran dan asesmen intrakurikuler
1. Menganalisis Capaian Pembelajaran (CP) untuk Menyusun Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran
Capaian Pembelajaran (CP) adalah kompetensi pembelajaran yang harus dicapai peserta didik pada setiap tahap perkembangan untuk setiap mata pelajaran pada satuan pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Capaian pembelajaran memuat sekumpulan kompetensi dan lingkup materi yang disusun secara komprehensif dalam bentuk narasi. Menyesuaikan tahap perkembangan peserta didik pemetaan capaian pembelajaran dibagi dalam fase usia.
Tujuan kegiatan analisis capaian pembelajaran untuk menyusun Tujuan Pembelajaran dan Alur Tujuan Pembelajaran: mendapatkan peta kompetensi yang akan menjadi rujukan untuk pelaksanaan pembelajaran. Pendidik dan satuan pendidikan dapat menggunakan berbagai strategi untuk menyusun tujuan pembelajaran dan alur tujuan.
Harus dipastikan tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran yang dipetakan memenuhi kriteria: (1) kompetensi yaitu kemampuan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dapat didemonstrasikan oleh peserta didik yang menunjukkan peserta didik telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran; dan (2) konten yaitu ilmu pengetahuan inti atau konsep utama yang perlu dipahami di akhir satu unit pembelajaran.
Kriteria Alur Tujuan Pembelajaran yaitu (1) menggambarkan urutan pengembangan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik, (2) alur tujuan pembelajaran dalam satu fase menggambarkan cakupan dan tahapan pembelajaran yang linear dari awal hingga akhir fase, dan (3) Alur tujuan pembelajaran pada keseluruhan fase menggambarkan cakupan dan tahapan pembelajaran yang menggambarkan tahapan perkembangan kompetensi antarfase dan jenjang. Contoh Alur Modul Pembelajaran disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Contoh hasil pemetaan Capaian Pembelajaran (CP) kedalam Alur Tujuan Pembelajaran (ATP)
Prosedur penyusunan alur tujuan pembelajaran: (1) melakukan analisis CP mata pelajaran pada fase yang akan dipetakan, (2) identifikasi kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada fase tersebut, (3) rumuskan tujuan pembelajaran dengan mempertimbangkan kompetensi yang akan dicapai, konten yang akan dipelajari dan variasi keterampilan berpikir apa yang perlu dikuasai peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, (4) identifikasi elemen dan/atau sub-elemen Profil Pelajar Pancasila yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan, dan (5) setelah tujuan pembelajaran dirumuskan, susun tujuan pembelajaran secara linear sebagaimana urutan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dari hari ke hari.
2. Perencanaan dan Pelaksanaan Asesmen Diagnostik
Asesmen diagnostik bertujuan untuk mengidentifikasi kompetensi, kekuatan, kelemahan peserta didik. Hasilnya digunakan pendidik sebagai rujukan dalam merencanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik. Dalam kondisi tertentu, informasi terkait latar belakang keluarga, kesiapan belajar, motivasi belajar, minat peserta didik, dan lain-lain, dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan pembelajaran.
Asesmen diagnostik merupakan tahapan yang paling mendasar dilakukan dalam sebuah proses pembelajaran yang berdiferensiasi. Sayangnya tahapan asesmen diagnostik seringkali absen dalam praktik pembelajaran di kelas selama ini. Asesmen terlalu menitik beratkan pada asesmen terhadap capaian hasil belajar. Pembelajaran di kelas dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi awal peserta didik, sehingga penerapannya sering kali menggunakan pendekatan one-size-fits-all atau satu untuk semua.
Asesmen diagnostik sebagai asesmen di awal proses belajar digunakan untuk membantu guru mengukur penguasaan dan kebutuhan peserta didik terkait capaian kurikulum. Hasil asesmen diagnostik memberikan informasi yang dapat digunakan guru dan peserta didik menentukan tujuan dan tahapan belajar. Untuk mengenali profil peserta didik secara menyeluruh, asesmen yang dilakukan perlu meliputi aspek kognitif dan non kognitif.
