Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Nganjuk Perspektif Madzhab Hanafiyah Terhadap Kewajiban Penunjang Yang Harus Dipenuhi Suami Dalam Skripsi Perceraian. Dasar pemikiran penggunaan metode lapangan kualitatif adalah karena yang menjadi subjek penelitian adalah persoalan kewajiban nafkah yang harus dipenuhi suami jika terjadi perceraian dan perceraian. Bagaimana hakim pengadilan agama di Nganjuk menilai tunjangan yang dikenakan kepada suami pada saat perceraian dan talaq terkait Madzhab Hanafi.
Untuk mendeskripsikan pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Nganjuk dalam menilai nafkah yang dibebankan kepada suami pada saat terjadi perceraian ditinjau dari Imam Madzhab Hanafiah. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana penelitian Saudara Zaenal hanya mengkaji tentang pemberian nafkah dan tunjangan anak, sedangkan peneliti membahas tentang kewajiban nafkah yang harus dipenuhi suami istri pada saat perceraian yaitu iddah, mut'ah, hadhanah dan madliyah. Salinan berkas tentang kewajiban nafkah yang harus dipenuhi suami dalam perkara perceraian (nomor perkara: .2262/Pdt.G/2017/PA.Ngj).
لا و حأو نلتدلا نهو لطف ا للا ستق ذإ
Masa sebelum Penjajahan
Masa penjajahan Belanda dan Jepang
Masa kemerdekaan
Masa berlakunya Undang Undang Nomor 1 tahun 1974
Kondisi Pengadilan Agama saat itu masih sangat sederhana, baik staf maupun alat tulis yang digunakan, sedangkan ruang sidang yang digunakan adalah lobi Masjid Agung Nganjuk yang berada di sebelah barat alun-alun. Oleh karena itu Pengadilan Agama Nganjuk tahun 1994 didasarkan pada keputusan Majelis Rakyat Daerah Kabupaten Nganjuk Tingkat II Nomor 003 Tahun 1994 tanggal 21 Maret 1994 tentang Persetujuan Pelepasan Hak Atas Tanah Milik Pemerintah Daerah Tingkat II Nganjuk. . untuk pembangunan gedung perkantoran/ruang sidang Pengadilan Agama Nganjuk seluas 4.000 m2 (40 x 100 m) yang terletak di Jalan Gatot Subroto, Desa Kauman, Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk. Kemudian pada tahun anggaran 1995/1996 dan 1996/1997 dan 1997/1998, Pengadilan Agama Nganjuk mendapat proyek pembangunan Kantor Pengadilan Agama Nganjuk dan pagar sekitarnya selama tiga tahun.
Dan pada bulan Desember 1998, pembangunan Kantor Pengadilan Agama Nganjuk telah selesai, sehingga pada tanggal 24 Desember 1998, Kantor Pengadilan Agama Nganjuk resmi dibuka untuk digunakan oleh Bupati Kabupaten Nganjuk, dan sejak itu pula seluruh kegiatan Kantor Pengadilan Agama Nganjuk Pengadilan hingga kini dipindahkan ke kantor baru di Jalan Gatot Subroto Nganjuk. Seiring berjalannya waktu untuk menyelesaikan dokumen status penggunaan barang milik negara, Pengadilan Agama Nganjuk mencoba mengurus sertifikat status kepemilikan, namun hal ini mengalami kendala karena setelah melalui beberapa proses yang sangat melelahkan berdasarkan surat permohonan Pengadilan Agama Nganjuk kepada bupati pada tanggal 19. Desember 2011 tentang permohonan hibah tanah tahun 2013, namun permohonan tersebut dikabulkan dengan Surat Keputusan Kabupaten Nganjuk Nomor 188/391/K tentang Pemindahan Barang Milik Pemerintah Kabupaten Nganjuk. berupa tanah untuk dihibahkan kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk digunakan sebagai Kantor Pengadilan Agama Nganjuk. Namun luas lahannya berkurang dari 4.000 m2 menjadi 3.540 m2. Hal itu diketahui setelah diverifikasi Badan Pertanahan Nganjuk, ternyata posisinya bukan di Desa Kauman melainkan berada di Desa Ringinanom, Kecamatan Nganjuk, Kabupaten Nganjuk.
Visi dan Misi
Dasar hukum hakim dalam memutus perkara tersebut adalah dengan menggunakan Al-Quran, Al Hadits, Ijma', Kompilasi Hukum Islam dan 15 kitab Sunnah dalam peradilan agama. Muchsin, selaku ketua majelis hakim mengatakan, dalam setiap perkara hakim melihat pekerjaan pemohon, kemampuan pemohon, dan kebutuhan yang sesuai dengan tempat tinggal pemohon. Musthofa Zahron selaku hakim anggota I mengatakan, dalam setiap perkara hakim melihat kondisi sosiologis, ekonomi pemohon, dan kemampuan pemohon.
