BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dedak
Dedak dan bekatul adalah produk sampingan dari proses penggilingan beras. Dedak (rice bran) terdiri dari lapisan luar butiran beras (perikarp dan tegmen) serta sejumlah lembaga, sedangkan bekatul terdiri atas lapisan dalam butiran beras yaitu aleuron/kulit ari beras serta sebagian kecil endosperma. (Astawan, Made 2010). Namun, karena alat penggilingan padi tidak memisahkan antara dedak dan bekatul maka umumnya dedak dan bekatul bercampur menjadi satu dan disebut dengan dedak atau bekatul saja. (Hadipernata, 2007). Dedak atau Bekatul segar hanya memiliki umur simpan 24 jam, setelah itu dedak harus diawetkan untuk diolah menjadi bebagai produk (Rizqie Aulina, 2011).
Gambar 2.1 Skema morfologi gabah kering
Dari butir padi dapat diketahui bahwa dibawah lapisan pericarp terdapattesta atau tegmen yang kaya protein dan minyak, tetapi memiliki serat yang lebihsedikit dibandingkan pericarp. Lapisan tegmen ini terbagi atas dua, yaitu spermodern untuk yang lebih dan perisperm untuk yang lebih dalam. Di bawah lapisan tegmen dijumpai lapisan aleuron yang kaya minyak, protein, vitamin, danmineral. Endosperm banyak mengandung karbohidrat, mineral, vitamin, danminyak, tetapi sedikit mengandung protein ( Christofer 2009 ). Jenis padi yang digunakan adalah padi IR karena petani di banyumas kebanyakan menggunakan padi IR
Tabel 2.1 Komposisi dedak padi
Dedak atau Bekatul padi mengandung minyak, protein, karbohidrat, dan serat pangan, juga kaya dengan berbagai jenis senyawa fenolik (Omid Pouralia, 2010), juga mengandung sejumlah senyawa fitokimia seperti senyawa fenolik, vitamin, minyak, derivatif steroid, polisakarida dan protein (Seema Patel. 2015)Pada biji padi, lipase tidak aktif (dormant) karena tidak kontak dengan bahan (minyak). Lipase berada
Komponen Kandungan
Protein,% 12,0–15,6
Lemak,% 15,0–19,7
SeratKasar,% 7,0–11,4
Karbohidrat,% 34,1–52,3
KadarAbu,% 6,6–9,9
Thiamin(B1),µ/g 12–24
Riboflavin(B2),µ/g 1,8–4,3
Kalsium,mg/g 0,3–1,2
Magnesium,mg/g 5–13
Phospor,mg/g 11–25
Seng,µ/g 43–258
di bagian telsa dan minyak berada dilapisan aleuron dan embrio. Proses penggilingan menyebabkan terjadinya pencampuran di permukaan sehingga minyak bercampur lipase, sehingga terjadi proses hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas (ALB). Lipase yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri juga akan bereaksi dengan minyak bekatul setelah penggilingan dan selanjutnya terjadi hidrolisis (Champagne, 1994).
Minyak dalam bekatul mengandung 2-4 % ALB, setelah proses penggilingan terjadi kenaikan kadar ALB (Orthoefer, 2001).
Aktivitas lipase sangat bergantung pada suhu penyimpanan dan kelembaban (Orthoefer, 2001). Suhu optimal aktifitas lipase adalah 35–
40ºC. Penyimpanan dalam keadaan panas dan kelembaban yang tinggi dapat meningkatkan ALB sebesar 5-10 % perhari dan 70 % dalam satu bulan. Aktivitas lipase menurun pada suhu rendah dan berhenti saat disimpan dibawah suhu beku (Champagne, 1994).
Bekatul juga mengandung lipoxygenase dan peroxigenase, keduanya mempunyai pengaruh negatif saat terjadi oksidasi dibekatul.
Aktivitas kedua enzim tersebut mendegradasi minyak dalam bekatul, menghasilkan peningkatan nilai peroksida, penurunan kadar iodin, dan peningkatan kadar asam barbiturat. Lipoxsigenase dan peroxidase menjadi inaktif seiring ketidakaktifan lipase, sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur aktivitas lipase. Lipase dapat membuat bekatul menjadi tengik melalui proses hidrolisis dan lipoxgenase meningkatkan ALB yang menghasilkan bau tengik. Perubahan bau pada bekatul menunjukkan peningkatan ALB (Orthoefer, 2001).