Informasi mendasar yang diperoleh dari asesmen diagnostik kognitif antara lain adalah tahapan penguasaan kompetensi literasi dan numerasi yang merupakan kompetensi minimal peserta didik untuk mampu belajar, tingkat pengetahuan awal pada sebuah mata pelajaran, serta cara belajar. Sementara itu, dari asesmen diagnostik non kognitif dapat diperoleh informasi lain mengenai profil peserta didik, minat dan bakat, serta kesiapan belajar secara psikologis. Asesmen diagnostik sendiri dapat dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang memungkinkan penguasaan dan kebutuhan peserta didik menjadi terlihat. Misalnya; tes tertulis, survei, wawancara, observasi, games, forum diskusi, tes psikologis dan minat bakat, dan sebagainya.
Gambar 3. Posisi Asesmen diagnostik pada siklus pembelajaran
(Sumber: Naskah Akademik, Prinsip Pengembangan Pembelajaran Berdiferensiasi) 3. Mengembangkan Modul Ajar
Modul ajar merupakan pengembangan dari rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dilengkapi dengan panduan yang lebih terperinci, termasuk lembar kegiatan peserta didik dan asesmen untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Disebut sebagai modul karena perangkat ini dapat digunakan secara modular. Dengan adanya modul ajar ini, guru dapat menggunakan perangkat yang lebih bervariasi, tidak hanya buku teks pelajaran yang sama sepanjang tahun. Dengan kata lain, ini memberikan kesempatan kepada guru untuk menggunakan sumber pengajaran yang lebih beragam, tidak terbatas pada buku teks pelajaran saja. Modul ajar tidak hanya dikembangkan oleh pemerintah namun juga dapat dikembangkan oleh guru serta komunitas pendidikan lainnya di Indonesia melalui praktik baik yang telah dilakukan.
Pendidik dan satuan pendidikan dapat menggunakan berbagai strategi untuk mengembangkan modul ajar selama modul ajar yang dihasilkan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dan aktivitas pembelajaran dalam modul ajar sesuai dengan prinsip pembelajaran dan asesmen.
Modul ajar yang dikembangkan diharapkan memenuhi empat kriteria.
a. Esensial: pemahaman konsep dari setiap mata pelajaran melalui pengalaman belajar dan lintas disiplin.
b. Menarik, bermakna, dan menantang: menumbuhkan minat untuk belajar dan melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses belajar. Berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya, sehingga tidak terlalu kompleks, namun juga tidak terlalu mudah untuk tahap usianya.
c. Relevan dan kontekstual: berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki sebelumnya, dan sesuai dengan konteks di waktu dan tempat peserta didik berada.
d. Berkesinambungan: Keterkaitan alur kegiatan pembelajaran sesuai dengan fase belajar peserta didik.
Penulisan modul ajar bertujuan untuk memandu pendidik untuk melaksanakan proses pembelajaran. Komponen dalam modul ajar ditentukan oleh pendidik berdasarkan kebutuhannya. Secara umum modul ajar memiliki komponen seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Komponen Modul Ajar
4. Penyesuaian Pembelajaran dengan Tahap Capaian dan Karakteristik Peserta Didik
Pembelajaran paradigma baru berpusat pada peserta didik, Karena itu, pembelajaran ini disesuaikan dengan tahapan pencapaian dan karakteristik peserta didik. Bagaimana cara pendidik melakukan hal tersebut? Dalam melakukan penyesuaian pembelajaran terdapat delapan peran pendidik secara umum.
a. Aktif mencari dan mendengarkan pendapat, pertanyaan, sudut pandang, aspirasi dari peserta didiknya.
b. Membuka kesempatan untuk eksplorasi diri dan dunia dengan memberikan pertanyaan dan tugas ‘terbuka’.
c. Memberikan pertolongan dan juga tantangan bagi peserta didik yang membutuhkan.
d. Memberikan umpan balik dan kesempatan bagi peserta didik untuk memberikan umpan balik kepada diri dan satu sama lain.
e. Melibatkan peserta didik untuk mengambil keputusan untuk apa, mengapa, bagaimana mereka belajar. Peserta didik berlaku sebagai kolaborator dalam komunitas belajarnya.
f. Mengkomunikasikan ekspektasi dengan jelas kepada peserta didik. Pemahaman yang ingin dipelajari, keterampilan yang ingin dimiliki, dan profil pelajar yang dituju.
g. Membuat kesepakatan bersama dengan peserta didik agar saling menghormati dan membangun rasa percaya dengan satu sama lain.
h. Membangun rutinitas keseharian dengan membiasakan budaya positif, dan konsisten menjadi teladan bagi peserta didik.
