I
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM KITAB AL-MAR’AH ASH-SHOLIHAH
KARYA KH. MASRUHAN AL-MAGHFURI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun oleh: Siti Munadiroh NIM: 111-14-110
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
III
KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM KITAB AL-MAR’AH ASH-SHOLIHAH
KARYA KH. MASRUHAN AL-MAGHFURI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Disusun oleh: Siti Munadiroh NIM: 111-14-110
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
VII MOTTO
:َلاَق ْمَلَسَو ِهْيَلَع ُالله ىَلَص ِالله ُلْىُسَر َنَااَمُهْىَع ُالله َيِضَرَرَمُع ِهْب ِاللهِدْبَع ْهَع
اَتَماَيْوُدلا
:ملسم{ ُتَحِلاَصلاُةَاْرَمْلا اَيْوُدلا ِعاَتَمُرْيَخَو ُع
4
/
871
}
Artinya: Diriwayatkan dari „Abdullah bin „Umar R.A: Rasulullah
SAW bersabda,“Dunia itu kesenangan, dan sebaik-baik
kesenangan dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (4:178-Sahih
VIII
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi Robbil „Alamin Maha suci Allah yang telah memberi kebahagiaan, rasa syukur yang terdalam terpancar dalam butiran-butiran bening
di kala hati mulai tersenyum. Dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis
persembahkan kepada:
1. Keluargaku Bapak Sunardi dan Ibu Maryatun. Selaku orang tua yang
dengan ridho dan do‟a mereka yang tiada henti, telah menemukan secercah
cahaya dalam tiap-tiap keinginan yang terus menggema.
2. Untuk adik-adikku yang manis Taufiku Rohmah dan Salsa Khoirun Nada,
semoga cita-citamu yang mulia dapat didengar oleh Allah dan dikabulkan
pada waktu yang telah tercatat dalam lauhul mahfudz.
3. Almaghfurllah Bapak Kyai Hawari Ichsan Al-Hafidz yang senantiasa selalu memberikan arahan serta nasihat-nasihatnya terhadap penulis.
4. Almaghfurllah pengasuh Pondok Pesantren Modern Bina Insani Bapak
Kyai Muhsoni dan Ibu Nyai Siti Munawaroh yang saya ta‟dzimi.
5. Almaghfurllah pengasuh Pondok Pesantren Al-Hasan Ibu Nyai Rasilah,
Bapak Kyai Ma‟arif, Ibu Nyai Kamalah Isom, S.E. dan Ustadz Khusnul
Kirom, S.Ag. serta keluarga besar pondok pesantren Al-Hasan yang
IX
6. Adik-adikku PP Al-Hasan dek Dani, Isti, Asri, Tika, Izza, Alif, Binti, Baiti,
Aini, Iis, Karimah dan saudaraku yang tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, terimakasih atas dukungan, do‟a serta semangatnya.
7. Keluarga, teman, musuh, dan sahabat Bina Insani mbk Pik, mbk Mboel,
mbk Ina, mbk Epa, mbk Lina, mbk Ook, mbk Prili yang sama-sama
berjuang bersama dari SMA hingga sekarang.
8. Keluarga PPL Griduta mb Mir, mb Mey, mb Copi, mb Eny, umik Apin, mb
Ismi, ms Farhan, ms Kamal, dan ms Masruhan.
9. Keluarga KKN Posko 59 ms Farid, ms Devan, ms Riyanto, mb Syawala,
mb Fatia, mb Halim, mb Lisna, dan mb Wiwin.
10. Teman-teman PAI angkatan 2014 dan teruntuk teman olah roso Kang Sani
yang selalu berkata heuheu.
11. Semua pihak yang selalu memberi semangat kepada penulis dalam
X
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah
SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut
setiaNya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI).
4. Ibu Dra. Hj. Maryatin, M,Pd sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan
waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
5. Bapak Drs. Bahroni, M.Pd. selaku pembimbing akademik.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
XI
7. Bapak dan ibu serta saudara di rumah, yang telah mendoakan dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan
penuh kasih sayang dan kesabaran.
8. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyelesaian skripsi ini
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan
dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya, dengan tulisan ini semoga bisa
bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 07 September 2018
XII ABSTRAK
Munadiroh, Siti. 2018. Konsep Pendidikan Akhlak Istri Terhadap Suami dalam
Kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah Karya KH. Masruhan Al-Maghfuri. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Dra. Hj. Maryatin, M,Pd.
Kata Kunci: Konsep Pendidikan, Akhlak Istri Terhadap Suami.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak
istri terhadap suami dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah karya KH. Masruhan
Al-Maghfuri, serta bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak istri
terhadap suami dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah jika dikaitkan dengan
konteks kekinian.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library research).
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mencari, menelaah, dan menggunakan sumber-sumber pustaka yang relevan dengan permasalahan penelitian. Pengumpulan data dibagi menjadi dua sumber yaitu data primer dan data sekunder. Kemudian data dianalisis menggunakan metode
deskriptif, dokumen/teks, dan grounded theory/teori dasar. Kemudian peneliti
menganalisa, mengkategorikannya kedalam unsur-unsur yang hendak diteliti kemudian membuat sebuah analisa temuan dan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) konsep pendidikan akhlak istri
terhadap suami dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah yaitu di dalam suatu
rumah tangga hendaknya memiliki hubungan komunikasi yang baik, seorang istri harus menjaga kehormatan baik pada dirinya maupun suaminya, menjaga penampilan diri agar suami merasa betah jika berada di dekat istri, meminta izin suami ketika ingin pergi keluar rumah, serta taat terhadap perintah suami.2)
Relevansi konsep pendidikan akhlak istri terhadap suami dalam kitab
XIII DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN BERLOGO... ii
HALAMAN DEKLARASI... iii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iv
HALAMAN PENGESAHAN... v
MOTTO... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR... ix
ABSTRAK... xi
DAFTAR ISI... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 8
C. Tujuan Penelitian... 9
D. Kegunaan Penelitian... 9
E. Penegasan Istilah... 10
F. Sistematika Penulisan... 14
BAB II LANDASAN TEORI A. Karya KH. Masruhan Al-Maghfuri... 17
XIV
C. Kajian Pustaka... 52
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 56
B. Lokasi Penelitian... 56
C. Sumber Data... 56
D. Prosedur Penelitian... 57
E. Analisis Data... 57
F. Tahap-Tahap Penelitian... 59
BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian... 60
B. Analisis Kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah... 85
C. Kritik Terhadap Kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah... 91
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 93
B. Saran... 94
DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengalami
proses perubahan ke arah yang lebih baik. Apa pun bentuknya, selama
suatu konsep atas objek yang diamati atau objek itu sendiri mengalami
proses perbaikan dalam arti perubahan ke arah yang lebih baik, maka
objek atau konsep tersebut berhak disebut sebagai pendidikan. Hal ini
juga sejalan dengan konsep yang dibuat Redjo Mudyaharjo bahwa
pendidikan adalah salah satu bentuk kegiatan dalam kehidupan manusia
yang berawal dari hal-hal yang bersifat aktual menuju kepada hal-hal
yang ideal. Oleh sebab itu, wajar bila pendidikan disebut proses
pembelajaran yang berlangsung seumur hidup dan disemua tempat
(Assegaf, 2004: 99).
