• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sriwijaya Journal of Internasional ... - Universitas Sriwijaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Sriwijaya Journal of Internasional ... - Universitas Sriwijaya"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

25

KAMPANYE GREENPEACE DALAM MENCEGAH AKTIVITAS PENGEBORAN MINYAK OLEH SHELL DAN FINLANDIA DI WILAYAH ARKTIK

Maudy Noor Fadhlia

Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Sriwijaya, Palembang, Indonesia

SUBMISION TRACK ABSTRACT Recieved: 23 September 2022

Final Revision: 8 November 2022 Available Online: 30 December 2022

Arctic is one of the victims of the global climate change. Global climate change caused the ice in the Arctic to melt, thus why it worries the international society for the future effect it might bring. With this condition, Arctic becomes more accessible through sea route and attract companies and states to come. The number of oil and gas exploration in the deep sea of Arctic has increased inexplicably. Shell, one of the most well-known oil company, even sent the icebreakers owned by Finland. This paper tries to analyse the strategies that Greenpeace implemented in the Save the Arctic campaign and look at its effectiveness. The issue was analysed and viewed from the global media communication perspective, uses campaign as a concept and qualitative method in describing the action and campaign strategy of Greenpeace. Throughout the paper, the role of NGOs and media in the campaign will also be included. The so- called environmentalism campaign conducted by Greenpeace is effective in spreading awareness, collecting support, and even better stopping the icebreaker activity by Shell.

KEYWORD

Global media communication, environmentalism, Non- Governmental Organizations (NGOs), Greenpeace, Shell, Save the Arctic

KATA KUNCI ABSTRAK

Komunikasi media global, environmentalisme, Organisasi Non-Pemerintah (NGOs), Greenpeace, Shell, Save the Arctic

Arktik merupakan salah satu korban dalam perubahan iklim global.

Perubahan iklim global ini menyebabkan es di Arktik meleleh, sehingga mengkhawatirkan masyarakat internasional untuk dampak yang akan muncul nantinya di kemudian hari. Dengan kondisi ini, Arktik menjadi lebih mudah diakses melalui jalur laut dan menarik perusahaan untuk hadir. Jumlah eksplorasi gas dan minyak di laut Arktik pun meningkat pesat. Shell, salah satu perusahaan besar di Indonesia, bahkan mengirim penghancur es milik Finlandia. Tulisan ini mencoba untuk menganalisis strategi Greenpeace dalam kampanye Save the Arctic dan melihat efektivitasnya. Isu ini dianalisis melihat perspektif komunikasi media global, serta menggunakan kampanye sebagai konsep dan metode kualitatif dalam mendeskripsikan masalah. Peran NGOs dan media juga akan menjadi alat analisis demi melihat efektivitas kampanye Greenpeace.

Dapat dilihat bahwa kampanye yang dilakukan Greenpeace dikatakan efektif karena mampu menyebarkan kewaspadaan dan pengetahuan mengenai hal ini, mengumpulkan dukungan, bahkan menghentikan aktivitas pemecahan es oleh Shell di Arktik.

CORRESPONDENCE Email:

[email protected]

(2)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 26 PENDAHULUAN

Arktik disebutkan sebagai sumber penyeimbang suhu bumi (Greenpeace, 2012). Sehingga Arktik memiliki peranan penting dalam meregulasi suhu global serta mencegah perubahan iklim. Lautan es yang ada di Arktik memantulkan cahaya matahari sehingga bumi tetap dingin.

Namun dengan perubahan iklim yang tidak menentu dan suhu bumi yang kian panas, maka es di Arktik pun meleleh dan lautan yang ada di wilayah tersebut mulai menyerap cahaya matahari. Dengan ini maka suhu bumi akan terus meningkat dan es akan makin cepat meleleh.

Sebab sekitar 40% cadangan minyak dan gas alam dunia berada di Arktik. Selain itu, wilayah Arktik dapat menjadi rute pelayaran baru di kawasan Amerika dan Eropa (Muhaimin, 2015). Dulunya negara sulit untuk masuk ke wilayah Arktik akibat tebalnya es yang membuat transportasi apa pun sulit untuk mendarat di wilayah tersebut. Sehingga tidak banyak yang tahu mengenai Arktik, dan wilayah tersebut hanya dianggap sebagai wilayah kosong (Goodenough, 2010). Namun dengan kondisi es yang kian menipis, maka minyak yang berada di bawah laut Arktik mulai terlihat dan akses transportasi seperti kapal laut mulai bisa masuk ke wilayah Arktik.

Sehingga aktivitas pengeboran minyak ini

akhirnya makin memperburuk perubahan iklim (Watt, 2013).

Masalah ini dapat menjadi ancaman bagi penduduk dan hewan liar yang tinggal di Arktik. Apabila kondisi Arktik makin berbahaya dan suatu saat menghilang, maka tempat tinggal dan kebudayaan penduduknya juga ikut menghilang. Maka dari itu, masyarakat bergerak dan melakukan serangkaian aksi, yang mana untuk mendukung tuntutan informasi, aksi, sikap, serta kepedulian terhadap lingkungan ini muncullah Non-Governmental Organizations (NGOs) yang menggunakan strategi komunikasi dalam membantu permasalahan lingkungan tersebut.

