• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL HIDROLOGI. Sobriyah. UNS Press. commit to user

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL HIDROLOGI. Sobriyah. UNS Press. commit to user"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL

HIDROLOGI

Sobriyah

(2)

MODEL HIDROLOGI

Prof. Dr. Ir. Sobriyah, MS

Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret

Cetakan Peertama

April 2012

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penerbit, sebagian atau seluruh isi dalam bentuk apapun, baik cetak, photoprint, microfilm dan sebagainya.

ISBN:

Hak cipta @ 2012 pada UNS Press Diterbitkan oleh: UNS Press Surakarta Universitas Sebelas Maret

Jl. Ir. Sutami No. 36 A Surakarta

(3)

DAFTAR ISI

PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Umum ... 1

1.2. Klasifikasi Model Hidrologi ... 3

1.3. Konsep Dasar Hidrologi ... 4

BAB II. PENYIAPAN DATA ... 7

2.1. Klasifikasi Data ... 7

2.2. Data Meteorologi ... 7

2.2.1. Data Hujan ... 8

2.2.1.1. Pengukuran Hujan ... 8

2.2.1.2. Uji Data Hujan ... 9

2.2.1.3. Durasi Hujan ... 11

2.2.1.4. Pola Distribusi Hujan ... 13

2.2.1.5. Hujan Daerah ... 15

2.2.2. Data Evaporasi ... 18

2.3. Data Fisik Daerah Aliran Sungai ... 19

2.3.1. Permukaan Lahan ... 19

2.3.2. Sistem Pengatusan ... 20

2.3.3. Sistem Penampungan ... 21

2.4. Data Aliran Sungai ... 23

2.4.1. Pembacaan Tinggi Muka Air Manual ... 24

2.4.2. Pembacaan Tinggi Muka Air Otomatis ... 25

2.4.3. Pembuatan Liku Kalibrasi (rating curve) ... 26

BAB III. PROSES HIDROLOGI ... 29

3.1. Proses di Permukaan Tanah ... 29

3.1.1. Intersepsi ... 29

3.1.2. Infiltrasi ... 31

3.1.3. Evapotranspirasi ... 32

3.1.4. Limpasan Permukaan ... 37

3.1.4.1. Aliran Limpasan Metode Izzard ... 37

3.1.4.2. Aliran Limpasan Viessman ... 40

(4)

3.1.4.4. Aliran Limpasan Metode

Rasional ... 43

3.1.4.5. Metode Time – Area ... 47

3.2. Proses di Sungai ... 50

3.2.1. Penelusuran Banjir Metode Muskingum .... 51

3.2.2. Penelusuran Banjir Metode O’Donnel ... 54

3.2.3. Penelusuran Banjir Metode Muskingum- Cunge ... 55

3.2.4. Penelusuran Banjir Metode gabungan O’Donnel dan Muskingum-Cunge ... 57

3.3. Proses di Waduk ... 61

BAB IV. PENGEMBANGAN METODE RASIONAL ... 63

4.1. Pengaruh Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi Terhadap Debit Puncak Metode Rasional ... 63

4.2. Kajian Metode Time Area ... 67

4.3. Metode Rasional dengan Sistem Grid ... 72

BAB V. MODEL HUJAN-ALIRAN UNTUK DAS BESAR BERBASIS RUMUS RASIONAL ... 79

5.1. Perkembangan Model Hujan-Aliran ... 79

5.2. Penentuan Daerah Penelitian ... 83

5.3. Pengumpulan Data ... 84

5.4. Pembagian Sub DAS Bengawan Solo ... 85

5.5. Pembagian Grid Pada Sub DAS ... 86

5.6. Penyusunan Model Hujan-Aliran ... 87

5.7. Pemilihan Stasiun Hujan ... 90

5.8. Pemilihan Pasangan Data Hujan dan Aliran ... 94

5.9. Kalibrasi Model ... 98

5.10. Hasil Running Model Hujan-Aliran ... 100

5.11. Pembahasan ... 105

5.12. Prosedur Perhitungan Debit Banjir DAS Besar ... 109

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan segala rahmat dan karunia Nya sehingga penulisan buku Model Hidrologi ini dapat diselesaikan.

