• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUDAH SEMHAS FIX 2

N/A
N/A
Rizki Amalia

Academic year: 2024

Membagikan "SUDAH SEMHAS FIX 2"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

TOTI AGUS ANUGRAH NIM. 2010232017

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2024

(2)

OLEH

TOTI AGUS ANUGRAH NIM. 2010232017

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG 2024

(3)

SKRIPSI

Oleh

TOTI AGUS ANUGRAH NIM.2010232017

MENYETUJUI

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Aprisal, MP NIP.196304211990021001

Dr, Mimien Harianti, SP, MP NIP.198105102005012004

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Andalas

Ketua Depatemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian

Universitas Andals

Dr. Indra Dwipa, MS NIP. 196502201989031003

Ir. Gusmni, SP, MP, Ph.D NIP. 197208052006042001

Tanggal disahkan :

(4)

NO NAMA TANDA TANGAN JABATAN

1. Prof. Dr. Ir. YulnaFatmawita, MSc Ketua

2. Zuldadan Naspendra, SP. MSi Sekretaris

3. Prof. Dr. Ir. Azwar Rasyidin, M.Agr Anggota

4. Prof. Dr. Ir. Aprisal, MP Anggota

5. Dr. Mimien Harianti, SP. MP Anggota

(5)

Penulis lahir di Kota Bukittinggi pada tanggal 02 Agustus 2001. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Sesrimanto dan Karmiastiwi K. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh di SD Negeri 03 Pakan Kurai (2008-2014). Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh di SMP Negeri 6 Bukittinggi (2014-2017). Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMA Negeri 1 Bukittinggi (2017-2020). Pada tahun 2020 penulis diterima di Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Pertanian Universitas Andalas, penulis aktif menjadi staff KPO GMIT 2022/2023 dan menjadi kepala departemen KPO GMIT 2023/2024

Padang, September 2024

T.A.A

(6)

i Allhamdulillah segala puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan segala nikmat yang di berikan Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kebutuhan Air Tanaman Padi di Nagari Cupak Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok Dengan Aplikasi Cropwat 8.0”.

Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Andalas.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Aprisal, MP selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Mimien Harianti, SP.MP.

Selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini, serta kepada semua pihak yang ikut serta memberikan dukungan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan maupun kesalahan dan berharap skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang pertanian.

Padang, September 2024

T.A.A

(7)

ii Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Kebutuhan Air Tanaman Padi ... 4

B. Curah Hujan Efektif ... 7

C. Evapotranspirasi ... 7

D. Sifat Fisika Tanah Sawah ... 9

E. Aplikasi Cropwat ... 12

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

A. Waktu dan Tempat ... 18

B. Alat dan Bahan ... 18

C. Metode Penelitian ... 18

D. Pelaksanaan Penelitian ... 18

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

A. Keadaan Umum Daerah Penelitian ... 28

B. Data Iklim yang Digunakan ... 29

C. Karakteristik Tanah Sawah ... 32

D. Analisa Rancangan Aplikasi Cropwat ... 36

BAB V. PENUTUP ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 54

(8)

iii

Tabel Halaman

1. Ketentuan nilai rembesan ... 6

2. Peta Pendukung Penelitian ... 19

3. Titik pengambilan sampel tanah ... 20

4. Parameter pengamatan ... 21

5. Nilai Kc tanaman padi ... 24

6. Curah hujan efektif di Nagari Cupak ... 29

7. Data evapotranspirasi di Nagari Cupak... 30

8. Tekstur tanah sawah Nagari Cupak... 32

9. Laju infiltrasi tanah sawah Nagari Cupak ... 33

10. Retensi air (pF) tanah sawah Nagari Cupak ... 34

11. Kedalaman perakaran ... 36

12. Kebutuhan air tanaman padi sawah... 37

13. Pola tanam petani di daerah penelitia ... 39

(9)