2.2 Stabilisasi
Stabilisasi bekatul dilakukan dengan prinsip meniadakan aktivitas lipase dengan cara merubah susunan molekul enzim sehingga tidak dapat berfungsi sebagai mana mestinya. Proses inaktivasi lipase harus menyeluruh, tidak bersifat balik (reversible) dan disaat bersamaan kandungan komponen berharga harus dijaga. Metode yang dapat
digunakan untuk stabilisasi bekatul adalah ekstrusi kering, ekstrusi basah, pendinginan, pengubahan pH, perlakuan kimia (Orthoefer, 2001), penyiranan sinar gamma, dan penyimpanan kedap udara (Luh, 1991).
Beberapa metode stabilisasi pada bekatul beras putih yang telah dilakukan yaitu menggunakan Far Infrared (FIR) (Hadipernata, 2012), kombinasi dry heating dan freeze drying, serta uap etanol (Kim, et al., 2014). Namun stabilisasi tersebut membutuhkan tambahan biaya yang cukup besar, sehingga pemanfaatan bekatul menjadi terbatas dan kurang efisien. Alternatif metode stabilisasi bekatul yang mudah dan efisien dapat dilakukan dengan metode pemanasan kering maupun pemanasan basah.
Metode stabilisasi dengan pemanasan kering yaitu menggunakan oven dan microwave. Sedangkan pemanasan basah menggunakan autoclave. Kim et al. (2014) melakukan stabilisasi bekatul beras putih dengan menggunakan oven suhu 80℃ dan 100℃ selama 1 jam. Oven digunakan dalam menstabilisasi bekatul karena panas oven dapat menginaktivasi enzim lipase dan menurunkan kadar air bekatul. Stabilisasi dengan oven menyebabkan meningkatnya umur simpan bekatul dan mencegah kerusakan akibat kerusakan oksidatif. Ramezanzadeh et al.
(1999) melakukan stabilisasi bekatul beras putih dengan microwave
Stabilisasi bekatul dilakukan untuk menginaktifkan aktivitas lipase danlipoksigenase karena bekatul mengandung enzim yang masih aktif, meningkatkan efisiensi ekstraksi minyak, dan mensterilkan bekatul.
Lembaga dan lapisan terluar dari kariopsis memiliki aktivitas enzim yang tinggi. Beberapa enzim yang ada meliputi α-amilase, β-amilase, asam askorbat oksidase, katalase, sitokrom oksidase, dehidrogenase,deoksiribonuklease, esterase, flavin oksidase, α- dan β- glikosidase, invertase, lecitinase,lipase, lipoksigenase, pektinase, peroksidase, fosfatase, phytase, proteinase, dan suksinatdehidrogenase (Orthoefer, 2005).
Metode stabilisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pengovenan dedak pada suhu 100-140°C selama 5-15 menit seperti yang telah dilakukan oleh Tengah et al. (2011) dalam menstabilisasikan dedak beras merah dari kabupaten Tabanan Bali. Sedangkan waktu optimum yang dibutuhkan untuk proses stabilisasi dedak menurut Subriyer Nasir (2009) adalah selama 15 menit pada temperatur 110ºC.
2.3 Oven
Oven merupakan sebuah peralatan berupa ruang termal terisolasi yang digunakan sebagai pengeringan suatu bahan. Pengeringan menggunakan oven lebih cepat dibandingkan dengan pengeringan menggunakan panas matahari. Akan tetapi, kecepatan pengeringan tergantung dari tebal bahan yang dikeringkan. Penggunaan oven biasanya digunakan untuk skala kecil. Oven yang kita gunakan adalah elektrik oven yaitu oven yang terdiri dari beberapa tray didalamnya, serta memiliki sirkulasi udara didalamnya. ( Saputra A, 2010 )
Gambar 2.2 gambar oven
Kelebihan dari oven yaitu produk yang dihasilkan akan lebih higienis karena dalam prosesnya alat pengering oven memiliki ruang
termal yang terisolasi sehingga proses pencemaran dari lingkungan luar bisa dihindari, selain itu juga suhu dan kondisi operasi pengeringan dapat diatur, sehingga kondisi cuaca tidak berpengaruh terhadap proses pengeringan menggunakan alat pengering oven (Harrison,2000).
Kekurangan dari oven yaitu efisiensi waktu,pada proses pemansan cendrung memakan waktu karena panas tidak langsung di tembak pada makanan, melainkan menyebar memenuhi ruang oven. Selain itu,kecepatan pematang pada oven juga dipengaruhi jenis oven. Misal oven listrik memerlukan waktu lebih lama dibanding oven gas.