Pendidikan Islam adalah suatu proses penggalian, pembentukan,
pendayagunaan dan pengembangan fitrah, dzikir dan kreasi serta potensi
manusia, melalui pengajaran, bimbingan, latihan, dan pengabdian yang
dilandasi dan dinapasi oleh nilai-nilai ajaran Islam, sehingga terbentuk
pribadi muslim yang sejati, mampu mengontrol, mengatur, dan
merekayasa kehidupan dengan penuh tanggung jawab berdasarkan
2
Akhlak adalah sifat yang sudah tertanam dalam jiwa yang
mendorong perilaku seseorang dengan mudah sehingga menjadi
perilaku kebiasaan. Jika sifat tersebut melahirkan suatu perilaku yang
terpuji menurut akal dan agama dinamakan akhlak baik (akhlak
mahmudah). Sebaliknya, jika ia melahirkan tindakan yang jahat, maka
disebut akhlak buruk (akhlak mazmumah). Menurut Al-Abrasy,
pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Usaha maksimal
untuk mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya
dari proses pendidikan Islam. Oleh karena itu, pendidikan akhlak
menempati posisi yang snagat penting dalam pendidikan Islam,
sehingga setiap aspek proses pendidikan Islam selalu dikaitkan dengan
pembinaan akhlak yang mulia (Makbuloh, 2013: 142)
Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan
untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia,
2006: 800). Pernikahan yaitu ikatan perkawinan yang dilakukan sesuai
dengan ketentuan hukum dan ajaran agama (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2007, 782 ). Dari pengertian diatas penulis dapat menarik
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pernikahan yaitu hubungan
yang dijalin antara laki-laki dan perempuan melalui ikatan perjanjian
sesuai dengan hukum ajaran agama masing-masing untuk menjadikan
pasangan tersebut telah menjadi pasangan yang sah.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
3
Kompilasi Hukum Islam yang merumuskan demikan: ”Perkawinan ialah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Suma,
2005: 46).
Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial tidak akan
pernah lepas dari hubungannya dengan individu yang lain. Hubungan
tersebut ada yang bersifat formal, yang hanya sekedar basa-basi
sehingga tidak mendalam dan ada pula hubungan yang mendalam,
seperti mencurahkan isi hati, berkeluh kesah, dan meminta tolong dalam
kesulitan.
Setiap makhluk hidup diciptakan berpasang-pasang untuk saling
menyayangi dan mengasihi. Ungkapan ini menunjukkan bahwa hal ini
akan terjadi dengan baik melalui hubungan pernikahan, dalam rangka
membentuk keluarga yang sakinah. Keluarga pada dasarnya merupakan
upaya untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan hidup,
keluarga dibentuk untuk memadukan rasa kasih dan sayang diantara dua
makhluk berlainan jenis.
Untuk membentuk suatu keluarga perlulah untuk mempersiapkan
diri dengan matang, baik dalam segi biologis maupun pedagogis atau
pun dalam rasa tanggung jawab. Bagi seorang pria yang sudah siap
untuk berkeluarga, hendaknya harus siap untuk memikul beban
4
hal memberi nafkah kepada setiap anggota keluarga. Sedangkan bagi
seorang wanita tentu saja harus siap menjadi ibu rumah tangga yang
mana dalam hal ini wanita memiliki kewajiban untuk mengendalikan
rumah tangga, melahirkan, mendidik, dan mengasuh anak.
Sebagai seorang pria, ketika sudah berkeinginan untuk berkeluarga
hendaknya bisa memilah dan memilih pasangan mana yang baik
baginya dan keturunannya kelak. Begitupula dengan wanita, hendaknya
ia juga bisa menentukan mana pria yang baik dan bisa menjadi imam
bagi keluarga. Seperti firman Allah dalam surat an-Nur ayat 26
ََثْيِبَخْلَا
mereka (yang menuduh itu), bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga) (QS.An-Nuur:26). (Departemen Agama RI, 2009: 352)Modernisasi, banyak sekali wanita yang memilih untuk berkarir
walaupun sudah berkeluarga. Hal ini dapat dilihat dari perubahan zaman
yang semakin maju dan berkembang membuat perempuan tidak mau
5
mengenyam bangku pendidikan tinggi. Ketika pemerintah
mengeluarkan suatu kebijakan yang mana kebijakan tersebut
memberikan suatu emansipasi terhadap wanita berupa bahwa
perempuan dan laki-laki itu sama, tidak ada perbedaan diantara laki-laki
maupun perempuan atau yang disebut dengan kesetaraan gender, dalam
perspekif Islam gender merupakan suatu bentuk yang dilakukan untuk
memperjuangkan hak-hak perempuan yang menjadi haknya dan
menghilangkan suatu persoalan yang dapat menjatuhkan harkat dan
martabat perempuan. Maka dapat diketahui bahwa dengan adanya
kesetaraan manusia ini perempuan masih bisa memilih untuk
kelangsungan hidup yang hendak dicapai. Firman Allah surat An-Nahl:
97 maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan (QS. An-Nahl:97). (Departemen Agama RI, 2009: 278)
Akan tetapi, terkadang tidak sedikit dari pasangan suami istri
6
masalah demi masalah akan bermunculan, dari yang kecil hingga besar.
Perselisihan yang terjadi didalam rumah tangga merupakan sesuatu
yang wajar karena setiap individu yang sudah memilih untuk
berkeluarga pastilah akan mengalami hal-hal yang demikian, walaupun
permasalahan tersebut berbeda dengan permasalahan yang di alamai
oleh keluarga yang lain.
Sebagai perempuan hendaknya mengetahui etika ketika sudah
berkeluarga, perempuan yang baik mampu untuk menjaga dan
mempertahankan keutuhan rumah tangganya sehingga kehidupan
didalam rumah tangga pun akan terjalin dengan baik dan harmonis.
Dalam hal ini, peran seorang istri sangatlah penting karena perempuan
itu memiliki pengaruh yang sangat besar di dalam keluarga, seperti
menghormati suami, menjaga rahasia keluarga, menata rumah agar
selalu bersih dan rapi, dan masih banyak lagi yang lainnya yang menjadi
7
dunia adalah wanita (istri) shalihah.” (4:178-Sahih Muslim).
(Hafizh, 2009: 430)
Patuh dan bersikap baik terhadap suami merupakan salah satu
akhlak yang harus ada pada seorang istri. Yang dimaksud patuh dalam
hal ini tentu saja kepatuhannya dalam hal-hal yang baik dan dapat
dibenarkan oleh syariat, termasuk juga untuk hal-hal yang mubah. Hal
ini terkesan gampang, padahal di zaman sekarang tidak sedikit
perempuan-perempuan masa kini yang belum tentu bisa patuh terhadap
suami.
Saat ini, banyak dari kalangan istri yang mulai tidak menuruti
perintah suami. Hal ini disebabkan karena kebanyakan para wanita
terlalu terlena dalam menerapkan emansipasi yang telah ditetapkan oleh
pemerintah. Terutama bagi perempuan yang bekerja dan memiliki karir
di luar rumah. Dengan kata lain setiap perempuan yang berkarir pastilah
merasa bahwa dengan hal ini tidak perlu mematuhi suami karena merasa
mampu memperoleh penghasilan sendiri. Dengan adanya penurunan
akhlak istri terhadap suami yang terjadi dikalangan masyarakat saat ini,
hal ini menarik perhatian penulis untuk lebih mengetahui lagi akhlak
yang seperti apa dan bagaimana yang seharusnya dimiliki seorang istri
terhadap keluarganya pada zaman ini.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis akan mengetahui apakah
kosep pendidikan akhlak istri terhadap suami dalam kitab Al-Mar‟ah
8
setelah melihat fenomena-fenomena yang terjadi dalam permasalahan
rumah tangga saat ini. Selain itu penulis juga akan mengetahui apakah
kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah ini bisa diterapkan diluar pesantren atau
tidak. Karena kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah ini banyak sekali
digunakan sebagai bahan kajian didalam pesantren, kitab ini merupakan
salah satu kitab yang membahas tentang akhlak seorang wanita
shalihah. Kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah merupakan salah satu kitab
yang mana didalamnya berisi tentang tata cara atau bagaimana sikap
yang seharusnya dimiliki oleh perempuan-perempuan yang shalihah
terutama di dalam berkeluarga. Kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah ini
merupakan salah satu kitab yang dapat dikategorikan sebagai kitab yang
mudah untuk dipahami dan diterapkan bagi pembacanya dalam
kehidupan sehari-hari. Kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah terdiri dari 64
halaman dan terbagi dalam 16 bab.