Materi yang terkandung dalam buku ini merupakan rangkuman dari beberapa buku referensi dan jurnal seperti yang diberikan dalam daftar pustaka, pengalaman penelitian, pengalaman penulis dalam memberikan kuliah yang terkait dengan masalah model hidrologi dan hidrologi. Masih sedikit buku yang menjelaskan tentang model hidrologi. Oleh karena itu penulis memberanikan diri untuk menulisnya dengan tujuan agar dapat digunakan bagi mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, mahasiswa Magister Teknik Sipil bidang Keairan maupun peneliti di bidang Hidrologi.

Bab I dari buku ini menguraikan pendahuluan yang menjelaskan tentang tujuan pembuatan model hidrologi, klasifikasi model hidrologi dan konsep dasar penyusunan model. Bab II menyuguhkan tentang penyiapan data yang diawali dengan penjelasan klasifikasi data. Selanjutnya menguraikan penyiapan data meteorologi, khusus untuk data hujan dan evaporasi yang banyak digunakan dalam penyusunan model hidrologi. Penyiapan data lainnya yaitu data fisik daerah aliran sungai (DAS) dan data aliran sungai. Bab III menguraikan proses hidrologi yang berisi proses air di permukaan tanah, proses di sungai dan proses di waduk. Bab IV menguraikan pengembangan model Rasional yang berisi tinjauan keterbatasan pemakaian model Rasional dan metode time area. Keterbatasan kedua model tersebut menumbuhkan ide untuk mengembangkan model Rasional dengan sistem grid. Bab V dalam buku ini menguraikan tentang model hujan aliran untuk DAS besar yang berbasis pada rumus Rasional yang merupakan pengalaman penelitian penulis saat menyusun disertasi.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnyanya kepada pimpinan Universitas Sebelas Maret (UNS), pimpinan Fakultas Teknik, pimpinan Jurusan Teknik Sipil dan teman-teman dosen di Jurusan Teknik Sipil yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan buku ini. Terimakasih juga kami

(6)

haturkan kepada para dosen di Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan FT UGM, khususnya kepada Prof. Dr. Ir.Sudjarwadi, M.Eng dan Prof. Dr. Ir. Sri Harto BR, Dip.H. atas segala bimbingannya sewaktu penulis menjadi mahasiswa S1, S2 dan S3 di UGM.

Akhir kata penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna karena manusia tidak luput dari khilaf. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran, kritik dan koreksi yang akan digunakan sebagai masukan bagi penyempurnaan buku ini. Semoga buku ini bermanfaat.

Surakarta, Februari 2012

Penulis,

(7)

Model Hidrologi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. UMUM

Indonesia merupakan negara beriklim tropika humida (humid

tropic) yang pada musim hujan mempunyai curah hujan tinggi. Sebagai

akibatnya di beberapa tempat terjadi banjir yang banyak menimbulkan kerugian baik nyawa maupun harta benda. Untuk mengurangi kerugian tersebut dilakukan pengendalian banjir dengan berbagai cara antara lain pembuatan waduk, tanggul-tanggul banjir dan sebagian aliran dialihkan melalui saluran buatan.

Kegiatan pengendalian banjir tersebut memerlukan informasi tentang karakter banjir yang terjadi. Informasi yang diperlukan menyangkut besarnya debit banjir, lama waktu sampai ke puncak, dan volume aliran banjirnya. Informasi ini akan diperoleh dengan mudah jika di lokasi banjir terdapat pengamatan tinggi muka air banjir pada periode yang cukup panjang dan mempunyai data pengukuran debit pada saat-saat tertentu. Namun sayangnya pengamatan tinggi muka air banjir otomatis belum tentu ada di lokasi banjir yang akan dikendalikan.

Keterbatasan data pengamatan tinggi muka air banjir otomatis dan pengukuran debit sesaat tersebut mendorong pengembangan model tanggapan Daerah Aliran Sungai (DAS) terhadap hujan. Dalam penyusunan model tersebut, titik berat analisis dipusatkan pada proses pengalihragaman (transformation) hujan menjadi aliran melalui sistem DAS. Komponen-komponen yang berpengaruh dalam proses perlu diamati dan ditelaah dengan baik berdasar konsep model hidrologi yaitu daur hidrologi (hydrologic cycle ) dan neraca air (water balance).

