PATI RESISTEN
Pati
 Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α- glikosidik
• Fraksi dalam pati :
– Amilosa: fraksi terlarut yang mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1.4)-D-glukosa.
– Amilopektin: fraksi tidak larut dan mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1.6)-D-glukosa
Amilosa
Amilopektin
• Jenis pati berdasarkan kecepatan dicerna:
– Rapidly Digestible Starch (RDS) – Slowly Digestible Starch
(SDS)
– Resistant Strach (RS)
: 20 menit : 20-110 menit
: tidak dapat dicerna
Pendahulua n
 Pati resisten di definisikan sebagai pati yang tidak dapat dicerna, karena fraksi pati tidak dapat dicerna pada usus halus dan secara parsial difermentasi pada usus besar untuk menghasilkan Short Chain Fatty
Acid(SCFA) dan produk-produk lainnya (Haralampu, 2000).
 Pati resisten (RS) merupakan pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan dan tahan terhadap asam lambung sehingga dapat mencapai usus besar untuk difermentasi oleh bakteri probiotik (Sajilata et al. 2006; Zaragoza et al.2010).
Kandungan RS
 Kandungan RS dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin,konsentrasi enzim pululanase,
konsentrasi pati, suhu pemanasan, siklus pemanasan dan pendinginan, kondisi penyimpanan,dan adanya lipid atau substansi bermolekul rendah seperti gula (Sajilata et al. 2006).
 Analisis daya cerna pati merupa-kan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh perlakuan modifikasi pati ter-hadap kadar RS yang dihasilkan. Daya cerna pati yang lebih
rendah mengindikasikan kadar RS yang meningkat.
Klasifikasi pati
 Klasifikasi pati berdasarkan daya cernanya terdiri atas tiga (Sajilata et al.2006; Englist, dkk., 1992) ,yaitu
1.pati yang dicerna dengan cepat (rapidly digestible
starch), fraksi pati yang tercerna dalam waktu 20 menit setelah makanan ditelan
2. pati yang dicerna dengan lambat (slowly digestible starch), fraksi pati yang dicerna dalam waktu 20-120 menit setelah makanan di telan
3. pati resisten (resistant starch), fraksi pati yang tidak dapat dicerna dalam usus halus setelah makanan ditelan.
Klasifikasi
Pati Resisten berdasarkan pada asal
dan cara proses
pembuatann ya
 Pati resisten tipe I (RS1) merupakan pati yang terdapat secara alamiah dan secara fisik terperangkap dalam sel-sel tanaman dan matriks dalam bahan pangan kaya pati, terutama dari biji- bijian dan sereal. Jumlah RS1 dipengaruhi oleh proses
pengolahan dan dapat dikurangi atau dihilangkan dengan penggilingan.
 Pati resisten tipe II (RS2) merupakan pati yang secara alami sangat resisten terhadap pencernaan oleh e zim α-amilase dan umumnya granulanya berbentuk kristalin. Sumber RS2 antara lain pisang dan kentang yang masih mentah, serta jenis pati jagung dengan kadar amilosa yang tinggi.
 Pati resisten tipe III (RS3) adalah pati teretrogradasi yang
diproses dengan pemanasan otoklaf (1210C), annealing, HMT (heat moisture treatment),dan dilanjutkan dengan pendingi-nan pada suhu rendah (40C) maupun pada suhu ruang sehingga
mengalami retrogradasi. Retrogradasi pati terjadi melalui
reasosiasi (penyusunan kembali) ikatan hidrogen antara amilosa rantai pendek yang terbentuk setelah proses pemanasan
otoklaf dan dipercepat melalui proses pendinginan.
Klasifikasi
Pati Resisten berdasarkan pada asal
dan cara proses
pembuatann ya
 Pati resisten tipe IV (RS4) adalah pati termodifikasi secara kimia seperti pati estermaupun pati ikatan silang (Sajilata et al. 2006 dan Zaragoza et al.2010).
 Pati resisten tipe V (RS5) terbentuk ketika pati
berinteraksi dengan lipid, sehingga amilosa memben-tuk kompleks heliks tunggal dengan asam lemak dan lemak alkohol. Rantai linear pati dalam struktur heliks akan
membentuk kompleks dengan asam lemak dalam rongga heliks, sehingga pati akan saling mengikat dan sulit
dihidrolisis oleh enzim amilase. Karena pembentukan
kompleks amilosa-lipid adalah reaksi instan dan kompleks dapat terbentuk setelah proses pemasakan, maka RS5 dianggap stabil terhadap pemanasan(Birt et al.2013).