iv

Gambar Halaman

1. Menu awal aplikasi Cropwat ... 14

2. Menu Eto pada aplikasi Cropwat ... 15

3. Menu rain pada aplikasi Cropwat ... 16

4. Menu Crop pada aplikasi Cropwat ... 16

5. Menu Soil pada aplikasi Cropwat ... 16

6. Menu CWR pada aplikasi Cropwat ... 17

7. Lokasi pengambilan sampel tanah ... 28

8. Neraca air Nagari Cupak ... 31

9. Kebutuhan air pola tanam rekomendasi dan pola tanam petani ... 45

(10)

v

1. Jadwal kegiatan penelitian ... 54

2. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ... 55

3. Prosedur dan Cara Kerja di Lapangan ... 57

4. Prosedur analisis tanah di laboratorium ... 59

5. Tabel kriteria sifat fisika tanah ... 66

6. Segitiga tekstur tanah USDA ... 67

7. Olah data aplikasi Cropwat ... 68

8. Kuesioner petani... 76

9. Data Iklim... 77

10. Peta administrasi ... 80

11. Peta tanah ... 81

12. Peta lereng ... 82

13. Peta penggunaan lahan ... 83

14. Peta satuan lahan ... 84

15. Peta titik sampel ... 85

(11)

vi

ABSTRAK

Setiap tanaman memiliki kebutuhan air yang berbeda-beda tergantung dari lingkungan tumbuh tanaman dan jenis tanaman yang digunakan. Tanaman padi di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok ditanam pada tanah dengan tekstur lempung berdebu. Curah hujan bulanan di Nagari Cupak di bawah 200 mm pada bulan Januari sampai bulan April dan bulan Juli sampai September sehingga pada bulan-bulan tersebut tanaman akan kekurangan air. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebutuhan air dan membuat pola tanam optimal untuk tanaman padi di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok dengan aplikasi Cropwat 8.0. Penelitian ini telah dilaksanakan dari Januari sampai Mei 2024. Penelitian dilakukan dengan metode survei dan pengambilan sampel tanah dilakukan secara rondom sampling pada kedalaman 0-30 cm pada lahan sawah dengan kelerengan 0-8% pada kedalaman (0-30) cm di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok sebanyak 6 titik. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Andalas.

Pengamatan di lapangan meliputi kedalaman perakaran dan laju infiltrasi serta analisis di laboratorium terdiri dari tekstur tanah dan retensi air tanah. Hasil penelitian menunjukkan Kebutuhan air sawah setiap titik sawah berbeda-beda.

Nilai kebutuhan air sawah tertinggi berada pada sawah di Jorong Panyalai yaitu 1813,4 mm/2 kali tanam dan kebutuhan air sawah terendah di Jorong Tangah Padang dengan nilai 1751 mm/2 kali tanam. Pola tanam rekomendasi yang dibuat untuk daerah penelitian yaitu penanaman pertama awal bulan Mei dan Penanaman kedua awal bulan November.

Kata kunci: Aplikasi Cropwat, Kebutuhan air, Padi, Pola tanam

(12)

vii

ABSTRACT

Each plant has different water needs depending on the growing environment of the plant and the type of plant used. Rice plants in Nagari Cupak, Gunung Talang Subdistrict, Solok Regency are planted on soil with a dusty loam texture. Monthly rainfall in Nagari Cupak is below 200 mm in January to April and July to September so that in these months the plants will lack water. This study aims to assess water needs and create an optimal cropping pattern for rice plants in Nagari Cupak, Gunung Talang District, Solok Regency with the Cropwat 8.0 application. This research was conducted from January to May 2024. The research was conducted by survey method and soil sampling was carried out by rondom sampling at a depth of 0-30 cm on rice fields with slopes of 0-8% at a depth of (0-30) cm in Nagari Cupak, Gunung Talang District, Solok Regency as many as 6 points. Soil analysis was conducted at the Soil Physics Laboratory, Faculty of Agriculture, Andalas University. Field observations include rooting depth and infiltration rate and laboratory analysis consists of soil texture and soil water retention. The results showed that the water needs of each rice field point are different. The highest water requirement value is in the rice fields in Jorong Panyalai which is 1813.4 mm/2 times planting and the lowest water requirement in Jorong Tangah Padang with a value of 1751 mm/2 times planting. The recommended cropping pattern made for the research area is the first planting in early May and the second planting in early November.

