• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kalibrasi dan Validasi Model Hidrologi Hujan-Aliran dengan Menggunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kalibrasi dan Validasi Model Hidrologi Hujan-Aliran dengan Menggunakan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

intisari

Permasalahan umum yang seringkali dihadapi dalam analisis hidrologi adalah keterbatasan data hujan maupun data debit. Pemodelan hidrologi hujan-aliran menggunakan data satelit merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Integrated Flood Analysis System (IFAS) merupakan salah satu alat dan metode yang bisa digunakan untuk pemodelan hidrologi dengan memanfaatkan data satelit. IFAS dikembangkan berbasis sistem informasi geografis untuk menentukan sistem daerah aliran sungai (DAS) dan mengestimasi parameter-parameter standar dalam analisis limpasan sehingga hasilnya bisa ditampilkan berdasarkan data-data satelit yang ada. Ada sebelas parameter hidrologi yang dikalibrasikan pada pemodelan ini. Sensitivitas parameter- parameter tersebut terhadap respon hidrologi pada tahap kalibrasi model dikaji dalam penelitian ini. Penelitian ini mengambil studi kasus di DAS Rokan dengan stasiun AWLR Lubuk Bendahara yang mempunyai luas DAS 3196 km2. Data- data satelit yang dipakai untuk pemodelan adalah data pada periode waktu 2003 hingga 2006. Kalibrasi dilakukan dengan menggunakan satu seri data dari tahun 2005 hingga 2006. Hasil validasi model didapatkan nilai-nilai koefisien korelasi (R), kesalahan volume (VE), dan koefisien efisiensi (CE) masing-masing adalah 0.647, 16.385, dan 0.631. Nilai-nilai parameter tersebut menunjukkan bahwa penggunaan data satelit cukup handal untuk pemodelan hidrologi hujan-aliran dan bisa dijadikan salah satu alternatif untuk analisis hidrologi pada daerah yang tidak terdapat data pencatatan dari stasiun hidrologi.

Kata Kunci: model hidrologi, data satelit, IFAS

latar belaKang

Permasalahan umum yang seringkali dihadapi daerah-daerah di Indonesia dalam analisis hidrologi adalah dalam hal ketersediaan data yang sangat terbatas baik data hujan maupun data debit. Analisis dengan menggunakan model hidrologi merupakan suatu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun demikian tidak setiap model hidrologi bisa diaplikasikan di Indonesia karena kebanyakan model yang ada dikembangkan di luar negeri yang belum tentu cocok dipakai. Beberapa

(2)

kesulitan untuk diaplikasikan di Indonesia karena keterbatasan data. Pemanfaatan data satelit untuk pemodelan hidrologi hujan-aliran merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa tahun terakhir ini penggunaan data satelit untuk analisis dan pemodelan hidrologi berkembang sangat pesat seiring dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh berbasis satelit. Beberapa penelitian terkini yang telah berhasil memanfaatkan teknologi ini diantaranya adalah Harris, dkk. (2007), Li, dkk. (2009), Sugiura, dkk. (2009), Khan, dkk. (2011), dan Kartiwa dan Murniati (2011).

Penelitian ini menggunakan alat bantu software IFAS (Integrated Flood Analysis System) untuk pemodelan hidrologi hujan-aliran dengan menggunakan data satelit.

IFAS merupakan program (software) yang bisa digunakan untuk pemodelan hidrologi yang dikembangkan oleh International Centre for Water Hazard and Risk Management (ICHARM), Jepang. Penelitian ini mengambil studi kasus di DAS Rokan dengan stasiun AWLR Lubuk Bendahara yang mempunyai luas DAS 3196 km2. Untuk menguji kehandalan model, penelitian ini melakukan kalibrasi dan validasi model hidrologi yang dibuat. Ada sebelas parameter hidrologi yang harus dikalibrasikan pada pemodelan ini. Sensitivitas parameter-parameter tersebut terhadap respon hidrologi pada tahap kalibrasi model dikaji dalam penelitian ini.

iFas Distributed Model

Integrated Flood Analysis System (IFAS) dikembangkan berbasis sistem informasi geografis untuk membuat jaringan sungai yang ditampilkan dalam bentuk kotak- kotak kecil yang disebut cell dan mengestimasi parameter-parameter standar dalam analisis limpasan sehingga hasilnya bisa ditampilkan berdasarkan data-data satelit dan data-data curah hujan yang ada di lapangan. Program IFAS menggunakan model tangki yang dimodifikasi sebagai dasar pemodelannya, yang disebut PWRI Distributed Model. Skema model tangki yang dipakai dalam model ini seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Seperti ditunjukkan pada Gambar 1., model ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu surface model, ground water model, dan river channel model (Fukami, 2009).