Proses hujan menjadi aliran yang sebenarnya terjadi di alam sedemikian rumit, sehingga sulit untuk disimulasikan (ditirukan) seluruh kejadiannya ke dalam sebuah model. Pada awalnya model hidrologi dibuat secara sederhana, mudah diterapkan dan cocok untuk perencanaan konstruksi sederhana. Model biasanya berbentuk rumus

(8)

Model Hidrologi

praktis yang menghubungkan secara langsung hujan dengan debit aliran. Selanjutnya model dikembangkan menjadi model-model yang cukup rumit seiring dengan kemajuan teknologi komputer. Keluaran (output) model dapat berupa debit puncak atau hidrograf aliran yang dapat memberikan informasi besarnya aliran dari waktu ke waktu. Struktur model yang diciptakan sangat tergantung dari tujuan model tersebut dibuat.

Model hidrologi yang menganalisis pengalihragaman hujan menjadi aliran dipengaruhi oleh banyak sekali faktor diantaranya meteorologi, hidrologi, geologi dan tata guna lahan. Oleh karena itu dalam penganalisisan Daerah Aliran Sungai perlu diperhatikan 4 hal yang terkait (Fleming, 1975) :

1. Fase lahan (land phase) mempertimbangkan air di atas permukaan tanah, baik sebagai aliran yang masuk ke dalam tanah maupun aliran limpasan. Dalam hal ini tidak dipandang limpasan permukaan (surface runoff) sebagai aliran di dalam saluran.

2. Fase sungai (river phase) mempertimbangkan semua aspek aliran dalam saluran (sungai), termasuk di dalamnya proses penggerusan, sedimentasi, variasi aliran melalui sistem sungai, variabilitas kualitas air dan semua proses yang terjadi dan bervariasi sesuai dengan sifat aliran.

3. Fase tampungan (reservoir phase) termasuk tampungan alami maupun buatan, dan proses-proses yang menyangkut masukan, keluaran, sedimentasi di tampungan (reservoir), kualitas air, dan proses biologi.

4. Fase bawah permukaan (subsurface phase) menyangkut semua proses yang berkaitan dengan aliran dan tampungan air di bawah permukaan tanah, hubungan antara masukan dan keluaran, kontaminasi, isian buatan maupun alami (artificial and natural

recharge).

Apabila diperhatikan saran Fleming itu sangat kompleks sehingga sulit dimasukkan dalam sebuah model, oleh karena itu perlu dilakukan penyederhanaan.

Perkembangan model hidrologi sedemikian pesat sehingga dalam memilih model untuk analisis hidrologi harus dilihat (Sri Harto dan Sudjarwadi, 1988) :

1. darimana dan dengan kondisi seperti apa model tersebut dikembangkan,

(9)

Model Hidrologi

BAB II

PENYIAPAN DATA

2.1 Klasifikasi Data

Pemakaian model hidrologi dalam praktek sangat bervariasi diantaranya untuk irigasi, drainasi, pengendalian banjir dan lain sebagainya. Kebutuhan data untuk setiap model bervariasi tergantung parameter yang terkait dalam proses. Dalam praktek sering dicampur adukkan antara variabel dan parameter. Menurut Clarke (1973) parameter adalah besaran yang menandai suatu sistem hidrologi yang memiliki nilai tetap dan tidak tergantung dari waktu, sedangkan variabel adalah besaran yang menandai suatu sistem yang dapat diukur dan memiliki nilai berbeda pada waktu yang berbeda.

Data yang dibutuhkan dalam model hidrologi dapat diklasifikasikan sebagai data berikut (Flemming, 1975):

1. Data meteorologi merupakan data yang mencakup transformasi massa dan tenaga dari dan ke permukaan tanah. Dalam hidrologi berupa data hujan, evaporasi, sedimen dan berbagai bahan pencemar baik alami maupun buatan

2. Data proses mencakup besaran proses yang berpengaruh terhadap gerakan dan distribusi air di permukaan diantaranya intersepsi, infiltrasi, dan tampungan cekungan

3. Data fisik adalah semua data yang digunakan untuk mendiskripsikan sistem Daerah Aliran Sungai (DAS).

2.2 Data Meteorologi

Pengumpulan data meteorologi harus memperhatikan variabilitas ruang dan waktu. Untuk mendapatkan data yang baik seyogyanya tersedia jaringan pengukuran yang baik dan pengamat yang kompeten. Untuk meyakinkan kualitas data tersedia dapat dilakukan validitas data yang dapat dilakukan dengan berbagai cara.

(10)

Model Hidrologi

Data meteorologi yang banyak dibutuhkan dalam model hidrologi adalah data hujan dan evaporasi. Kedua data tersebut dapat diperoleh dari pengukuran langsung di lapangan. Namun demikian, jika data evaporasi tidak diperoleh dapat diprediksi dengan menggunakan rumus.

