BAB I PENDAHULUAN
2.6 Voltammetri
Voltametri merupakan salah satu metode dalam teknik elektroanalisis yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolisis. Elektroanalisis sendiri merupakan teknik yang mempelajari keterkaitan antara parameter listrik dengan reaksi kimia, seperti mengukur arus, tegangan, atau potensial dan menghubungkannya dengan sifat-sifat kimia suatu sistem (BalΒ΄azs et al. 1999).
Dalam metode voltametri, besar kecilnya potensial yang diaplikasikan pada sistem dapat disesuaikan dengan kebutuhan analisis. Keunggulan teknik ini terletak pada sensitivitasnya yang tinggi, batas deteksi yang sangat rendah, serta rentang linearitas yang luas. Selama proses pengukuran berlangsung, konsentrasi senyawa yang dianalisis relatif tidak mengalami perubahan signifikan karena hanya sebagian kecil dari analit yang mengalami elektrolisis.
timbul akan direkam sebagai respons terhadap potensial yang diberikan. Arus ini timbul akibat reaksi redoks yang terjadi pada permukaan elektroda, dan hasilnya akan digambarkan dalam bentuk kurva arus versus potensial yang dikenal dengan sebutan voltammogram (Burns et al.
1981). Arus yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi analit dalam larutan. Adapun sel voltammetri dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 2.6 Sel Voltammetri, W: Elektroda kerja, R : Elektroda pembanding, A : Elektroda bantu
Sumber: (Burns et al. 1981)
Pengukuran dengan metode voltammetri, seperti yang ditampilkan pada Gambar 1, memerlukan tiga jenis elektroda, yaitu elektroda kerja (seperti Hg, Pt, Au, atau karbon), elektroda pembanding (misalnya Ag/AgCl, kalomel jenuh, atau elektroda hidrogen standar), serta elektroda pembantu (biasanya berupa kawat platina). Voltammetri atau polarografi merupakan teknik elektroanalisis yang memperoleh informasi terkait analit melalui pengukuran arus sebagai fungsi dari potensial yang diterapkan. Dalam praktiknya, teknik ini dilakukan dengan mempolarisasi elektroda kerja yang merupakan tempat berlangsungnya reaksi oksidasi maupun reduksi. Metode ini tergolong aktif karena proses pengukurannya mengandalkan kontrol potensial (Skoog et al. 1996). Pemilihan bahan elektroda kerja sangat bergantung pada tiga faktor utama, yaitu batas potensial elektroda, pengaruh elektroda terhadap reaksi elektrokimia yang terjadi, serta laju kinetika dari proses transfer elektron (Wang et al. 2006) . Dalam analisis voltammetri, potensial yang konstan diberikan antara elektroda kerja dan elektroda pembanding, dan hal ini mendorong berlangsungnya reaksi elektrokimia pada permukaan elektroda. Arus yang dihasilkan dari reaksi di elektroda kerja diimbangi oleh arus yang mengalir dalam arah berlawanan di elektroda pembantu.
Elektroda pembanding (Refference Electrode) berfungsi sebagai sumber potensial referensi yang konstan, tidak terpengaruh oleh komposisi larutan, dan memberikan acuan stabil bagi elektroda kerja. Umumnya, elektroda kalomel jenuh dan Ag/AgCl digunakan sebagai elektroda pembanding. Sementara itu, elektroda pembantu (Counter Electrode atau auxiliary electrode) berperan sebagai pasangan elektroda kerja, namun tidak mempengaruhi pengukuran potensial. Arus dalam voltammetri diukur antara elektroda kerja dan elektroda pembantu (Bard and Mirkin 2001). Elektroda pembantu yang digunakan harus bersifat inert seperti kawat platina
dan karbon yang berfungsi sebagai pembawa arus. Elektroda pembantu (Counter Electrode/auxiliary electrode) membentuk hubungan dengan larutan elektrolit sehingga arus mengalir menuju elektroda kerja (Wang et al. 2006). Elektroda pembantu dikontrol oleh alat potensiostat untuk menjaga keseimbangan arus difusi di elektroda kerja dengan arah aliran elektron yang berlawanan. Jika reaksi reduksi terjadi di elektroda kerja, maka reaksi oksidasi akan berlangsung di elektroda pembantu. Dalam sistem voltammetri, luas permukaan elektroda pembantu biasanya lebih besar dibandingkan elektroda kerja. Konsekuensinya, rapat arus pada elektroda pembantu relatif kecil, sedangkan rapat arus pada elektroda kerja menjadi relatif tinggi (Wang 2006). Kurva voltammogram ditunjukkan pada Gambar 2, yang merupakan pengukuran menggunakan metode voltammetri siklik, memerlukan suatu instrumen pengukuran yang tepat. Instrumen yang digunakan pada pengukuran ini dinamakan potensiostat (Adeloju, 2005).
Gambar 2.7 Kurva voltamogram dari elektrode kimia reversibel, terdapat puncak arus katoda dan puncak arus anoda
Sumber: (Adeloju, 2005)
Informasi yang diperoleh dalam voltametri siklik yaitu arus puncak anodic (Ipa), arus puncak katodik (Ipk), potensial puncak anodic (Epa) dan potensial puncak katodik (Epk).
Dalam voltametri siklik pemindaian (scanning) dilakukan dalam dua arah. Pemindaian pertama dilakukan pada nilai potensial yang lebih positif sehingga menghasilkan reaksi oksidasi.
R O + Ne-
Ketika potensial mencapai batas potensial yang ditentukan, arah pemindaian dibalikkan ke arah potensial yang lebih negatif. Karena dihasilkan spesies O dari pemindaian pertama, maka selama pemindaian terbalik dihasilkan reduksi dari O menjadi R.