 Dari semua jenis RS, RS3 adalah yang paling menarik perhatian karena RS tipe ini dapat mempertahankan karakteristik organoleptik ketika ditambahkan pada makanan (Lehmann et al.2002). RS tipe ini relatif tahan panas dibandingkan RS tipe lainnya sehingga RS3 stabil selama proses pengolahan pangan
(Zaragoza et al.2010).
 RS3 merupakan jenis RS yang paling banyak
digunakan sebagai bahan baku fungsional berbasis RS. Kandungan RS3 dalam bahan pangan alami
umumnya rendah, oleh karena itu perlu ditingkatkan kadarnya melalui teknik modifikasi
....PATI RESISTEN TIPE 1
• Tipe 1 adalah bahan berpati yang secara fisik sulit dicerna (pati yang terkunci oleh dinding sel, ukuran partikel yang besar seperti hasil penggilingan yang tidak sempurna).
• Pati resisten tipe 1 mempunyai ikatan molekul yang kuat dan terperangkap dalam jaringan, yang membuat enzim- enzim pencernaan tidak dapat masuk ke molekul pati (Haralampu, 2000).
• Terdapat secara alami pada pati tergelatinisasi karena dimasak.
yang Contoh:
tidak pati kentang, pisang
tidak
dan bahan tinggi amilosa lainnya.
(Sculz, 1993).
....PATI RESISTEN TIPE
2
• RS yang terbentuk selama pemanasan lalu pendinginan pati.
• Stabil terhadap suhu dan
hanya bisa
dipecah pada suhu 85-150°
• Makin tinggi kadar amilosa pati maka makin tinggi pula kadar resistensinya.
....PATI RESISTEN TIPE 3
• Pati hasil modifikasi secara kimia atau pati hasil repolimerasi seperti halnya terbentuknya ikatan silang pada rantai polimer (Croghan, 2001).
....PATI RESISTEN TIPE 4
Manfaat
dan Aplikasi Pati
Resisten Sebagai Sumber Prebiotik
Toma dan Pokrotnieks (2006),serta Roberfroid (2007)melaporkan bahwa pati resisten yang ter-
kandung dalam bahan pangan dapat diklaim memiliki sifat prebiotik karena telah memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut:
Tahan terhadap asam lambung dan tidak dihidrolisis oleh enzim pencernaan
Tidak diabsorbsi di bagian atas saluran gastrointestinal
Dapat menjadi substrat yang selektif untuk per-
tumbuhan bakteri probiotik di usus besar contoh-nya:
Bifidobacterium bifidum maupun Lactobacillus plantarum
Tidak bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan bakteri enteropatogenik
Dapat meningkatkan jumlah maupun aktivitas mikroflora yang mendukung kesehatan saluran pencernaan
Manfaat
dan Aplikasi Pati
Resisten Sebagai Sumber Prebiotik
 Keberadaan RS3 dalam usus halus dapat me-nurunkan respons glikemik dan insulemik pada penderita diabetes dan penderita hiperinsulemik (Okoniewska &Witwer 2007).
 RS3 juga berpotensi memperbaiki sensitivitas hormon insulin (Robertson et al.2005).
 So et al.(2007) melaporkan pemberian RS3 pada tikus secara signifikan memberi dampak terhadap metabolisme lipid,
memengaruhi regulasi nafsu makan yang disebabkan oleh perubahan aktivitas neuronal dalam pusat pengatur nafsu makan hipotalamik yang memberikan sugesti kenyang.
 Menurut Okoniewska dan Witwer (2007) RS3 dapat
meningkatkan rasa kenyang karena mampu meningkatkan
ekspresi genetik penstimulasi rasa kenyang yang dihubungkan pada hormon GLP-1 dan PYY dalam usus besar.
 Higgins et al.(2006) juga melaporkan bahwa RS3 secara
signifikan mencegah peningkatan berat badan dalam jangka waktu yang lama.
Manfaat
dan Aplikasi Pati
Resisten Sebagai Sumber Prebiotik
 Konsumsi RS3 juga dapat mencegah pertumbuhan sel tumor, menurunkan proliferasi sel, meningkatkan
apoptosis, menginduksi protein kinase C-δ (PKC-δ), menginduksi ekspresi protein heat shock (HSP 25), tetapi menghambat glutation peroksidase
gastrointestinal(GI-GPx), dan mencegah
karsinogenesis kolon (Baur-Marinovic et al.2006).