2.2.1 Data Hujan

Hujan adalah uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi. Data hujan dapat diperoleh dari setasiun pengamatan hujan yang dimiliki oleh instansi yang membutuhkan data hujan. Instansi tersebut diantaranya Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Dinas Pengairan, Dinas Pertanian, dan Instansi Pengelola Bandara.

Jumlah hujan selalu dinyatakan dengan kedalaman hujan yang diukur dalam mm atau cm dengan kurun waktu tertentu seperti jam, hari, bulan dan tahun. Kedalaman hujan per satu satuan waktu dapat dinyatakan dalam mm/jam yang dinyatakan sebagai intensitas hujan. Hujan kecil mempunyai intensitas hujan < 3mm/jam, hujan sedang 3–10 mm dan hujan deras >10 mm (Ponce, 1989). Kedalaman hujan dapat diukur dengan menggunakan alat yang bekerja secara manual atau otomatis.

2.2.1.1. Pengukuran Hujan

Hujan yang diukur secara manual hanya dapat memberi informasi kedalaman hujan total dalam sehari yang disebut hujan harian. Alatnya disebut alat pengukur hujan biasa yang terdiri dari corong dan botol penampung yang berfungsi sebagai bejana ukur, ditunjukkan pada Gambar 2.1.

tinggi

corong

bejana ukur

(11)

Model Hidrologi

BAB III

PROSES HIDROLOGI

3.1. Proses di Permukaan Tanah

Proses di permukaan tanah adalah seluruh proses yang ada di daerah tangkapan hujan yang memberi kontribusi air pada saluran/ sungai. Daerah tangkapan didefinisikan sebagai permukaan tanah yang di dalamnya terdapat sistem drainase, sehingga model menjadi rumit. Namun demikian, untuk penyederhanaan model sistem drainase dapat diabaikan. Beberapa proses yang ada di permukaan dijelaskan pada uraian berikut.

3.1.1. Intersepsi

Intersepsi adalah proses tertahannya air hujan di daun, ranting, dahan pepohonan dan serasah yang terhampar di permukaan tanah. Kanopi tanaman adalah permukaan tanaman yang dapat menahan sebagian hujan. Kerapatan kanopi adalah proyeksi horizontal permukaan tanaman per unit luas lahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Fleming, 1975). l v c A A D = (3.1) dengan:

Dc = kerapatan kanopi tanaman,

Av = proyeksi horisontal luas permukaan tanaman, Ai = luas permukaan lahan yang terdapat Av.

Masukan ke simpanan intersepsi adalah hujan dan keluarannya adalah kelebihan hujan setelah memenuhi kapasitas intersepsi dan memenuhi kebutuhan evapotranspirasi. Proses tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 3.1 dan Rumus 3.2.

(12)

Model Hidrologi

Gambar 3.1 Proses intersepsi

DSi =

(

PxDc

)

-Ein (3.2)

dengan:

DSi = perubahan tampungan intersepsi per satuan luas kanopi,

P = hujan per satuan luas DAS,

Dc = kerapatan kanopi,

Ein = evaporasi dan transpirasi dari tampungan intersepsi per

satuan luas.

Apabila evapotranapirasi lebih besar dari hujan maka tampungan intersepsi akan berkurang dan sebaliknya apabila evapotranspirasi lebih kecil dari hujan maka tampungan intersepsi akan bertambah. Pertambahan tampungan ini akan terus berlangsung sampai kapasitas intersepsi terpenuhi. Selanjutnya apabila hujan terus berlangsung dan kapasitas intersepsi sudah terpenuhi maka kelebihan air akan mengalir ke tanah lewat dahan tanaman (throughfall). Kelebihan air ini dapat dihitung dengan Rumus 3.3 sebagai berikut.

Tin=

(

Sin(t-1)+DSi

)

-Smaxbilanegatif=0 (3.3) dengan:

Tin = kelebihan air intersepsi (throughfall),

Sin = intersepsi pada waktu (t-1),

DSi = penambahan intersepsi pada waktu t,

Smax = kapasitas maksimum intersepsi.