Dengan demikian penulis bertujuan mengkaji lebih jauh dalam
sebuah penelitian dengan judul “KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK
ISTRI TERHADAP SUAMI DALAM KITAB AL-MAR’AH ASH -SHOLIHAH KARYA KH. MASRUHAN AL-MAGHFURI”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis dapat
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep pendidikan akhlak istri terhadap suami yang
9
2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak istri terhadap suami
dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah dengan konteks kekinian pada
wanita karir?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan konsep pendidikan akhlak istri terhadap suami
dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah.
2. Menemukan relevansi konsep pendidikan akhlak istri terhadap
suami dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah dengan konteks
kekinian pada wanita karir.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat nantinya,
adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan ini sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Memberi kejelasan secara teoritis tentang konsep pendidikan
akhlak istri terhadap suami dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah
karya KH. Masruhan Al-Maghfuri.
b. Menambah wawasan dan memperkaya keilmuan dalam dunia
pendidikan.
c. Memberi sumbangan data ilmiah di bidang pendidikan bagi
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan Pendidikan
10
2. Manfaat Praktis
Setelah penelitian ini diselesaikan, diharapkan penelitian ini
dapat bermanfaat dalam memberikan penjelasan tentang konsep
pendidikan akhlak istri terhadap suami dalam kitab Al-Mar‟ah Ash
-Sholihah dan relevansinya dalam zaman kekinian, karena di dalam
kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah ini berisikan tentang bagaimana
perilaku seorang istri dalam keluarga terutama terhadap suami.
Dengan demikian penulis berharap dalam penulisan ini bisa
memberikan manfaat di dalam dunia pendidikan maupun di dalam
keluarga, yaitu berupa wacana baru yang bisa dijadikan sebagai cara
pandang dan landasan pijak dalam memahami bagaimana relevansi
pendidikan akhlak istri terhadap suami untuk menghadapi zaman.
E. Penegasan Istilah
Untuk memudahkan atau menjaga agar tidak terjadi
kesalahfahaman, maka penulis kemukakan penegasan istilah dari judul
skripsi berikut:
1. Konsep Pendidikan
a. Konsep
Konsep adalah ide abstrak dari peristiwa konkret yang dapat
digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan
yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau
11
b. Pendidikan
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI,
2003:204). Atau pendidikan merupaan upaya yang dilakukan
dengan sadar untuk mendatangkan peruahan sikap dan perilaku
seseorang melalui pengajaran dan latihan (Ensiklopedi Nasional
Indonesia, 2004: 365).
Jadi dengan kata lain, pendidikan merupakan ikhtiar
manusia untuk membantu dan mengarahkan fitrah manusia
berkembang sampai kepada titik maksimal yang dicapai sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan.
2. Akhlak Istri Terhadap Suami
Menurut bahasa akhlak berasal dari kata akhlaqun (bentuk
jamak), sedangkan bentuk tunggalnya adalah khuluq yang berarti
perangai atau kelakuan, budi pekerti atau moral, kebiasaan atau
tabiat. Menurut istilah syar‟I akhlak merupakan ungkapan kondisi
jiwa, yang begitu mudah bisa menghasilkan perbuatan tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Jika perbuatan itu baik,
maka disebut akhlak yang baik, dan jika buruk disebut akhlak yang
buruk. (Hadhiri, 2015:14).
Pendidikan akhlak dapat di artikan sebagai wujud usaha
12
manusia di ciptakan yaitu mewujudkan kebaikan di dunia dan di
akhirat.
a. Akhlak Istri
wanita atau istri adalah pemimpin dalam urusan ruma tangga
(Indra dkk, 2004: 6). Seorang istri tentu saja memiliki kewajiban
yang harus di laksanakan terhadap suaminya baik berupa
kewajiban jasmani maupun rohani. Sepertihalnya menjaga
kehormatan, harta dan keluarga serta patuh terhadap suami.
Selain itu, menjadi seorang istri tentu saja harus memiliki
perangan yang baik karena hal itu merupakan cerminan bagi
anaknya kelak, ketika seorang ibu mampu mendidik
anak-anaknya dengan baik maka akan terciptalah generasi yang baik
pula.
b. Akhlak Suami
Suami adalah pemimpin dalam urusan keluarga. (Indra dkk,
2004: 6). Laki-laki (suami) merupakan sebagai pelindung bagi
perempuan (istri), jadi sudah sepantasnya seorang suami
melindungi, mengasihi, dan menyayangi keluarganya karena
laki-laki memiliki kedudukan tertinggi di dalam keluarga yaitu
sebagai kepala keluarga. Seorang suami juga memiliki kewajiban
yang harus dilaksanakan, selain melindungi, mengasihi, dan
13
(mencari nafkah) bagi keluarganya dan menjaga kerukunan antar
anggota keluarga.
Jadi dari paparan di atas maka penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa akhlak istri terhadap suami sangatlah penting
untuk dipahami dan dipraktikkan di dalam lingkungan keluarga,
ketika istri memiliki akhlak yang baik sudah pasti keluarga
tersebut akan menjadi keluarga yang baik dan harmonis. Karena
di dalam sebuah keluarga peran seorang istri sangatlah
berpengaruh terhadap kehidupan keluarga. Berbakti serta taat
terhadap suami merupakan kunci menjadi keluarga yang sakinah.
Ketaatan seorang istri kepada suami merupakan suatu kewajiban
bagi istri, karena ridha seorang suami merupakan ridha Allah.
Maka untuk menjadai keluarga yang bahagia perlu adanya
kebijakan dari keduanya. Oleh sebab itu akhlak di dalam
berkeluarga sangatlah penting untuk dipraktikkan agar
kehidupan di dalam rumah tangga bisa berjalan dengan baik.
3. Kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah
Kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah adalah kitab yang berisikan
tentang akhlak seorang perempuan yang shalihah. Kitab ini
membahas tentang akhlak baik yang seharusnya dimiliki oleh
seorang perempuan seperti akhlak terhadap suami, orang tua, guru,
maupun keluarga. Dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah ini
14
baik maka apa yang ada di sekitarnya pun akan menjadi baik pula,
akan tetapi ketika seorang perempuan memiliki akhlak yang buruk
maka hal itu juga akan berdampak buruk bagi kehidupannya. Karena
dalam hal ini perempuan adalah salah satu kunci kemajuan dan
kesuksesan dalam Negaranya. Ketika seorang wanita mampu
mencetak generasi penerus bangsa yang baik maka Negara pun akan
maju. Kitab ini ditulis oleh seorang Ulama‟ yang bernama KH.
Masruhan Al-Maghfuri, beliau dilahirkan di Mranggen, Demak.
Kitab ini merupakan salah satu kitab yang mudah untuk di pahami
dan juga mudah untuk di praktikkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam penulisan kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah ini, pengarang
menggunakan Arab Pegon, yang mana kitab ini bertulisan arab
tetapi bahasa yang di gunakan adalah bahasa jawa. Sehingga hal ini
dapat mempermudah pembaca untuk memahami apa maksud dari isi
kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah ini. kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah
terdiri dari 64 halaman dan terbagi dalam 16 bab.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menyeluruh
sehingga pembaca nantinya dapat memahami tentang isi skripsi ini
dengan mudah, maka penulis memberikan sistematika penulisan dengan
penjeasan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang
15
BAB I :PENDAHULUAN, Bagian ini merupakan pendahuluan, yang
mana didalamnya terdapat beberapa sub bab diantaranya, yaitu: latar
belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan
penelitian, kajian penelitian terdahulu, sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI, Karya KH. Masruhan Al-Maghfuri
terdiri dari: Biografi KH. Masruhan Al-Maghfuri, pengertian kitab
Al-Mar‟ah Ash-Shalihah, sistematika penulisan kitab Al-Mar‟ah Ash
-Shalihah, isi kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah. Kajian pustaka yang berupa
tinjauan umum tentang konsep pendidikan akhlak istri terhadap suamai
dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah karya KH. Masruhan Al-
Maghfuri, terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya: telaah pustaka
yang terdiri dari konsep pendidikan, akhlak, akhlak istri terhadap suami,
dan kajian pustaka.