O + Ne- R
Arus puncak dari sistem irreversible, ditentukan dengan persamaan berikut (Wang et al. 2006) :
Ip = (2,99 x 105) (an)1/2 AD1/2v1/2C...2.13
Di mana n adalah jumlah elektron dalam reaksi redoks, A adalah luas elektroda kerja, D adalah koefisien difusi untuk spesies elektroaktif, v adalah scan rate, Ξ± 13 adalah koefisien transfer elektron dan C adalah konsentrasi spesies elektroaktif di elektroda.
2.6.1 Cyclic voltammetry (CV)
Cyclic Voltammetry merupakan teknik elektrokimia yang paling popular digunakan untuk mengetahui proses reduksi dan oksidasi dari suatu bahan molekuler. CV juga dapat dipakai untuk mempelajari reaksi kimia yang terjadi karena adanya transfer elektron ataupun katalis (Elgrishi et al. 2018). Gambar 2.17 Skema alat dari CV (Kissinger and Heineman, 1983) . Alat ini terdiri dari Waveform Generator, Potensiostat, Recorder, dan Current Voltage Conventer seperti yang ditunjukkan Gambar 2.17.
Gambar 2.8 Skema alat dari CV Sumber: (Kissinger and Heineman, 1983)
Berdasarkan reaksi reduksi oksidasi yang terjadi pada elektroda, nilai potensial dapat ditunjukkan melalui persamaan:
E = E0 - RT zF lnCR
CO...2.14 Dimana E0 merupakan potensial tetap dalam sistem dapat berbalik, sedangkan CR dan C
0 merupakan konsentrasi spesies yang mengalami proses reduksi dan oksidasi (Riyanto 2014).Didalam pengukuran menggunakan teknik voltametri siklik, pengukuran harus dilakukan dalam keadaan tidak diaduk (diam) dimana perpindahan massa diharapkan hanya terjadi karena adanya resapan (diffusion) pada permukaan elektroda. Hal ini sangat berkenaan dengan voltametri siklik sebagai pengukuran elektrokimia secara potensiodinamik yang merupakan teknik yang digunakan untuk mengkaji sifat reduksi oksidasi dalam reaksi elektrokimia yang terjadi dan juga struktur antara muka elektroda dengan larutan (Lund and Hummerich 2001).
Kurva cyclic voltammetry untuk superkapasitor ideal dengan laju pemindaian dan arus pengisian/pengosongan konstan adalah kurva hubungan arus dan tegangan berbentuk persegi panjang sempurna. Namun untuk superkapasitor praktis, kurva cyclic voltammetry selalu sedikit menyimpang dari persegi panjang ideal karena reaksi redoks dapat berlangsung pada permukaan elektroda. Oleh karena itu, bentuk kurva cyclic voltammetry dapat mencerminkan kinerja superkapasitor, yaitu semakin dekat ke persegi panjang, semakin baik kinerja kapasitansi, bentuk kurva cyclic voltammetry juga membantu untuk menentukan jenis reaksi redoks yang terjadi pada superkapasitor.
Gambar 2.9 Kurva Cyclic Voltammetry Sumber: (Riyanto, 2014)
Hasil dari cyclic voltammetry ini adalah kurva hubungan antara arus dan potensial yang disebut voltammogram siklik seperti Gambar 2.1 (Riyanto, 2014) dimana πΈππ merupakan potensial pada saat terbentuknya peak anodic, πΈππ merupakan potensial pada saat terbentuknya peak cathodic, πΌππ merupakan arus pada saat terbentuknya peak anodic, dan πΌππ merupakan arus pada saat terbentuknya peak cathodic.
2.6.2 Differential pulse voltammetry (DPV)
Teknik voltametri pulsa menggunakan pulsa gelombang dalam merekam voltamogram yang memberikan peningkatan sensitivitas dan resolusi. Differential pulse voltammetry (DPV) merupakan teknik yang sangat berguna untuk pengukuran dengan konsentrasi yang rendah baik untuk senyawa organik maupun anorganik. Teknik ini merupakan turunan dari normal pulse voltammetry (NPV) dengan dua perbedaan penting yaitu potensial dasar merupakan kenaikan diantara denyut dan arus diukur seketika pada awal dan akhir pengaplikasian denyut.
Dalam teknik DPV, arus disampling dua kali yaitu sebelum denyut diaplikasikan dan sebelum denyut diturunkan, kira-kira setelah 40 ms ketika arus diturunkan (Gambar 2.2 a).
Selisih antara sampling arus pertama dan kedua [Ξi = i(t2) β i(t1)] diplotkan dengan potensial dan akan membentuk voltamogram DPV (Gambar 2.2 b). Tinggi arus puncak yang dihasilkan dari voltamogram DPV sebanding dengan konsentrasi senyawa elektroaktif sesuai dengan persamaan Cottrell (Bard and Faulkner, 2001):
Ip = nFAD1/2
β
Οtm(
11+βΞ±Ξ±)
...2.15 di mana π = exp[(nF/RT)(ΞE/2)]. Harga π adalah 0 β 1. ΞE adalah tingi denyut. Nilai maksimum dari hasil bagi(
1βΞ±1+Ξ±)
diperoleh untuk tinggi denyut yang lebar. Teknik Differential pulse voltammetry sangat dipengaruhi oleh tinggi denyut yang diaplikasikan. Semakin besar tinggi denyut yang diaplikasikan maka semakin tinggi arus yang dihasilkan (Brett and A.M.O.Brett. 1994).