2
Sarjana Program Studi S1 Kimia Departemen Kimia
Fakultas Sains Dan Analitika Data Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2024
Dosen Pembimbing
Prof. YATIM LAILUN NI`MAH, M.Si., Ph.D.
NIP. 198405242008122006
Prof. SUPRAPTO, M.Si., Ph.D.
NIP. 197209191998021002 ZAHRA HANIFA ZUBIR
NRP 5004211115
ADSORPSI NITRAT MENGGUNAKAN KARBON AKTIF AMPAS TEBU: OPTIMASI MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY DAN DESAIN BOX-BEHKEN
SKRIPSI –
SK184807
Undergraduate Study Program of Chemistry
Chemistry Department
Faculty of Sains and Data Analytics Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Supervisor
Prof. YATIM LAILUN NI`MAH, M.Si., Ph.D.
NIP. 198405242008122006
Prof. SUPRAPTO, M.Si., Ph.D.
NIP. 197209191998021002
ZAHRA HANIFA
ZUBIR
NRP 5004211115
ADSORPTION OF NITRATE USING ACTIVATED CARBON FROM SUGARCANE BAGASSE:
OPTIMIZATION USING RESPONSE SURFACE METHODODOLOGY AND BOX-BEHKEN DESIGN
FINAL PROJECT REPORT –
SK184807
Sarjana Program Studi S1 Kimia Departemen Kimia
Fakultas Sains Dan Analitika Data Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2024
Dosen Pembimbing
Prof. YATIM LAILUN NI`MAH, M.Si., Ph.D.
NIP. 198405242008122006
Prof. SUPRAPTO, M.Si., Ph.D.
NIP. 197209191998021002 ZAHRA HANIFA ZUBIR NRP 50042011115
ADSORPSI NITRAT MENGGUNAKAN KARBON AKTIF AMPAS TEBU: OPTIMASI MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY DAN DESAIN BOX-BEHKEN
SKRIPSI – SK184807
Undergraduate Study Program of Chemistry
Chemistry Department
Faculty of Sains and Data Analytics Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2024
Supervisor
Prof. YATIM LAILUN NI`MAH, M.Si., Ph.D.
NIP. 198405242008122006
Prof. SUPRAPTO, M.Si., Ph.D.
NIP. 197209191998021002 ZAHRA HANIFA ZUBIR NRP 5004211115
ADSORPTION OF NITRATE USING ACTIVATED CARBON FROM SUGARCANE BAGASSE:
OPTIMIZATION USING RESPONSE SURFACE METHODODOLOGY AND BOX-BEHKEN DESIGN
FINAL PROJECT REPORT –
SK184807
LEMBAR PENGESAHAN
ADSORPSI NITRAT MENGGUNAKAN BIOCHAR KARBON AKTIF AMPAS TEBU: OPTIMASI MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY
DAN DESAIN BOX-BEHKEN SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada
Program Studi S-1 Kimia Departemen Kimia
Fakultas Sains dan Analitika Data Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Oleh : ZAHRA HANIFA ZUBIR NRP. 5004211115
Disetujui oleh Tim Penguji Tugas Akhir
1. Nama, Gelar Pembimbing Prof. Yatim Lailun Ni`mah, M.Si., Ph.D.
2. Nama, Gelar Pembimbing 2 Prof. Suprapto, M.Si., Ph.D.
3. Nama, Gelar Penguji Penguji
4. Nama, Gelar Penguji Penguji
5. Nama, Gelar Penguji Penguji
SURABAYA 17 Mei 2024
APPROVAL SHEET
ADSORPTION OF NITRATE USING ACTIVATED CARBON BIOCHAR FROM SUGARCANE BAGASSE: OPTIMIZATION USING RESPONSE SURFACE
METHODODOLOGY AND BOX-BEHKEN DESIGN
FINAL PROJECT REPORT Submitted to fulfill one of the requirements
for obtaining a degree Chemistry at Undergraduate Study Program of Chemistry
Department of Chemistry Faculty of Sains and Data Analytics Institut Teknologi Sepuluh Nopember
By : ZAHRA HANIFA ZUBIR NRP. 5004211115
Approved by Final Project Proposal Examiner Team:
1. Name of Advisor and academic title Prof. Yatim Lailun Ni`mah, M.Si., Ph.D.
2. Name of Advisor and academic title Prof. Suprapto, M.Si., Ph.D.
3. Name of Examiner and academic title Examiner 4. Name of Examiner and academic title Examiner
SURABAYA
PERNYATAAN ORISINALITAS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama mahasiswa / NRP : Zahra Hanifa Zubir/500411115
Departemen : Kimia
Dosen Pembimbing / NIP : Prof. Yatim Lailun Ni`mah, M.Si., Ph.D./198405242008122006 Prof. Suprapto, M.Si., Ph.D./ 197209191998021002
dengan ini menyatakan bahwa Tugas Akhir dengan judul “Adsorpsi nitrat menggunakan karbon aktif dari ampas tebu: Optimasi menggunakan Response Surface Methodology dan desain Box-Behnken” adalah hasil karya sendiri, bersifat orisinal, dan ditulis dengan mengikuti kaidah penulisan ilmiah.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya, 17 Mei 2024 Mengetahui
Dosen Pembimbing
(Prof. Yatim Lailun Ni`mah, M.Si., Ph.D.)
NIP.198405242008122006
Mahasiswa
(Zahra Hanifa Zubir) 5004211115
STATEMENT OF ORIGINALITY
The undersigned below:
Name of student / NRP : Zahra Hanifa Zubir/5004211115
Department : Kimia
Advisor / NIP : Prof. Yatim Lailun Ni`mah, M.Si., Ph.D./198405242008122006 Prof. Suprapto, M.Si., Ph.D./ 197209191998021002
hereby declare that the Final Project with the title of “Adsorption of Nitrate Using Activated Carbon from Sugarcane Bagasse: Optimization Using Response Surface Methodology and Box-Behnken Design” is the result of my own work, is original, and is written by following the rules of scientific writing.
If in the future there is a discrepancy with this statement, then I am willing to accept sanctions in accordance with the provisions that apply at Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya, 17 Mei 2024 Acknowledged,
Advisor
(Yatim Lailun Ni`mah, Ph.D) NIP.198405242008122006
Student
(Zahra Hanifa Zubir) 5004211115
ADSORPSI I NITRAT MENGGUNAKAN BIOCHAR KARBON AKTIF AMPAS TEBU: OPTIMASI MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE
METHODOLOGY DAN DESAIN BOX-BEHKEN
Nama Mahasiswa / NRP : Zahra Hanifa Zubir / 5004211115
Departemen : Kimia
Dosen Pembimbing : Prof. Yatim Lailun Ni`mah, M.Si., Ph.D.
Prof. Suprapto, M.Si., Ph.D.
Abstrak
Air sungai yang digunakan sebagai sumber pasokan air minum seringkali terkontaminasi oleh berbagai zat berbahaya sehingga menurunkan kualitas air minum. Oleh karena itu, dibutuhkan proses pengolahan air minum yang dapat mengeliminasi zat berbahaya di dalamnya serta menjaga kualitas air minum. Proses pengolahan air minum terdiri dari berbagai proses, diantaranya koagulasi, flokulasi, sedimentasi, dan filtrasi. Penggunaan bahan kimia dalam proses koagulasi diketahui dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan pada manusia dan merusak ekosistem lingkungan sehingga perlu dicari alternatif pengganti bahan kimia tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat biomasa batang pisang sebagai biokoagulan alternatif dalam proses pengolahan air. Biomasa batang pisang berhasil dibuat melalui proses penjemuran selama satu minggu dan pengeringan dalam oven selama 60oC selama 6 jam. Hasil karakterisasi FTIR mengkonfirmasi biomassa ini mengandung gugus hidroksil (O-H), hidrokarbon (C-H), karboksil (COO- double bond), karboksilat (-COOH), amine (C-N), dan C-O. Penelitian ini juga mengaplikasikan biomassa batang pisang sebagai biokoagulan dalam proses pengolahan air Sungai Cipaku. Evaluasi variasi dosis biokoagulan dan waktu settling menunjukkan dosis dan waktu settling optimum masing-masing sebesar 5 mg/L dan 90 menit. Keadaan optimum tersebut berhasil menurunkan nilai kekeruhan, pH, TDS, DHL, CO2, HCO3-, Cl-, Ca2+, CaCO3, S O42-, Mn, dan zat organik secara berturut-turut hingga sebesar 4,44 NTU; 7,92; 68,00; 135,3;
5,87; 80,52; 4,30; 17,07; 55,61; 4,87; 0,01 dan 1,21 mg/L dengan persentase penurunan sebesar 87,42; 3,06; 27,65; 27,84; 44,41; 21,57; 38,13; 21,44; 20,38; 31,21; 95,46 dan 15,38%. Hasil tersebut memenuhi standar Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492 tahun 2010 tentang standar air minum.
Kata kunci: Batang Pisang, Flokulasi, Koagulan, Koagulasi
ADSORPTION OF NITRATE USING ACTIVATED CARBON BIOCHAR FROM SUGARCANE BAGASSE: OPTIMIZATION USING
RESPONSE SURFACE METHODODOLOGY AND BOX-BEHKEN DESIGN
Name / NRP : Zahra Hanifa Zubir / 5004211115
Department : Chemistry
Advisor : Prof. Yatim Lailun Ni`mah, M.Si., Ph.D.
Prof. Suprapto, M.Si., Ph.D.