Strategi-strategi yang dilakukan misalnya kampanye, workshop, sosialisasi lingkungan, newsletter, dsb. Strategi ini tentu saja dilakukan dengan tujuan untuk mendorong aksi nyata, solusi, atau setidaknya kepedulian terhadap permasalahan lingkungan yang terjadi.

Dalam konteks lingkungan, tujuan dilakukannya proses komunikasi ini adalah untuk membuat masyarakat bercermin atas sikapnya terhadap isu lingkungan.

Kampanye lingkungan hidup menjadi alat komunikasi utama yang disebut efektif dalam mewujudkan tujuan ini.

Hal ini tercermin ketika Greenpeace terdorong untuk menggagas kampanye Save the Arctic. Kampanye ini telah

(3)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 27 dilakukan oleh Greenpeace sejak tahun

2012 (Greenpeace, 2012). Greenpeace memulai kampanye ini dengan tujuan untuk memperoleh jutaan dukungan berupa tanda tangan dan akan diletakkan di Kutub Utara (Black, 2012). Petisi ini kemudian nantinya akan diletakkan di dasar laut beserta dengan bendera yang dirancang oleh pemuda (World Association of Girl Guides and Girl Scouts, 2013). Dalam rangka menyelamatkan Arktik dari kerusakan lingkungan yang lebih besar, maka organisasi ini merilis video bertajuk Save the Arctic untuk menghentikan perusahaan multinasional dari beberapa negara dalam melakukan aktivitas industri di wilayah tersebut. Aksi ini dilakukan demi menuntut perlindungan bagi wilayah Arktik dan menyerukan suaka global.

Greenpeace banyak memanfaatkan media sosial sebagai alat kampanye Save the Arctic, misalnya saja twitter, youtube, situs blog, dan facebook. Kemudian kampanye ini juga mengundang dukungan dari berbagai pihak seperti aktivis-aktivis lingkungan di Finlandia. Kelompok aktivis ini menentang adanya aktivitas pengeboran minyak oleh kapal-kapal penghancur es milik Shell dan pemerintah Finlandia. Cara- cara yang dilakukan aktivis ini banyak menggunakan aksi langsung dengan melakukan pelayaran ke Arktik dengan menggunakan kapal Arctic Sunrise milik

Greeenpeace dan mengokupasi kapal penghancur es milik Finlandia. Finlandia sendiri merupakan salah satu anggota dari Dewan Arktik (Arctic Council, 2011). Di tahun 1989, Finlandia merupakan negara yang pertama kali menginisiasi kerjasama antara delapan negara-negara Arktik untuk melindungi wilayah Arktik. Namun pemerintah Finlandia justru mengizinkan perusahaan milik negara Finlandia membantu Shell dalam mengoperasikan dua kapal penghancur esnya, Fennica dan Nordica, untuk mengeksplor minyak di daerah Alaska (Hamilton, 2013).

Namun di tahun 2015, Shell kembali menyewa kapal penghancur es milik Finlandia, Fennica, untuk menelusuri minyak dan gas di perairan Alaska yang bocor sekitar awal bulan Juli lalu (Yle, Juli 2015). Shell berencana untuk membuat lubang-lubang di perairan Alaska untuk mengamati sumber daya alam yang ada di bawah dasar laut. Selain Fennica, ada juga Nordica yang digunakan untuk melakukan operasi pengeboran minyak di Laut Chukchi, Arktik. Kapal-kapal ini berada di bawah operasi Arctia Shipping, yang secara penuh merupakan milik pemerintah Finlandia. Hal ini kemudian mengundang respon dari Greenpeace terutama aktivis- aktivis Greenpeace yang ada di Finlandia.

Para aktivis ini pernah coba menghentikan kapal es milik Finlandia dengan

(4)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 28 menggantungkan banner bertuliskan Stop

Shell #SaveTheArctic di badan kapal Fennica (Yle, Juli 2015).

Di tahun yang sama, aktivis-aktivis Greenpeace juga mengokupasi kapal penghancur es milik Finlandia, Nordica, di pelabuhan Helsinki (Cole, 2012). Aksi-aksi ini dilakukan oleh para aktivis Greenpeace yang berasal dari 13 negara berbeda, antara lain Finlandia, Slovakia, Kolombia, Jerman, Chili, Brazil, Italia, Swedia, Austria, Perancis, Hungaria, Norwegia, dan Denmark. Aksi-aksi dari kampanye Greenpeace ini kemudian mendapat dukungan dari sekitar 400.000 orang yang menandatangani petisi mengenai penghentian aktivitas pengeboran Shell dan Finlandia di Arktik.

Maka sasaran dari penelitian ini adalah untuk meneliti dan mempelajari apa saja strategi kampanye Save the Arctic yang dilakukan oleh Greenpeace. Kemudian apakah strategi tersebut berhasil menunjang kampanye Save the Arctic. Selain itu, peneliti juga akan melihat relasi antara Arktik, Greenpeace, Finlandia dan Shell, berdasarkan proses komunikasi yang berbeda (kampanye).