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan senyawa tertentu yang terdapat pada suatu bahan dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik senyawa yang diinginkan.
Metode yang diduga efektif dalam mengekstrak senyawa bioaktif adalah Soxhletasi. Prinsip Soxhletasi adalah penyaringan yang berulang-ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang-ulang. (Khoirul Anam, 2014)
Kadji, et al. (2013) menyatakan, ekstraksi cara Soxhlet menghasilkan yield yang lebih besar jika dibandingkan dengan maserasi. Hal ini disebabkan karena dengan adanya perlakuan panas yang dapat meningkatkan kemampuan pelarut untuk mengekstraksi senyawa- senyawa yang tidak larut didalam kondisi suhu kamar, serta terjadinya penarikan senyawa yang lebih maksimal oleh pelarut yang selalu bersirkulasi dalam proses kontak dengan simplisia sehingga memberikan peningkatan yield.
Mekanisme yang terjadi selama ekstraksi adalah pembilasan senyawa- senyawa dalam sel tanaman ke luar dari sel tanaman, dan melarutnya kandungan senyawa kimia oleh pelarut keluar dari sel tanaman melalui proses difusi dengan beberapa tahapan, yaitu: Penentrasi pelarut ke dalam
sel tanaman sehingga terjadi pengembangan (swelling) sel tanaman, Proses disolusi yaitu melarutnya kandungan senyawa di dalam pelarut, kemudian Difusi dari senyawa tanaman, keluar dari sel tanaman.
Metode ekstraksi yang digunakan mempengaruhi jumlah minyak yang dihasilkan. Tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam ekstraksi minyak dedak dengan menggunakan pelarut adalah persiapan bahan baku, stabilisasi dedak, pemilihan pelarut dan kondisi proses ekstraksi baik suhu maupun lama proses ekstraksi, proses pemisahan pelarut dan analisis kimia yang digunakan.
Beberapa faktor dapat mempengaruhi proses ekstraksi, antara lain adalah jenis dan jumlah pelarut. Semakin banyak jumlah pelarut semakin banyak pula jumlah produk yang akan diperoleh, hal ini dikarenakan distribusi partikel dalam pelarut semakin menyebar, sehingga memperluas permukaan kontak, dan perbedaan konsentrasi solut dalam pelarut dan padatan semakin besar (Munawaroh, 2010). Menurut penelitian Asri (2019) kondisi optimum yang diperoleh untuk mengekstraksi minyak dedak padi adalah dengan menggunakan rasio pelarut 1:6 , dan waktu ekstraksi yang digunakan selama 3,4142 jam akan mendapat yield sebesar 19,69 %.. Sehingga penelitian ini menggunakan perbandingan dedak 50gr dan rasio pelarut yaitu 1:6 dan waktu ektraksi 3,4142 jam.
Menurut Lince Muis (2010), Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses ekstraksi antara lain, jenis pelarut, temperatur, waktu ekstraksi, dan ukuran bahan dalam hal ini ukuran dedak padi.
1) Jenis Pelarut
Pada proses ekstraksi, banyak pilihan pelarut yang digunakan.Syarat pelarut yang baik:
Harus dapat melarutkan semua zat yang diinginkan dengan cepat dan sempurna (pelarut harus bersifat selektif).
Harus mempunyai titik didih yang cukup rendah, agar pelarut mudah diupkan tanpa menggunakan suhu tinggi.
Pelarut tidak boleh larut dalam air.
Pelarut harus bersifat inert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen oleoresin.
Pelarut harus mempunyai titik didih yang sama, jika diuapkan tidak tertinggan didalam minyak.
Berdasarkan hasil penelitian Dewi Wahyuningtyas (2008), menunjukkan % yield minyak dedak dari ekstraksi dengan menggunakan beberapa jenis pelarut etanol, etil asetat, dan n-heksan, menghasilkan % yield n-hexane paling tinggi yaitu 12,553 %, 14,105 %, dan 17,431 %.
Kemudian menurut hasil penelitian Subriyer Nasir (2009), % yield minyak dedak yang dihasilkan dari ekstraksi menggunakan n-hexane dan etanol adalah sebesar 18,34 % dan 13,60 %, sedangkan menurut hasil penelitian Ari Diana Susanti (2012) dengan menggunakan beberapa jenis pelarut yaitu n-hexsan, etil asetat, methanol, etanol, isopropanol dan aseton menghasilkan % yield n-hexane yang tertinggi yaitu 15,50%, sehingga penelitian ini menggunakan pelarut n-hexane untuk mengekstraksi minyak dedak padi.