BAB III :METODE PENELITIAN, Bab ini berisikan tentang
pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur
penelitian, analisis data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV :TEMUAN PENELITAN DAN ANALISIS, Bab ini terdiri dari
temuan penelitian dan analisis data dari kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah
karya KH. Masruhan yang dikaitkan dengan konteks kekinian pada
wanita karir. Serta kritik terhadap kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah.
BAB V :PENUTUP, Merupakan kajian paling akhir dari skripsi ini,
16
pembahasan yang telah dikemukakan dalam skripsi dan saran dari
17 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Karya KH Masruhan Al-Maghfuri
1. Biografi KH. Masruhan Al-Maghfuri
KH. Masruhan memiliki nama lengkap KH. Masruhan Ichsan
dengan gelar Hafidz, karena beliau adalah seorang penghafal
Al-Qur‟an. Beliau lebih dikenal dengan nama KH. Masruhan Al
-Maghfuri. KH. Masruhan lahir di desa Bandungrejo, kecamatan
Mranggen, kabupaten Demak pada tahun 1925 M. dari pasangan
Ichsan dan Pariah. Beliau bukan berasal dari keturunan darah biru
atau kalangan bangsawan, kedua orang tua beliau adalah dari
kalangan masyarakat biasa.
Terlahir dari keluarga biasa membuat perjalanan hidup beliau
diwarnai dengan perjuangan yang cukup keras untuk mencapai apa
yang menjadi cita-cita dan harapan beliau. KH. Masruhan menuntut
ilmu dan menghafal Al-Qur‟an di Pondok Pesantren Tremas yang
didirikan oleh KH. Dimyati Abdullah. Setelah mendapatkan banyak
ilmu dan selesai menghafalkan Al-Qur‟an, beliau pulang ke
Mranggen, disana beliau mendirikan sebuah pondok pesantren yang
diberi nama Pondok Pesantren Putra Putri Al-Maghfuri, pondok
tersebut merupakan pondok pertama yang telah berdiri di daerah
18
pengasuh pondok yang telah beliau dirikan. Pondok pesantren ini
selain memberikan pendidikan informal, juga memandang
pentingnya pendidikan formal bagi putra-putri dan para santri. Hal
tersebut ditunjukkan dengan didirikannya SMP Al-Maghfuri yang
didirikan atas prakarsa KH. Masruhan pula.
Pada tahun 1949, beliau menikah dengan Nyai Hj. Masunah
Masruhan binti KH. Muchdlor dan dikaruniai delapan putra, yaitu:
KH. Agus Sholeh, M. Ag., Hj. Azizah Tahiyah, H. Abdullah Adib,
Lc., M.Pdi., Hj. Faridah Nasiyah, Muhlisin, Abdul Hayyi, S.Pd.,
Malichatul Basyiroh, S.Pd., dan Istijabatul Aisyah, S.T., M.T.
Dalam mendidik putra-putri dan santri-santri, beliau dikenal
dengan sosok yang tegas dan protektif. Terutama dalam hal yang
kurang bermanfaat bagi pendidikan, seperti menonton televise atau
menggunakan teknologi lainnya yang dianggap lebih banyak sisi
negatifnya. Selain mengasuh pesantren, beliau juga aktif dalam
organisasi masyarakat, terutama dalam organisasi Nahdatul Ulama
(NU) dan pada tahun 1970 beliau menjabat sebagai ketua NU se
Jawa Tengah.
Di tengah keseriusan mencurahkan perhatian dalam dunia
pendidikan di Pesantren Al-Maghfuri dan organisasi NU, beliau juga
menyusun kitab yang masih dipakai sampai saat ini yaitu kitab
19
memandang akan pentingnya pendidikan akhlak bagi generasi
muslimah dan permasalahan bagi perempuan seperti udhur, haid,
nifas, wiladah, dan lain-lain. Selain itu beliau juga memiliki jiwa
seni yang tinggi, terutama dalam bidang seni rupa khususnya seni
kaligrafi. Sebagai contoh semua peralatan untuk menguburkan orang
mati beliau lukis dengan kaligrafi-kaligrafi yang indah. Mulai dari
payung sampai kain penutup keranda, beliau lukis dengan
kalam-kalam Illahi. Pada tanggal 24 Juni 1982 M/2 Ramadhan 1402 H,
KH. Masruhan Ichsan berpulang ke sisi-Nya, karena penyakit
rematik dan hipertensi (darah tinggi) yang sudah diderita selama
lima tahun (Mahmudah, 2011: 34).
2. Pengertian Kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah
Kitab Al-Mar‟ah Ash-Shalihah merupakan salah satu kitab
yang menjelaskan tentang akhlak perempuan yang sahalihah. Kitab
ini memberikan pemahaman tentang bagaimana mendidik akhlak
perempuan yang sesuai dengan hukum agama Islam agar generasi
muda terutama perempuan tidak terjerumus ke jalan yang salah
(tidak sesuai dengan syariat Islam). Kitab ini diharapkan bisa
dijadikan sebagai salah satu pedoman bagi perempuan agar mereka
mampu melaksanakan kewajiban setiap perempuan baik di dalam
rumah tangga, masyarakat, maupun Negaranya. Selain memberikan
20
perempuan, kitab ini juga menjelaskan tentang larangan-larangan/
hal-hal yang harus di jauhi oleh perempuan shalihah.
3. Sistematika Penulisan Kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah
Kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah karya KH. Masruhan memiliki
sistematika penulisan sebagai berikut: pertama-tama adalah halaman
judul, yang diikuti nama pengarangnya, halaman berikutnya KH.
Masruhan menuliskan hadis tentang wanita shalihah, dilanjutkan
dengan gambar yang menjelaskan tentang berbagai gambaran akhlak
yang dimiliki oleh setiap orang terutama perempuan.
Halaman berikutnya yaitu pembukaan kitab atau yang sering
disebut pengantar dari penyusun. Dengan menggunakan gaya bahasa
yang halus dan sopan, penulisannya didahului dengan bacaan
basmalah dan hamdalah kemudian diikuti dengan penjelasan tentang
pentingnya pendidikan akhlak kepada anak perempuan, supaya
dapat mengetahui apapun yang menjadi hak dan kewajiban sehingga
tidak akan terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik, hal
tersebut yang mendorong KH. Masruhan untuk menyusun kitab
Al-Mar‟ah Ash-Sholihah. Pembahasan berikutnya tentang materi yang
berhubungan dengan akhlak perempuan shalihah yang di akhiri
21
KH. Masruan menyusun kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah
dengan membagi menjadi 16 bab sesuai dengan pembahasan
masalah yang ada, sehingga memudahkan bagi pembacanya untuk
memahami isi kitab tersebut.
Secara ringkas, sistematika penulisan kitab Al-Mar‟ah Ash
-Sholihah dapat dibagi menjadi tiga bagian diantaranya, yaitu:
a. Halaman judul.
b. Pembukaan dan kata pengantar kitab.
c. Isi atau kandungan kitab yang diakhiri dengan daftar isi.
4. Isi kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah
Kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah terdiri dari 16 bab atau pokok
bahasan yang membahas tentang ilmu akhlak, bagaimana akhlak
perempuan yang baik dan sesuai dengan ajaran agama Islam.
Adapun yang dibahas dalam kitab Al-Mar‟ah Ash-Sholihah adalah
sebagai berikut:
a. Akhlak terhadap suami
Dalam Islam seorang istri mempunyai kewajiban yang harus
di penuhi terhadap suaminya, yaitu:
1) Dalam menghadapi suatu permasalah hendaknya dibicarakan
22
2) Ketika istri akan berpergian (keluar rumah), hendaknya
meminta ijin terlebih dahulu kepada suami.
3) Ketika suami berpergian, istri harus menjaga baik harta
maupun jiwanya dari hal-hal yang beresiko.
4) Jika ada tamu laki-laki dan bukan muhrimnya, istri tidak
boleh menemui, kecuali ada wakil (muhrim) untuk menemui
tamu tersebut.