KERANGKA KONSEP A. Kampanye

Kampanye merupakan cara, tindakan, dan usaha mempengaruhi tindakan dan

menyampaikan pesan kepada target audiens dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan (Bragt, 2006).

Kampanye bisa dilakukan oleh individu dan kelompok terorganisir yang ingin mencapai suatu proses pengambilan keputusan, atau juga untuk memengaruhi dan menghambat pencapaian tersebut.

Kampanye seringkali didukung oleh instrumen, seperti penggunaan media massa. Penggunaan media massa dalam kampanye diyakini berdampak positif, karena informasi yang begitu cepat menyebar sehingga bantu mewujudkan visi dari kampanye itu sendiri. Potensi dari kampanye melalui media massa ini bersandar pada

kemampuan media untuk

mempropagandakan pesan yang difokuskan kepada audiens secara berulang (Wakefield, 2010). Media massa terbukti mampu menjangkau heteregonitas populasi.

Penting untuk mengartikan pesan utama kampanye ketika memutuskan untuk melakukan kampanye lingkungan melalui media. Perlu adanya upaya untuk mengidentifikasi pesan yang mampu mengisi kebutuhan audiens. Sehingga kampanye melalui media harus mengikuti proses dasar yang berkaitan dengan membangun

(5)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 29 tujuan yang realistik, memediasikan

audiens, membangun strategi dalam penggunaan media yang efektif, dan membentuk pesan (Sandman, 2000:

80).

Peter Sandman (2000) menyebutkan bahwa model kampanye lingkungan hidup menggabungkan advertiser dan educator model. Sebab pesan yang disampaikan dalam kampanye berasal dari motivasi untuk membuat suatu tindakan atau gerakan kecil dari masyarakat. Namun tindakan ini akan menimbulkan suatu disonansi kognitif, yaitu kejanggalan terhadap apa yang dilakukan. Keragu-raguan ini bisa diatasi dengan mencari informasi.

Sehingga kampanye juga butuh menyediakan informasi mengenai isu yang dikampanyekan, setidaknya perkembangan mengenai isu tersebut.

Setelah informasi didapatkan maka akan terbentuk suatu tindakan dan perilaku, atau bahkan partisipasi. Maka dari itu model kampanye ini paling cocok dalam mendeskripsikan kampanye yang dilakukan Greenpeace.

1. Strategi Komunikasi dalam Kampanye

Penerapan strategi komunikasi dalam kampanye umumnya dilakukan karena dianggap efektif

dalam membantu kampanye.

Strategi komunikasi yang baik dalam kampanye adalah bagaimana cara mewujudkan gagasan ke dalam suatu gerakan atau aksi secara efektif. Strategi komunikasi fokus pada target, informasi, dan aksi.

Strategi kampanye direncanakan dan dapat diubah bila perlu, tergantung pada situasi yang terus dapat berubah secara cepat dan fleksibel. Selain itu, motivasi awal kampanye merupakan sumber energi terbesar bagi kampanye itu sendiri. Strategi komunikasi dalam kampanye pertama adalah menetapkan tujuan kampanye (Seeds for Change, 2013: 2). Apa saja hal-hal yang ingin dicapai, dan tujuan ini sifatnya harus didasari oleh motivasi. Selain itu, strategi ini menuntut tujuan yang bersifat mampu dicapai (achievable) dan realistis. Ketika tujuan ini telah disepakati, maka harus diputuskan apakah keputusan tersebut sifatnya dapat dinegosiasi atau tidak.

Strategi selanjutnya adalah mengumpulkan informasi.

Informasi yang dikumpulkan bisa terkait dengan fakta, data, rincian mengenai kampanye dengan basis tujuan yang sama, atau informasi

(6)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 30 mengenai latar belakang

perusahaan, institusi, atau aktor lainnya yang terlibat. Informasi yang akurat akan sangat membantu dalam pelaksanaan kampanye karena dapat memberikan ide-ide mengenai tindakan yang dapat dilakukan, atau untuk memperoleh bantuan dari pihak lain (Seeds for Change, 2013: 2).

Strategi ketiga adalah untuk mengidentifikasi target yang dituju setelah menyaring data yang dikumpulkan. Target dapat ditentukan dengan melihat pihak atau aktor yang memiliki kepentingan dalam isu ini, atau setidaknya kelompok orang yang ingin dibujuk. Pengidentifikasian target ini dapat ditentukan dengan forcefield analysis (Seeds for Change, 2013: 2). Cara ini dilakukan dengan menarik garis komitmen untuk menunjukkan seberapa besar pro dan kontra pihakpihak yang terlibat terkait isu kampanye.

Setelah target ditentukan, maka perlu adanya taktik kampanye.

Taktik ini berupa tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan misalnya untuk mendapatkan perhatian media

atau meningkatkan kepedulian dan perhatian publik. Taktik ini dapat ditentukan melalui action brainstorm dan flowchart, agar ide- ide terkumpul dengan cepat dan mendorong kreatifitas (Seeds for Change, 2013: 4). Dengan ini maka ide-ide dan taktik mengenai kampanye dapat direalisasikan.