Ketika melakukan pembelajaran sesuai tahap capaian dan karakteristik peserta didik, tidak berarti pendidik harus menyusun beberapa modul ajar atau RPP untuk mengakomodasi kebutuhan belajar yang berbeda, pendidik cukup menyusun satu modul ajar atau RPP dengan kegiatan pembelajaran yang dilengkapi petunjuk penyesuaian terhadap tahap capaian dan karakteristik peserta didik.
5. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Pengolahan Asesmen Formatif dan Sumatif Asesmen merupakan bagian terpadu dari proses pembelajaran, memfasilitasi pembelajaran, dan menyediakan informasi yang holistik sebagai umpan balik untuk pendidik, peserta didik, dan orang tua agar dapat memandu mereka dalam menentukan strategi pembelajaran selanjutnya. Asesmen dirancang dan dilakukan sesuai dengan fungsi asesmen tersebut, dengan keleluasaan untuk menentukan teknik dan waktu pelaksanaan asesmen agar efektif mencapai tujuan pembelajaran. Asesmen dirancang secara adil, proporsional, valid, dan dapat dipercaya (reliable) untuk menjelaskan kemajuan belajar dan menentukan keputusan tentang langkah selanjutnya. Laporan kemajuan belajar dan pencapaian peserta didik bersifat sederhana dan informatif, memberikan informasi yang bermanfaat tentang karakter dan kompetensi yang dicapai serta strategi tindak lanjutnya. Hasil asesmen digunakan oleh peserta didik, pendidik,
tenaga kependidikan, dan orang tua sebagai bahan refleksi untuk meningkatkan mutu pembelajaran.
Asesmen perlu dilaksanakan melalui tiga pendekatan, yaitu asesmen atas pembelajaran (assessment of learning), asesmen untuk pembelajaran (assessment for learning), dan asesmen sebagai pembelajaran (assessment as learning). Asesmen atas pembelajaran dilakukan untuk mengukur capaian peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan. Asesmen untuk pembelajaran memungkinkan guru menggunakan informasi kondisi peserta didik untuk memperbaiki pembelajaran, sedangkan asesmen sebagai pembelajaran memungkinkan peserta didik melihat capaian dan kemajuan belajarnya untuk menentukan target belajar.
Selama ini pelaksanaan asesmen cenderung berfokus pada asesmen sumatif yang dijadikan acuan untuk mengisi laporan hasil belajar. Hasil asesmen belum dimanfaatkan sebagai umpan balik untuk perbaikan pembelajaran. Pada pembelajaran paradigma baru, pendidik diharapkan lebih berfokus pada asesmen formatif dibandingkan sumatif dan menggunakan hasil asesmen formatif untuk perbaikan proses pembelajaran yang berkelanjutan. Salah satu contoh asesmen formatif adalah asesmen diri (self- assessment) dan asesmen antarteman (peer assessment). Asesmen ini berfungsi sebagai bahan refleksi diri, yang nantinya dapat digunakan oleh Pendidik sebagai data/informasi untuk mengonfirmasi capaian hasil belajar peserta didik. Pada Gambar 5 disajikan perbandingan tipe asesmen.
Gambar 5. Perbandingan Tipe Asesmen
Pelaksanaan asesmen formatif dapat dilakukan dengan memperhatikan hal berikut: (1) dilaksanakan bersamaan dalam proses pembelajaran, yang kemudian ditindaklanjuti untuk memberi perlakuan berdasarkan kebutuhan peserta didik serta perbaikan proses pembelajaran, (2) pendidik dapat menggunakan berbagai teknik seperti observasi, performa (kinerja, produk, projek, portofolio), maupun tes, (3) tindak lanjut yang dilakukan bisa dilakukan langsung dengan memberikan umpan balik atau melakukan intervensi, dan (4) pendidik dapat mempersiapkan berbagai instrumen seperti rubrik, catatan anekdotal, lembar ceklist untuk mencatat informasi yang terjadi selama pembelajaran berlangsung.