5) Ketika berbicara hendaknya menggunakan bahasa yang
sopan dan lemah lembut, sehingga dapat menarik hati sang
suami.
6) Ketika bersama dengan suami jangan memberikan wajah
yang cemberut, akan tetapi dengan wajah yang berseri dan
penuh senyum.
7) Ketika dipanggil oleh suami hendaknya segera memberikan
jawaban yang lembut.
8) Ketika suami memberikan sesuatu (hadiah), hendaknya
menerima dengan menggunakan kedua tangan dan dengan
ekspresi yang menarik (manja).
9) Ketika suami membelikan barang apa saja, jangan sampai
mencela pemberiannya terlebih dengan wajah yang tidak
23
10)Semua rahasia antara suami istri atau dengan orang lain
harus di simpan dengan rapat.
11)Ketika suami hendak berpergian atau pulang dari berpergian,
dibiasakan istri bersalaman sambil mencium tangannya,
mengantar suami sampai ke depan pintu, selain itu ketika
suami pulang dari sholat jum‟at hendaknya istri bersalaman.
12)Jika suami ketiduran dan lupa belum mengerjakan sholat,
istri hendaknya membangunkan dengan tutur kata yang
halus. Begitu juga ketika suami lupa dengan janji-janjinya
atau lupa dalam hal apa saja.
13)Ketika makan diusahakan untuk bersama, agar ketika salah
satu lupa belum membaca do‟a
َِمْيِحَرلاَ ِنَمْحَرلاَِللهاَ ِمْسِب
bisasaling mengingatkan. Ketika mengingatkannya
ditengah-tengah menyantap makanan hendaknya ditambahi dengan
َُهَرِخَاَوَُوَلَوَاَِمْيِحَرلاَِنَمْحَرلاَِللهاَِمْسِب
.
14)Ketika suami menyisakan makanannya, alangkah lebih baik
jika istri yang menghabiskannya.
15)Apabila ketika makan ada makanan yang berceceran, lebih
baik di ambil kemudian dimakan siapa tau makanan tersebut
24
16)Pakaian seorang suami sesungguhnya bukanlah kewajiban
seorang istri untuk mencucinya. Tetapi apabila tidak ada atau
suami tidak punya waktu untuk mencuci sendiri karena
kesibukannya maka lebih baik istrilah yang mencucikan
pakaian suaminya.
17)Jangan sampai seorang istri itu membantah pada suami, bila
ada ketidak sanggupan tidak berkenan ataupun kesalahan
pada perintah suami ingatkanlah dengan baik-baik
musyawarah yang baik dan dengan di sertai tutur kata yang
halus dan lembut.
18)Bila suaminya kedatangan tamu dan si suami ada di rumah,
maka istri cepat-cepatlah keluarkan apa-apa yang ada di
rumah (jamuan/hidangan) untuk segera di suguhkan.
19)Supaya bersih, rapi dan rajin mengatur dapur, kamar, badan
juga pakaian (istri).
20)Tidak usah untuk meminta dibelikan pakaian pada suami,
tetapi lebih utama untuk menunggu di belikan oleh suami.
21)Pangkat, dunia atau kelebihan dari suaminya jangan di
25
22)Jangan membanding-bandingkan suaminya dengan suami
tetangga ataupun dengan orang lain (mengunggulkan orang
lain, melebihkan orang lain di depan suami).
23)Jangan sampai seorang istri memerintah suami, menyuruh
pada suami yang suami tidak berkenan untuk melakukannya
atau menyuruh yang tidak pantas untuk dikerjakan oleh
laki-laki.
24)Seorang istri tidak baik apabila bersikap terlalu royal (boros)
juga tidak baik terlalu pelit (sedang-sedang saja).
25)Jangan sampai menyembunyikan makanan, atau apapun
yang itu adalah hak seorang suami.
26)Apabila dalam berumah tangga, suami istri sedang cekcok
(bertengkar) jangan sampai pertengkaran mereka di dengar
oleh anak-anaknya.
27)Seorang istri jangan terbiasa hutang, kecuali bila dalam
keadaan dhorurot (terpaksa sekali) itupun atas seizin
suaminya.
28)Lebih utama seorang istri dalam melaksanakan sholat fardhu
berjama‟ah (menjadi makmum suami) sebab sholat
26
29)Seorang istri tidak boleh melakuka sodaqoh sunnah kecuali
atas izin dari suaminya, namun bila zakat wajib itu harus
memaks, apalagi bila suaminya lupa tidak menunaikannya
istri wajib untuk mengingatkannya.
30)Bila sedang bermusyawarah, ketika suami sedang berbicara
meskipun bicaranya tidak lancar (karena belum terbiasa)
seorang istri tidak boleh memotong pembicaraan suaminya.
31)Saat bersikap dengan keluarga, bapak dan ibu dari suami
dalam bersikap harus disamakan dengan ketika dia bersikap
pada keluarganya (bapak ibunya sendiri).
32)Seorang istri tidak boleh melaksanakan puasa sunnah kecuali
atas izin dari suaminya, kecuali bila puasa wajib itu boleh
memaksa meskipun suami tidak mengizinkan.
33)Tidak boleh berdandan kecuali hanya untuk menyenangkan
(membahagiakan suaminya, khususnya ketika sedang makan
bersama).
34)Seorang istri supaya bisa untuk membedakan masakan apa
yang pas untuk di makan ketika sedang musim dingin atau
musim panas, dan masakan yang menjadi kesukaan suami.
35)Jangan menolak ketika suami memanggil apalagi ketika
27 B. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Pendidikan
Dalam dunia pendidikan, sosok Ki Hajar Dewantara sebagai
bapak pendidikan bangsa Indonesia ini banyak mengajarkan
berbagai hal yang sangat terkenal di bidang pendidikan. Konsep
pendidikan nasional yang dikemukakan sangat membumi dan
berakar pada budaya nusantara, antara lain tutwuri handayani,
“tripusat” pendidikan (keluarga, sekolah, masyarakat), tringgo
(ngerti, ngroso, nglakoni).
Konsep pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara dengan
menerapkan “sistem among”, “tutwuri handayani” dan “tringa”.
Sistem among yaitu cara pendidikan yang dipakai dalam
Tamansiswa, mengemong (anak) berarti memberi kebebasan anak
bergerak menurut kemauannya, tetapi pamong/guru akan bertindak,
kalau perlu dengan paksaan apabila keinginan anak membahayakan
keselamatannya. Tutwuri handayani berarti pemimpin mengikuti
dari belakang, memberi kemerdekaan bergerak yang dipimpinnya,
tetapi handayani mempengaruhi dengan daya kekuatan, kalau perlu
dengan paksaan dan kekerasan apabila kebebasan yang diberikan
itu dipergunakan untuk menyeleweng dan akan membahayakan diri.
Tringa yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni, mengingatkan
terhadap segala ajaran, cita-cita hidup yang kita anut diperlukan
28
Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak merasakan,
menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakan dan
tidak memperjuangkan. Ki Hajar mengartikan pendidikan sebagai
daya upaya memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak,
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
(Utami, diakses 31 Mei 2017 pukul 04:29
(http://e-ripository.perpus.iainsalatiga.ac.id/id/eprint/1717)
Konsep pendidikan Islam adalah upaya transformasi
nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam dengan meletakkan al-Qur‟an
dan Sunnah Nabi Muhammad SAW sebagai acuan utama. Secara
umum sitem pendidikan mempunyai karakter religius serta
kerangka etik dalam tujuan dan sasarannya. Pemikiran pendidikan
Ghazali secara umum bersifat religius-etis. Konsep pendidikan
menurut al-Ghazali, dapat diketahui antara lain dengan cara
mengetahui dan memahami pemikirannya yang berkenaan dengan
berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu tentang
faktor-faktor pendidikan seperti aspek tujuan pendidikan, pendidik,
anak didik, alat pendidikan, dan lingkungan yang mempengaruhi
anak didik. (Putra, diakses pada 24 Agustus 2017
(http://journal.uir.ac.id/index.php/althariqah/article/view/617)
Disini penulis dapat menarik kesimpulan bahwa konsep
Al-29
Ghazali tidaklah sama. Ki Hajar Dewantara lebih mengarah kepada
pembebasan terhadap tindakan yang dilakukan siswa selama
tindakan itu tidak membahayakan bagi siswa. Sedangkan menurut
Al-Ghazali konsep pendidikan yang ia kemukakan adalah mengenai
tujuan pendidikan, pendidik, anak didik, alat pendidikan serta
lingkungan yang mempengaruhi perkembangan anak didik.