Gambar 1. Skema model tangki PWRI Distributed Model dalam IFAS

(3)

Model Permukaan (Surface Model)

Model permukaan adalah sebuah model yang digunakan untuk membagi hujan menjadi aliran permukaan (surface flow), aliran antara (subsurface flow), dan infiltrasi (infiltration). Skema aliran-aliran tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Aliran permukaan dan aliran antara dihitung berdasarkan Hukum Manning, sedangkan infiltrasi dihitung berdasarkan Hukum Darcy. Parameter-parameter yang ada dan harus dikalibrasikan pada model permukaan adalah kapasitas infiltrasi akhir (SKF), tinggi tampungan maksimum (HFMXD), tinggi aliran antara (HFMND), tinggi dimana infiltrasi terjadi (HFOD), koefisien kekasaran permukaan (SNF), koefisien pengaturan aliran antara (FALFX), dan tinggi tampungan awal (HIFD).

Gambar 2. Konsep skema aliran pada model permukaan Model air tanah (Ground Water Model)

Skema aliran pada model air tanah seperti ditunjukan pada Gambar 3. Aliran yang ada pada model air tanah terdiri atas aliran air tanah tak tekan (unconfined groundwater flows) dan aliran air tanah tekan (confined groundwater flows). Parameter-parameter yang ada dan harus dikalibrasikan pada model air tanah adalah koefisien pengaturan aliran antara (AUD), koefisien aliran dasar (AGD), tinggi tampungan dimana aliran antara terjadi (HCGD), dan tinggi tampungan awal (HIGD).

Gambar 3. Konsep model tangki pada model air tanah

(4)

Model alur sungai (River Channel Model)

Skema aliran pada model alur sungai seperti ditunjukan pada Gambar 4. Model ini dihitung berdasarkan persamaan Manning.

Gambar 4. Konsep model tangki pada model alur sungai evaluasi Ketelitian Model

Keandalan dalam pemodelan hidrologi dievaluasi dengan menggunakan beberapa indikator statistik diantaranya adalah koefisien korelasi (R), selisih volume (VE), dan koefisien efisiensi (CE) (Hambali, 2008). Koefisien korelasi (R) adalah harga yang menunjukkan besarnya keterkaitan antara nilai observasi dengan nilai simulasi.

Koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

∑ ∑

×

= 2 2

) (

) (

) )(

(

rerata rerata

rerata rerata

Qobs Qobs

Qcal Qcal

Qobs Qobs

Qcal

R Qcal ... (1)

dengan R adalah koefisien korelasi, Qcal adalah debit terhitung (m3/sekon), Q calrerata adalah debit terhitung rerata (m3/sekon), Qobs adalah debit terukur (m3/sekon), dan

Qobsrerata adalah debit terukur rerata (m3/sekon). Kategori tingkat korelasi untuk

berbagai nilai seperti ditunjukkan pada Tabel 1 (Hambali, 2008).

Tabel 1. Kriteria Nilai Koefisien Korelasi

Nilai Koefisien Korelasi (R) Interpretasi 0.7 < R < 1.0 Derajat asosiasi tinggi 0.4 < R < 0.7 Hubungan substansial 0.2 < R < 0.4 Korelasi rendah

R < 0.2 Diabaikan

Selisih volume atau volume error (VE) aliran adalah nilai yang menunjukkan perbedaan volume perhitungan dan volume terukur selama proses simulasi. Selisih volume (VE) aliran dikatakan baik apabila dapat menunjukkan angka tidak lebih dari 5%. Selisih volume (VE) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

(5)

VE 100%

1

1 1 ×

=

∑ ∑

=

= =

N

i i

N i

N

i i

i

Qobs Qcal Qobs

V

E ... (2)

dengan VE adalah selisih volume, Qcali adalah debit terhitung (m3/sekon), dan Qobsi adalah debit terukur (m3/sekon).