N-hexan merupakan pelarut yang paling ringan dalam mengangkat minyak yang terkandung dalam biji–bijian dan mudah menguap sehingga memudahkan untuk refluk. Pelarut ini memiliki titik didih antara 65–70 ºC. Seperti halnya senyawa-senyawa gugus alkana lainnya n-hexane tidak larut dalam air. Sifat racun akut dari hexane relatif kecil.
Sifat fisik dari n-hexane dapat dilihat pada Tabel 2.2 Tabel2.2 Sifat fisik n-hexane
Sifat-sifat Keterangan
Rumus molekul C6H14
Berat molekul 86,18 g/mol
Bentuk dan Warna Likuid tidak berwarna
Sifat-sifat Keterangan
Densitas 0,6548 gr/ml
Titik leleh - 94 ºC (177 K)
Titik didih 69 ºC (342 K)
Kelarutan dalam air Tidak larut
Viskositas 0,294 cP pada 25 ºC Temperatur kritis 234,6 ºC (507,6 K) Tekanan kritis 3,04 x 106 Pa
Sumber: Perry, R.H and C.H. Hilton (eds). 1973. The Chemical Engineers Handbook
2) Waktu
Lamanya waktu ekstraksi akan mempengaruhi volume ekstrak minyak dedak yang diperoleh. Semakin lama waktu ekstraksi semakin lama juga waktu kontak antara pelarut n-hexane dengan bahan baku dedak sebagai padatan sehingga semakin lama kontak material padatan dengan pelarut atau semakin lama waktu ekstraksi, maka kemungkinan kontak antara pelarut dan bahan akan semakin besar, sehingga waktu optimum yang dibutuhkan untuk proses ekstraksi dedak padi menggunakan metode soxletasi adalah selama 1 jam (Subriyer Natsir, 2009). Menurut penelitian Asri (2019) kondisi optimum yang diperoleh untuk mengekstraksi minyak dedak padi adalah dengan menggunakan rasio pelarut 1:6 , dan waktu ekstraksi yang digunakan selama 3,4142 jam akan mendapat yield sebesar 19,69 %dan 3 jam.
3) Ukuran bahan
Penghancuran atau pengecilan ukuran bahan dilakukan agarpermukaan kontak bahan dengan pelarut semakin luas, sehingga proses ekstraksi dapat berlangsung lebih cepat. Laju ekstraksi ditentukan oleh luas permukaan kontak antara bahan dengan pelarut. Pengecilan ukuran partikel ini dapat mempengaruhi waktu Semakin kecil ukuran partikel berarti permukaan luas kontak antara partikel dan pelarut semakin besar, sehingga waktu ekstraksi akan semakin cepat.
4) . Temperatur
Ekstraksi akan berlangsung lebih cepat apabila dilakukan padatemperatur yang tinggi, tetapi apabila pada ekstraksi suhu terlalu tinggi akan menyebabkan beberapa komponen pada bahan mengalami kerusakan. Penelitian dilakukan pada suhu titik didih pelarut n-hexan yang digunakan yaitu 65-70 °C.
2.5 Minyak Dedak
Minyak dedak atau lebih dikenal dengan rice bran oil merupakan minyak hasil esktraksi dari dedak padi. Minyak dedak dapat dikonsumsi dan mengandung vitamin, antioksidan serta nutrisi yang diperlukan oleh tubuh manusia.
Minyak dedak padi terdiri dari lemak tak jenuh ganda 33%
(mengandung asam lemak esensial), lemak jenuh 20% dan lemak tak jenuh tunggal 47%. Komposisi ini sangat dekat dengan American Heart Association (AHA) rekomendasi untuk minyak nabati. Ini adalah sumber yang kaya asam linoleat (omega-6 asam lemak) dan mengandung cukup banyak asam Linolenic (omega-3 asam lemak). Asam lemak esensial bertindak sebagai regulator internal yang vital tubuh. Hal ini dapat menaikkan kekebalan tubuh manusia karena sumber yang kaya antioksidan, juga dapat membersihkan radikal bebas. (Suryati, 2015)
Minyak dedak juga mengandung antioksidan alami tokoferol, tokotrienol, dan orizanol (Tabel 1), yang bermanfaat melawan radikal bebas dalam tubuh terutama sel kanker, serta membantu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Orizanol merupakan antioksidan yang sangat kuat dan hanya ditemukan pada minyak dedak. Senyawa ini lebih aktif daripada vitamin E dalam melawan radikal bebas, dan dipercaya sangat efektif menurunkan kolesterol dalam darah dan kolesterol liver,
serta menghambat waktu menopause. Oleh karena itu, minyak dedak dapat dimanfaatkan sebagai suplemen pangan untuk meningkatkan kualitas kesehatan manusia.