2. Media dalam Kampanye Lingkungan

Tujuan dilakukannya kampanye adalah untuk menimbulkan efek- efek kampanye, setidaknya untuk tujuan persuasi. Kampanye mampu mengubah pandangan, keputusan, serta tindakan masyarakat mengenai sesuatu. Sehingga kampanye menekankan pada objektif mengenai bagaimana kampanye tersebut mampu mempengaruhi selera masyarakat. Perubahan tersebut tidak hanya terjadi dengan sendirinya, namun harus ada upaya- upaya yang dilakukan ketika kampanye. Salah satunya adalah dengan menggunakan media.

Saat ini, media dapat digunakan untuk kampanye apa pun karena media memegang pengaruh besar dalam mengubah opini publik.

Selama pesan yang ingin disampaikan dikemas dengan baik

(7)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 31 dan menarik, maka akan mudah

menarik dukungan dan opini publik.

Begitu juga dengan masalah lingkungan, kampanye dapat dimanfaatkan untuk mencari dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Kampanye melalui media biasanya dilakukan untuk mempengaruhi target kampanye. Umumnya, media digunakan untuk target yang lebih besar. Sehingga hal ini dilakukan dengan memanfaatkan media massa yang terhubung ke kelompok populasi yang besar dan mampu diakses oleh siapa pun.

Media massa dapat digunakan dengan empat cara berdasarkan tujuan dan target yang ingin dicapai, antara lain sebagai media informatif (berita dan koran), media edukasional (buku dan video edukasi), media persuasive (iklan banner/billboard, editorial koran, dll), serta media hiburan (film dan kuis) (Bragt, 2006: 2). Kampanye melalui media lebih fokus pada media persuasif karena berupaya untuk meyakinkan pesan yang disampaikan melalui media kepada target capaian. Namun terkadang, kampanye melalui media banyak dilakukan organisasi dengan

memanfaatkan ketergantungan masyarakat terhadap media.

Masyarakat bergantung pada media dalam hal informasi, sebab sulit bagi masyarakat untuk memperoleh sendiri informasi-informasi tersebut atau pun untuk mengecek sumber tiap-tiap informasi yang mereka terima. Sehingga organisasi ini menggunakan apa yang audiens anggap sebagai media informasi objektif menjadi media persuasif.

B. Non-Governmental Organizations (NGOs)

Nongovernmental Organizations merupakan organisasi yang bersifat sukarela dimana anggota-anggotanya merupakan kumpulan individu yang memiliki tujuan yang sama (Karns &

Mingst, 2004: 10). Tujuan-tujuan menjadi landasan advokasi masalah- masalah, seperti hak asasi manusia dan perlindungan lingkungan hidup. NGO terus mengalami perkembangan, sampai akhirnya aktif di tataran masyarakat dan komunitas global.

Keterlibatan NGO sebagai aktor penting dalam hubungan internasional dimulai sejak tahun 1990-an. Berbeda dengan IGO, tidak semua NGO memiliki legal standing dalam hukum internasional (Karns & Mingst, 1996:

(8)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 32 18). Meskipun cakupan aktivitas

organisasi ini berada pada tingkat internasional, namun hanya beberapa negara saja yang dianggap sebagai subjek dari regulasi hukum.

Perkembangan NGO juga dipengaruhi oleh peran pemerintah yang dianggap gagal dalam memfasilitasi kebutuhan publik. Kekosongan peran ini pun diisi oleh NGO, sebab aksi yang dilakukan NGO tampak lebih nyata (Karns &

Mingst, 1996: 216).

Peran dari NGO ini pun beragam, mulai dari mengkampanyekan isu yang mereka fokuskan, sampai mendorong opini publik dan mencari dukungan politik dari masyarakat luas melalui media (Karns & Mingst, 1996: 229).

Dalam kasus ini, Greenpeace sebagai sebuah NGO yang fokus pada isu lingkungan hidup berperan mengumpulkan dan mempublikasikan informasi mengenai isu tersebut. Tidak hanya itu, Greenpeace juga telah menunjukkan perannya dalam membuat jaringan global, mempromosikan norma baru, yaitu eco-friendly living dan mendorong partisipasi publik.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan berfokus pada

interpretasi. Interpretasi ini menekankan pada manusia sebagai instrumen utama, khususnya peneliti (Stake, 2010: 20).

Interpretasi yang digunakan dalam hal ini ada dua macam, yaitu interpretasi mikro dan makro. Interpretasi mikro merupakan interpretasi dari individu yang mengalami langsung masalah tersebut, sementara interpretasi makro berasal dari sekelompok orang mengenai suatu masalah (Stake, 2010: 39).

Teknik pengumpulan data dipilih berdasarkan kesesuaian terhadap pertanyaan penelitian (research question) dan gaya penyelidikan data peneliti (Stake, 2010: 89). Data yang akan digunakan peneliti dikumpulkan melalui hasil observasi/studi literatur, wawancara, dan catatan-catatan yang berkaitan dengan masalah penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Strategi Komunikasi dalam Kampanye Save the Arctic Dilihat dari tujuannya, kampanye Save the Arctic dapat bersifat pragmatik tetapi juga konstitutif. Strategi yang digunakan sama dengan kampanye hubungan kemasyarakatan, yang mana mengarah pada tujuan untuk menarik perhatian atau mengenalkan masyarakat kepada sesuatu sekaligus juga memberikan pengetahuan

(9)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 33 mengenai isu pengeboran minyak yang

menjadi alasan diadakannya kampanye ini.