Keywords: Cropwat application, Water requirement, Rice, Planting pattern

(13)

A. Latar Belakang

Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi seluruh makhluk hidup. Air sangat dibutuhkan dalam berbagai sektor di antaranya, sektor perindustrian, perikanan, pelayaran, pariwisata, dan pertanian (Priyonugroho, 2014). Pada sektor pertanian, tanaman membutuhkan air dalam proses pertumbuhannya. Kebutuhan air dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan jenis tanaman. Faktor lingkungan seperti iklim, suhu, curah hujan, kecepatan angin dan kelembapan sangat mempengaruhi evapotranspirasi, hal ini sesuai yang dilaporkan oleh Binsasi dkk. (2016) bahwa besarnya laju evapotranspirasi dipengaruhi oleh besarnya kecepatan angin, kelembapan dan faktor lingkungan lainnya.

Selain faktor lingkungan, sifat fisik tanah berpengaruh terhadap ketersediaan air dalam tanah, beberapa di antaranya yaitu kadar air, tekstur, retensi air (kapasitas lapang dan titik layu permanen), perkolasi dan infiltrasi.Agustin dkk.

(2011) melaporkan bahwa tekstur tanah mempengaruhi kandungan air tanah melalui keterkaitannya dengan permeabilitas, daya tahan memegang air, dan aerasi.

Laju infiltrasi tanah mempunyai kecenderungan semakin menurun seiring dengan semakin intensifnya penggunaan lahan seperti sawah. Sawah yang diolah secara intensif akan membentuk lapisan tapak bajak dan menurunkan laju infiltrasi tanahnya (Nita, dkk., 2024).

Tanah sawah di Kecamatan Gunung Talang sesuai yang dilaporkan Putri (2022) bertekstur lempung berliat hingga lempung berpasir dengan kemampuan tanahnya menahan air akan lebih rendah dibanding tanah dengan fraksi lebih halus.

Kecamatan Gunung Talang memiliki sawah irigasi seluas 3077,84 ha dengan irigasi rusak seluas 1.680,16 ha yang tersebar di setiap nagarinya (Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok, 2022). Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi yaitu lebih dari 200 mm per bulan (Yulianto & Sudibiyakto, 2012). Berdasarkan Data yang diminta ke Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika selama 5 tahun terakhir, daerah Gunung Talang memiliki rata-rata curah hujan di bawah 200 mm dari bulan Januari sampai dengan bulan April kemudian bulan Juli sampai

(14)

bulan September. Curah hujan yang rendah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi dan hasil produksi padi.

Nagari Cupak menjadi salah satu nagari penghasil padi di Kecamatan Gunung Talang dengan luas wilayah lebih dari 1500 ha yang mana 60% wilayahnya digunakan untuk pertanian sawah (Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok, 2022).

Padi di Nagari Cupak didominasi oleh varietas Anak Daro yang merupakan padi kebanggaan daerah tersebut karena memiliki jumlah anakan yang banyak mencapai 20-27 batang/rumpun dengan umur tanam 115-120 hari (Saria dkk., 2023). Petani di Nagari Cupak melakukan penanaman sepanjang tahun tanpa memperhatikan curah hujan bulanan sehingga mempengaruhi pertumbuhan padi. Peningkatan produksi padi di Nagari Cupak dapat dilakukan melihat adanya faktor iklim dan pola penanaman petani yang tidak sesuai yang mempengaruhi ketersediaan air untuk kebutuhan tanaman.