Abstract
River water as a source of drinking water is often contaminated by various hazardous substance, thus degrading the quality of drinking water. Therefore, a drinking water treatment to eliminate harmful substances and maintain water quality is mandatory. The water treatment includes several processes, such as coagulation, flocculation, sedimentation, and filtration. Chemical- based coagulants cause various health issues in humans and damage environmental ecosystems.
Therefore, it is necessary to seek alternatives to these chemicals. This research aims to develop banana stem biomass as an alternative bio-coagulant in water treatment process. Banana stem biomass was successfully developed through sun-drying process for a week followed by oven drying at 60°C for 6 hours. FTIR characterization confirmed it contains several functional group, such as hydroxyl (O-H), hydrocarbon (C-H), carbonyl (C=O), carboxyl (-COOH), amine (C-N), and C-O groups. This research also applied this biomass as bio-coagulant in water treatment of Cipaku River. The evaluation of bio-coagulant dose and settling time variations showed the optimum dose and settling time were 5 mg/L and 90 minutes, respectively. This optimum condition successfully reduced the values of turbidity, pH, TDS, COD, CO2, HCO3-, Cl-, Ca2+, CaCO3, SO42-, Mn, and organic substances consecutively to 4.44 NTU; 7.92; 68.00;
135.3; 5.87; 80.52; 4.30; 17.07; 55.61; 4.87; 0.01, and 1.21 mg/L with reduction percentages of 87.42; 3.06; 27.65; 27.84; 44.41; 21.57; 38.13; 21.44; 20.38; 31.21; 95.46, and 15.38%, respectively. These results complied the Regulation Number 492 Year 2010 from Ministry of Health, Republic of Indonesia about drinking water standards.
Kata kunci: Banana stem, Flocculation, Coagulant, Coagulation
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul judul “Adsorpsi dan desorpsi nitrat menggunakan biochar karbon aktif dari ampas tebu: Optimasi menggunakan Response Surface Methodology dan desain Box-Behnken”. Naskah skripsi ini tidak akan terwujud dengan baik tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Keluarga besar penulis, terutama ibu, bapak, dan kakak atas bantuan dan dukungan secara moril maupun material untuk penulis sehingga penulis memiliki motivasi lebih dalam menyelesaikan penelitian dan naskah ini.
2. Ibu Prof. Yatim Lailun Ni`mah, M.Si., Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama proses penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.
3. Bapak Suprapto, Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama proses penelitian dan penyusunan naskah skripsi ini.
4. Prof. Dr. rer. nat. Fredy Kurniawan, M. Si selaku Kepala Departemen Kimia atas fasilitas yang telah diberikan hingga naskah ini dapat terselesaikan.
5. Prof. Dr. Syafsir Akhlus, M.Sc, selaku dosen wali yang telah memberikan arahan selama proses penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa Naskah Skripsi ini tidak lepas dari kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga Naskah Skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Surabaya, 17 Mei 2024
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...v
APPROVAL SHEET...vi
PERNYATAAN ORISINALITAS...vii
STATEMENT OF ORIGINALITY...viii
Abstrak...ix
Abstract...x
KATA PENGANTAR...xi
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR GAMBAR...xiv
DAFTAR TABEL... xv
BAB I...1
PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...3
1.3 Batasan Masalah/Ruang Lingkup Penelitian...4
1.4 Tujuan Penelitian... 4
1.5 Manfaat Penelitian... 4
BAB II... 5
TINJAUAN PUSTAKA... 5
2.1 Penelitian terdahulu...5
2.2 Tebu (Saccharum officinarum)...6
2.3 Karbon Aktif...7
2.4 Adsorpsi...8
2.5 Nitrat... 15
2.6 Voltammetri...16
2.7 Metode Respon Permukaan (RSM)...20
2.8 Box Behken Design... 22
2.9 Adsorpsi Desorpsi Isotermal N2...23
2.10 Field Emission Scanning Electron Microscopy Energy Dispersive X-Ray...26
2.11 X-Ray Diffraction (XRD)... 27
2.12 Fourier Transform Infra red (FTIR)...29
METODE PENELITIAN... 33
3.1 Metode Analisis...33
3.2 Alat dan Bahan... 33
3.3 Prosedur Penelitian...33
BAB IV...36
HASIL DAN PEMBAHASAN...36
4.1.1 Pembuatan Adsorben Karbon Aktif dari Ampas Tebu...36
4.1.2 Sintesis Karbon Aktif Ampas Tebu...39
BAB V... 59
SIMPULAN DAN SARAN...59
5.1 Kesimpulan...59
LAMPIRAN...70
BIODATA PENULIS...79
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tanaman Tebu...6
Gambar 2.2 Karbon Aktif... 8
Gambar 2.3 Mekanisme Adsorpsi...9
Gambar 2.4 Kinetika adsorpsi (a) Orde satu semu dan (b) Orde dua semu...11
Gambar 2.5 Isotermal adsorpsi (a) Langmuir dan (b) Freundlich...13
Gambar 2.6 Sel Voltammetri, W: Elektroda kerja, R : Elektroda pembanding, A : Elektroda bantu...16
Gambar 2.7 Kurva voltamogram dari elektrode kimia reversibel, memiliki puncak arus katoda dan puncak arus anoda... 17
Gambar 2.8 Hasil Analisis FTIR Ampas Tebu, Biochar Hasil Karbonisasi Ampas Tebu pada Temperatur 600oC Dan Karbon Aktif (Borneo Satria Pratama 2018)...32
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu... 5
Tabel 2.2 Karakteristik Ampas Tebu...7
Tabel 2.3 Ukuran Pori Pada Karbon Aktif...8
Tabel 2. 4 Daftar gugus fungsi FTIR dan bilangan gelombangnya...28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pencemaran air yang disebabkan oleh limbah nitrat dan senyawa organik merupakan salah satu masalah lingkungan yang paling serius. Kontaminasi ion nirat (NO3-) di lingkungan dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa sumber antara lain limbah domestik, penggunaan pupuk yang digunakan secara berlebihan di industri serta pembuangan limbah air dari industry maupun kota, dimana hal ini telah menjadi permasalahan yang besar di seluruh dunia (Yassin et al. 2024). Kebutuhan dan konsumsi air di seluruh dunia semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir yang diakibatkan oleh terjadinya peningkatan populasi (Choy etal. 2015).
Terdapat hampir dua miliar orang di seluruh dunia tidak dapat mendapatkan air kminum bersih setiap harinya karena jumlah air yang layak digunakan di bumi hanya sebesar 0,5% (UN, 2023).
Menurut laporan WHO, sebanyak 3,4 juta orang meninggal setiap tahun akibat sumber air yang terkontaminasi limbah. Ketersediaan air untuk bertahan hidup bagi satu orang tercatat mencapai 7,5 liter yang dimana seharusnya dapat mencapai paling sedikit 15 liter per harinya (Unicef, 2023). Kelangkaan air ini memicu penelitian terhadap pengolahan air yang lebih komprehensif (Binayke & Jadhav, 2013). Nitrat merupakan senyawa yang berbahaya yang dihasilkan dari polusi agrokimia, dimana dapat mencemari air dengan bahan-bahan organic yang bersifat polutan (Ren et al. 2018). Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah ditetapkan bahwa tingkat konsentrasi maksimum kadar nitrat yang dapat ditoleransi pada air minuman umum sekitar 10 mg N/L atau 50 mg NO3/L (Yang et al. 2020). Edukasi publik sangat penting untuk mengurangi konsentrasi limbah nitrat dan melindungi lingkungan maupun Kesehatan Masyarakat. Pada negara India, melaporkan bahwa sekitar 108,2 juta orang di India mengonsumsi air dengan konsentrasi nitrat diatas 100 mg/L, dan 117,93 juta orang mengonsumsi air minum yang mengandung 45-100 mg/L nitrat. Pada Negara Amerika Serikat, setelah diselidiki dan diteliti 1114 sumur yang digunakan pada lahan pertanian telah ditemukan bahwa konsentrasi nitrat mencapai 20% lebih tinggi dari konsetrasi yang ditetapkan oleh banyak negara (Burow et al. 2010). Menurut literatur, kasus konsentrasi nitrat yang telah melebihi batas di dalam air telah ditemukan di seluruh dunia, dimana hampir setiap negara menetapkan batas peraturan nitrat dalam kisaran ~ 10 mg/L (Qasemi et al. 2023).
Di Indonesia syarat ketentuan kandungan nitrat dalam air minuman dalan kemasan sebesar 45 mg/L dikutip dari SNI 3553-2001 (Jaminan Mutu Pangan Sekolah Vokasi 2020).