Tetapi dilihat dari strategi-strategi yang dilakukan oleh Greenpeace, kampanye Save the Arctic berusaha untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap isu yang menimpa Arktik ini (Marciano, 2011). Karena letaknya yang jauh dan kurang begitu diekspos oleh media pemberitaan, maka tidak banyak orang yang mengetahui apa yang terjadi di Arktik. Isu pengeboran minyak yang melanda Arktik pun merupakan salah satu isu lingkungan dengan resiko terbesar.

Maka dari itu, kampanye Save the Arctic bukan fokus pada individu melainkan pada masyarakat serta kondisi eksternal (Marciano, 2011).

Kondisi eksternal ini diubah dengan menerapkan strategi untuk mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk proaktif. Proaktif dalam artian melakukan hal-hal positif yang mampu membawa dampak positif bagi lingkungan. Kemudian kampanye ini juga mencoba untuk mengubah perspektif masyarakat. Dalam strategi komunikasi isu lingkungan, penting menerapkan strategi-strategi yang berbeda agar dapat mengubah individu secara internal (sikap dan perilaku)

maupun eksternal (masyarakat dan kebijakan). Kampanye ini dilakukan dengan sangat keras, terutama Greenpeace yang selalu mendorong gerakan ini. Sebab isu pengeboran minyak dan perubahan iklim merupakan isu yang kompleks.

Dalam kampanye Save the Arctic ini, strategi komunikasi diterapkan dengan baik dan sistematis. Pertama, kampanye ini menetapkan tujuannya, yaitu untuk meningkatkan kepeduliaan masyarakat terhadap isu Arktik serta untuk menghentikan aktivitas pengeboran minyak yang dilakukan oleh Shell.

Kedua, pengumpulan informasi mengenai isu ini telah menyebar dan menjadi bahan rundingan berbagai pihak. Informasi mengenai Arktik dikumpulkan sendiri oleh Greenpeace melalui hasil observasinya di kapal Arctic Sunrise (Greenpeace, 2014).

Observasi ini dilakukan untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat dan terpercaya. Sehingga fakta dan latar belakang mengenai subjek- subjek yang terlibat ini dapat membantu dan memberikan gambaran mengenai tindakan yang akan dilakukan.

Ketiga, target yang ditujukan dalam kampanye ini adalah masyarakat luas

(10)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 34 dan Shell. Disebutkan oleh Chris Rose

bahwa publik terlalu luas untuk dijadikan audiens sehingga perlu adanya definisi dan identifikasi kembali mengenai tujuan perubahan yang ingin dicapai. Sehingga konteksnya sangat luas dan perlu adanya media yang mampu menghubungkan kampanye Save the Arctic dengan pendukung kampanye.

Keempat, taktik kampanye Save the Arctic dilakukan secara langsung dan tidak langsung.

Secara langsung, aktivis Greenpeace bergerak langsung ke lokasi dan menunjukkan protesnya melalui banner atau spanduk yang dipasang di badan kapal. Selain itu juga, kampanye ini juga menggunakan aksi tidak langsung yaitu melalui penyebaran artikel di situs resmi Greenpeace, berinteraksi dengan para pendukung kampanye melalui twitter dan facebook, kemudian menyebarkan video tentang isu tersebut, serta membuat petisi di situs Save the Arctic.

1. Protes Masyarakat Melalui Kampanye Save the Arctic

Aktivitas yang dilakukan Shell menuai protes dari berbagai pihak, khususnya para aktivis Greenpeace yang menolak adanya pengeboran minyak di wilayah Arktik. Maka

pada tahun 2012, tujuh orang aktivis Greenpeace yang dipimpin oleh Lucy Lawless menaiki kapal bor

“Fennica” di Selandia Baru (Offshore Energy Today, 2012). Hal ini dilakukan untuk mencegah kapal ini terus berlayar sampai ke Alsaka untuk melakukan pengeboran di Laut Chukchi. Namun setelah 2 hari berada di kapal, para aktivis ini kemudian ditahan dan dikenai hukuman masuk tanpa izin.

Kemudian di Finlandia juga terjadi aksi protes terhadap rencana pengeboran Shell di Arktik. Sekitar 20 orang aktivis Greenpeace ikut menaiki dua kapal penghancur es yang disewa Shell dari Finlandia (Greenpeace, 2012).

Para aktivis ini memasang banner yang bertuliskan “Stop Shell. Save the Arctic” di atas kapal penghancur es Fennica. Sementara di tahun yang sama, para aktivis Greenpeace juga mengokupasi kapal penghancur es Nordica di Pelabuhan Helsinki.

Aksi ini dilakukan oleh aktivis- aktivis Greenpeace yang berasal dari 13 negara berbeda, antara lain Finlandia, Slovakia, Kolombia, Jerman, Chili, Brazil, Italia, Swedia, Austria, Perancis, Hungaria,

(11)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 35 Norwegia, dan Denmark (Cole,

2012).