Setiap tanaman memiliki kebutuhan air yang berbeda, Arijuddin dkk. (2022) melaporkan bahwa tanaman membutuhkan air dalam proses pertumbuhannya dan kebutuhan air tanaman akan berbeda tergantung jenis tanaman. Perbedaan kebutuhan air tanaman dapat dilihat dari perbedaan curah hujan yang dibutuhkan tanaman. Klasifikasi iklim Oldeman menyatakan bahwa tanaman palawija membutuhkan curah hujan minimal 100 mm per bulan, sedangkan padi membutuhkan curah hujan minimal 200 mm per bulan (Anwar dkk., 2018).

Tanaman padi akan memiliki kebutuhan air yang berbeda setiap fase penanamannya, fase vegetatif membutuhkan lebih banyak air daripada fase generatif (Khalid dkk., 2019). Oleh sebab itu perlu dilakukan perhitungan kebutuhan air untuk tanaman padi.

Kebutuhan air dapat dihitung dengan memanfaatkan aplikasi yang disebut Cropwat. Cropwat adalah aplikasi yang dikembangkan oleh FAO (food agriculture organization) pada divisi pengembangan tanah dan air yang bertujuan untuk mengetahui kebutuhan air suatu tanaman dalam suatu lahan. Perhitungan tersebut membutuhkan data evapotranpirasi, curah hujan, data tanaman dan data tanah dari suatu lahan. Aplikasi Cropwat memiliki kelebihan diantaranya metode aplikasi Cropwat sangat mudah digunakan dibandingkan metode lain yang bersifat

(15)

konvensional, penggunaan yang praktis, dokumen dapat disimpan dan memiliki human error paling kecil dibanding metode lain (Shalsabillah dkk., 2018).

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis telah melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kebutuhan Air Tanaman Padi di Nagari Cupak Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok Dengan Aplikasi Cropwat 8.0”.

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kebutuhan air dan membuat pola tanam optimal untuk tanaman padi di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok dengan aplikasi Cropwat 8.0

(16)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebutuhan Air Tanaman Padi

Padi merupakan tanaman pangan yang termasuk dalam famili Gramineae.

Secara keseluruhan klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: : Plantae, divisi: Spermatozoa, Sub divisi: Angiospermae, Famili: Gramineae, Genus: Oryza, Spesies: Oryza sativa L.(Azhar, 2010). Padi merupakan tanaman pangan utama di Indonesia, karena padi merupakan bahan baku beras yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia dan menjadi fokus utama dari program pendukung pertanian (Jumakir dkk.,2014). Beras mempunyai peranan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok yang semakin meningkat setiap tahunnya akibat tingginya pertumbuhan penduduk, serta berkembangnya industri pangan dan pakan ternak (Yusuf, 2010).

Menurut Norsalis (2011), tanaman padi terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun, serta bagian generatif meliputi malai yang tersusun dari biji, bunga, dan buah. Secara morfologi tanaman padi mempunyai tiga tahap perkembangan yaitu (1) tahap vegetatif (dari perkecambahan sampai pembentukan malai), (2) tahap reproduksi (dari pembentukan malai sampai berbunga) dan (3) tahap pematangan (dari pembungaan sampai dewasa) (Sitorus, 2014).

Hasanah dkk., (2015), mengemukakan bawah air pada tanaman padi merupakan komponen penting dalam pembentukan anakan sampai tahap awal pemasakan, mengatur suhu tanaman padi dan kondisi kelembapan. Fenomena cuaca yang tidak biasa yang terjadi diyakini akan berdampak pada tertundanya musim hujan atau menyebabkan distribusi curah hujan tidak normal, yang mungkin berdampak langsung pada pasokan air untuk tanaman padi (Sumarno dkk., 2008).