Pelaksanaan asesmen sumatif dapat dilakukan dengan memperhatikan hal berikut: (1) sumatif dilakukan pada akhir lingkup materi untuk mengukur kompetensi yang dikehendaki dalam tujuan pembelajaran dan pada akhir semester, (2) pendidik dapat menggunakan berbagai teknik seperti portofolio, performa (kinerja, produk, projek, portofolio), maupun tes, dan (3) hasil sumatif dapat ditindak lanjuti dengan memberikan umpan balik atau melakukan intervensi kepada peserta didik maupun proses pembelajaran yang telah dilakukan.
Pada pelaksanaannya, baik asesmen formatif dan sumatif dapat menggunakan berbagai bentuk tes. Menurut bentuk pertanyaannya pada umumnya tes dibedakan kedalam dua
kelompok, yaitu tes membangun-jawaban (constructed-response) dan tes memilih jawaban (selected-response) (Budiyono, 2015: 69)
a. Tes membangun jawaban (constructed-response)
Termasuk kedalam tes membangun jawaban adalah tes uraian (essay test) dan tes jawaban singkat (short-answer test). Pada tipe ini peserta tes diharapkan merumuskan jawaban sendiri dengan kata-kata sendiri. Jawaban tipe tes uraian dapat berupa jawaban pendek atau jawaban panjang, tergantung dari arah dan cakupan yang dikehendaki oleh butir tes. Jenis ini biasanya memuat permasalahan yang menuntut peserta tes untuk mengorganisir dan merumuskan jawabannya dengan menggunakan kata-kata, ide dan pemikirannya sendiri berdasarkan latar belakang pengetahuan yang dimilikinya. Keunggulan yang dimiliki tes uraian antara lain: (1) menghendaki pengorganisasian jawaban, sehingga pada tes uraian bisa dilihat jalan pikiran peserta tes, (2) jawaban disampaikan dengan kata-kata dan tulisannya sendiri, sehingga dapat dilihat kejernihan jalan pikiran peserta tes, (3) mudah menyusun soalnya, dan (4) dapat membedakan secara jelas kemampuan peserta didik. Disisi lain kelemahan dari tes uraian antara lain: (1) bahan yang diliput terbatas, (2) waktu yang diperlukan untuk menjawab soal uraian lama, dan (3) penilaian yang cenderung subjektif, (4) sukar dalam menentukan skor (Budiyono, 2015:69-71).
b. Tes memilih jawaban (selected-response)
Secara garis besar, tes memilih jawaban dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu tes benar salah, tes menjodohkan, dan tes pilihan ganda. Dari ketiga jenis ini, yang paling banyak digunakan (terutama di tingkat SMA/SMK) adalah jenis pilihan ganda.
Tes pilihan ganda dapat dibedakan menjadi sembilan bentuk, yaitu (1) melengkapi lima pilihan, (2) asosiasi dengan lima pilihan, (3) hal kecuali, (4) analisis hubungan antar hal, (5) analisis kasus, (6) perbandingan kualitatif, (7) hubungan dinamik, (8) melengkapi berganda, dan (9) pemakaian gambar, diagram, atau grafik. Dari
berbagai bentuk itu yang paling sering digunakan adalah bentuk melengkapi lima pilihan, bentuk analisis kasus, dan bentuk melengkapi berganda.
Tes bentuk pilihan ganda terdiri dari batang tubuh yang berupa suatu pernyataan yang belum lengkap atau suatu pertanyaan yang diikuti oleh sejumlah kemungkinan jawaban. Batang tubuh tadi sering disebut pokok soal (stem) kemungkinan jawaban disebut option. Option yang merupakan jawaban yang benar disebut kunci (key), dan option-option yang bukan kunci jawaban disebut pengecoh (distractor).