2. Akhlak
Baik kata akhlak atau khuluq kedua-duanya dijumpai
pemakaiannya dalam al-Qur‟an maupun hadis sebagai berikut:
Dalam surat al-Qalam ayat 4, Allah SWT berfirman:
َِظَعَ ٍقُلُخَىَلَعَلََكَّنِاَو
:ملقلا[ٍَمْي
4
]
Artinya: “dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam:4) (Departemen Agama RI, 2009:
465)
Kata (
قلخ
) khuluq, jika tidak dibarengi dengan adjektifnya, iaselalu berarti budi pekerti yang luhur, tingkah laku, dan watak
terpuji.
Kata (
ىلع
) „ala mengandung makna kemantapan. Disisi lain,ia juga mengesankan bahwa Nabi Muhammad saw. yang menjadi
30
yang luhur, bukan sekadar berbudi pekerti luhur. Memang, Allah
menegur beliau jika bersikap dengan sikap yang hanya baik dan
telah biasa dilakukan oleh orang-orang yang dinilai sebagai
berakhlak mulia.
Keluhuran budi pekerti Nabi saw. yang mencapai puncaknya
itu bukan saja dilukiskan oleh ayat di atas dengan kata (
كّنإ
)innaka/sesungguhnya engkau tetapi juga dengan tanwin (bunyi
dengung) pada kata (
قلخ
) khuluqin dan huruf (ل
) lam yangdigunakan untuk mengukuhkan kandungan pesan yang menghiasi
kata (
ىلع
) „ala di samping kata „ala itu sendiri, sehingga berbunyi(
ىلعل
) la‟ala, dan yang terakhir pada ayat ini adalah penyifatankhuluq itu oleh Tuhan Yang Mahaagung dengan kata (
ميظع
)„adzim/agung. Yang kecil bila menyifati sesuatu dengan “agung”
belum tentu agung menurut orang dewasa. Tetapi, jika Allah yang
menyifati sesuatu dengan kata agung maka tidak dapat terbayang
betapa keagungannya. Salah satu bukti dari sekian banyak bukti
tentang keagungan akhlak Nabi Muhammad saw.-menurut Sayyid
Quthub- adalah kemampuan beliau menerima pujian ini dari sumber
Yang Mahaagung itu dalam keadaan mantap tidak luluh di bawah
31
kepribadian beliau, yakni tidak menjadikan beliau angkuh. Beliau
menerima pujian itu dengan penuh ketenangan dan keseimbangan.
Keadaan beliau itu, menurut Sayyid Quthub, menjadi bukti
melebihi bukti yang lain tentang keagungan beliau.
Sementara ulama memahami kata (
ميظعَقلخ
) khuluqin „adzimdalam arti agama berdasar firman-Nya innaka „ala shirathin
mustaqim (QS. Az-Zukhfur :43) 43, sedang shirat al-mustaqim
antara lain dinyatakan oleh al-Qur‟an sebagai agama. Sayyidah
„Aisyah ra., ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, beliau
menjawab: Akhlak beliau adalah al-Qur‟an (HR. Ahmad). „Aisyah
ra. ketika ia membaca awal surah al-Mu‟minun untuk
menggambarkan sekelumit dari akhlak beliau itu. Jika demikian,
bukalah lembaran-lembaran al-Qur‟an dan temukan ayat-ayat
perintah atau anjuran, pahami secara benar kandungannya, Anda
akan menemukan penerapannya pada diri Rasul saw. Beliau adalah
bentuk nyata dari tuntunan al-Qur‟an. Selanjutnya karena kita tidak
mampu mendalami semua pesan al-Qur‟an, kita pun tidak mampu
melukiskan betapa luhur akhlak Rasulullah saw. karena itu pula
setiap upaya yang mengetengahkan sifat-sifat luhur Nabi
Muhammad saw., ia tidak lain hanya sekelumit darinya. Kita hanya
bagaikan menunjuk-dengan jari telunjuk gunung yang tinggi-karena
32
Dalam surat As-Syu‟ara ayat 137, Allah SWT berfirman:
َْنِا
yang mengantarnya melahirkan aneka kelakuan secara mudah dan
tanpa dibuat-buat. Potensi ini dikembangkan melalui pendidikan,
latihan, dan keteladanan. Jika positif, ia melahirkan khuluq/akhlak
yang baik, dan sebaliknya pun demikian. Nah, bila ucapan kaum
Hud itu dipahami dalam arti di atas, ini dapat mengandung dua
kemungkinan makna. Yang pertama adalah pujian kepada generasi
terdahulu, para leluhur mereka yang telah meninggalkan buat
generasi berikutnya amal-amal terpuji dan, dengan demikian,
mereka sebagai generasi pelanjut akan terus mempertahankan dan
33
generasi tua. Ini juga berarti kecaman dan penolakan terhadap
ajaran Nabu Hud as. Yang mereka nilai bertentangan dengan ajaran
dan kepercayaan leluhur yang mereka nilai sangat baik.
Makna lain yang dapat dipahami dari kata khuluq (dengan
huruf U) adalah tradisi lama. Ini berarti apa yang disampaikan oleh
Nabi Hud as. Itu adalah tradisi lama yang telah usang. Makna ini
sejalan dengan kecaman-kecama kaum musyrikin dalam setiap era
kepada setiap nabi dan rasul yang diutus Allah.
Bacaan kedua adalah (
قلخ
) khalaq, yakni fathah pada hurufkha dan sukun pada huruf lam. Ia terambil dari kata khalaqa yang
berarti menciptakan atau menjadikan. Dari makna ini, lahir makna
baru, yaitu kebohongan, karena yang berbohong menciptakan
sesuatu dalam benaknya yang berbeda dengan kenyataan. Nah jika
Anda memahaminya dalam arti kebohongan, ucapan kaum
musyrikin itu berarti: ”Apa yang engkau sampaikan-wahai
Hud-kepada kami adalah kebohongan yang dibuat oleh geberasi
terdahulu.” Jika Anda memahami kata itu dalam arti
penciptaan/kejadian, ia berarti kaum musyrikin itu menyatakan:
”Kehidupan kita ini sama halnya dengan penciptaan dan kejadian
orang-orang dahulu kala, mereka itu hidup lalu mati, dan setelah itu
tiada lagi yang terjadi. Tidak ada kebangkitan, tidak ada kehidupan
34
ucapan mereka sekali-kali kmai tidak akan disiksa merupakan
penjelasan dan penegasan tentang penolakan adanya kebangkitan
setelah kematian. (Quraish, 2009: 301)
Jadi penulis dapat menarik kesimpulan bahwa ayat yang
pertama disebut di atas menggunakan kata khuluq untuk arti budi
pekerti, sedangkan ayat yang kedua menggunakan kata akhlak
untuk arti adat kebiasaan. Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq
secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai,
atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi‟at.
Pengertian akhlak dalam definisi Ibn Miskawih. Dalam
pandangan Miskawih, akhlak merupakan kondisi jiwa yang
mendorong seseorang melakukan tindakan tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan. Kondisi jiwa yang seperti itu dapat
diklasifikasikan menjadi dua sifat. Pertama, adalah kebiasaan yang
berasal dari watak dasar, seperti ketika orang yang marah hanya
karena sebab yang sederhan, orang yang tertawa terbahak-bahak
hanya karena melihat sesuatu yang mengejutkan, dan juga halnya
orang yang menyesal hanya karena urusan yang diterimanya.