 Ramakrishna et al.(2008) melaporkan bahwa RS3 mampu mereduksi kehilangan cairan fekal dan
memperpendek durasi diare pada remaja dan orang dewasa penderita kolera dan mereduksi pertumbuhan Vibrio cholerapenyebab kolera.
Teknik
Modifikasi untuk
Peningkatan Kadar Pati
Resisten dalam
Bahan Pangan
Kandungan RS dalam bahan pangan dapat ditingkatkan dengan beberapa cara baik secara fisik, kimia,maupun enzimatis diantaranya :
 Pemanasan bertekanan-pendinginan (autoclaving- cooling) beberapa siklus.
Prinsip dari teknik tersebut adalah pati disuspensikan dahulu dalam air dengan nisbah penambahan
airtertentu (1:21:5). Suspensi pati tersebut kemudian  dipanaskan denganmeng-gunakan otoklaf yang
mengakibatkan pati tergelatini-sasi secara
sempurnadan keluarnya fraksi amilosa dari granula pati. Selanjutnya pasta pati didinginkanyang dapat menyebabkan fraksi amilosa mengalami retrogradas.
Kadar RS3dapat ditingkatkan dengan perlakuan autoclaving-cooling secara berulang.
Teknik
Modifikasi untuk
Peningkatan Kadar Pati
Resisten dalam
Bahan Pangan
 Hidrolisis asam di bawah suhu gelatinisasi (proses lintnerisasi)
Perlakuan lintnerisasi bertujuan untukmeningkatkan jumlah fraksi amilosa rantai pendek dengan bobot molekul rendah yang merupakan hasil degradasi
fraksi amilosa rantai panjang pada titik percabangan α-1,6 dari rantai amilopektin (Ozturk et al.2011).
Apabila jumlah fraksi amilosa rantai pendek
meningkat, maka semakin banyak fraksi amilosa yang teretrogradasi, sehingga proses pembentukan RS3
semakin tinggi dan berdampak pada penurunan daya cerna pati (Ozturk et al.2009).
Teknik
Modifikasi untuk
Peningkatan Kadar Pati
Resisten dalam
Bahan Pangan
 Teknik Hidrotermal
Perlakuan hidrotermal terdiri dari annealing dan heat
moisture treatment (HMT). Prinsip perlakuan hidrotermal adalah penggunaan air dan panas untuk memodifikasi pati.
Pada annealing, modifikasi dilakukan dengan
menggunakan jumlah air yang banyak (lebih dari 40%) dan dipanaskan pada suhu di bawah suhu gelatinisasi pati. Proses HMT dilakukan dengan menggunakan jumlah kandungan air terbatas (18, 21, 24, dan 27) dan 
dipanaskan pada suhu melebihi suhu gelatinisasi.
Perlakuan hidrotermal dapat mengubah karakteristik gelatinisasi pati,yaitu meningkatkan suhu gelatinisasi, meningkatkan viskositas pasta pati, dan meningkatkan kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi
(Gonzales-Soto et al.2007).
Teknik
Modifikasi untuk
Peningkatan Kadar Pati
Resisten dalam
Bahan Pangan
 Pemutusan rantai cabang amilopektin (debranching) dengan enzim pululanase yang dikombinasikan
dengan autoclaving-cooling(Zaragoza et al. 2010).
Enzim pululanase (EC 3.2.1.4.1 atau pullulan 6-
glucanohydrolase) merupakan enzim mikrobial yang dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum, Lactobacillus fermentum, Bacillus halodurans, dan Klebsiella
pneumoniae melalui proses fermentasi (Salminen et al.2004, Asha et al.2013). Enzim ini memutus ikatan glikosidik α-1,6 yang merupakan ikatan percabangan pada molekul amilopektin (debranching) sehingga akan dihasilkan amilosa rantai pendek (DP 19-29) sebagai bahan baku RS (Reddy et al.2008).
FAKTOR YANG BERPENGARUH
• Proses pengolahan
• Ukuran Partikel
• Kadar amilosa dan amilopektin
• Senyawa lain
...EFEK
FISIOLOGIS
• Mencegah kanker kolon
• Hipoglikemik
• Sebagai prebiotik
• Hipolipidemik
• Meningkatkan absorpsi mineral
efek fisiologis serat pangan
KADAR PATI RESISTEN PADA BEBERAPA PRODUK
METODE
PENINGKATA N KANDUNGAN RS BERAS
 (i) metode perubahan genetik: perkawinan varietas tanaman tinggi amilosa, penghambatan enzim
percabangan rantai pati;
 (ii) perlakuan fisik: HMT, annealing, autoclavingdan pendinginan, ekstrusi, tekanan hidrostatik tinggi;
 (iii) perlakuan enzimatik;
 (iv) modifikasi kimia: perlakuan asam, fosforilasi,
karboksimetilasi, oksidasi, hidroksipropilasi, asetilasi, perlakuan dengan asam sitrat, dan penyinaran
dengan sinar-γ; dan
 (v) pengikatan dengan lipid.