3.1.2 Infiltrasi

∆Si

Si (mak)= Storage capacity

Ein=evapotranspirasi P(1-Dc) Dc=kerapatan kanopi P= Presipitasi PxDc Tin=throughfall hujan sisa

(13)

Model Hidrologi

BAB IV

PENGEMBANGAN MODEL RASIONAL

Model hujan-aliran sederhana yang sampai saat ini masih digunakan yaitu model Rasional. Model ini berorientasi pada banjir dengan keluaran berupa debit puncak. Penerapan model ini terbatas pada DAS kecil (Iman Subarkah, 1978 dan Ponce, 1989) yang mempunyai waktu konsentrasi sama atau lebih kecil dari durasi hujannya (Wanielista, 1990). Jika metode tersebut digunakan untuk memperkirakan debit banjir DAS yang mempunyai waktu konsentrasi lebih besar dari durasi hujannya akan diperoleh hasil yang tidak tepat (Sobriyah dan Sudjarwadi, 1998). Pengembangan model Rasional untuk DAS sedang (Viessman,1977, Ponce,1989, Wanieliesta,1990) yaitu metode time-area dilakukan dengan membagi DAS menjadi subDAS-subDAS dengan garis isochrone yang melintang sungai. Waktu konsentrasi sub DAS sama dengan interval waktu hujannya. Metode ini tidak dapat diterapkan jika waktu konsentrasi arah melebar DAS lebih besar dari interval waktu hujannya, yang pada umumnya terjadi pada DAS besar.

Permasalahan menarik yang kemudian muncul yaitu bagaimana memperkirakan debit banjir atau hidrograf banjir DAS besar yang berbasis pada model Rasional. Model hujan-aliran ini dirancang untuk DAS besar tetap berorientasi pada banjir, penerapannya mudah dan sederhana namun mempunyai nilai kebenaran yang cukup. Keluaran yang diharapkan berupa hidrograf banjir.

4.1. Pengaruh Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi terhadap Debit Puncak Metode Rasional

(14)

Model Hidrologi

Untuk mengetahui pengaruh perbandingan antara durasi hujan dan waktu konsentrasi terhadap debit puncak dilakukan tes hitungan pada tiga buah DAS hipotetik berbentuk segi empat yaitu DAS 1, DAS 2 dan DAS 3. Pada ketiga DAS tersebut mempunyai luas, koefisien aliran (C), durasi dan intensitas hujan yang sama. Kecepatan aliran di lahan dan sungainya berbeda karena perbedaan kondisi topografinya.

Kecepatan aliran di lahan DAS 1 = 0,3 m/dt DAS 2 = 0,15 m/dt DAS 3 = 0,678 m/dt Kecepatan aliran di sungai DAS 1 = 2,0 m/dt DAS 2 = 1,0 m/dt DAS 3 = 3,0 m/dt

Daerah Aliran Sungai 1.

Kecepatan aliran di lahan = vL = 0,3 m/dt Kecepatan aliran di sungai = v = 2,0 m/dt

jam

t

c

1

3600

2

1000

.

86

,

1

3

,

0

1000

.

8

,

0

=

+

=

tc = dh Data :

Lebar DAS 1, 2 dan 3 = 1,6 km Panjang DAS 1, 2 dan 3 = 1,86 km Koef. aliran (C) DAS 1, 2 dan 3 = 0,5 Durasi hujan (dh) DAS 1, 2 dan 3 = 1 jam Intensitas hujan (i) DAS 1, 2 dan 3 = 20 mm/jam 1,6km 1,86km mm QQpp = 0,278 . C i A = 0,278 . 0,5 . 20 . 1,6 . 1,86 Qp = 8,27328 m3/dt Volume = 1 . 8,27328 . 3600 = 29.783,808 m3 i 20 0 1 2 jam

Q

p 1 jam 0

(15)

Model Hidrologi

BAB V

MODEL HUJAN-ALIRAN UNTUK DAS BESAR

BERBASIS RUMUS RASIONAL

5.1. Perkembangan Model Hujan-Aliran

Dalam praktek analisis hidrologi perkembangan model hidrologi demikian pesat, karena didorong oleh hal-hal sebagai berikut (Flemming, 1975) :

1. ketidakpuasan terhadap pemakaian cara-cara lama, yang didasarkan pada cara-cara empirik atau model-model yang didasarkan hanya pada faktor geografis,

2. perkembangan perangkat lunak komputer,

3. perkembangan perangkat matematik untuk analisis data dan penyusunan model,

4. ketersediaan dana untuk penelitian dan pengembangan cara-cara baru,

5. kompleksnya sistem yang dianalisis,

6. timbulnya kesalahan dalam peramalan dan prakiraan.