Koefisien Efisiensi (CE) adalah nilai yang menunjukkan efisiensi model terhadap debit terukur, cara objektif yang paling baik dalam mencerminkan kecocokan hidrograf secara keseluruhan. Koefisien Efisiensi (CE) dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini.

CE

=

=

= N

i i rerata

N

i i i

Qobs Qobs

Qcal Qobs

CE

1

2 1

2

) (

)

( ... (3)

dengan CE adalah koefisien efisiensi, Qcali adalah debit terhitung (m3/sekon), Qobsi adalah debit terukur (m3/sekon), dan Q obsrerata adalah debit terukur rerata (m3/sekon). Koefisien efisiensi memiliki beberapa kriteria seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Kriteria Nilai Koefisien Efisiensi

Nilai Koefisien Efisiensi (CE) interpretasi CE > 0.75 Optimasi sangat efisien 0.36 < CE < 0.75 Optimasi cukup efisien

CE < 0.36 Optimasi tidak efisien

Kalibrasi Model

Kalibrasi model merupakan suatu proses mengoptimalkan atau secara sistematis menyesuaikan nilai parameter model untuk mendapatan satu set parameter yang memberikan estimasi terbaik dari debit sungai yang diamati. Dengan kata lain, proses optimalisasi nilai parameter untuk meningkatkan koherensi antara respons hidrologi DAS yang teramati dan tersimulasi. Dalam penelitian ini, sistem IFAS memiliki beberapa parameter yang dapat dikalibrasikan dengan menggunakan referensi dari data hidrologi daerah yang diamati (data terukur). Jika tidak memiliki data terukur maka harus menggunakan nilai paramater standar. Pada Tabel 3 (Fukami, 2009) ditunjukkan penjelasan mengenai cara memilih parameter yang akan dikalibrasi berdasarkan ketersediaan data terukur.

(6)

Tabel 3 Pengaturan Parameter IFAS Berdasarkan Ketersediaan Data Terukur data Hidrologi terukur

ada tidak ada

Data Sungai Terukur

Ada

1. Kalibrasi bisa dilakukan pada parameter surface dan groundwater

2. Parameter river course bisa disesuaikan

1. Parameter river course bisa disesuaikan

2. Menggunakan nilai standar parameter surface dan groundwater

Tidak Ada

1. Kalibrasi bisa dilakukan pada parameter surface dan groundwater

2. Menggunakan nilai standar parameter river course

1. Menggunakan nilai standar semua parameter model

Validasi Model

Menurut Indarto (2010), validasi adalah proses evaluasi terhadap model untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat ketidakpastian yang dimiliki oleh suatu model dalam memprediksi proses hidrologi. Pada umumnya, validasi dilakukan dengan menggunakan data di luar periode data yang digunakan untuk kalibrasi.

Metodologi studi lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada DAS Rokan dengan stasiun AWLR Lubuk Bendahara.

Stasiun Lubuk Bendahara secara administrasi terletak di Kecamatan Rokan IV Koto, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Stasiun ini memiliki luas daerah aliran sebesar 3196 km2. Data-data yang digunakan dalam penelitian terdiri atas data satelit dan data hasil pengukuran di lapangan. Data satelit yang digunakan untuk pemodelan berupa data curah hujan, elevasi, tata guna lahan, dan data tanah tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006. Sedangkan data pengukuran di lapangan yang dibutuhkan adalah data hidrologi pada DAS Rokan yang berupa data debit harian dari Automatic Water Level Recorder (AWLR) Stasiun Lubuk Bendahara tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006.

tahapan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data satelit yang bisa diunduh secara langsung di internet dengan menggunakan alat bantu IFAS. Data-data tersebut adalah data elevasi, data tata guna lahan, data tanah, dan data hujan. Jenis data elevasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah GTOPO30 yang mempunyai ukuran grid horisontal 1 km. Data tata guna lahan yang digunakan adalah GLCC yang disediakan oleh USGS (United States Geological Survey) dengan resolusi 1 km. Data tanah yang digunakan adalah GNV25 Soil Water (UNEP). Data GNV25

(7)

merupakan data tanah yang berisi kapasitas kemampuan tanah menyimpan air (soil water holding capacity). Data curah hujan yang digunakan adalah GsMaP_

MVK+ untuk periode 1 Januari 2003 sampai 31 Desember 2006 dan validasi untuk periode 1 Januari 2004 sampai 31 Desember 2004 dan 1 Januari 2005 sampai 31 Desember 2005.