Kemudian beliau berpendapat bahwa dalam hukum hidup madliyah, yang mana dalam hidup madliyah dikaitkan dengan hidup iddah, bahwa perempuan berhak menerima iddah dan hidup madliyah bila ada tamkin (pengabdian) sempurna dari seorang wanita. Karena pemeliharaan madliyah tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan atau peraturan lainnya, maka hakim dapat memvonis pemohon untuk membayar pemeliharaan madliyah. 2262/Pdt.G/2016/PA.Ngj dimana istri (termohon) dikategorikan tidak nusyuz karena istri tidak keluar dari rumah yang disediakan oleh suami yang menceraikannya pada masa ’iddah, namun pihak laki-laki (pemohon) berada pada kategori tidak nusyuz. yang keluar rumah dan kembali lagi ke rumah orang tua orang lain, maka pemohon berhak mendapat nafkah madliyah 48.
Ketiga, Haitami, S.H., M.H., selaku hakim Perkara II berkata, dalam membuat sebarang keputusan, hakim mengambil kira tugas pemohon, kebolehan pemohon dan keperluan berkaitan tempat tinggal pemohon. Kemudian beliau berpendapat pemberian mut'ah daripada suami kepada isteri dapat dilihat dari berapa lama kebaktian isteri kepada suaminya sepanjang perkahwinan. Maksud mut'ah adalah untuk memuaskan hati isteri, dalam bahasa Jawa mut'ah disebut pedhot tresno, yang bermaksud sebagai tanda kasih sayang suami kepada isteri, apabila suami menceraikan isterinya, suami wajib memberi nafkah. kecuali isteri nusyuz.
Para ulama dapat menganalisis bahwa pemberian mut’ah oleh suami kepada istri pada saat talak dan talak bertujuan untuk menyenangkan istri setelah talak, perceraian yang atas kemauan suami akan menimbulkan perasaan kecewa yang mendalam. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Nganjuk Dalam Memerintahkan Tunjangan Kepada Suami Dalam Perceraian dan Perkara Talak Nomor :.
Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Nganjuk dalam Pembebanan Nafkah Kepada Suami Pada Cerai Talak Perkara Nomor
Pertama, pertimbangan hakim Pengadilan Agama Nganjuk mengenai iddah dalam putusan perkara nomor: 2262/Pdt.G/2016/PA.Ngj bahwa tergugat dalam gugatannya ganti rugi nafkah iddah sebesar Rp. 2262/Pdt.G/2016/Pdt.G/PA.Ngj bahwa tergugat atau perempuan berhak mendapat nafkah iddah karena perempuan tersebut tidak nusyuz. Sedangkan bagi wanita yang mengalami iddah akibat talak, maka wanita tersebut berhak atas nafkah, meskipun ia telah ditalak sebanyak tiga kali, baik dalam keadaan hamil atau tidak, dengan syarat ia tidak meninggalkan rumah milik suami yang diceraikan. bukan. dia untuk menjalani 'iddah.
Menurut Hanafi, hukumnya bagi perempuan yang melakukan iddah akibat akad Faskhnya sama dengan hukum bagi perempuan yang talak ba'in.50. Dalam hal ini istri (termohon) dikategorikan tidak nusyuz karena istri tidak keluar rumah yang disediakan oleh suami yang menceraikannya pada masa iddah, namun suami (pemohon) justru keluar rumah dan kembali ke orang tuanya. ' rumah. Telah disebutkan bahwa ibu dari anak adalah orang yang paling berhak mengasuh anaknya dibandingkan dengan orang lain, menurut ijma para ulama.
Tidak ada kepedulian terhadap orang-orang yang bodoh, gila atau masih kecil, sekalipun mereka mumayyiz (sudah mengetahui apa yang baik bagi dirinya), karena mereka juga membutuhkan orang yang dapat memenuhi kebutuhan dan kepeduliannya. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (yakni memeluk Islam), setelah itu orang tuanya menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Penyihir.53 Oleh karena itu, tidak ada jaminan agama anak tersebut jika pengasuhnya adalah seorang yang bertakwa. kafir. Tidak ada hak penitipan anak bagi orang buta, sakit, lumpuh dan sejenisnya, yang dapat membahayakan anak dan meremehkan serta menyia-nyiakannya.
Maka kenyataan menunjukkan bahwa seorang laki-laki, meskipun termasuk orang fasik, tetap berhati-hati terhadap putrinya dan tidak menyia-nyiakannya, nyatanya dia sangat ingin memberikan yang terbaik untuk putrinya dengan segala kemampuannya.56 Jadi kondisi ini tidaklah benar. 2262/Pdt.G/2016/PA.Ngj telah menyatakan bahwa nafkah anak yang ditelantarkan oleh ayah atau terdakwa tidak dapat dituntut sebagaimana dimaksud menurut yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 608K/AG/2003 menyatakan dalam landasan hukumnya adalah kewajiban ayah untuk memberikan nafkah kepada anaknya. Adalah lil intifa' (memenuhi kebutuhan) bukan lim tamlik (memiliki) sehingga kelalaian ayah dalam memberikan nafkah tidak dapat dituntut.