Ruh-Ming Li (1974) mengembangkan model matematik yang mensimulasikan proses fisik di lapangan untuk mengkaji respon DAS kecil terhadap hujan. Model ini merupakan model distributed. Penelusuran lahan dan sungai pada model ini menggunakan pendekatan gelombang kinematik tidak linier. Penerapan model pada DAS Carrizal di Venezuela memberikan hasil yang baik.

Crawford dan Linsley (Viessman dkk., 1977) mengembangkan

Stanford Watershed Model IV (SWM IV) untuk mensimulasikan

transformasi hujan menjadi aliran pada suatu DAS. Model ini telah dikenal cukup luas. Struktur model SWM IV cukup lengkap dengan berbagai fungsi penting menyangkut proses evapotranspirasi, intersepsi, infiltrasi, tanah lapis atas, aliran limpasan, aliran antara, lapisan tanah bawah, zona air tanah dan penelusuran aliran. Komponen penelusuran model ini dibagi menjadi dua yaitu penelusuran aliran limpasan dan penelusuran aliran di sungai. Hujan yang jatuh dalam suatu DAS akan

(16)

Model Hidrologi

didistribusikan menjadi aliran limpasan (over land flow), aliran antara (inter flow), dan aliran dasar (groundwater flow). Jumlah total debit aliran yang keluar dari DAS yang bersangkutan merupakan kombinasi ketiga jenis aliran itu. Data masukan yang dibutuhkan ialah data hujan jaman atau hujan harian yang didistribusikan dalam hujan jam-jaman, evaporasi harian, dan parameter DAS. Lengkapnya analisis siklus hidrologi yang dilakukan, model ini memerlukan data yang lengkap. Hal tersebut menyebabkan model tersebut tidak bisa diterapkan pada DAS yang ketersediaan datanya kurang lengkap.

Sri Harto (1985) mengembangkan model perhitungan hidrograf satuan sintetik Gama I yang telah memasukkan pengaruh parameter DAS yaitu, faktor sumber, faktor lebar DAS, faktor simetri, frekuensi sumber, luas DAS, panjang sungai, jumlah pertemuan sungai dan kelandaian sungai rata-rata. Model hidrograf satuan sintetik Gama I belum memberikan nilai ordinat hidrograf satuan dari waktu ke waktu atau tidak dinyatakan sebagai fungsi kontinu dan orientasi utamanya adalah nilai debit puncak. Namun demikian, dalam membangun model ini Sri Harto menggunakan data hujan dan DAS-DAS kecil di Jawa, sehingga lebih sesuai digunakan di Jawa daripada model hidrograf satuan yang lain.

Darmadi (1990) mengembangkan hidrograf satuan sintetik yang sudah memberikan nilai ordinat hidrograf satuan dari waktu ke waktu. Jadi sudah merupakan fungsi kontinu. Nilai tetapan yang ada di dalam fungsi kontinu tersebut ditetapkan berdasarkan parameter fisik DAS. Model ini diterapkan untuk DAS kecil.

Suatu model yang memperkirakan hidrograf aliran dengan menggunakan penginderaan jauh telah dikembangkan oleh Asher dan Humborg (1992). Model ini didasarkan pada tiga sumber informasi, yaitu (1) pengukuran aliran pada DAS kecil, (2) prakiraan hubungan hujan dan aliran pada DAS itu dan (3) data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh digunakan untuk mengidentifikasi penutup tanah permukaan. Anggapan yang digunakan pada model ini adalah DAS terdiri atas sejumlah besar pixel (satellite picture elements). Setiap pixel meliputi areal seluas 900 m2. Model distributed ini menghitung aliran yang dihasilkan dari pixel-pixel pada suatu waktu dan pada suatu kedalaman hujan dengan cara simulasi aliran. Perkiraan hidrograf aliran untuk DAS Henno di Afrika Barat dengan luas 1,14 km2 cukup baik bila dibandingkan dengan hasil pengukuran.

(17)

Model Hidrologi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, Hydrologic Modelling System HEC-HMS, US Army Corps of Engineers, Davis, USA.

Ade Sapji, 1996, Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana Untuk Sungai

Bagian Hilir, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil, Fak. Teknik

UGM, Yogya.