Pemodelan hidrologi dilakukan dengan menggunakan data-data satelit yang telah dikumpulkan tersebut. Nilai parameter-parameter hidrologi awal ditentukan oleh IFAS berdasarkan data-data satelit yang telah diunduh tersebut. Hasil pemodelan ini berupa output hidrograf pada setiap grid pada daerah penelitian. Output hidrograf pada lokasi dimana AWLR berada kemudian dibandingkan dengan data terukur dari AWLR tersebut dengan menghitung nilai koefisien korelasi, selisih volume, dan koefisien efisiensi. Proses kalibrasi dilakukan dengan cara coba ulang terhadap parameter-parameter hidrologi dengan berpedoman pada ketentuan yang ada pada Tabel 3 sedemikian sehingga hidrograf yang dihasilkan memiliki korelasi yang optimal terhadap data lapangan yang ditunjukkan dengan nilai koefisien R, VE, dan CE. Parameter-parameter optimal yang dihasilkan dari kalibrasi tersebut kemudian dipakai untuk validasi model yaitu dengan running model pada periode waktu yang lain. Untuk validasi model, penelitian ini menggunakan periode waktu tahun 2004 dan 2005. Selanjutnya output hidrograf dievaluasi menggunakan nilai koefisien R, VE, dan CE untuk mengetahui tingkat validitas model.

Hasil studi dan PeMbaHasan Kondisi awal simulasi

Pada kondisi awal simulasi, parameter-parameter hidrologi yang digunakan untuk simulasi adalah parameter default yang ditentukan oleh IFAS berdasarkan data- data satelit yang digunakan untuk pemodelan. Simulasi ini dilakukan untuk periode empat tahun yang dimulai dari tanggal 1 Januari 2003 jam 00.00 sampai dengan 31 Desember 2006 jam 23.00. Hasil simulasi model ini berupa hidrograf hujan aliran beserta dengan rekaman data hujan satelit seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Perbandingan antara output hidrograf hasil simulasi dengan hidrograf terukur di lapangan menunjukkan nilai R, VE, dan CE masing-masing adalah 0.551, 37.188%, dan 0.902. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil simulasi model memiliki hubungan substansial dengan data terukur (0.4 < R < 0.7), nilai volume hasil simulasi dengan volume terukur jauh berbeda ( VE > 5% ), dan efisiensi model terhadap debit terukur sangat efisien (CE > 0.75). Seperti ditunjukkan pada Gambar 5. bahwa debit hasil simulasi sudah mengikuti bentuk trend dari debit terukur di lapangan, namun akurasinya masih belum baik. Untuk meningkatkan akurasi dan korelasi, maka perlu dilakukan kalibrasi terhadap parameter-parameter hidrologi.

(8)

Gambar 5 Hidrograf hasil simulasi pada kondisi awal sebelum kalibrasi peride empat tahun (1 Januari 2003 sampai dengan 31 Desember 2006)

Seperti ditunjukkan pada Gambar 5. di atas, bahwa pada bulan September hingga Desember 2013 tidak ada data satelit yang terekam pada model sehingga menyebabkan debit hasil simulasi menjadi sangat kecil. Hal ini sangat kontradiktif dengan kondisi yang ada di lapangan dimana debit hasil pencatatan AWLR rata-rata cukup besar. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh karena sensor satelit perekam data hujan sedang tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu, untuk analisis berikutnya data pada tahun 2013 ini tidak digunakan.

Kalibrasi Model

Proses kalibrasi model dilakukan dengan cara coba-ulang terhadap parameter- parameter hidrologi. Dengan berpedoman pada Tabel 3., ditentukan bahwa parameter-parameter dari surface tank dan underground water tank yang harus dikalibrasikan karena data terukur yang tersedia hanya data AWLR tanpa data penampang sungai dilapangan. Parameter-parameter yang harus dikalibrasikan pada surface tank adalah SKF, HFMXD, HFMND, HFOD, SNF, FALFX, dan HIFD.