Aksi protes ini terus berlanjut sampai akhirnya para aktivis Greenpeace menutup 74 pom bensin Shell di London dan Edinburgh (Tuffrey, 2012). Hal ini dilakukan sebagai protes setelah penangkapan 24 orang aktivis lainnya yang menolak rencana pengeboran ini.

Jumlah pom bensin yang ditutup oleh Greenpeace, yaitu 71 pom bensin di London dan 3 pom bensin di Edinburgh. Namun setelah aksi ini, 18 orang di London dan 6 orang di Edinburgh ditangkap (Tuffrey, 2012). Pada aksi ini, para aktivis menutupi logo Shell dengan banner Save the Arctic dan meletakkan boneka beruang kutub seukuran manusia di atap pom bensin.

Para aktivis ini bahkan menutup pom bensin dengan menghidupkan tombol penghentian otomatis agar minyak tidak terpompa ke atas dan juga mematikan sekering untuk memperlambat tombol otomatis tersebut kembali menyala.

Kemudian dengan berlanjutnya kembali pengeboran minyak di Arktik, maka aksi protes sebagai bentuk kampanye Save the Arctic juga terus berlanjut. Pada tahun

2015, terdapat aktivis-aktivis Greenpeace yang mengangkut alat bor minyak milik Shell, Polar Pioneer, ke Pelabuhan Seattle (Kinney-Lang, 2015). Kemudian pada tanggal 29 Juli 2015 juga terjadi aksi pemblokiran kapal Fennica di bawah jembatan Portland, Oregon. Para aktivis ini memasang banner bertuliskan

“#ShellNo”, “Save the Arctic”, dan

“President Obama, Last Chance to Say #ShellNo” (Greenpeace, 2015).

2. Peran Media dalam Kampanye Save the Arctic

Kampanye yang dilakukan oleh Greenpeace “Save the Arctic”

dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun aksi-aksi nyata yang dilakukan semata-mata tidak langsung terjadi, melainkan karena adanya dorongan dari kampanye tidak langsung tersebut. Kampanye tidak langsung ini dilakukan melalui perseorangan (mouth-to-mouth) maupun media.

Media yang digunakan sangat beragam, mulai dari media cetak sampai media sosial. Media cetak yang digunakan dalam kampanye ini lebih banyak menggunakan banner, spanduk, dan lain sebagainya. Banner dan spanduk ini

(12)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 36 digunakan ketika para aktivis

Greenpeace melakukan aksi nyata di lokasi-lokasi kantor dan pom bensin milik Shell.

Selain itu, Greenpeace juga mengubah informasi ke dalam bentuk berita yang disebarkan melalui video. Hal ini efektif karena berita tersebut mengemas seluruh informasi penting mengenai Save the Arctic, masalah yang terjadi di Arktik, dan solusi yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut. Juga melalui video maka terdapat visualisasi yang mampu menarik masyarakat untuk menonton video tersebut.

Maka secara otomatis informasi yang ada dalam video juga ikut tersampaikan dan tersebar.

Selain video, informasi-informasi yang ditulis ke dalam sebuah artikel berita juga banyak dipublikasikan di situs resmi Greenpeace. Bahkan karena banyaknya kantor cabang Greenpeace di seluruh dunia, setiap negara yang memiliki situs resmi juga mempublikasikan artikelnya ke dalam bahasa masingmasing.

Artikel ini seringkali menjadi media agar masyarakat mengetahui informasi terbaru atau perkembangan baru mengenai isu

pengeboran minyak Shell serta kampanye Save the Arctic.

Greenpeace dikenal sebagai organisasi yang ahli menggunakan media sosial untuk mengenalkan berbagai kampanyenya, termasuk Save the Arctic. Greenpeace memanfaatkan fungsi-fungsi yang ditawarkan oleh media sosial ini, misalnya facebook yang menawarkan fitur “like” dan

“comment”. Fitur inilah yang kemudian mendorong banyaknya

“likers” sebagai bentuk rasa setuju dan kesediaan untuk berbagi pendapat mengenai isu-isu yang dibahas oleh Greenpeace.

Tidak hanya itu, media ini juga digunakan untuk mengumpulkan dukungan masyarakat salah satunya dengan membuat petisi. Facebook dan twitter dapat menjadi wadah untuk menyebarkan direct link ke web resmi kampanye Save the Arctic. Chris Rose mengatakan bahwa petisi dapat menjadi salah satu taktik yang efektif untuk topic tertentu ketika terdapat suatu badan atau pengambil keputusan. Sebab petisi seringkali digunakan untuk mendemonstrasikan kekuatan opini publik.

(13)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 37 Lalu pemanfaatan industri hiburan

juga menawarkan kesempatan yang efektif untuk semakin menarik dukungan masyarakat terhadap kampanye ini. Misalnya dengan keikutsertaan para selebritis yang juga ikut mendukung kampanye Save the Arctic. Pada akhirnya, media berperan amat besar dalam kampanye Save the Arctic. Sebab strategi-strategi kampanye ini mayoritas dilakukan melalui media.

Media yang paling banyak berkontribusi adalah media elektronik, yaitu media sosial dan blog. Chris Rose juga menyebutkan bahwa salah satu hal baik dalam penggunaan media digital/online adalah bahwa taktik ini mampu menjangkau banyak ‘masyarakat awam’ dengan sumber daya lainnya.