Asher J.B. and Humberg G., 1992, A Partial Contributing Area Model for Linking Rainfall Simulation Data With Hydrographs of a Small Arid Watershed, Water resour. Res., 28, No. 8, 2041-2047. Bambang Triatmodjo, 2009, Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta. Darmadi, 1990, Analisis Hidrograaf Satuan Berdasarkan Parameter Fisik

Daerah Aliran Sungai, Disertasi, Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor.

Fleming G., 1975, Computer Simulation Techniques in Hydrology, Elseveir, New York.

Hromadka T.V. and Whitley R.J., 1996, Rasional Method Equation and HEC TD-15, Jour. Irr. and Drain. Eng., Vol. 122, No. 1, hal. 15. Iman Subarkah, 1978, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea

Dharma, Bandung.

Joko Sujono, 1990, Prakiraan Hujan Rata-rata Daerah Aliran Sungai dengan Reciprocal Distance Method, Laporan Penelitian Fak.

Teknik UGM, Yogyakarta

Linsley R.K., Kohler and Paulhus, 1975, Hydrology for Engineers, Mc. Graw-Hill, New York.

Monenco, 1986, Hydrology, Lower Solo River Development Project, Directorate General of Water Resources Development, Ministry of Public works.

Nijssen, B., Lettenmaier, D.P., Liang, X., Wetzel, S.W., and Wood, E.F., 1997, Streamflow Simulation for Continental-scale River Basins, Water Resources Research, Vol.33, No.4, 711-724 Nippon Koei Co.,Ltd, 1999, Review of Hydrologi, Lower Solo River

Improvement Project Flood Forecasting and Warning System for Bengawan Solo River Basin, Directorate General of Water Resources Development, Ministry of Public works.

(18)

Model Hidrologi O’Donnel T., 1985, A Direct Three-parameter Muskingum Procedure Incorporating Lateral Inflow, Hydrological Sciences Journal,

Vol.30, No.4, hal. 479-496.

Ponce V.M., 1989, Engineering Hydrology Principles and Practices, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Raudkivi, A.J., 1979, Hydrology, Pergamon Press, New York.

Ruh-Ming Li, 1974, Mathenatical Modeling of Response from Small Watershed, Dissertation, Colorado State University, Fort Collins, Colorado.

Sobriyah dan Purwanti SP, 1998, Pengaruh Perbandingan antara Durasi Hujan dan Waktu Konsentrasi terhadap Debit Puncak Hasil Hitungan Model Berbasis Rumus Rasional, PIT HATHI 10 – 12

Desember, Bandung.

Sobriyah dan Sudjarwadi, 1998, Unjuk Hasil Model Hujan Aliran Berbasis Rasional dan Sistem Grid, PIT dan Konggres HATHI, 10 – 12

Desembar, Bandung.

Sobriyah, 1999, Penelusuran Aliran Sungai Metode Muskingum – Cunge nonlinear, PIT HATHI XVI, 25-26 Oktober, Bengkulu,

Sobriyah, 2000, Teknik Simulasi Debit Banjir DAS Kecil Menggunakan Program Hitungan Berbasis Rumus Rasional, Kursus Singkat

Sistem Sumber Daya Air Dalam Rangka Otonomi Daerah,

Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik UGM.

Sobriyah, 2000, Optimasi Sistem Pendataan untuk Simulasi Banjir Kaitannya dengan Tataguna Lahan, PIT HATHI XVII, 18 – 19

Oktober , Pontianak.

Sobriyah dan Sudjarwadi, 2000, Penggabungan Metode O’Donnel dan Muskingun-Cunge untuk Penelusuran Banjir pada Jaringan Sungai, Media Teknik, Fakultas Teknik UGM, No.4 Th XXII, Edisi

November.

Sobriyah dan Sudjarwadi, 2001, Kalibrasi Model Hujan-Aliran EPPL, Studi Kasus DAS Wuryantoro, Forum Teknik Sipil, Universitas Gadjah

Mada, Vol. X/1 Januari.

Sobriyah, Sudjarwadi, Sri Harto Br. dan Djoko Legono, 2001, Input Data Hujan dengan Sistem Grid Menggunakan Cara Pengisian Data dan Tanpa Pengisian Data Hilang pada Sistem Poligon Thiesen,

PIT XVII HATHI 23-24 Oktober, Malang.