Pada underground water tank adalah AUD, AGD, HCGD, dan HIGD. Periode data yang digunakan untuk proses kalibrasi adalah dari tanggal 1 Januari 2005 hingga 31 Desember 2006. Perbandingan hidrograf hasil simulasi untuk kondisi awal simulasi sebelum dilakukan kalibrasi pada periode data dari tanggal 1 Januari 2005 hingga 31 Desember 2006 seperti disajikan pada Gambar 6. Yang sudah dikalibrasi ditunjukkan pada Gambar 7.

(9)

Gambar 6 Hidrograf hasil simulasi pada kondisi awal sebelum kalibrasi peride data dua tahun (1 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2006)

Gambar 7 Hidrograf hasil simulasi setelah kalibrasi peride data dua tahun (1 Januari 2005 sampai dengan 31 Desember 2006)

Pada kondisi awal sebelum kalibrasi periode data dua tahun menunjukkan nilai korelasi dengan data lapangan R, VE, dan CE masing-masing adalah 0.545, 13.929%, dan 0.733. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil simulasi model memiliki hubungan substansial dengan data terukur (0.4 < R < 0.7), nilai volume hasil simulasi dengan volume terukur jauh berbeda ( VE > 5% ), dan efisiensi model terhadap debit terukur cukup efisien (0.36 < CE < 0.75). Setelah dilakukan kalibrasi terhadap parameter-parameter hidrologi, nilai-nilai R, VE, dan CE menunjukkan hubungan yang makin baik dengan data lapangan, yaitu 0.627, 1.007%, dan 0.615. Parameter tersebut menunjukkan bahwa hasil simulasi model memberikan peningkatan korelasi dan pengurangan selisih volume yang cukup signifikan dengan data pengururan di lapangan.

(10)

Validasi Model

Untuk menguji validitas model pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan parameter-parameter hidrologi hasil dari kalibrasi dan dengan menggunakan seri data yang berbeda pada proses kalibrasi. Seri data yang digunakan untuk validasi adalah data tahun 2004 pada DAS Rokan. Hasil validasi model dengan menggunakan data tahun 2004 ditunjukkan pada Gambar-8. Perbandingan antara hidrograf hasil simulasi dengan hidrograf terukur menunjukkan nilai-nilai R, VE, dan CE masing- masing adalah 0.647, 16.385, dan 0.631. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa hasil validasi model memiliki hubungan substansial dengan data terukur (0.4 < R

< 0.7), nilai volume hasil simulasi dengan volume terukur jauh berbeda ( VE >

5% ), dan efisiensi model terhadap debit terukur cukup efisien (0.36 < CE < 0.75).

Kondisi ini menunjukkan bahwa penggunaan data satelit cukup baik digunakan untuk pemodelan hidrologi untuk mengatasi permasalah ketersediaan data pada daerah yang tidak ada stasiun pengukuran hidrologi.

Gambar 8 Validasi hidrograf hasil simulasi model dengan data lapangan tahun 2004

analisis sensitivitas Parameter Hidrologi Pada iFas

Ada sebelas parameter hidrologi yang muncul pada pemodelan hidrologi menggunakan data satelit dalam IFAS, delapan diantaranya harus dikalibrasikan.

Cukup banyaknya parameter hidrologi yang harus dikalibrasi akan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses coba-ulang untuk mendapatkan kondisi yang optimal. Untuk itu perlu dianalisis sensitivitas masing-masing parameter untuk mengetahui parameter-parameter utama yang mempengaruhi output simulasi. Untuk analisis sensitivitas ini, diambil contoh kasus data tahun 2006 untuk simulasi. Hasil simulasi pengaruh perubahan berbagai jenis parameter hidrologi terhadap nilai R, VE, dan CE dalam IFAS disajikan pada Tabel 4. Seperti ditunjukkan pada tabel, parameter yang paling sensitif terhadap output model adalah HCGD karena cukup mempengaruhi besaran nilai R dan VE. Parameter sensitif berikutnya adalah SKF, HFMXD, HFOD, AGD, dan HIGD dimana parameter-parameter tersebut sensitif terhadap perubahan VE. Sedangkan parameter yang tidak sensitif adalah HFMND dan AUD. Parameter ini tidak menjadi fokus utama dalam proses kalibrasi.