Kelebihan dari soal bentuk pilihan ganda adalah lebih fleksibel dan lebih efektif dari pada bentuk lain. Jika dikonstruksi dengan baik, soal bentuk pilihan ganda amat efektif mengukur kemampuan menguraikan informasi, perbendaharaan kata, aplikasi suatu konsep, atau kemampuan menginterpretasikan sesuatu. Jika dikonstruksi dengan baik soal pilihan ganda juga dapat mendeskriminasikan, menentukan pendapat, dan menarik kesimpulan. Satu-satunya kemampuan yang tidak dapat diukur dengan tipe pilihan ganda adalah kemampuan mengorganisir (proses) sesuatu. Selain itu kelemahan lainnya adalah mengonstruksi tes bentuk pilihan ganda sangat sukar dan memerlukan waktu yang lama. Tidak jarang pembuat soal hanya memasukan hal-hal yang mudah-mudah saja. Yaitu sekedar mengukur hal-hal yang bersifat pengetahuan (hafalan) (Budiyono, 2015: 75-77).
c. Alternatif bentuk test (1) Testlet
Pengertian testlet dalam buku yang ditulis oleh Tissen dan Wainer (2001: 173) adalah suatu grup atau kelompok pertanyaan (item) yang berhubungan dengan suatu topik tertentu yang dikembangkan menjadi satu kesatuan dan berisi sejumlah langkah yang telah ditentukan sebelumnya dan yang dapat diikuti oleh peserta. Testlet termasuk kedalam jenis tes yang menghasilkan lebih dari satu respon. Testlet ini memiliki respons yang relatif bertingkat dalam kaitannya dengan pengetahuan (construct) yang akan diukur.
Desain instrumen Testlet menurut Huang dan Wang (2012) adalah suatu set pertanyaan yang memberikan stimulus. Hal ini telah banyak digunakan dalam dunia pendidikan dan tes psikologi. Banyak pengembang tes yang menemukan desain Testlet ini menarik karena efisien dalam penulisan itemnya. Beberapa topik pada pembelajaran bersifat hirarkis, sebagai contoh struktur hirarki kemampuan mental. Beberapa peneliti telah mengembangkan jenis “latent trait” untuk mengukur berbagai macam keterampilan, seperti diagnosis kognitif yang dilakukan oleh De La Torre dan Douglas (2004), model multidimensi dengan struktur hirarkis yang dilakukan oleh Sheng dan Wikle (2008) dan IRT tingkat tinggi yang dikembangkan oleh De la Torre dan Song (2009). Dalam literatur, Testlet model respon dan model IRT tingkat tinggi di kembangkan secara terpisah. Tetapi topik yang hirarkis dapat diukur dengan menggunakan item Testlet. hal ini memiliki nilai yang baik untuk pengembangan dari model IRT yang menghubungkan Testlet dengan struktur topik yang hirarkis.
Dua konsep umum yang biasa digunakan pada faktor model Testlet adalah independensi tiap item dan multidimensional. Testlet yang digunakan biasanya tidak terlepas dari dua bentuk tersebut. Testlet dengan independensi artinya setiap item tes yang dikembangkan tidak berhubungan dengan item lainnya, sebaliknya dengan menggunakan konsep multidimensi setiap item yang dikembangkan mungkin berhubungan dengan item lainnya sebagai contoh ketika disajikan suatu data grafik pertanyaan pertamanya adalah apa yang didapatkan dari grafik, sedangkan pertanyaan tingkat selanjutnya adalah mengapa itu terjadi.
Multidimensi ini mungkin terlihat lebih beralasan ketika diterapkan pada multi item yang berhubungan dengan konteks tetapi tidak dibuat secara langsung dari satu sama lain (DeMars, 2012). Ciri soal Testlet adalah bahwa butir soal pendukung satu menjadi tahap paling awal yang harus dikuasai peserta didik.
Contoh soal Testlet:
SOAL UTAMA:
Atmosfer berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, atmos berarti uap, gas, atau udara dan sphaira berarti lapisan atau bulatan. Jadi, atmosfer adalah lapisan gas yang menyelubungi (bulatan) bumi. Atmosfer pendamping bumi terdiri dari lima lapisan, yang masing-masing lapisan mempunyai fungsi yang berbeda-beda terhadap bumi. Salah satu fungsi utama dari atmosfer bagi makhluk hidup adalah untuk bernapas.
1. Lapisan atmosfer yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan di muka bumi karena pada lapisan ini terjadi semua peristiwa cuaca adalah lapisan ....