Kandungan Nitrat dalam air tidak boleh melebihi batas yang telah ditentukan karena dapat membahayakan manusia. Apabila nitrat memasuki tubuh manusia, nitrat akan tereduksi menjadi nitrit dan kemudian berinteraksi dengan hemoglobin, dimana hal ini dapat menyebabkan methemoglobinemia (blue syndrome) (Dey S, 2021). Telah diketahui, NO3-
termasuk prakursor nitrit dan nitrosamine yang bersifat karsinogenik. Hal ini dapat merusak system kekebalan tubuh dan meningkatkan resiko timbulnya kanker(Ardhaneswari and Wispriyono, 2021). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa konsumsi air minum dengan kandungan nitrat yang tinggi dapat memicu berbagai penyakit, seperti gangguan pada sistem saraf pusat, kanker lambung, tekanan darah tinggi, dan cacat bawaan (Nicolas et al. 2010).
perairan, hal ini disebabkan NO3- berperan pada eutrofikasi danau dan air pantai yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan ganggang dan gelombang pasang merah, merusak terumbu karang, menurunkan keragaman hayati dan mengganggu ekosistem laut/spesies yang tinggal di habitat tersebut. Oleh karena itu, sangat penting untuk menemukan solusi yang efektif dari permasalahan ini untuk dapat menurunkan kadar konsentrasi nitrat dari air limbah sebagai bentuk upaya dalam melestarikan lingkungan (Liu et al. 2022). Dalam mengatasi masalah ini, dilakukan beberapa penelitian dalam menemukan proses pengolahan yang efektif untuk mengurangi konsentrasi nitrat. Beberapa metode telah dilakukan sebelumnya untuk mengurangi nitrat, seperti proses elektrokimia (Yu et al. 2025), fotokatalisis (Xue et al. 2024), p ertukaran ion (Ahmer and Uddin 2024), proses membran (El Mrabet et al. 2022), metode denitrifikasi biologis (El Mrabet et al. 2024) dan adsorpsi (Na et al. 2023).
Adsorpsi adalah proses fisika-kimia dimana partikel-partikel kecil, seperti polutan atau kontaminan (adsorbat) menempel pada permukaan bahan padat atau cair yang disebut adsorben.
merupakan salah satu metode yang efektif untuk menangkap polutan, bahkan dalam konsentrasi rendah. Kelebihan dari metode adsorpsi, yaitu tidak membutuhkan biaya yang besar dan tidak memerlukan memerlukan reaksi kimia kompleks atau peralatan yang rumit, Selain itu adsorpsi juga ramah lingkungan karena tidak memakai pelarut yang berbahaya. Hal ini yang menjadikan adsorpsi sebagai metode yang menjanjikan untuk menghilangkan berbagai jenis kontaminan, seperti logam berat, zat organik, dan senyawa beracun lainn (Wijayanti and Kurniawati 2019).
Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan, telah banyak dilakukan penelitian tentang analisis penurunan kandungan nitrat dengan adsorben yang berasal dari bahan organik. Metode adsorpsi digunakan karena metode adsorpsi dengan karbon aktif diharapkan dapat mengurangi pencemaran yang disebabkan oleh limbah yang kandungan nitratnya tinggi, sehingga kadar nitrat dapat berkurang setelah air limbah melewati karbon aktif (Gizaw et al. 2021).
Karbon aktif merupakan bahan dasar dalam pembuatan adsorben yang dapat diperoleh dari limbah organik yang tidak terpakai seperti jerami jagung (Kumaravel et al. 2024), bambu (Tang et al. 2025), Lempung (Maradang, 2014), tempurung kelapa (Pitchaikannu et al. 2025) dan tebu. Lempung yang diaktivasi dengan HCl dapat menurunkan kadar nitrat sebesar 54%
(Maradang, 2014). Jerami Jagung dapat menurunkan kadar nitrat sebesar 81,5 % (Ren et al.
2024). bambu dapat menurunkan kadar nitrat sebesar 79,01 %. Kapasitas adsorben kulit kakao yang dimodifikasi amina (ECAB-APTES-HCl) untuk penghilangan nitrat dan menemukan kapasitas adsorpsi maksimum sebesar 31,64 mg/g. Akan tetapi proses aktivasi yang dilakukan dalam penelitian tersebut masih menggunakan proses aktivasi secara kimiawi yang memakan waktu yang cukup lama. Tebu (Saccharum officinarum) merupakan spesies tanaman tropis yang dapat menghasilkan pemanis alami dan dikembangkan di industri gula di beberapa bagian dunia seperti Brasil, India, Cina, Meksiko, Afrika Selatan, dll. Komposisi ampas tebu diketahui terdiri dari sekitar 42% selulosa, 25% hemiselulosa, dan 20% lignin (Van Tran et al. 2017).
Dibandingkan dengan adsorben dari limbah organik lain, ampas tebu ini sering dianggap sebagai salah satu limbah pertanian yang kurang dimanfaatkan. Ampas tebu mengandung berbagai komponen yang membuatnya cocok untuk dijadikan karbon aktif. Secara umum, ampas tebu kaya akan serat dan memiliki kandungan lignin, selulosa, dan hemiselulosa yang tinggi. Komposisi ampas tebu diketahui terdiri dari sekitar 42% selulosa, 25% hemiselulosa, dan 20% lignin (Van Tran et al. 2017). Kandungan lignin yang signifikan berkontribusi pada
pembentukan pori-pori selama proses aktivasi, sehingga meningkatkan daya serap karbon aktif yang dihasilkan. Kandungan lignin pada ampas tebu lebih besar dibandingkan dengan jerami jagung, bambu dan lempung. Selain itu, ampas tebu juga memiliki kadar kelembapan yang rendah yang mendukung efisiensi proses pengeringan sebelum aktivasi. Dengan karakteristik ini ampas tebu menjadi bahan yang potensial untuk menghasilkan karbon aktif yang efektif dalam berbagai aplikasi terutama dalam penyaringan dan pengolahan air Ampas tebu merupakan gugus fungsi yang berpotensi untuk menghilangkan kontaminan yang terlarut dalam air, seperti limbah pertanian, logam berat dan lainnya (Ezeonuegbu et al. 2021). Ampas tebu ini sering dimanfaatkan dalam aplikasi bahan berpori seperti spons, filter dan membran untuk menghilangkan limbah berbahaya (Taka et al. 2018). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai keefektifitasan ampas tebu dalam menghilangkan kontaminasi ion nitrat (NO3-) dari air limbah, sehingga dilakukan metode adsorpsi menggunakan adsorben ampas tebu.
Pada penelitian ini, Adsorpsi yang dipakai menggunakan desain eksperimen untuk memperoleh kondisi optimum dengan jumlah percobaan yang sedikit sehingga dapat menghemat sampel dan bahan kimia. Desain Box-Behnken merupakan input dari desain eksperimen dimana pada desain Box-Behnken menggunakan 3 level antara lain nilai bawah (- 1), nilai tengah (0) dan nilai atas (+1). Response Surface Methodology (RSM) merupakan output dari desain eksperimen dimana pada RSM akan diperoleh daerah optimum dari interaksi atau kombinasi faktor dan level yang digunakan. Penentuan optimasi menggunakan desain Box-Behnken 3 faktor atau variable dan 3 level yang mempengaruhi berdasarkan (Rahman et al.
2021) dengan faktor antara lain massa adsorben ( 15, 20 dan 25 mg), waktu kontak(10, 20 dan 30 menit) dan konsentrasi awal ( 50, 100 dan 150 ppm)
Berdasarkan penjelasam yang sudah disampaikan di latar belakang maka dilakukan optimasi dari limbah ampas tebu : rasio SiO2 pada limbah karbon aktif ampas tebu : Nitrogen dan suhu dekomposisi. Adsorben karbon aktif ampas tebu dikarakterisasi menggunakan XRD untuk 5 mengetahui pola difraksi, BET untuk mengetahui luas permukaan dan distribusi partikel, serta FESEM-EDX untuk mengetahui karakter morfologi dan menentukan komposisi unsur dari sampel. kemudian hasil yang diperoleh ditentukan komposisi optimumnya menggunakan desain Box-Behken. Kemudian dilakukan uji aktivitas dari adsorben karbon aktif ampas tebu pada limbah nitrat menggunakan metode adsorpsi untuk memperoleh hasil optimum dari adsorben karbon aktif ampas tebu menggunakan desain Box-Behken dan Response Surface Methodology. Variasi optimasi yang digunakan dalam metode adsorpsi antara lain : waktu kontak, massa adsorben dan konsentrasi awal larutan
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dari penelitian ini adalah pembuatan adsorben dari limbah ampas tebu, penentuan konsentrasi nitrat, massa adsorben dan waktu settling optimum pada proses adsorpsi. Limbah nitrat sangat berbahaya bagi lingkungan apabila tidak dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dilakukan pembuang ke lingkungan. Limbah nitrat yang tidak dilakukan pengolahan akan dapat mengakibatkan kerusakan ekosistem dan habitat di perairan serta dapat membahayakan tubuh manusia apabila terkonsumsi. Dalam mengatasi permasalahan ini, metode yang paling efektif digunakan untuk mengurangi konsentrasi nitrat yaitu metode adsorpsi karena mudah dilakukan dan ekonomis. Adsorpsi yang dilakukan
menggunakan karbon aktif ampas tebu dan variasi optimasi yang digunakan meliputi massa adsorben, waktu kontak dan konsentrasi awal.