(11)

Namun demikian, analisis sensitivitas ini masih perlu dilakukan lebih detil dengan interval perubahan parameter yang lebih rapat sedemikian sehingga tingkat perubahan pengaruhnya bisa dinilai terhadap tingkat perubahan masing-masing parameter. Untuk itu, penelitian lanjutan masih perlu dilakukan untuk menjelaskan permasalahan tersebut.

Tabel 4 Hasil analisis sensitivitas pada parameter IFAS

SKF HFMXD HFMND HFOD HIFD SNF FALFX AUD AGD HCGD HIGD R VE (%) CE

Kondisi awal 0.0005 0,1 0,01 0,005 0,0 0,7 0,8 0,1 0,003 2 2 0.632 10.444 0.615 Simulasi Awal SKF 0,0001 0,1 0,01 0,005 0,0 0,7 0,8 0,1 0,003 2 2 0.635 12.124 0.617 VE HFMXD 0,0005 0,05 0,01 0,005 0,0 0,7 0,8 0,1 0,003 2 2 0.647 9.819 0.594 VE HFMND 0,0005 0,1 0,005 0,005 0,0 0,7 0,8 0,1 0,003 2 2 0.600 10.298 0.664 tidak sensitif

HFOD 0,0005 0,1 0,01 0,0001 0,0 0,7 0,8 0,1 0,003 2 2 0.660 1.792 0.567 VE AUD 0,0005 0,1 0,01 0,005 0,0 0,7 0,8 0,09 0,003 2 2 0.635 10.521 0.612 tidak sensitif AGD 0,0005 0,1 0,01 0,005 0,0 0,7 0,8 0,1 0,002 2 2 0.653 18.049 0.625 VE HCGD 0,0005 0,1 0,01 0,005 0,0 0,7 0,8 0,1 0,003 1,9 2 0.546 7.166 0.745 R, VE

HIGD 0,0005 0,1 0,01 0,005 0,0 0,7 0,8 0,1 0,003 2 1,9 0.606 14.720 0.665 VE

surface tank underground Water tank

Perubahan

Parameter Hasil Evaluasi Sensitif terhadap

KesiMPulan dan reKoMendasi Kesimpulan

Penelitian tentang kalibrasi dan validasi penggunaan data satelit untuk pemodelan hidrologi ini mengasilkan kesimpulan sebagaimana diuraikan berikut ini.

1. Pemodelan hidrologi hujan-aliran menggunakan data satelit bisa dijadikan salah satu alternatif untuk analisis hidrologi pada daerah yang tidak terdapat data pencatatan dari stasion hidrologi. Dengan tanpa kalibrasi, pemodelan sudah menunjukkan korelasi yang relatif cukup baik dengan nilai R, VE, dan CE masing-masing adalah 0.545, 13.929%, dan 0.733 untuk dua tahun simulasi.

2. Setelah dilakukan kalibrasi terhadap parameter-parameter hidrologi, nilai- nilai R, VE, dan CE menunjukkan hubungan yang makin baik dengan data lapangan, yaitu 0.627, 1.007%, dan 0.615. Hasil validasi model didapatkan nilai-nilai R, VE, dan CE masing-masing adalah 0.647, 16.385, dan 0.631.

Hal ini menunjukkan bahwa, jika ada data pengukuran lapangan minimal 1 tahun, maka pemodelan hidrologi menjadi lebih baik karena bisa dilakukan kalibrasi.

3. Parameter HCGD (tinggi tampungan dimana aliran antara terjadi) merupakan parameter yang paling sensitif terhadap output model karena cukup mempengaruhi besaran nilai R dan VE. Parameter sensitif berikutnya adalah SKF, HFMXD, HFOD, AGD, dan HIGD dimana parameter-parameter tersebut sensitif terhadap perubahan VE. Sedangkan parameter yang tidak sensitif adalah HFMND dan AUD.

(12)

rekomendasi

Rekomendasi yang bisa disampaikan dari proses penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Penelitian ini merupakan penelitian awal yang difokuskan pada aplikasi penggunaan data satelit untuk pemodelan hidrologi. Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan tahap berikutnya adalah pemodelan hidrologi menggunakan data satelit untuk aplikasi yang lebih luas seperti untuk studi kasus banjir dan ketersediaan air.