A. stratosfer B. mesosfer C. troposfer D. eksosfer E. thermosfer
2. Proses yang terjadi pada lapisan berdasarkan jawaban soal nomor 1 adalah
….
A. pembentukan awan B. inversi suhu
C. pembentukan lapisan ozon
D. penyerapan radiasi sinar ultraviolet E. pemantulan gelombang radio
3. Peristiwa yang terjadi berdasarkan jawaban soal nomor 2 dapat terjadi karena….
A. proses ionisasi atom-atom di dalam lapisan tersebut B. perubahan suhu yang ekstrim
C. reaksi pemecahan oksigen D. kondensasi uap air
E. evaporasi air
Penskoran:
No Aspek Penilaian Skor
1 Peserta
didik tidak dapat menyelesaikan soal pendukung no 1 dengan be nar
0
2 Peserta
didik dapat menyelesaikan soal pendukung no 1 dengan benar, te tapi tidak dapat menyelesaikan soal pendukung no 2
1
3 Peserta didik
dapat menyelesaikan soal pendukung no 1 dan 2 dengan benar, tetapi tidak dapat menyelesaikan soal pendukung no 3
2
4 Peserta
didik dapat menyelesaikan keseluruhan soal pendukung dengan b enar
3
(2) Two-tier Multiple Choice (TTMC)
Menurut S.O. Adodo (2013) Two-Tier Multiple Choice (TTMC) adalah bentuk pertanyaan yang lebih canggih dari pertanyaan pilihan ganda. Tingkat pertama menyerupai pilihan ganda tradisional, yang biasanya berkaitan dengan pernyataan pengetahuan. Tingkat kedua menyerupai format dari soal pilihan ganda tradisional tetapi bertujuan untuk mendorong pemikiran dan penalaran keterampilan yang lebih tinggi. Pertanyaan juga bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dimiliki oleh peserta didik karena banyak distractors didasarkan pada kesalahpahaman tersebut.
Mirip dengan soal pilihan ganda tradisional, soal two-tier multiple choice diklasifikasikan ke dalam genre tes yang dikenal sebagai "objective test ". Soal jenis ini diyakini pertama kali muncul dalam ujian 'A-Level' di Inggris selama tahun 1960-an, namun bukti menunjukkan bahwa format ini digunakan lebih awal dari ini, dalam pemeriksaan medis Amerika Serikat selama tahun 1950 (Moore Dalam Alison Cullinane, 2011).
TTMC serupa dalam format soal pilihan ganda tradisional tetapi seperti namanya, TTMC mengandung dua tingkat pertanyaan yang saling terhubung. Tujuan dari lapis kedua ini adalah untuk mendorong peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi dan keterampilan penalaran. Tingkat pertama dari pertanyaan biasanya berkaitan dengan pernyataan pengetahuan sedangkan unsur kedua dari pertanyaan memfasilitasi pengujian peserta didik belajar di tingkat berpikir yang lebih tinggi. Mirip dengan soal pilihan ganda tradisional, ada kunci dan distraktor. Kuncinya adalah jawaban yang benar dan distraktor menggambarkan daftar pilihan untuk "mengalihkan perhatian" dari kunci atau jawaban yang benar. Desain TTMC menggunakan taksonomi Blooms (1956) sebagai kerangka kerja untuk mempromosikan tingkat berpikir yang berbeda. Instrumen pertanyaan ini membuat lebih mudah untuk menguji tingkat pemikiran peserta didik yang lebih tinggi dibandingkan dengan soal pilihan ganda konvensional. Tujuan dari pertanyaan ini adalah untuk membantu peserta didik dan guru untuk mengidentifikasi masalah peserta didik sehingga mereka dapat berpikir ulang untuk memperbaiki kesalahan atau kesulitan dan mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang topik. (Cullinane, 2011).
Menurut Tan, Taber, Goh, dan Chia (2005) item dalam instrumen diagnostik two-tier multiple choice secara khusus dirancang untuk mengidentifikasi konsepsi alternatif dan kesalahpahaman di daerah konten yang terbatas dan jelas. Bagian pertama dari setiap item terdiri dari pertanyaan pilihan ganda biasanya konten memiliki dua atau tiga pilihan.