Tabel 2.3 Perbandingan anti oksidan pada beberapa minyak makanan
Sumber: Rice Bran Oil. The World's Healthiest, 2006
Menurut BPOM (2016), karakteristik Minyak mentah (crude oil) yaitu kadar air tidak lebih dari 0,5% dan kadar asam lemak bebas tidak lebih dari 5%. Sedangkan karakteristik dasar minyak dedak yang sudah melewati tahap pemurnian, yaitu:
Bilangan penyabunan 181 mg KOH/g hingga 189 mg KOH/g
Bilangan iod 92 Wijs hingga 108 Wijs
Tabel 2.4 Standar minyak dedak
Parameter uji Persyaratan
Warna Coklat kehijauan
Kadar asam lemak bebas (%ALB)
5%
Densitas 0,910 - 0,920
Bilangan asam 0,6 mg KOH/g
Kadar Minyak dedak berdasarkan SNI sebesar 20%, kadar asam lemak bebas (% ALB) yang diperbolehkan dalam minyak dedak (rice brain oil) adalah 5 % menurut standar SNI dan aman untuk dikonsumsi.Uji densitas juga merupakan parameter penentuan kualitas minyak, berdasarkan SNI 0610-1989-A densitas minyak yang diperbolehkan berkisar antara 0,910-0,920 yang diukur pada temperatur 30°C, sedangkan bilangan asam yang diperbolehkan untuk minyak bekatul menurut SNI 0610-1989-A adalah 0,6 mg KOH/g minyak.
2.6 Penelitian Terdahulu
Subriyer Nasir, Fitriyanti, Hilma Kamila (2009) melakukan penelitianuntuk menentukan waktu optimum pada proses stabilisasi dedak danproses ekstraksi dengan menggunakan pelarut berupa n-hexane danethanol serta menganalisa kandungan % FFA dan densitas darirendemen minyak mentah dedak padi. Hasil penelitian menunjukkanbahwa waktu optimum untuk stabilisasi adalah 15 menit padatemperatur 110oC,
Afriyanti(2015) melakukan penelitian tentang minyak dedak padi denganmetode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang mudah menguapyaitu N- hexane. Penelitian ini dilakukan dengan waktu reaksi 4 , 5,6, dan 7 jam dengan pelarut 150 ml, 200 ml,dan 250 ml. Tahap awalpenelitian ini adalah persiapan bahan baku yang berupa dedak yangdiperam kurang lebih 2 bulan, kemudian di ayak dengan ukuranayakan 100 mesh dan ditimbang dan dilanjutkan kedalam prosesekstraksi. Hasil dari proses ekstraksi kemudian didistilasi untuk memisahkan pelarut dengan minyak. minyak yang diperoleh dari hasidistilasi dianalisa % yield minyak, kadar asam lemak dan densitasminyak. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil yang terbaik adalahpada waktu ekstraksi 7 jam dengan jumlah pelarut yang digunakan250ml. Untuk % yield minyak yang diperoleh yaitu 13,5%,
kadarasam lemak bebas 2,875% dan densitas minyak dedaknya 0,901 gr/ml.
.Kemudian Asri (2019) mengtakan bahwaMinyak dedak padi merupakan hasil dari ekstraksi dedak padi. Kandungan antioksidan (γ- oryzanol, tokoferol dan tokotrienol) yang relatif tinggi dapat bermanfaat dalam berbagai bidang yaitu farmasi, kosmetik dan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui rasio pelarut dan waktu ekstraksi yang optimum terhadap yield yang didapatkan. Dengan menggunakan pelarut n- hexan, ukuran dedak 50 mesh, stabilisasi selama 15 menit pada suhu 110°C, dan variabel bebas yang sesuai dengan run pada response surface method (RSM). Ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode ekstraksi soxletasi. Hasil penelitian menunjukkan rasio pelarut optimumyang diperoleh adalah 1: 6,4142 dan waktu ekstraksi optimum selama 3,4142 jam,% yield 19,69%, dalam rentang rasio pelarut 1:4, 1:5, 1:6, waktu ektraksi selama 1 jam, 2 jam, 3 jam. Densitas 0,910, dan kadar asam lemak bebas 11,88%.