B. Penghentian Aktivitas Industri Oleh Shell di Arktik

Pada tanggal 28 September 2015, Shell menyatakan berhenti dalam aktivitas pengeboran minyak dan eksplorasi gas yang selama ini dilakukan di Alaska (BBC, 2015). Aktivitas yang dilakukan Shell dikabarkan menimbulkan hasil yang mengecewakan sehingga Shell mengumumkan akan berhenti melakukan eksplorasinya di Alaska.

Shell mengatakan bahwa pihaknya

tidak menemukan jumlah minyak dan gas yang cukup, sementara biaya yang dihabiskan mencapai $7 milyar untuk pengembangan sumur minyak di Laut Beaufort dan Chukchi tersebut (Macalister, 2015).

Sebelumnya, Shell berasumsi adanya potensi eksplorasi minyak di area tersebut, yang menjadikan wilayah tersebut menjadi area strategis. Shell selalu menekankan kepada publik mengenai adanya potensi hidrokarbon yang berlimpah. Namun setelah lebih kurang 4 tahun menjalani operasi ini, hasil yang diinginkan tidak sesuai dengan capaian. Sebab Arktik memang dikabarkan menjadi lokasi yang beresiko tinggi dan membutuhkan biaya pengembangan yang besar.

Ditambah lagi dengan harga minyak dunia yang berada sekitar $50 per barel, membuat aktivitas ini semakin beresiko tanpa jaminan akan berhasil.

Kerugian yang dicapai oleh Shell diperkirakan mencapai $4.1 milyar (Macalister, 2015). Keputusan untuk menghentikan aktivitas ini semakin didorong karena adanya tekanan dari pemegang saham perusahaan yang khawatir mengenai harga minyak dunia.

Pada intinya, terdapat empat alasan penghentian pengeboran minyak Shell

(14)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 38 di Alaska. Pertama, kesalahan asumsi

mengenai potensi geologi Arktik.

Setelah menghabiskan begitu banyak dana untuk mengeksplorasi sebuah sumur minyak di dasar laut Alaska, Shell mengungkapkan adanya indikasi minyak dan gas namun hal ini tidak menjadi alasan yang cukup untuk dilakukannya eksplorasi lanjutan.

Padahal sebelumnya Shell optimis bahwa pengeboran ini akan menghasilkan penemuan minyak yang berlimpah (Barrett, 2015).

Kedua, karena ketakutan Shell mengenai harga minyak dunia yang tidak stabil. Dengan harga minyak yang berada pada angka $50 per barel, maka sulit bagi Shell untuk meraih keuntungan. Ketiga, aturan yang ketat juga kerapkali menghalangi aktivitas Shell. Aturan ini datang dari pemerintah AS yang memberlakukan aturan lingkungan federal baru untuk wilayah Alaska (Barrett, 2015).

Keempat dan yang paling penting adalah karena adanya tekanan dari berbagai kelompok lingkungan internasional. Aksi protes yang telah dilakukan oleh Greenpeace dimulai sejak Shell pertama kali memulai aktivitasnya di tahun 2012. Aksi ini terus terjadi secara terus menerus, mulai dari okupasi kapal bor yang

terjadi beberapa kali, pemblokiran jalan jembatan di dekat Pelabuhan Portland, kapal yang dihadang oleh para kayaktivist, petisi dari masyarakat seluruh dunia, serta berbagai publikasi media lainnya (Greenpeace, 2015).

Kabar mengenai penghentian pengeboran minyak Shell di Arktik ini langsung direspon oleh Greenpeace sebagai keberhasilan dari kampanye Save the Arctic. Shell dianggap telah merugikan perusahaannya sendiri, baik secara finansial maupun reputasi (Greenpeace, 2015). Sebab aktivitas yang dilakukan Shell dianggap sebagai aktivitas penggalian minyak paling kontroversial, karena besarnya resiko yang dihadapi. Kampanye ini akan terus berlanjut, guna melindungi suaka di Arktik.

KESIMPULAN

Melihat keberhasilan kampanye Save the Arctic, media global memegang peranan penting dalam strategi kampanye isu lingkungan. Strategi-strategi yang digunakan Greenpeace dalam kampanye ini terbagi atas dua, yaitu direct action dan indirect action. Meskipun mayoritas didukung oleh penggunaan media elektronik. Para aktivis Greenpeace juga melakukan kegiatan kampanye langsung, misalnya dengan melakukan aksi protes di

(15)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 39 depan kantor Shell atau dengan mengambil

alih salah satu pom bensin milik Shell kemudian memasang tulisan “Stop Shell.

Save the Arctic”.

Namun demi tujuan awal yang juga menjadi motivasi dibentuknya kampanye Save the Arctic, Greenpeace mencoba untuk menyuarakan masalah ini dengan menyampaikan berbagai informasi mengenai Arktik ke situs resminya.

Informasi ini dipublikasikan dalam bentuk artikel maupun video. Segala perkembangan terkait isu pengeboran minyak Shell ini selalu dipublikasikan oleh Greenpeace. Tujuannya adalah agar masyarakat lebih sadar, peduli, dan khawatir dengan kondisi yang terjadi.