Sobriyah, Sudjarwadi, Sri Harto Br. dan Djoko Legono, 2001,Pendekatan Pemilihan Stasiun Hujan untuk Dasar Perhitungan Debit Banjir Kasus DAS Bengawan Solo, Forum Teknik, Jurnal Teknologi,

(19)

Model Hidrologi

Sobriyah, Sudjarwadi, Sri Harto Br. dan Djoko Legono, 2001,Penetapan Waktu Antar Hujan, Durasi dan Distribusi Hujan Jam-jaman untuk DAS Bengawan Solo, Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol.

9 No. 3, Edisi XXI/Oktober.

Sobriyah, Sudjarwadi, Sri Harto Br. dan Djoko Legono, 2001, Transformasi Karakteristika Hidrograf Grid 5x5 km2 dari Grid 0,1x0,1 km2Berdasarkan Model Rasional, PIT XVIII HATHI, 24-25

Oktober 2002, Pekanbaru-Riau.

Sobriyah, 2003, Pengembangan Perkiraan Banjir Daerah Aliran Sungai Besar dari Sintesa Beberapa Persamaan Terpilih, Disertasi, UGM, Yogyakarta.

Sofyan Dt., Moh Arief I dan Rustam Effendy, 1995, Pengaruh Perubahan Karakteristik Basin Terhadap Hidrograph Banjir, Seminar

Fenomena Perubahan Watak Banjir, Jurusan Teknik Sipil, FT

UGM, Yogyakarta.

Sri Harto, 1985, Pengkajian Sifat Dasar Hidrograf-Satuan Sungai-sungai di Pulau Jawa Untuk Perkiraan Banjir, Disertasi, Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sri Harto dan Sudjarwadi, 1988, Model Hidrologi, Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik UGM, Yogyakarta.

Sudjarwadi, Sri Harto, dan Darmanto, 1982, Debit Air Tersedia Daerah Kupang Sambong, Laporan Penelitian, Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.

Swamee P.K., Ojha CS.P., and Abbas A, 1995, Mean Annual Flood Estimation, Jour. Water. Res. Plan. and Man., Vol. 121, No. 6,

hal. 403.

Tri Budi Utama, 1995, Penyusunan Model Hidrologi Untuk Konservasi Kuantitatif Sumberdaya Air Secara Rekayasa, Tesis, Jurusan

Teknik Sipil Program Pasca Sarjana, UGM, Yogyakarta.

Viessman W., Knapp J.W., and Harbaugh T.E., 1977, Introduction to

Hidrology, Harper & Row Publishers, New York.

Wang,G.T., Singh,V.P. dan Yu,F.X., 1992, A Rainfall-runoff Model for Small Watersheds, Jour. Hydrol. Vol. 138, hal.97-117.

Wanielista, M.P., 1990, Hydrology and Water Quantity Control, John Wiley and Sons, New York.

Ye,W., Bates,B.C., Viney,N.R., Sivapalan,M., and Jakeman,A.J., 1997, Performance of Conceptual Rainfall-runoff Models in Low-Yielding Ephemeral Catchments, Jour. Water Res. Research,

Gambar

Gambar 2.1. Alat ukur  hujan manual
Gambar  3.1 Proses intersepsi

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur alhamdulillah karena penulis dapat menyelesaikan laporan seminar tugas akhir yang berjudul Pusat Teknologi Konstruksi Bangunan di Kota Malang dengan tepat waktu

Langkah dalam pembuatan pakan ikan (pellet) adalah 1) penghalusan bahan baku; hal ini dilakukan untuk bahan-bahan yang memang membutuhkan penghalusan, penghalusan

(2) Pengguna perpanjangan IMTA wajib melaporkan pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan sesuai dengan surat keputusan pengesahan RPTKA kepada dinas setiap 1

Sub Dit Sub Dit Standardi sasi Pangan Olahan Sub Dit Inspeksi Produksi dan Peredar Pangan Seksi Standardi Sertifikasi an Produk Seksi Inspeksi Produksi Tangga Pangan Seksi

“Tujuan pertemuan ini ada- lah memberikan gambaran kepada calon sekolah mitra, apa saja yang akan mereka lakukan selama bermitra dengan USAID PRIORITAS dan manfaat apa

Untuk menyiapkan mahasiswa dengan berbagai kompetensi tersebut, maka dibutuhkan sebuah program yang disebut Praktik Kerja Lapangan (PKL) sebagai sarana mahasiswa

yang dilakukan oleh peneliti pada saat di rumah sakit tempat mahasiswa praktik, mahasiswa praktik, masih banyak didapatkan pembimbing klinik yang belum optimal dalam masih