1.3 Batasan Masalah/Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Instrumentasi Sains dan Analitik dengan sampel adsorben dari ampas tebu dan adsorbat dari limbah nitrat. Penelitian ini menggunakan sampel karbon aktif ampas yang diaktivasi oleh senyawa kimia NaOH 0,1 N sampai pH karbon aktif netral. Penelitian dibatasi dengan pengujian nitrat dengan desain Box-Behken dengan variasi dosis 0,05 ; 0,15 ; 0,25 g untuk mengetahui dosis optimum dalam proses pengolahan limbah nitrat. Selain itu, pengujian variasi waktu settling selama 30; 60; dan 90 menit dilakukan untuk menentukan waktu settling optimum pada proses adsorpsi serta variasi konsentrasi awal 0,6 ; 0,8 ; 1,0 M untuk mengetahui konsentrasi optimum untuk adsorpsi. Volume larutan yang digunakan adalah 25 mL dengan kecepatan pengadukan 370 rpm. Hasil adsorpsi diukur menggunakan Voltammetry.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adsorben ampas tebu dalam menurunkan kadar konsentrasi limbah nitrat, dosis dan waktu settling optimum dalam adsorpsi- desorpsi dan hasil pengujian adsorpsi limbah nitrat dengan menggunakan desain Box-Behnken dan Response Surface Methodology.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif adsorben organik yang memiliki efektivitas yang tinggi untuk mengadsorpsi/menurunkan konsentrasi limbah nitrat yang berbahaya bagi lingkungan, sekaligus memanfaatkan limbah ampas tebu yang tidak terpakai. Penelitian ini dapat memberikan gambaran kemampuan ampas tebu dalam menanggulangi polutan nitrat di dalam air. Hal ini tentunya akan membuka peluang untuk pemanfaatan batang pisang yang lebih luas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian terdahulu
Penelitian terdahulu mengenai adsorpsi nitrat menggunakan material SiO2 yang berasal dari ampas tebu telah menunjukkan hasil yang siugnifikan. Berikut merupakan beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian yang telah penulis lakukan, berikut beberapa penelitian terdahulu terkait dengan karbon aktif SiO2 dan disajikan dalam bentuk tabel beserta gambaran tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing material serta metode yang digunakan sebagaimana Tabel 2.1
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian Metode Kelebihan Kekurangan
Adsorpsi Zat Warna Rhodamin B dan Congo Red dengan Silika Gel dari Limbah Ampas Tebu (Saccharum
officinarum) (Nur Furozi et al.
2020)
Pirolisis
Metode ini memberikan efektifitas adsorpsi yang sangat baik untuk limbah pewarna , bahan yang dipakai murah.
Metode ini memakan waktu yang cukup lama dan variabel operationalnya terbatas.
Karakteristik Silika Abu Ampas Tebu Melalui Metode Sol- Gel
(Lizia Miratsi et al.
2021)
Sol-Gel
Metode ini berhasil memberikan silika dengan pemurnian yang tinggi karena berhasil mengurangi secara signifikan kadar pengotor dalam limbah ampas tebu.
Metode ini memakan cukup biaya dan Proses sintesis kompleks.
Produksi dan
Karakterisasi Biochar Ampas Tebu
(Saccharum officinarum Linn) (Suparnawati et al.
2021)
Pirolisis
Biochar yang
dihasilkan mempunyai struktur mikropori yang bagus dan Efisiensi dalam produksi biochar berkualitas tinggi.
Metode ini memakan waktu yang cukup lama dan biaya bahan baku tinggi.
Berdasarkan dari tinjauan pustaka pada penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa material ampas tebu memiliki kelebihan dan kekurangan dalam aplikasi adsorpsi limbah.
Penggunaan karbon aktif ampas tebu memiliki kapasitas adsorpsi yang bagus, luas permukaan pori besar dan struktur yang teratur namun masih memiliki kekurangan yakni proses sintesisnya memerlukan waktu yang sangat lama dan ampas tebu nya harus melalui sintesis yang cukup kompleks agar pori-porinya bisa makin besar. Oleh karena itu,diperlukan pengaktifan senyawa karbon aktif ampas tebu untuk meningkatkan luas permukaan sehingga karbon aktif dapat lebih efektif menyerap limbah dalam proses adsorpsi.
2.2 Tebu (Saccharum officinarum)
Tebu (Saccharum officinarum) merupakan tanaman yang dibudidayakan sebagai bahan utama dalam produksi gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh optimal di daerah beriklim tropis dan memerlukan waktu sekitar satu tahun dari penanaman hingga panen. Di Indonesia, budidaya tebu banyak ditemukan di Pulau Jawa dan Sumatera. Tebu termasuk dalam famili Graminae atau kelompok rumput-rumputan. Dari berbagai spesies dalam genus Saccharum, Saccharum officinarum dianggap paling penting karena memiliki kandungan sukrosa tertinggi serta kadar serat yang paling rendah (Wijayanti 2008). Tanaman ini memiliki batang yang ramping, tumbuh tegak lurus, dan tidak bercabang. Tingginya bisa mencapai 3 sampai 5 meter, bahkan lebih. Permukaan batangnya keras dengan variasi warna seperti hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasi dari warna-warna tersebut. Batang tebu juga dilapisi lapisan lilin berwarna putih keabu-abuan, yang umumnya terlihat pada tanaman yang masih muda (Tjokroadikoesoemo and A.S. Baktiar, 2005). Menurut (Indrawanto and Chandra, 2010) taksonomi tanaman tebu menurut adalah sebagai berikut.
Kingdom : Plantae Divisi : Spermathophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Monocotyledone Ordo : Glumiflorae Famili : Graminae Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L.
Gambar 2.1 Tanaman Tebu Sumber : (Wahyudi et al. 2022)
Menurut (Erni Misran, 2005), tanaman tebu dapat menghasilkan berbagai produk yang bermanfaat, baik bagi manusia maupun hewan ternak. Melihat luasnya lahan budidaya tebu di Indonesia serta besarnya potensi pemanfaatan dari tanaman ini, termasuk limbah atau hasil samping dari proses pengolahannya, maka dari itu penting untuk mengembangkan industri tebu
secara terpadu atau terintegrasi dan pemanfaatan tebu dapat dioptimalkan secara menyeluruh, sehingga mendukung terciptanya industri tanpa limbah atau zero waste industry.
Menurut (Tarmidi and R. Hidayat, 2004) salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menyediakan pakan yang memadai sebagai pengganti hijaun konvensional adalah dengan memanfaatkan ampas tebu. Ampas tebu atau biasa dikenal dengan bagasse memiliki dua komponen yaitu kulit batang yang disebut rind dan bagian dalam berupa serat berwarna putih yang disebut pith. Dua sumber limbah ini akan bercampur menjadi satu ketika proses penggilingan tebu di pabrik gula. Ampas tebu dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Namun demikian, ampas tebu tergolong pakan serat yang berkualitas rendah karena kandungan protein, lemak kasar, abu dan khasiat lainnya masih rendah.
Ampas tebu merukan limbah yang dihasilkan dari industri pabrik gula dan seringkali ditemukan di lingkungan sekitar, limbah ini sangat menganggu masyarakat dan habitat disekitarnya apabila terus dibiarkan begitu saja dan tidak dimanfaatkan. Ampas tebu juga kurang dimanfaatkan oleh peternak hewan sebagai pakan ternak dikarenakan ampas tebu memiliki serat kasar dengan kandungan lignin yang tinggi yakni 24,2% (Samsuri, 2007).
Ampas tebu mempunyai kandungan serat (selulosa, pentosan, dan lignin), abu, dan air.
Kandungan serat pada ampas tebu dapat memungkinkan limbah tersebut dijadikan sebagai pakan ternak, tetapi kandungan protein yang rendah dan lignin yang cukup tinggi pada ampas tebu mengakibatkan penggunaannya menjadi sangat terbatas. Ampas tebu juga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben logam berat seperti Zn2+, Cd2+, Pb2+ dan Cu2+ (Wijayanti, 2009) . Ampas tebu merupakan sisa bagian batang tebu dalam proses ekstraksi tebu yang memiliki kadar air berkisar 46-52%, kadar serat 43-52% dan padatan terlarut sekitar 2-6%. Pada dasarnya, serat ampas tebu terdiri dari selulosa, pentosan dan lignin. Komposisi ketiga komponen bisa bervariasi pada varietas tebu yang berbeda (Andriyanti 2012). Ampas tebu hasil biokonversi oleh jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) dapat digunakan sampai tingkat 31,50% dari bahan kering ransum tanpa memberikan pengaruh negatif terhadap pertambahan bobot hidup harian domba Priangan jantan kandungan nutrisi dari tanaman tebu dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2.2 Karakteristik Ampas Tebu
Parameter Presentase (%)
Kadar air (moisture) 6,1
Kadar abu (ash content) 3,3
Kadar material volatile (volatile matter) 65,9
Kadar karbon (fixed carbon) 24,7
Sumber : (Kalderis et al. 2008)
Dilihat pada Tabel 2.1 menunjukkan bahwa karbon aktif pada ampas tebu tidak hanya mengandung karbon namun juga terdapat hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur yang tidak terbawa gas. Kadar karbon ampas tebu sendiri sebesar 47%, oksigen 44%, hidrogen 6,5%, nitrogen 0,9%, dan sulfur 0,1%. Kandungan karbon pada ampas tebu sangat potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif. (Shofa, 2012).
2.3 Karbon Aktif
Karbon aktif merupakan material berbasis karbon yang memiliki pori-pori snagat serta luas permukaan yang sangat besar. Struktur karbon aktif terdiri atas mikrokristalit karbon yang
bahan-bahan yang mengandung karbon, seperti lignin, kayu, batubara, sekam padi, kulit kacang, residu dari minyak bumi, serta tempurung kelapa (Thomas and Crittenden, 1998).
Selain itu, karbon aktif juga sering digunakan sebagai biochar yang telah mengalami proses aktivasi dengan berbagai metode, seperti perlakuan uap, bahan kimia, atau pemanasan pada suhu tinggi di atas 700°C (Lehmann, 2009). Dalam pengaplikasiannya, karbon aktif sering dimanfaatkan untuk menghilangkan bau, rasa, dan warna dalam pengolahan air (Thomas and Crittenden, 1998). Berdasarkan ukuran porinya, karbon aktif diklasifikasikan dalam Tabel 2.3:
Tabel 2.3 Ukuran Pori Pada Karbon Aktif
Parameter Mikropori Mesopori Makropori
Kadar air (nm) <2 2-50 >50
Volume pori (cm3/g) 0,15-0,5 0,02-0,1 0,2-0,5
Luas Permukaan (m2/g) 100-1000 10-100 0,5-2
Sumber: (Thomas and Crittenden, 1998)
Untuk memperoleh karbon aktif dengan kemampuan selektivitas yang bervariasi, diperlukan pengendalian terhadap ukuran dan distribusi pori selama proses pembuatannya.
