SUARA DI ANTARA AKSARA A. SINOPSIS
Muhammad Raditya Firmansyah yang akrab disapa Radit merupakan salah satu anak disabilitas rungu wicara asal Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Radit memiliki julukan Si Mata Biru karena warna matanya yang berbeda dengan warna mata orang-orang di lingkungannya akibat suatu kelainan genetik (waardenburg syndrome) yang turut memengaruhi pendengarannya. Di umur yang beranjak 13 tahun, Radit masih belum menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD), sehingga kemampuan berkomunikasinya masih terbatas dalam bentuk visual. Orang tua Radit pun berusaha agar anaknya dapat mendengar suara, meski ia hanya mampu beraksara.
B. STORYLINE
Dokumenter ini menampilkan biografi Radit—seorang anak Tuli bermata biru—
yang akan diawali gambaran diri Radit dengan suasana hening untuk menunjukkan kondisi indera pendengarannya. Pengambilan gambar yang mendetail ke arah warna mata Radit yang unik, telinganya, dan gerak isyarat tangan yang dia lakukan akan mendukung proses pengenalan karakter/identitas Radit. Gambar kemudian dapat beralih ke narasi yang berisi statement "manusia tercipta dengan ragam“.
Berlanjut ke orang tua Radit yang memperkenalkan diri anaknya secara lebih rinci. Orang tua Radit dapat mulai bercerita mengenai situasi/kondisi Radit. Secara opsional dapat ditampilkan pula bukti diagnosis dokter terkait kelainan genetika Radit.
Setelah menghasut insiden dengan menampilkan cara Radit berkomunikasi (tanpa ABD) dan mungkin mengalami miskomunikasi dengan orang tua/saudaranya, gambar akan menampilkan tuturan orang tua Radit yang mengisahkan kilas balik bagaimana awalnya kondisi Radit dan apa yang dilakukan sebagai orang tua saat harus berhadapan dengan kondisi tersebut.
Proses belajar Radit di sekolah dan di rumah beserta kegiatan hariannya/bermain bersama teman sebaya ditunjukkan. Orang tua Radit kemudian bercerita tentang ABD yang belum pernah digunakan Radit sejak kecil, mereka menceritakan perjalanan saat mengunjungi Pusat Alat Bantu Dengar (PABD). Pengambilan gambar ketika Radit melakukan proses audiometri hingga konsultasi/penjelasan mengenai desibel pendengaran oleh Audiolog pun ditampilkan.
Di PABD, Radit mencoba ABD superpower yang sesuai desibel pendengarannya.
Ini menjadi momen Radit mendengar untuk pertama kalinya. Orang tua Radit dapat mengisahkan perasaannya sebagai bentuk dorongan emosional. Sayangnya, karena harga ABD yang kurang terjangkau, orang tua Radit belum bisa membeli. Mereka berinisiatif untuk mengajukan surat permohonan pembelian ABD pada Dinas Sosial Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai bentuk perjuangan orang tua Radit agar anaknya dapat mendengar.
Radit dapat menampilkan potensi diri serta memberitahukan cita-citanya.
Wawancara dengan Radit dapat dilakukan dalam Bahasa Isyarat maupun tertulis. Narasi yang berisi statement “tiap orang memiliki eksistensi yang unik” akan mendukung
statement awal film. Dokumenter ini akhirnya akan ditutup oleh harapan orang tua Radit.
Gambar akan kembali menampilkan suasana hening dan Radit yang menuliskan sesuatu.
C. TREATMENT D. NARASI