Prosedur kampanye berjalan sesuai dengan konsep strategi komunikasi, yaitu dengan mengutamakan unsur komunikator (pembentuk kampanye), komunikan (target), dan pesan yang ingin disampaikan.

Dalam hal ini Greenpeace sebagai komunikator berperan penting dalam penyebaran serta upaya lainnya kepada publik (komunikan) untuk menyukseskan kampanye Save the Arctic. Juga pesan yang disampaikan dalam kampanye ini juga jelas, yaitu untuk menghentikan aktivitas yang mampu merusak ekosistem Arktik dan untuk melindungi wilayah tersebut.

Sehingga kaitan antara ketiganya berjalan secara berkesinambungan.

DAFTAR PUSTAKA

Banerjee, Subhankar. (2012). Shell Game in the Arctic. Retrieved February 13, 2016, from The Common Dreams website:

http://www.commondreams.org/vie ws/2012/08/02/shell-gamearctic Barrett, Paul. (2015). Why Shell quit

drilling in the Arctic. Retrieved February 16, 2016, from Bloomberg website:

http://www.bloomberg.com/news/a rticles/2015-09-28/why-shell- quitdrilling-in-the-arctic

Boehrer, Katherine. (2014). Greenpeace's Lego video aims to end Shell partnership. Retrieved February 16, 2016, from The Huffington Post website:

http://www.huffingtonpost.com/20 14/07/08/greenpeace-lego-

videoshell_n_5567541.html

Brian A. Day & Martha C. Monroe. (2000).

Environmental Education &

Communication for a Sustainable World. NY: Academy for Educational Development.

C Buchanan, Rose Troup. (2015).

Greenpeace activists install giant polar bear outside Shell's London headquarters. Retrieved February 13, 2016, from Independent

(16)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 40 website:

http://www.independent.co.uk/new s/uk/emma-thompson-

joinsgreenpeace-campaigners-on- londons-southbank-to-protest- shell10482200.html

Falkner, Robert. (2012). Global Environmentalism and The Greening of International Society.

UK: Blackwell Publishing.

Garcia-Munro, Maia. (2014). Drilling in the Arctic: Is it worth it?. Retrieved October 5, 2014, from http://theusdvista.com/2014/10/03/

drilling-in-the-arctic-is-itworth-it/

Goodenough, Patrick. (2010). Claims on Resource-Rich Arctic Stoke International Rivalry. Retrieved September 28, 2014, from CNS

News website:

http://cnsnews.com/news/article/cla ims-resource-rich-arctic-

stokeinternational-rivalry

Greenpeace. (2015). Shell abandons Arctic plans - Greenpeace International response. Retrieved February 16, 2016, from Greenpeace official website:

http://www.greenpeace.org/internat ional/en/press/releases/2015/Shella bandons-Arctic-plans---

Greenpeace-International-response/

Huebert, Rob, Heather Exner-Pirot, Adam Lajeunesse, Jay Gulledge. (2012).

Climate Change & International Security: The Arctic as a Bellwether. Retrieved September

28, 2014, from

http://www.c2es.org/docUploads/ar ctic-securityreport.pdf

Jae-Min, Lee. (2011). The Arctic Ocean in the Hear. Retrieved February 13, 2016, from The Korea Herald website:

http://www.koreaherald.com/opinio n/Detail.jsp?newsMLId=20110809 000 705

Karns, Margaret P.; Mingst, Karen. (1996).

International Organizations: The Politics and Processes of Global Governance. US: Lynne Rienner Publishers.

Macalister, Terry. (2015). Shell abandons Alaska Arctic drilling. Retrieved February 16, 2016, from The

Guardian website:

http://www.theguardian.com/busine ss/2015/sep/28/shell-ceases-

alaskaarctic-drilling-exploratory- well-oil-gas-disappoints

Offshore Energy Today. (2012). Finland:

Greenpeace Activists Board ShellLeased Icebreakers. Retrieved February 15, 2016, from http://www.offshoreenergytoday.co

(17)

Sriwijaya Journal of International Relations Vol 2 No 2, Desember 2022 41 m/finland-greenpeace-activists-

boardshell-leased-icebreakers/

Sauven, John. (2012). Saving the Arctic is environmentalism's biggest challenge yet. Retrieved February 13, 2016, from The Guardian website:

http://www.theguardian.com/enviro nment/blog/2012/aug/24/saving- arcticenvironmentalism-challenge Stake, Robert. (2010). Qualitative

Research: Studying How Things Work. New York: The Guildford Press.

Sterling, Toby. (2014). Shell to stop drilling in Alaska in 2014. Retrieved

February 16, 2016, from The Huffington Post website:

http://www.huffingtonpost.com/20 14/01/30/shell-

alaskadrilling_n_4694302.html Tuffrey, Laurie. (2012). Greenpeace

activists shut down 74 UK Shell Petrol stations. Retrieved February 13, 2016, from The Guardian website:

http://www.theguardian.com/enviro nment/2012/jul/16/greenpeaceactivi sts-shell-petrol

Referensi

Dokumen terkait