2. Untuk mengetahui tingkat pengaruh sensitivitas parameter hidrologi yang lebih detil, perlu dilakukan penelitian lanjut dengan menggunakan interval perubahan parameter yang lebih kecil

reFerensi

Fukami, K., Sugiura, T., Magome, J. dan Kawakami, T, 2009, Integrated Flood Analysis System (IFAS Version 1.2) User’s Manual. Jepang: ICHARM.

Harris A., Rahman, Hossain F., Yarborough L., Bagtzoglou, dan Easson G., 2007, Satellite-based Flood Modeling Using TRMM-based Rainfall Products, Sensors, ISSN 1424-8220, MDPI.

Hambali, R. 2008. Analisis Ketersediaan Air dengan Model Mock. Bahan Ajar.

Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Indarto, 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi, Bumi Aksara, Jakarta.

Khan S., Hong Y, Wang J, Yilmaz K.K, Gourley J.J, Adler R,Brakenridge R, Policelli F, Habib S, dan Irwin D, 2011, Satellite Remote Sensing and Hydrologic Modeling for Flood Inundation Mapping in Lake Victoria Basin: Implications for Hydrologic Prediction in Ungauged Basins, IEEE Transactions Geoscience and Remote Sensing, Vol. 49, No.1, January 2011.

Kartiwa, B., Murniati, E., 2011, Application of RS, GIS and Hydrological Model for Flood Mapping of Lower Citarum Watershed, Indonesia, Sentinel Asia Joint Project Team Meeting, 12th-14th July 2011, Putra Jaya, Malaysia.

Li Li, Hong Y, Wang J, Adler R, Policelli F, Habib S, Irwin D, Korme T, Okello L, 2008, Evaluation of the real-time TRMM-based multi-satellite precipitation analysis for an operational flood prediction system in Nzoia Basin, Lake Victoria, Africa, Springer Science+Business Media B.V. 2009.

Sugiura T., Fukami T., Fujiwara N., Hamaguchi K., Nakamura S., Hironaka S., Nakamura K., Wada T., Ishikawa M., Shimizu T., Inomata K., Itou K., 2009, Development of Integrated Flood Analysis System (IFAS) and its Applications, 7th ISE& 8th HIC, Chile.

Gambar

Gambar 1. Skema model tangki PWRI Distributed Model dalam IFAS
Gambar 2. Konsep skema aliran pada model permukaan Model air tanah (Ground Water Model)
Gambar 4. Konsep model tangki pada model alur sungai evaluasi Ketelitian Model
Tabel 2   Kriteria Nilai Koefisien Efisiensi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur alhamdulillah karena penulis dapat menyelesaikan laporan seminar tugas akhir yang berjudul Pusat Teknologi Konstruksi Bangunan di Kota Malang dengan tepat waktu

Sub Dit Sub Dit Standardi sasi Pangan Olahan Sub Dit Inspeksi Produksi dan Peredar Pangan Seksi Standardi Sertifikasi an Produk Seksi Inspeksi Produksi Tangga Pangan Seksi

Saat kejadian La Niña (SML bernilai negatif) wilayah kabupaten Gorontalo secara umum mengalami peningkatan curah hujan, kondisi ini berpengaruh terhadap awal musim

“Tujuan pertemuan ini ada- lah memberikan gambaran kepada calon sekolah mitra, apa saja yang akan mereka lakukan selama bermitra dengan USAID PRIORITAS dan manfaat apa

Dokumen Renja SKPD pada dasarnya merupakan suatu proses pemikiran strategis untuk menyikapi isu-isu yang berkembang dan mengimplementasikannya dalam program dan kegiatan

Kasus yang diangkat pada artikel ini yaitu tentang pengobatan penyakit ringan dengan menggunakan obat tradisional, oleh karena itu terdapat rancangan dari mulai data pakar hingga

Disisi lain faktor phase penerbangan, faktor kondisi penerbangan dan faktor jam terbang pilot telah terbukti memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap beban kerja

Perubahan beban yang terjadi secara tiba-tiba dan periodik tidak dapat direspon dengan baik oleh generator sehingga dapat mempengaruhi kestabilan dinamik