Dalam aplikasi adsorpsi pada fase cair, sifat keterbasahan pada permukaan karbon aktif menjadi faktor penting yang harus diperhatikan (Thomas and Crittenden 1998). Umumnya, permukaan karbon aktif bersifat non-polar. Namun, dengan perlakuan oksidasi, permukaan ini dapat dimodifikasi sehingga memiliki karakteristik polar. Proses oksidasi dapat diilakukan dengan cara melakukan pembakaran karbon aktif di tubullar furnace pada suhu sekitar 300°C atau menggunakan bahan kimia tertentu sebagai agen pengoksidasi. Perlakuan ini akan berguna dalam adsorpsi senyawa-senyawa polar dikarenakan dapat menambakan sifat hidrofilik pada permukaan karbon aktif. Meski demikian, perubahan ini bisa mengurangi efisiensi dalam menyerap senyawa organik tertentu (Thomas and Crittenden, 1998).
Gambar 2.2 Karbon Aktif Sumber: (Lubis et al. 2020) 2.4 Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses fisikokimia dimana molekul-molekul dari suatu fluida, baik dalam bentuk cairan maupun gas dapat terikat pada permukaan padatan dan membentuk suatu film (lapisan tipis) diatasnya. Proses adsorpsi menggunakan karbon aktif merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar logam berat bagi lingkungan.
Adsorpsi dengan karbon aktif dinilai lebih efektif untuk menurunkan kadar logam karena selain bahan dan peralatan yang digunakan relatif murah, metode ini sangat ramah lingkungan dan preparasinya juga mudah (Wang et al. 2022).
Pada mekanisme adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah zat/komponen yang diserap dari pelarutnya, sedangkan adsoben merupakan media penyerap yang umumnya berupa senyawa karbon, seperti karbon aktif. Proses adsorpsi menggambarkan dimana partikel-partikel kecil zat penyerap ditempatkan dalam hamparan tetap (fixed bed), dimana partikel-partikel kecil adsorben disusun dalam lapisan tetap, dan fluida yang mengandung adsorbat dialiri melewati media adsorben hingga kapasitas adsorpsi dari media tersebut mendekati kondisi jenuh dan tidak lagi efektif dalam proses ekstensi. Aliran tersebut dipindahkan ke hamparan kedua sampai adsorben jenuh tidak dapat lagi diganti. Prinsip dasar dari proses adsorpsi adalah transfer massa dan adsorpsi molekul dari cairan atau gas pada permukaan benda padat. Adsorpsi terjadi karena kontaminan memiliki kelarutan rendah dalam limbah. Kontaminan memiliki afinitas lebih besar terhadap adsorben dibandingkan terhadap limbah kombinasi keduanya (Chandak et al. 2017). Mekanisme adsorpsi ditunjukkan pada Gambar
Gambar 2.3 Mekanisme Adsorpsi Sumber: (M. I. Din et al. 2016)
Adsorpsi adalah metode yang paling efektif dan menjanjikan karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan biaya yang tinggi. Cara menghitung % Removal dapat didefinisikan dengan menggunakan rumusan berikut:
% R = C0−Ce
CO x100...2.1 Keterangan:
C0 = Konsentrasi awal (mg/L)
Ce = Konsentrasi setelah adsorpsi (mg/L)
% R = Persen Removal
Kapasitas adsorpsi merupakan hubungan kesetimbangan antara konsentrasi analit dan konsentrasi partikel adsorben. Adsorben yang bagus mempunyai kapasitas adsorpsi dan efisiensi adsorpsi yang tinggi. Kapasitas adsorpsi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2:
Q =
(
C0−CMe.V)
x100 %...2.2 Keterangan:C0 = konsentrasi awal larutan (mg/L) Ce = konsentrasi akhir larutan (mg/L) V = volume (mL)
M = massa adsorben (g)
Berdasarkan interaksi molekul antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi dibagi menjadi 2 bagian yaitu adsorpsi fisis dan adsorpsi kimia :
a) Adsorpsi Fisika
Adsorpsi fisika merupakan jenis adsorpsi yang bersifat reversible, dimana terjadinya interaksi gaya Van Der Waals, yaitu gaya tarik-menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben. Dalam proses adsorpsi, adsorbat tidak terikat kuat pada permukaan adsorben sehingga molekul-molekulnya dapat berpindah dari suatu bagian permukaan ke bagian permukaan lainnya, dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat yang satu dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Proses adsorpsi fisis memiliki ciri-ciri tersendiri yaitu proses ini dapat berlangsung pada suhu ruang atau dibawah temperatur minimum adsorbat serta tidak memerlukan energi aktivasi. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi jenis ini relatif lemah, sehingga dapat dengan mudah diputuskan, misalnya melalui pemanasan pada suhu sekitar 150–
200°C selama 2 hingga 3 jam (Reynolds and & Richards, 1982).
b) Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia merupakan proses adsorpsi yang bersifat irreversible, dimana proses ini berlangsung karena terbentuknya ikatan kovalen atau ikatan ion antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Proses ini menghasilkan lapisan tunggal (monolayer) pada permukaan adsorben. akibat terbentuknya ikatan kovalen atau ikatan ion antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Adsorpsi jenis ini biasanya berlangasung pada suhu tinggi, yaitu diatas suhu maksimum adsorbat. Oleh karena itu, energi panas yang dilepaskan selama proses ini cukup besar, berkisar antara 10 hingga 100 kkal per gram mol. Untuk terjadinya desorpsi, diperlukan energi aktivasi yang cukup besar juga, yaitu sekitar 10 sampai 60 kkal per gram mol (Fakhru Rozi Z et al. 2014).
2.4.1 Kinetika Adsorpsi
Kinetika adsorpsi merupakan laju terjadinya proses penyerapan adsorbat oleh adsorben, dan digunakan untuk memahami dinamika interaksi antara keduanya. Kinetika adsorpsi sering dianalisis menggunakan model matematis seperti pseudo first order dan pseudo second order, yang berguna untuk menentukan konstanta laju dari proses adsorpsi tersebut. Umumnya, kecepatan reaksi kimia didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi suatu zat, baik reaktan maupun produk, terhadap waktu. Hal ini dapat berupa penurunan konsentrasi reaktan atau peningkatan konsentrasi produk dalam satuan waktu tertentu (Bowen T. C et al. 2004). Laju reaksi dalam proses adsorpsi sangat ditentukan oleh kapasitas adsorben dalam fase padat untuk menyerap zat terlarut, namun tidak secara langsung dipengaruhi oleh konsentrasi adsorbat.
Kajian kinetika adsorpsi bertujuan untuk mengevaluasi tingkat penyerapan suatu zat terlarut berdasarkan waktu interaksi antara adsorbat dan permukaan padatan, yang terjadi pada antarmuka padat-cair selama proses difusi berlangsung. Efektivitas proses ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti dosis adsorben, nilai pH larutan, kecepatan aliran, serta suhu operasi. Kemampuan suatu adsorben dalam menyerap adsorbat dapat ditinjau dari besarnya laju adsorpsi, yang dinyatakan melalui konstanta laju adsorpsi (k) serta orde reaksi yang diperoleh berdasarkan model kinetika tertentu. Untuk menentukan besaran laju ini, salah satu langkah penting adalah memperkirakan orde reaksi yang paling sesuai dengan data percobaan.Secara umum, prinsip dasar dari proses adsorpsi karbon melibatkan perpindahan massa dan penjerapan molekul dari fase cair atau gas menuju permukaan padatan. Dalam hal ini, kecepatan adsorpsi lebih dipengaruhi oleh daya jerap permukaan padat dibandingkan dengan konsentrasi awal
adsorbat dalam larutan. Tinjauan mengenai orde satu semu diterapkan karena dalam sistem kinetika adsorpsi terdapat dua reaktan yang berperan, namun salah satu reaktan memiliki konsentrasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan reaktan lainnya, yaitu konsentrasi adsorbat. Oleh karena itu, konsentrasi adsorbat dianggap konstan, sehingga seolah-olah hanya satu reaktan yang mempengaruhi reaksi tersebut (Han et al. 2021). Di sisi lain, urutan dua semu muncul akibat adanya gugus aktif yang dapat aktif dalam ikatan kimia dan memungkinkan pertukaran ion, yang berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben (Bowen T. C et al. 2004).