Kedua, kebiasaan yang diperoleh seseorang melalui pelatihan dan
pembelajaran hingga menjadi sebuah tradisi yang melekat padanya.
Nurhayati, diakses pada tahun 2014
(http://jurnal.arraniry.ac.id/index.php/mudarrisuna/article/view/291/
35
Menurut bahasa akhlak berasal dari kata akhlaqun (bentuk
jamak), sedangkan bentuk tunggalnya adalah khuluq yang berarti
perangai atau kelakuan, budi pekerti atau moral, kebiasaan atau
tabiat. Menurut istilah syar‟I akhlak merupakan ungkapan kondisi
jiwa, yang begitu mudah bisa menghasilkan perbuatan tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Jika perbuatan itu baik,
maka disebut akhlak yang baik, dan jika buruk disebut akhlak yang
buruk.
Kata akhlak dalam bahasa Indonesia, biasanya diterjemahkan
dengan budi pekerti atau sopan santun atau kesusilaan. Dalam
bahasa Inggris, kata akhlak disamakan dengan moral atau ethic,
yang sama-sama berasal dari bahasa Yunani, mores dan ethicos
yang berarti adat kebiasaan. Akhlak dapat dikatakan sebagai
kehendak yang dibiasakan, sehingga ia mampu menimbulkan
perbuatan dengan mudah, tanpa pertimbangan pemikiran terlebih
dahulu (Burhanudin, 2001: 39).
Akhlak memiliki tiga unsur pokok, yaitu:
a. Perbuatan sifat/keadaan jiwa seseorang.
Pembicaraan akhlak pada pokoknya berbicara mengenai
keadaan atau gejala-gejala jiwa seseorang yang menimbulkan
suatu perbuatan. Perbuatan-perbuatan orang yang sehat
36
b. Perbuatan yang muncul bukan paksaan, tetapi dengan mudah
dilakukan tanpa pertimbangan akal.
Akan tetapi adakalanya, bahkan tidak jarang perlu
pemaksaan pada tahap awal sebagai suatu bentuk pengajaran.
Dengan pengajaran itulah akhlak akan berubah.
c. Perbuatan yang dilakukan itu menjadi kebiasaan sehari-hari.
Perbuatan sehari-hari yang dilakukan dengan spontanitas
dalam menanggapi berbagai permasalahan itulah gambaran
yang muncul sebagai bentuk akhlak yang baik atau yang
buruk (Hadhiri, 2015:14).
Pendidikan akhlak dalam Islam adalah pendidikan yang
mengakui bahwa dalam kehidupan manusia menghadapi hal baik
dan hal buruk, kebenaran dan kebatilan, keadilan dan kedzaliman,
serta perdamaian dan peperangan. Untuk menghadapi hal-hal serba
kontra tersebut, Islam telah menetapkan nilai-nilai dan
prinsip-prinsip yang membuat manusia mampu hidup di dunia. Dengan
demikian, manusia mampu mewujudkan kebaikan di dunia dan di
akhirat, serta mampu berinteraksi dengan orang-orang yang baik
dan jahat (Mahmud, 2004: 121)
Jadi pendidikan akhlak dapat di artikan sebagai wujud usaha
manusia dalam mewujudkan manusia ke dalam tujuan utama
manusia di ciptakan yaitu mewujudkan kebaikan di dunia dan di
37 3. Hak-hak Suami Istri
a. Pernikahan
Menikah itu diperintah oleh Allah SWT dan disunnahkan
oleh Rasulullah SAW. Selain merupakan sunnah (dianjurkan/
diperintahkan dalam agama Islam) nikah juga fitrah, artinya
orang yang sudah baligh (cukup umur/dewasa) pasti
menginginkan untuk menikah. (Muchtar, 2008: 48)
Islam sangat memperhatikan terwujudnya tujuan spiritual
dalam pernikahan, menjadikannya sebagai fondasi bagi
tegaknya bangunan kehidupan rumah tangga. Tujuan spiritual
itu terwujud dalam bentuk ketentraman hati dan rasa cinta yang
terjalin antara suami istri, makin luasnya wilayah kasih sayang
dan keakraban diantara dua keluarga besar yang saling
berbesanan, makin sempurnanya perasaan lembut dan kasih
sayang, serta menyebarnya perasaan itu diantara orang tua dan
anak-anak. (Yusuf, 2007: 274)
b. Hukum Nikah
Menurut Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim dalam
kitabnya Fiqhu Sunnah Lin Nisa, berpendapat bahwa nikah
termasuk sunnah yang sangat ditekankan dan merupakan
38
Artinya: Dan sesungguhnya kami telah mengutus beberapa Rasul sebelummu dan kami memberikan kepada mereka istri-istri dan
keturunan. (QS. Ar-Ra‟d: 38) (Departemen Agama RI, 2009: 254)
Berdasarkan ayat-ayat dan hadits-hadits yang
menganjurkan pernikahan sebagaimana disebutkan di atas,
mayoritas ulama berpendapat bahwa menikah itu hukumnya
mustahab (sunnah).
Akan tetapi hukum menikah menjadi wajib bagi seseorang
jika dia khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina,
sementara dia mempunyai kemampuan untuk menikah. Karena
zina adalah haram, jika sesuatu yang haram hanya dapat
dicegah dengan sesuatu hal, maka hal tersebut hukumnya
wajib. (Malik, 2017: 604)
Menurut Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam bukunya
Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim mengatakan bahwa
pernikahan itu wajib bagi orang yang sanggup membiayainya
dan ia khawatir terjerumus kedalam hal-hal haram. Pernikahan
39
tidak khawatir terjerumus ke dalam hal-hal haram. (Al-Jazairi,
2000: 574)
Menurut Hasbi Indra dkk di dalam bukunya Potret Wanita
Shalehah ia mengatakan bahwa hukum perkawinan ada lima,
yaitu:
1) Wajib, hukumnya wajib untuk menikah terhadap seseorang
yang sudah dewasa dan mampu secara lahir dan batin
untuk menikah, apalagi dorongan biologisnya sudah sangat
mendesak untuk segera disalurkan secara proporsional
terhadap lawan jenisnya. bila belum juga menikah,
dikhawatirkan akan terjerumus kepada perbuatan zina,
yang diharamkan agama. Menghindari diri dari perbuatan
haram dan wajib, sedangkan untuk menghindari hal itu
tidak ada jalan lain yang lebih baik kecuali kawin.
2) Sunnah, hukumnya sunnah bagi pria dan wanita dewasa
yang telah mampu untuk menikah, namun masih bisa
menahan diri atau berpuasa sehingga bisa terhindar dari
perbuatan zina.
3) Haram, hukumnya haram menikah bagi orang yang tidak
mampu memenuhi nafkah lahir dan batin kepada istrinya,
serta dorongan nafsu biologisnya pun tidak terlalu
40
4) Makruh, hukumnya makruh menikah, bila pihak pria
memiliki penyakit lemah syahwat sehingga tidak bisa
memberikan nafkah batin dan tidak mampu memberikan
nafkah bagi istrinya, walaupun ia tidak merugikan istrinya,
karena si istri kaya dan tidak memiliki keinginan syahwat
yang kuat.
5) Mubah, hukumnya mubah menikah, bila laki-laki tersebut
tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mengharamkan dia
untuk menikah atau kawin. (Hasbi, 2004: 75)
Jadi hukum menikah diwajibkan bagi srtiap muslim yang
sudah dewasa dan siap, baik dalam segi lahir maupun batinnya.
Karena apabila tidak segera menikah dikhawatirkan akan
melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam. Serta menikah
dapat dihukumi sunnah apabila ia masih mampu untuk
menahan diri dari perbuatan yang dilarang oleh Islam.
c. Manfaat Pernikahan
41
4) Menjaga kemaluan dan kehormatan kaum wanita.
5) Mencegah tersebarnya perbuatan keji di antara kaum
muslimin.
6) Memperbanyak keturunan yang akan menjadi kebanggaan
Nabi SAW di hadapan seluruh Nabi dan umat mereka.