EFEK
FISIOLOGIS/
KESEHATAN PATI
RESISTEN PADA
BERAS
Pengaruh Terhadap Indeks Glikemik (IG)
 Salah satu ingridien pangan yang dapat berfungsi sebagai ingridien rendah IG adalah RS (Zhou,
dkk.,2014).
 IG dari pati beras alami berkisar antara 93,2–100 persen tetapi pada pati beras waxymemiliki IG yang lebih rendah yaitu 68,9 persen. Nilai IG yang rendah pada pati alami waxy dibandingkan dengan pati beras lainnya disebabkan oleh struktur kristalin pada pati beras waxy yang tergelatinisasi menyebabkannya resisten terhadap hidrolisis enzim.
EFEK
FISIOLOGIS/
KESEHATAN PATI
RESISTEN PADA
BERAS
Pengaruh terhadap Kadar Gula Darah, Indeks Organ Kadar Serum Lipid Darah, dan Obesitas
 Pati resisten dapat menurunkan kandungan gula darah karena (i) memiliki availabiltas glukosa yang rendah akibat RS tidak tercerna; (ii) RS bersifat
viscous sehingga menghambat absorbsi glukosa; dan (iii) fermentasi RS menghasilkan SCFA yang dapat
meningkatkan sensitivitas insulin, diantaranya
menghasilkan asam lemak asetat dan butirat yang
dapat meningkatkan fungsi Adenosin Mono Phosphate Kinase (AMPK) yang dapat menghambat
glukoneogenesis dan menurunkan produksi glukosa dihati sehingga kadar gula puasa menurun dan
uptake glukosa ke otot meningkat. Selain itu, AMPK juga mengkativasi GLU 4 sebagai transporter glukosa.
EFEK
FISIOLOGIS/
KESEHATAN PATI
RESISTEN PADA
BERAS
Pengaruh terhadap Kadar Gula Darah, Indeks Organ Kadar Serum Lipid Darah, dan Obesitas
 Pada profil kandungan serum lipid darah, pemberian pati resisten dapat meningkatkan HDL-kolesterol
28,57 persen, menurunkan triasilgliserol 31,88 persen dan menurunkan total kolesterol 50,53 persen
(terhadap mencit percobaan yang menderita diabetes/model kontrol). Hal ini satunya dapat disebabkan oleh fermentasi pati resisten
menghasilkan asam propionat yang dapat
menghambat HMG-CoA reduktase yaitu enzim untuk sintesis kolesterol sehingga sintesis kolesterol dalam darah dapat dihambat.
APLIKASI RS PADA
PRODUK PANGAN
 Ferng,dkk. (2016) mengaplikasikan tepung beras yang berasal dari tiga varietas beras yang berbeda dari Taiwan pada pembuatan ciffon cake untuk
meningkatkan konsumsi beras dan melihat pengaruh kandungan RS yang terkadung pada tepung beras terhadap IG, dan tekstur cake yang dihasilkan.
 Pada penelitian Ferng,dkk. (2016) dihasilkan ciffon cake yang mengandung RDS 38–45 persen dengan kandungan RS yang cukup tinggi sebesar 55–62
persen, namun memiliki SDS yang sangat terbatas.
 Tingginya RS pada ciffon cake berbasis tepung beras ini menunjukkan bahwa cake memiliki kemampuan menstabilkan kandungan gula darah postprandial untuk mempertahankan respon glikemik rendah.
Berdasarkan pengujian secara invivo ciffon cake berbasis tepung beras ini memiliki IG rendah yaitu 52,10–54,85 tetapi masih lebih tinggi dibandingakn dengan IG cakeberbahan bau terigu (47,46).
APLIKASI RS PADA
PRODUK PANGAN
 Srikaeo dan Pablo. (2015) melakukan formulasi tepung beras rendah IG untuk dapat digunakan
sebagai ingridien pangan fungsional untuk kemudian diaplikasikan pada pembuatan mie tepung beras.