Gambar 2.4 Kinetika adsorpsi (a) Orde satu semu dan (b) Orde dua semu Sumber :(Han et al. 2021)
Persamaan kinetika orde satu semu menggambarkan proses adsorpsi pada sistem padat cair yang berbasis kapasitas dari padatan (Han et al. 2021). Persamaan umum dari kinetika reaksi orde satu semu adalah persamaan (2.3
):
dq
dt = 𝐾1(𝑄𝑒 − 𝑄𝑡)...2.3 dengan Qe merupakan kapasitas adsorpsi pada keseimbangan (mg/g), Qt merupakan kapasitas adsorpsi pada waktu t (mg/g) dan K1 merupakan konstanta kecepatan adsorpsi orde satu semu (1/menit). Persamaan tersebut kemudian dilakukan integrasi dengan batas t=0 hingga t=t dan q=0 hingga q=t, sehingga didapatkan persamaan (2.4):
𝐿𝑛 (𝑄𝑒 − 𝑄𝑡 ) = 𝐿𝑛𝑄𝑒 − 𝐾1t...2.4 dengan melakukan plot grafik t (menit) sebagai sumbu x dan ln (Qe – Qt) sebagai sumbu y, didapatkan persamaan grafik yang dapat digunakan untuk mencari nilai parameter lainnya seperti K1 (konstanta kecepatan adsorpsi orde satu semu) yang didapatkan dari -slope dan nilai Qe perhitungan yang didapatkan dari 2,303 log intersep. Selain itu, nilai koefisien korelasi (R2 ) yang didapatkan dari plot grafik digunakan untuk menggambarkan kesesuaian kinetika adsorpsi, nilai R yang mendekati satu menunjukkan bahwa adsorpsi pada sistem tersebut mengikuti kinetika adsorpsi orde satu semu (Han et al. 2021).
b. Persamaan kinetika orde dua semu
Persamaan kinetika orde dua semu menunjukkan bagaimana adsorbat tergantung pada kapasitas penyerapan dari adsorben bukan pada konsentrasi adsorbat. Laju reaksi orde dua semu dapat tergantung pada jumlah zat yang diserap pada kesetimbangan (Han et al. 2021). Persamaan kinetika laju adsorpsi orde dua semu adalah persamaan (2.5):
dq
dt = 𝐾1(𝑄𝑒 − 𝑄𝑡)2...2.5 Dimana K2 adalah konstanta kecepatan adsorpsi orde dua semu (g/mg.menit). Pengintegrasian dilakukan dengan kondisi batas t=0 hingga t=t dan q=0 hingga q=t didapatkan persamaan (2.6)
t
Qt = 1 K2Q2e+ t
Qe...2.6
dengan membuat grafik dengan sumbu x adalah waktu (t dalam menit) dan sumbu y adalah t/Qt, kita dapat menemukan sebuah kurva yang dapat digunakan untuk menghitung nilai parameter lainnya seperti K2 (konstanta kecepatan adsorpsi orde dua semu) yang didapatkan dari slope2 /intersep dan Qe perhitungan yang didapatkan dari 1/slope. Selain itu, nilai koefisien korelasi (R
2 ) yang didapatkan dari plot grafik digunakan untuk menggambarkan kesesuaian kinetika adsorpsi, nilai R yang mendekati satu menunjukkan bahwa adsorpsi pada sistem tersebut mengikuti kinetika adsorpsi orde dua semu (Han et al. 2021).
2.4.2 Isotermal Adsorpsi
Isoterm adsorpsi menggambarkan hubungan antara jumlah adsorbat yang terjerap oleh permukaan adsorben dengan konsentrasi adsorbat dalam larutan pada kondisi kesetimbangan dan temperatur tetap. Model isoterm ini digunakan untuk memahami karakteristik interaksi antara adsorben dan adsorbat pada permukaan padat. Beberapa model isoterm yang umum digunakan untuk mengevaluasi data eksperimental antara lain adalah model Freundlich, Langmuir, dan Brunauer-Emmett-Teller (BET). Secara umum, isoterm adsorpsi yang paling sering diaplikasikan dalam studi adsorpsi adalah isoterm Freundlich dan Langmuir. Dalam proses ini, jumlah molekul adsorbat yang terikat pada permukaan adsorben bergantung pada konsentrasi larutan atau tekanan, tergantung pada apakah zat tersebut berada dalam fase cair atau gas, selama suhu sistem dijaga konstan (Cundari, Utari, and Septikarini 2019).
Gambar 2.5 Isotermal adsorpsi (a) Langmuir dan (b) Freundlich Sumber: (Han et al. 2021)
a. Isoterm Langmuir
Isoterm Langmuir merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk menggambarkan mekanisme adsorpsi pada permukaan padatan, dengan asumsi bahwa proses adsorpsi berlangsung dalam bentuk monolayer, yaitu satu lapisan molekul adsorbat yang menutupi permukaan adsorben. Dalam model ini diasumsikan bahwa setiap situs aktif pada permukaan adsorben hanya mampu mengikat satu molekul adsorbat dan tidak terdapat interaksi antar molekul adsorbat yang telah teradsorpsi. Model ini menggambarkan fenomena kemisorpsi, di mana terjadi ikatan kimia antara molekul adsorbat dan permukaan adsorben.
Konsep isoterm ini pertama kali diperkenalkan oleh Irving Langmuir pada tahun 1918 dalam studi mengenai penyerapan gas pada permukaan padatan. Selain itu, model Langmuir juga berasumsi bahwa permukaan adsorben bersifat homogen, artinya semua situs aktif memiliki energi adsorpsi yang seragam. Kesetimbangan dalam proses adsorpsi dicapai ketika laju penyerapan molekul oleh permukaan padatan sama dengan laju desorpsinya, dan secara teoritis dinyatakan dalam bentuk persamaan isoterm Langmuir (Agustin, Apriani, and Winardi 2024).
Persamaan isotemal adsorpsi Langmuir dapat dituliskan pada persamaan (2.7) sebagai berikut:
Qe=Qmx Qmx Ce
1+KLx Ce ...2.7 dimana Qe (mg/g) adalah jumlah adsorbat per satuan massa adsorben, Ce (mg/L) adalah konsentrasi adsorbat pada kesetimbangan, Qm (mg/g), dan KL (L/mg) adalah konstanta Langmuir.
Parameter-parameter pada isothermal adsorpsi Langmuir dapat ditentukan dengan melinierisasi persamaan Langmuir menjadi:
Qe= t
Qe+Qmx Qmx Ce
1+KLx Ce ...2.8 dimana nilai 1/Qm dapat ditentukan dari intersep persamaan kurva plot 1/qe dengan 1/Ce, sedangkan nilai KL didapatkan dari intersep/slope. Nilai koefisien korelasi (R2) yang didapatkan dari plot grafik dapat digunakan untuk menjelaskan isotermal adsorpsi pada suatu sistem. Nilai R yang mendekati satu menunjukkan bahwa sistem tersebut mengikuti isotermal adsorpsi Langmuir (Agustin et al. 2024)
b. Isoterm Freundlich
Isoterm adsorpsi Freundlich adalah model yang digunakan untuk menggambarkan proses adsorpsi yang terjadi pada permukaan adsorben yang heterogen. Model isoterm ini diasumsikan dengan dasar bahwa terdapat beberapa situs aktif dengan energi adsorpsi yang berbeda-beda, sehingga memungkinkan terjadinya multilayer adsorption. Persamaan ini pertama kali diusulkan oleh Herbert Freundlich pada tahun 1909. Model isoterm adsorpsi Freundlich berada pada rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair. Persamaan isothermal adsorpsi Freundlich dapat dituliskan sebagai berikut:
Qe = Kfx Ce
1
n...2.9 kemudian persamaan tersebut dapat dilinierkan dengan mengubahnya menjadi persamaan logaritma pada kedua sisi, dimana didapatkan persamaan linier sebagai berikut:
lnQe=lnKf+1
nLnCe...2.10 dimana Qe adalah jumlah mg adsorbat yang teradsorp dalam setiap gram adsorben atau kapasitas adsorpsi, Ce = konsentrasi sesudah adsorpsi, KF adalah konstanta isoterm Freundlich (L/mg) yang didapatkan dari 2,303 log intersep, dan 1/n = intensitas adsorpsi yang didapatkan dari slope. Nilai dari 1/n bervariasi antara nol dan satu, mencerminkan seberapa kuatnya adsorpsi atau seberapa heterogen permukaan tersebut. Selain itu, nilai koefisien korelasi (R2 ) yang didapatkan dari plot grafik digunakan untuk menjelaskan isotermal adsorpsi, nilai R yang mendekati 1 menunjukan isotermal adsorpsi mengikuti isoterm adsorpsi Freundlich (Agustin et al. 2024).
c. Isoterm Temkin
Isoterm jenis ini mengandung faktor yang secara eksplisit berkaitan interaksi adsorben- adsorbat. Dengan mengabaikan sangat rendah ataupun tingginya nilai konsentrasi, model ini mengasumsikan bahwa energi atau panas adsorpsi (fungsi suhu) dari semua molekul di lapisan akan menurun secara linier dengan meningkatnya cakupan (coverage) (Temkin dan Levich, 1940), yang disebabkan oleh interaksi adsorben-adsorbat (Ananta. dkk., 2015), karena tolakan adsorbat-adsorbat dan adsorpsi adsorbat terdistribusi secara seragam di antara lapisan (Yadav.
dkk., 2015). Berikut adalah persamaan adsorpsi isotermal Temkin : qe=RT
bT LnCe...2.11 dan bentuk linier dari persamaan dengan energi ikatan dapat ditulis sebagai berikut :
qe=BT∈KT+BTLnCe...2.12 Dimana BT = (RT)/bT, dimana T merupakan suhu absolut, R adalah kosntanta gas (8.314 J/mol K). bT merupakan konstanta yang berhubungan dengan kalor dari adsorbs. AT merupakan konstanta ikatan dalam keadaan setimbang (L/min) yang tergantung pada energi ikat maksimum dari adsorbat dan adsorben.