7) Mendapat pahala dari perbuatan jimak yang halal.
8) Mencintai apa yang dicintai Rasulullah SAW.
9) Mendapatkan keturunan yang beriman di mana kelak akan
menjadi pelindung negeri-negeri kaum muslimin dan
memohonkan ampunan bagi kaum mukmin.
10) Mengambil manfaat dari syafaat anak untuk masuk surga.
11) Memberikan ketenangan, kasih sayang, dan rahmat
diantara suami istri serta manfaat lain yang hanya diketahui
oleh Allah SWT. (Malik, 2017: 605)
Menurut Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam bukunya
Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim mengatakan bahwa ada
beberapa hikmah dalam suatu pernikahan, diantaranya:
1) Melestarikan manusia dengan perkembangan biak yang
dihasilkan nikah.
2) Kebutuhan suami istri kepada pasangannya untuk menjaga
kemaluannya dengan melakukan hubungan sek yang
42
3) Kerjasama suami istri dalam mendidik anak dan menjaga
kehidupannya.
4) Mengatur hubungan laki-laki dengan wanita berdasarkan
asas pertukaran hak dan saling kerjasama yang produktif
dalam suasana cinta kasih dan perasaan saling
menghormati yang lain. (Al-Jazairi, 2000: 575)
Dari beberapa pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa hikmah dari menikah yaitu beribadah kepada Allah dan
juga menjalankan sunnah Rasul yang sangat dianjurkan bagi
umatnya. Selain itu manfaat dari pernikahan yaitu melanjutkan
keturunan dan dapat menjaga diri dari perbuatan yang dilarang
oleh agama.
d. Hak Suami-Istri
1) Hak Suami atas Istrinya
Menurut Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim dalam
kitabnya Fiqhu Sunnah Lin Nisa mengatakan bahwa ada
beberapa hak yang dimiliki oleh suami atas istrinya, yaitu:
a) Taat melaksanakan apa yang perintah suami. Ketaatan
istri terhadap suami tidaklah bersifat mutlak, bagaimana
pun juga hal itu dilakukan dengan syarat tidak
mengandung unsur maksiat kepada Allah.
b) Tetap tinggal di rumah dan tidak keluar kecuali dengan
43
c) Menuruti kemauan suami jika dia mengajaknya
berhubungan badan.
d) Tidak mengizinkan siapa pun untuk masuk ke dalam
rumah kecuali dengan izin suami. Hal ini berlaku jika
istri tidak mengetahui apakah suaminya ridha (atau
tidak). Adapun jika dia tahu bahwa suaminya ridha, maka
memasukkan orang-orang tertentu tidaklah mengapa, jika
memang orang tersebut termasuk orang yang dibolehkan
menemuinya.
e) Tidak berpuasa sunnah ketika suami berada di rumah,
kecuali dengan izinnya.
f) Tidak membelanjakan harta suami kecuali dengan
izinnya.
g) Melayani suami dan anak-anaknya.
h) Menjaga kehormatan dirinya, anak-anak, dan harta
suaminya.
i) Berterimakasih kepada suami, tidak mengingkari
kelebihannya, dan mempergaulinya dengan baik. Yang
dimaksud terima kasih di sini bukan sekedar diucapkan,
tetapi dibarengi pula dengan rasa gembira dan nyaman
apapun kondisi kehidupannya dibawah naungan suami,
44
dengan tidak mengabaikannya, tidak mengeluhkannya
kepada orang lain, dan lainnya.
j) Berhias dan berdandan untuknya.
k) Tidak mengungkit-ungkit apabila istri pernah membantu
menafkahi suami dan anak-anaknya dari hartanya.
l) Merasa cukup dengan harta yang pas-pasan dan tidak
membebani suami melebihi kemampuannya.
m)Tidak melakukan sesuatu yang menyakiti dan
membuatnya marah.
n) Memperlakukan mertua dan kerabat suami dengan baik.
o) Selalu mendambakan kehidupan bersamanya dengan
tidak meminta talak tanpa sebab yang disyariatkan.
p) Berkabung atas kematian suami selama 4 bulan 10 hari.
(Malik, 2017: 697)
Menurut Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam bukunya
Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim mengatakan bahwa
suami memiliki hak atas istrinya diantaranya:
a) Ia ditaati istrinya dalam kebaikan. Jadi istrinya
mentaatinya dalam hal-hal yang tidak merupakan maksiat
kepada Allah Ta‟ala dan dalam kebaikan.
b) Istri menjaga harta suaminya, menjaga kehormatannya,
45
c) Istri berpergian dengan suami jika suami
menginginkannya dan istri pada saat akad tidak
mensyaratkan tidak berpergian dengannya, karena
kepergian istri bersama suami termasuk ketaatan yang
diwajibkan kepadanya.
d) Istri menyerahkan dirinya kepada suami kapan saja
suaminya meminta untuk menikmatinya, karena
menikmatinya termasuk salah satu haknya.
e) Jika seorang istri ingin berpuasa sunnah dan suami berada
di rumah, ia harus meminta izin kepadanya. (Al-Jazairi,
2000: 587)
Menurut Syafi‟i Abdullah di dalam bukunya Seputar
Fiqih Wanita Lengkap mengatakan bahwa seorang istri
memiliki kewajiban terhadap suaminya, diantaranya:
a) Menjaga kehormatan.
b) Melepas dengan do‟a dan menyambut dengan ceria.
c) Cantik lahir dan batin.
d) Menjaga harta dan keluarga.
e) Mampu memberikan kepuasan sek. (Syafi‟i: 158)
Jadi penulis dapat menarik kesimpulan bahwa seorang
suami memiliki hak atas istrinya yang mana seorang istri
46
perintah dari suami asalkan perintah yang diberikan tidaklah
menyimpang dari syariat Islam.
2) Hak-hak Istri atas Suami
Menurut Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim dalam
kitabnya Fiqhu Sunnah Lin Nisa mengatakan bahwa ada
beberapa hak yang dimiliki oleh istri atas suami, yaitu:
a) Berlaku baik terhadap istri.
b) Berlemah lembut dan bercanda dengannya, termasuk
memperhatikan usianya jika istri ternyata masih belia.
c) Bercengkrama dengan istri, bercerita, dan mau
mendengarkan pembicaraannya.
d) Mengajarkan perkara agama kepada istri dan
mendorongnya untuk senantiasa taat kepada Allah.
e) Tidak memfokuskan perhatiannya pada sebagian
kekurangannya selama tidak melanggar syariat.
f) Tidak menyakitinya dengan memukul wajahnya tau
menjelek-jelekkannya.
g) Jika suami terpaksa mendiamkannya, hendaklah
dilakukan kecuali di rumah.
h) Selalu menjaga kehormatannya.
i) Memberinya izin jika dia meminta izin untuk mengikuti
shalat berjamaah atau mengunjungi kerabat jika memang
47
j) Tidak menyebarkan rahasia dan menyabut aib-aibnya.
k) Menafkahi dirinya dan anak-anaknya sesuai dengan
kemampuannya.
l) Hendaklah seorang suami berusaha berpenampilan
menarik untuk istrinya sebagaimana istri berdandan untuk
suaminya.
m)Berbaik sangka kepada istri.
n) Berlaku adil di antara para istri, baik dalam hal makanan,
minuman, pakaian, dan tempat tinggal. (Malik, 2017:
704)
Menurut Abu Bakr Jabir Al-Jazairi dalam bukunya
Ensiklopedi Muslim Minhajul Muslim mengatakan bahwa
seorang istri juga memiliki hak atas suaminya, yaitu:
a) Menafkahi istrinya dalam bentuk makanan, atau
minuman, atau tempat tinggal, dengan cara yang baik.
b) Memberinya kenikmatan.
c) Istri mendapatkan bagian yang adil dari suaminya jika
suaminya memiliki istri lain.
d) Suami berada di sisi istrinya pada hari pernikahan
dengannya selama seminggu jika istrinya gadis dan
selama tiga hari jika ia janda.
e) Suami disunnahkan mengizinkan istrinya merawat salah