Ketiga, alasan Hakim Agma Nganjuk mengenai mut'ah hakim yang hidup dalam putusan perkara nomor: 2262/Pdt.G/2016/PA.Ngj, bahwa tergugat dalam tuntutan ganti ruginya menuntut mut'ah yang hidup mulai Rp. 2262/Pdt.G/2016/PA.Ngj dalam sidangnya mengabulkan mut'ah kepada tergugat karena pemohon dan tergugat mempunyai hubungan layaknya suami istri ba'da dukhul selama menikah. Dalam Pasal 158 huruf (b) Kompendium Hukum Islam yang menyatakan: mut'ah wajib dilakukan oleh mantan suami dengan ketentuan perceraian itu atas kemauan suami.
Dalam hal ini, Mut’ah bertujuan untuk menunjukkan penghargaan dari seorang laki-laki kepada istrinya, yang menikahkannya dan menemaninya sepanjang bulan madu. Artinya : “Kepada wanita yang bercerai (suaminya) hendaknya memberikan mut'ah menurut arif, sebagai kewajiban terhadap orang-orang yang shaleh.” 59. Hal ini dijelaskan oleh salah satu hakim Anggota II yaitu Pak Haitami, S.H., M.H yang memutuskan putusan nomor: 2262/Pdt.G/2016/PA.Ngj, bahwa pemberian mut’ah oleh suami kepada istri dilihat dari seberapa lama istri berbakti kepada suaminya selama berumah tangga.
Dalam perkara pemulihan, besaran mut'ah yang dituntut penggugat adalah sebesar Rp. Lima puluh juta rupiah) sedangkan terdakwa bersedia membayar mut'ah sebesar Rp. Artinya: “jika talak terjadi setelah dukhul (hubungan suami istri), maka isteri wajib diberikan mut’ah selama 1 (satu) tahun setelah berakhirnya masa iddahnya.” 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per bulan, sehingga dalam menentukan mut'ah, majelis hakim berpedoman pada hal tersebut, sehingga mut'ah yang harus dibayar oleh terdakwa adalah sebesar Rp.
Tuntutan mut'ah yang diputus oleh hakim Pengadilan Agama Nganjuk dalam perkara nomor: 2262/Pdt.G/2016/PA.Ngj menerima gugatan mut'ah mantan istri sebesar RP. Hakim Pengadilan Agama Nganjuk dalam ijtihadnya melihat kondisi sang suami, menetapkan bahwa mutat yang diterima dari mantan istri bernilai Rp.
PENUTUP
Kesimpulan
Misalnya saja mengenai kehidupan ida, menurut ulama Madzhab Hanafi disebutkan bahwa jika seorang wanita yang ida dalam keadaan talaq raj‟i dan suami yang menceraikannya meninggal dunia, maka dia sedang mengalaminya. "iddah". Sedangkan dalam menentukan beban hidup, maka haji disesuaikan dengan kemampuan finansial atau ekonomi ayah dan kebutuhan anak, misalnya kebutuhan anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) dan anak yang sudah duduk di bangku sekolah. Sekolah Menengah Atas (SMA) itu berbeda. Namun istri tidak berhak mendapat nafkah iddah dan madliyah jika istri tidak mau bersama suaminya, istri keluar rumah, berselingkuh, dan istri tidak menghormati suaminya.”
Berdasarkan fakta di lapangan pada perkara nomor: 2262/Pdt.G/2016/PA.Ngj dimana perempuan (termohon) dikategorikan non-nusyuz karena perempuan tersebut tidak meninggalkan rumah yang disediakan oleh suami yang menceraikannya. selama masa idat tetapi suami (pemohon) lah yang meninggalkan rumah dan kembali ke rumah orang tuanya, sehingga pemohon berhak mendapat makanan madlijah. Peneliti dapat menganalisis pemberian mutata yang dilakukan suami kepada istrinya pada saat terjadi perceraian yaitu tujuannya untuk memuaskan istri setelah terjadinya perceraian, perceraian yang atas kemauan suami akan menimbulkan perasaan kecewa pada responden (istri) Oleh karena itu mutata berfungsi untuk memberikan keridhaan kepada istri.istri agar perempuan yang diceraikan suami tidak merangkak bersedih dan pemberian mut'ah secara tidak langsung bertujuan untuk melindungi hak isteri (istri), dimana pemberian mut' ah. 'ah terlihat dari lamanya istri mendampingi suaminya, karena dengan pengabdian istri kepada suaminya maka istri berhak menerima hak-haknya.
SARAN