2.5 Nitrat
Nitrat merupakan senyawa yang banyak dihasilkan dari berbagai jenis limbah, seperti limbah domestik (termasuk kotoran manusia), limbah industri, serta limbah organik lainnya, termasuk residu dari penggunaan pupuk di sektor pertanian. Senyawa ini dapat mengganggu proses masuknya udara ke dalam tanah dan sering kali menjadi penyebab pencemaran sumber udara dangkal. Di lingkungan, nitrat biasanya ditemukan dalam tiga bentuk utama, yaitu ion nitrat (NO₃ ), kalium nitrat (KNO₃), dan nitrogen nitrat (NO₃ ). Ketiga bentuk tersebut dapat⁻ ⁻
berdampak terhadap kesehatan ternak, meskipun pengaruhnya bergantung pada tingkat konsentrasi.Secara umum, pencemaran akibat nitrat banyak berasal dari kegiatan pertanian yang intensif, terutama melalui penggunaan pupuk berbasis nitrogen seperti NPK dan urea.
Melalui proses nitrifikasi di dalam tanah, nitrogen dari pupuk diubah menjadi nitrit, lalu menjadi nitrat yang bersifat larut dan mudah terbawa ke sumber udara bawah tanah maupun permukaan. Akumulasi nitrat di dalam udara berpotensi menimbulkan dampak kesehatan yang serius, terutama jika melebihi ambang batas yang telah ditentukan (Supriyadi and Widiastuti 2019).
Pencemaran nitrat di udara umumnya bersumber dari berbagai kegiatan antropogenik.
Aktivitas tersebut meliputi pembuangan limbah dari sektor industri, sistem sanitasi seperti tangki septik, serta limbah hewan, termasuk dari unggas dan perikanan. Selain itu, transportasi udara seperti perahu dan kapal turut menyumbang terhadap peningkatan kandungan nitrat di udara. Tidak kalah penting, praktik pertanian intensif yang melibatkan penggunaan pupuk kimia dan pestisida juga berkontribusi besar terhadap akumulasi nitrat pada permukaan maupun udara bawah tanah (Booltink 1995).
Nitrat yang terkandung dalam sumber air seperti sungai dan sumur umumnya berasal dari pencemaran bahan kimia, terutama dari penggunaan pupuk seperti urea dan ZA di daerah hulu.
Kontaminasi ini terjadi akibat tingginya kehilangan pupuk nitrogen yang terbawa oleh limpasan permukaan dan proses pencucian tanah. Nitrat dan nitrit sendiri merupakan ion anorganik yang terbentuk secara alami sebagai bagian dari siklus nitrogen. Dalam proses alami, mikroorganisme yang berada di tanah atau udara menguraikan bahan organik yang mengandung nitrogen menjadi amonia, yang kemudian mengalami oksidasi bertahap menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat. Akibat proses ini, senyawa nitrat menjadi bentuk yang paling sering dijumpai di dalam air tanah maupun air permukaan (Ismunadji and S. Roechan, 1988).
Nitrat (NO₃ ) dan nitrit (NO₂ ) merupakan ion anorganik alami yang termasuk dalam⁻ ⁻ bagian penting dari siklus nitrogen di lingkungan. Proses dekomposisi bahan organik yang mengandung nitrogen oleh aktivitas mikroorganisme di tanah maupun perairan akan menghasilkan amonia sebagai produk awal, yang kemudian mengalami oksidasi menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat. Karena nitrit mudah teroksidasi menjadi nitrat, maka nitrat menjadi bentuk senyawa nitrogen yang paling umum ditemukan, baik dalam air tanah maupun air permukaan.Peningkatan kadar nitrat dalam air sering kali disebabkan oleh pencemaran dari pupuk nitrogen, seperti amonia anhidrat, serta limbah organik yang berasal dari hewan dan manusia. Dalam tanah, senyawa nitrat bersifat larut dalam air, sehingga mudah terbawa dan bermigrasi bersama aliran air bawah tanah, yang pada akhirnya dapat mencemari sumber daya air.
2.6 Voltammetri
Voltametri merupakan salah satu metode dalam teknik elektroanalisis yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolisis. Elektroanalisis sendiri merupakan teknik yang mempelajari keterkaitan antara parameter listrik dengan reaksi kimia, seperti mengukur arus, tegangan, atau potensial dan menghubungkannya dengan sifat-sifat kimia suatu sistem (Bal´azs et al. 1999).
Dalam metode voltametri, besar kecilnya potensial yang diaplikasikan pada sistem dapat disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Keunggulan teknik ini terletak pada sensitivitasnya yang tinggi, batas deteksi yang sangat rendah, serta rentang linearitas yang luas. Selama proses pengukuran berlangsung, konsentrasi senyawa yang dianalisis relatif tidak mengalami perubahan signifikan karena hanya sebagian kecil dari analit yang mengalami elektrolisis.
timbul akan direkam sebagai respons terhadap potensial yang diberikan. Arus ini timbul akibat reaksi redoks yang terjadi pada permukaan elektroda, dan hasilnya akan digambarkan dalam bentuk kurva arus versus potensial yang dikenal dengan sebutan voltammogram (Burns et al.
1981). Arus yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi analit dalam larutan. Adapun sel voltammetri dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 2.6 Sel Voltammetri, W: Elektroda kerja, R : Elektroda pembanding, A : Elektroda bantu
Sumber: (Burns et al. 1981)
Pengukuran dengan metode voltammetri, seperti yang ditampilkan pada Gambar 1, memerlukan tiga jenis elektroda, yaitu elektroda kerja (seperti Hg, Pt, Au, atau karbon), elektroda pembanding (misalnya Ag/AgCl, kalomel jenuh, atau elektroda hidrogen standar), serta elektroda pembantu (biasanya berupa kawat platina). Voltammetri atau polarografi merupakan teknik elektroanalisis yang memperoleh informasi terkait analit melalui pengukuran arus sebagai fungsi dari potensial yang diterapkan. Dalam praktiknya, teknik ini dilakukan dengan mempolarisasi elektroda kerja yang merupakan tempat berlangsungnya reaksi oksidasi maupun reduksi. Metode ini tergolong aktif karena proses pengukurannya mengandalkan kontrol potensial (Skoog et al. 1996). Pemilihan bahan elektroda kerja sangat bergantung pada tiga faktor utama, yaitu batas potensial elektroda, pengaruh elektroda terhadap reaksi elektrokimia yang terjadi, serta laju kinetika dari proses transfer elektron (Wang et al. 2006) . Dalam analisis voltammetri, potensial yang konstan diberikan antara elektroda kerja dan elektroda pembanding, dan hal ini mendorong berlangsungnya reaksi elektrokimia pada permukaan elektroda. Arus yang dihasilkan dari reaksi di elektroda kerja diimbangi oleh arus yang mengalir dalam arah berlawanan di elektroda pembantu.
Elektroda pembanding (Refference Electrode) berfungsi sebagai sumber potensial referensi yang konstan, tidak terpengaruh oleh komposisi larutan, dan memberikan acuan stabil bagi elektroda kerja. Umumnya, elektroda kalomel jenuh dan Ag/AgCl digunakan sebagai elektroda pembanding. Sementara itu, elektroda pembantu (Counter Electrode atau auxiliary electrode) berperan sebagai pasangan elektroda kerja, namun tidak mempengaruhi pengukuran potensial. Arus dalam voltammetri diukur antara elektroda kerja dan elektroda pembantu (Bard and Mirkin 2001). Elektroda pembantu yang digunakan harus bersifat inert seperti kawat platina
dan karbon yang berfungsi sebagai pembawa arus. Elektroda pembantu (Counter Electrode/auxiliary electrode) membentuk hubungan dengan larutan elektrolit sehingga arus mengalir menuju elektroda kerja (Wang et al. 2006). Elektroda pembantu dikontrol oleh alat potensiostat untuk menjaga keseimbangan arus difusi di elektroda kerja dengan arah aliran elektron yang berlawanan. Jika reaksi reduksi terjadi di elektroda kerja, maka reaksi oksidasi akan berlangsung di elektroda pembantu. Dalam sistem voltammetri, luas permukaan elektroda pembantu biasanya lebih besar dibandingkan elektroda kerja. Konsekuensinya, rapat arus pada elektroda pembantu relatif kecil, sedangkan rapat arus pada elektroda kerja menjadi relatif tinggi (Wang 2006). Kurva voltammogram ditunjukkan pada Gambar 2, yang merupakan pengukuran menggunakan metode voltammetri siklik, memerlukan suatu instrumen pengukuran yang tepat. Instrumen yang digunakan pada pengukuran ini dinamakan potensiostat (Adeloju, 2005).
Gambar 2.7 Kurva voltamogram dari elektrode kimia reversibel, terdapat puncak arus katoda dan puncak arus anoda
Sumber: (Adeloju, 2005)
Informasi yang diperoleh dalam voltametri siklik yaitu arus puncak anodic (Ipa), arus puncak katodik (Ipk), potensial puncak anodic (Epa) dan potensial puncak katodik (Epk).
Dalam voltametri siklik pemindaian (scanning) dilakukan dalam dua arah. Pemindaian pertama dilakukan pada nilai potensial yang lebih positif sehingga menghasilkan reaksi oksidasi.
R O + Ne-
Ketika potensial mencapai batas potensial yang ditentukan, arah pemindaian dibalikkan ke arah potensial yang lebih negatif. Karena dihasilkan spesies O dari pemindaian pertama, maka selama pemindaian terbalik dihasilkan reduksi dari O menjadi R.