Bagian kedua dari setiap item berisi empat atau lima kemungkinan alasan untuk jawaban dari bagian pertama, hal ini membuat instrumen diagnostik yang lebih kuat dan efektif karena memungkinkan untuk mendasari alasan dari jawaban peserta didik. Alasan yang salah (distraktor) berasal dari alternatif konsepsi peserta didik yang dikumpulkan dari literatur, wawancara, dan tes respon bebas.
Contoh soal two tier:
Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam, bahkan pada tahun 90-an, Indonesia sempat mendapatkan penghargaan swasembada pangan, di mana Indonesia mampu memenuhi kebutuhan seluruh masyarakatnya tanpa harus melakukan impor, namun saat ini, Indonesia harus melakukan impor untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakatnya yang semakin banyak. Dari ilustrasi di atas, maka terjadinya kelangkaan disebabkan oleh faktor….
A. perbedaan letak geografis B. pertumbuhan penduduk C. kemampuan produksi
D. sumber daya alam yang terbatas E. kurangnya sumber daya manusia Alasan
A. terjadinya kelangkaan disebabkan semakin banyaknya masyarakat yang meningkatkan kebutuhan pangan
B. terjadinya kelangkaan disebabkan proses produksi yang terhambat C. terjadinya kelangkaan disebabkan berkurangnya sumber bahan baku
D. terjadinya kelangkaan disebabkan tidak lancarnya proses distrubusi pangan E. terjadinya kelangkaan disebabkan menurunnya jumlah tenaga produktif
Penskoran:
Jawaban Siswa
Skor
First tier Second tier
Benar Benar 3
Benar Salah 2
Salah Benar 1
Salah/Tidak Menjawab Salah/Tidak Menjawab 0
6. Pelaporan Kemajuan Belajar
Pelaporan hasil adalah bagaimana sekolah mengkomunikasikan apa yang peserta didik ketahui, pahami, dan bisa lakukan. Pelaporan menggambarkan perkembangan dari proses pembelajaran peserta didik, mengidentifikasi area yang perlu dikembangkan, dan berkontribusi pada efektivitas pembelajaran.
Asesmen tanpa umpan balik hanyalah nilai akhir semata, oleh karena itu umpan balik mempunyai peran penting dalam menerjemahkan penilaian dan memperbaiki kinerja. Laporan kemajuan belajar berupa rapor merupakan salah satu bentuk pelaporan asesmen yang paling umum dilakukan sekolah, dan harus diperhatikan untuk memberikan informasi yang jelas agar berguna bagi orang tua peserta didik dan peserta didik.
Dalam bentuk pelaporan belajar, peserta didik lebih banyak berperan dalam aktivitasnya. Pelaporan hasil belajar (rapor), dibuat oleh pendidik sebagai analisis hasil belajar dalam bentuk tertulis dan langsung dilaporkan ke orang tua peserta didik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pelaporan yang efektif adalah (1) melibatkan orangtua peserta didik, peserta didik dan pendidik sebagai partner, (2) merefleksikan nilai-nilai yang dianut oleh sekolah, (3) menyeluruh, jujur, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan, dan (4) jelas dan mudah dipahami oleh semua pihak.
7. Evaluasi Pembelajaran dan Asesmen
Beberapa hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan evaluasi pembelajaran dan asesmen adalah:
a. Melakukan refleksi pembelajaran dan asesmen. Pada kegiatan ini pendidik perlu melakukan refleksi terhadap pembelajaran dan asesmen yang telah dilakukan pada masing-masing modul ajar, cermati bagian manakah yang telah tercapai dan belum. Hasil asesmen formatif dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan kegiatan refleksi.
b. Mengidentifikasi apa saja yang sudah berhasil dan apa saja yang perlu diperbaiki.Identifikasi keberhasilan dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sudut pandang, seperti kegiatan diskusi dengan teman sejawat, menggunakan data asesmen, maupun penilaian dari peserta didik.
c. Menindak lanjuti dengan memodifikasi modul ajar selanjutnya. Modifikasi modul ajar tentunya dilakukan setelah kegiatan evaluasi pembelajaran dan asesmen, pendidik dapat bekerja sama dengan teman sejawat untuk melakukan pengembangan berdasarkan kebutuhannya.