O + Ne- R
Arus puncak dari sistem irreversible, ditentukan dengan persamaan berikut (Wang et al. 2006) :
Ip = (2,99 x 105) (an)1/2 AD1/2v1/2C...2.13
Di mana n adalah jumlah elektron dalam reaksi redoks, A adalah luas elektroda kerja, D adalah koefisien difusi untuk spesies elektroaktif, v adalah scan rate, α 13 adalah koefisien transfer elektron dan C adalah konsentrasi spesies elektroaktif di elektroda.
2.6.1 Cyclic voltammetry (CV)
Cyclic Voltammetry merupakan teknik elektrokimia yang paling popular digunakan untuk mengetahui proses reduksi dan oksidasi dari suatu bahan molekuler. CV juga dapat dipakai untuk mempelajari reaksi kimia yang terjadi karena adanya transfer elektron ataupun katalis (Elgrishi et al. 2018). Gambar 2.17 Skema alat dari CV (Kissinger and Heineman, 1983) . Alat ini terdiri dari Waveform Generator, Potensiostat, Recorder, dan Current Voltage Conventer seperti yang ditunjukkan Gambar 2.17.
Gambar 2.8 Skema alat dari CV Sumber: (Kissinger and Heineman, 1983)
Berdasarkan reaksi reduksi oksidasi yang terjadi pada elektroda, nilai potensial dapat ditunjukkan melalui persamaan:
E = E0 - RT zF lnCR
CO...2.14 Dimana E0 merupakan potensial tetap dalam sistem dapat berbalik, sedangkan CR dan C
0 merupakan konsentrasi spesies yang mengalami proses reduksi dan oksidasi (Riyanto 2014).Didalam pengukuran menggunakan teknik voltametri siklik, pengukuran harus dilakukan dalam keadaan tidak diaduk (diam) dimana perpindahan massa diharapkan hanya terjadi karena adanya resapan (diffusion) pada permukaan elektroda. Hal ini sangat berkenaan dengan voltametri siklik sebagai pengukuran elektrokimia secara potensiodinamik yang merupakan teknik yang digunakan untuk mengkaji sifat reduksi oksidasi dalam reaksi elektrokimia yang terjadi dan juga struktur antara muka elektroda dengan larutan (Lund and Hummerich 2001).
Kurva cyclic voltammetry untuk superkapasitor ideal dengan laju pemindaian dan arus pengisian/pengosongan konstan adalah kurva hubungan arus dan tegangan berbentuk persegi panjang sempurna. Namun untuk superkapasitor praktis, kurva cyclic voltammetry selalu sedikit menyimpang dari persegi panjang ideal karena reaksi redoks dapat berlangsung pada permukaan elektroda. Oleh karena itu, bentuk kurva cyclic voltammetry dapat mencerminkan kinerja superkapasitor, yaitu semakin dekat ke persegi panjang, semakin baik kinerja kapasitansi, bentuk kurva cyclic voltammetry juga membantu untuk menentukan jenis reaksi redoks yang terjadi pada superkapasitor.
Gambar 2.9 Kurva Cyclic Voltammetry Sumber: (Riyanto, 2014)
Hasil dari cyclic voltammetry ini adalah kurva hubungan antara arus dan potensial yang disebut voltammogram siklik seperti Gambar 2.1 (Riyanto, 2014) dimana 𝐸𝑝𝑎 merupakan potensial pada saat terbentuknya peak anodic, 𝐸𝑝𝑐 merupakan potensial pada saat terbentuknya peak cathodic, 𝐼𝑝𝑎 merupakan arus pada saat terbentuknya peak anodic, dan 𝐼𝑝𝑐 merupakan arus pada saat terbentuknya peak cathodic.
2.6.2 Differential pulse voltammetry (DPV)
Teknik voltametri pulsa menggunakan pulsa gelombang dalam merekam voltamogram yang memberikan peningkatan sensitivitas dan resolusi. Differential pulse voltammetry (DPV) merupakan teknik yang sangat berguna untuk pengukuran dengan konsentrasi yang rendah baik untuk senyawa organik maupun anorganik. Teknik ini merupakan turunan dari normal pulse voltammetry (NPV) dengan dua perbedaan penting yaitu potensial dasar merupakan kenaikan diantara denyut dan arus diukur seketika pada awal dan akhir pengaplikasian denyut.
Dalam teknik DPV, arus disampling dua kali yaitu sebelum denyut diaplikasikan dan sebelum denyut diturunkan, kira-kira setelah 40 ms ketika arus diturunkan (Gambar 2.2 a).
Selisih antara sampling arus pertama dan kedua [Δi = i(t2) – i(t1)] diplotkan dengan potensial dan akan membentuk voltamogram DPV (Gambar 2.2 b). Tinggi arus puncak yang dihasilkan dari voltamogram DPV sebanding dengan konsentrasi senyawa elektroaktif sesuai dengan persamaan Cottrell (Bard and Faulkner, 2001):
Ip = nFAD1/2
√
πtm(
11+−αα)
...2.15 di mana 𝜎 = exp[(nF/RT)(ΔE/2)]. Harga 𝜎 adalah 0 – 1. ΔE adalah tingi denyut. Nilai maksimum dari hasil bagi(
1−α1+α)
diperoleh untuk tinggi denyut yang lebar. Teknik Differential pulse voltammetry sangat dipengaruhi oleh tinggi denyut yang diaplikasikan. Semakin besar tinggi denyut yang diaplikasikan maka semakin tinggi arus yang dihasilkan (Brett and A.M.O.Brett. 1994).
2.7 Metode Respon Permukaan (RSM)
RSM (Response Surface Methodology) adalah teknik statistik dan matematis yang digunakan untuk memodelkan dan menganalisis respons atau output yang dipengaruhi oleh beberapa parameter input. Tujuan utama dari RSM adalah untuk mengoptimalkan parameter input yang dipilih secara simultan agar dapat mencapai hasil yang maksimal dalam suatu proses ekstraksi (Rai et al. 2016). Metodologi permukaan respon ini merupakan sekumpulan teknik statistik dan matematis yang telah terbukti efektif dalam memahami pengaruh berbagai variabel serta mengoptimalkan proses.
Keuntungan utama dari RSM adalah kemampuannya untuk mengurangi jumlah percobaan eksperimental yang diperlukan untuk mengeluarkan berbagai variabel dan interaksinya (Zhong et al. 2012). Penggunaan RSM dalam suatu proses perlu melalui beberapa tahap perencanaan. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain :
1. Menentukan model eksperimen, yang bertujuan untuk mengumpulkan data dan menentukan arah penelitian lebih lanjut.
2. Menentukan variabel dan level yang relevan untuk pengumpulan data..
3. Menentukan desain eksperimen yang akan digunakan.
Berikut adalah beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan saat memilih rencana percobaan yang sesuai untuk metode respons permukaan:
Menyediakan gambaran distribusi dan informasi yang jelas berdasarkan data di seluruh area yang diteliti.
Pencarian model yang memenuhi kriteria kelayakan.
Memberikan estimasi dalam rencana.
Memberikan estimasi koefisien model yang akurat.
Menyediakan estimasi varians yang baik.
Tidak memerlukan banyak unit percobaan
Tidak membutuhkan terlalu banyak level pada variabel independen.
Gambar 2.11 Kurva RSM dengan optimasi variabel rasio massa : Fe vs Konsentrasi (a), rasio massa :Fe vs waktu (b), dan waktu vs Konsentrasi (c) Predicted vs Actual (d)
Sumber: (Liu et al. 2013)
Pada Gambar 2.11 menunjukkan hasil optimasi menggunakan RSM dan diperoleh kondisi optimum antara lain, rasio massa : Fe sebesar 13,4%; suhu sebesar 0,20 M; waktu selama 11,4 menit (Liu et al. 2013).
2.8 Box Behken Design
Box dan Behnken (1960) mengembangkan metode untuk memilih titik-titik dalam pengaturan faktorial tiga tingkat yang memungkinkan estimasi koefisien orde pertama dan kedua dari model matematis secara lebih efisien. Desain ini lebih efisien dan ekonomis dibandingkan dengan desain 3k, terutama ketika diterapkan pada percobaan dengan jumlah besar.
Gambar 2.12 Desain Box-Behnken Sumber: (Nelson, 2025)
BBD merupakan salah satu desain eksperimen non faktorial yang disetiap eksperimennya melibatkan nilai tengah dari masing-masing faktor (variabel). Pada BBD memiliki karakteristik utamanya adalah:
1. Membutuhkan nomor percobaan menurut N = 2k (k-1) + cp, dimana k adalah jumlah faktor dan (cp) adalah jumlah titik pusat.
2. Penentuan titiknya menggunakan 3 level antara lain: nilai atas (+1), nilai tengah (0), dan nilai bawah (-1) dimana pada penentuan titiknya didasarkan pada bentuk kubus seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.13 (Nelson, 2025)
Metode Box dan Behnken yang diperkenalkan pada tahun 1960 merupakan salah satu pendekatan dalam rancangan permukaan respons (Response Surface Methodology/RSM) yang melibatkan tiga tahapan utama. Rancangan ini menggabungkan desain faktorial 2k dengan teknik pengelompokan tidak lengkap (incomplete blocking), sehingga menghasilkan susunan percobaan yang efisien. Salah satu keunggulan dari metode ini adalah kemampuannya dalam mengoptimalkan jumlah eksperimen yang diperlukan tanpa mengorbankan kualitas informasi yang diperoleh. Selain itu, rancangan ini juga dirancang untuk memenuhi sifat rotatabilitas, atau