Dalam praktiknya petani biasanya menggenangi padi sepanjang masa tanam tanpa memperhitungkan perbedaan iklim, topografi wilayah serta varietas padi yang ditanam. Kebutuhan air pada tanaman padi sawah tergantung pada varietas padi yang ditanam, lamanya masa pertumbuhan tanaman sejak tanam hingga berkecambah, serta keadaan cuaca yang dipengaruhi oleh suhu udara tanaman,

(17)

curah hujan, kelembapan udara, kecepatan angin,dan radiasi matahari, serta jenis tekstur dan kelembapan tanah tempat tumbuh tanaman padi (Pitojo, 2003).

Menurut Purba (2011) penggunaan air yang efisien akan menciptakan peluang peningkatan luas areal tanam dan mampu memberikan pengairan air yang cukup sehingga sesuai kebutuhan tanaman. Padi tergolong tanaman air yang banyak memerlukan air untuk mencapai pertumbuhan optimal. Di daerah tropis, penanaman padi biasanya dilakukan pada awal musim hujan atau akhir musim kemarau (Pitojo, 2003). Upaya menciptakan kondisi tanah yang sesuai bagi kebutuhan pertumbuhan tanaman, melalui penyediaan air yang dihubungkan dengan ketersediaan air dan kondisi udara di dalam tanah disebut irigasi (Tria dkk., 2014).

Irigasi adalah menyalurkan air yang perlu untuk pertumbuhan tanaman ke tanah yang diolah dan didistribusinya secara sistematis (Shalsabillah dkk., 2018). Tujuan irigasi yaitu untuk mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman pada saat persediaan air tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal (Mulyadi, 2021). Upaya tersebut terkait dengan pembangunan sarana dan prasarana irigasi berupa bangunan dan jaringan saluran untuk mengangkut air dan mendistribusikannya ke persawahan (Mawardi, 2016).

Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan yang diperlukan untuk penyediaan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangan air irigasi (Shalsabillah dkk., 2018).

Jaringan irigasi terdiri dari petak- petak tersier, sekunder dan primer yang berlainan antara saluran pembawa dan saluran pembuang terdapat juga bangunan utama, bangunan pelengkap, yang dilengkapi keterangan nama luas dan debit. Umumnya petak irigasi dibagi atas tiga bagian yaitu (Mulyadi, 2021):

1. Jaringan Irigasi Primer adalah jaringan irigasi yang terdiri atas bangunan utama, saluran induk/primer, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

2. Jaringan Irigasi Sekunder adalah bagian dari jaringan irigasi yang terdiri atas saluran sekunder, saluran pembuangannya, bangunan bagi, bangunan bagi sadap, bangunan sadap, dan bangunan pelengkapnya.

(18)

3. Jaringan Irigasi Tersier adalah jaringan Irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan irigasi dalam petak tersier yang terdiri atas saluran tersier, saluran kuarter dan saluran pembuang, boks tersier, boks kuarer, serta bangunan pelengkapnya.

Kebutuhan air irigasi adalah banyaknya air yang dibutuhkan untuk memenuhi atau mempersiapkan kebutuhan evaporasi pada saat pengaliran, kehilangan air, kebutuhan air untuk tanaman yang secara langsung dapat mempengaruhi banyaknya atau indikator kuantitas yang diberikan secara alami baik dari air hujan maupun dari keterlibatan air tanah (Shalsabillah dkk., 2018).

Kebutuhan air irigasi dihitung berdasarkan evapotranspirasi acuan (Eto) dan dikombinasikan dengan pola tanam dan jadwal tanam, sehingga akan diketahui jumlah kebutuhan airnya (Shalsabillah dkk., 2018). Menurut Priyonugroho (2014), adapun kebutuhan air dapat ditentukan dari beberapa faktor, di antaranya:

1. Penyiapan Lahan

Menurut Priyonugroho (2014), untuk perhitungan kebutuhan irigasi selama penyiapan lahan, digunakan metode yang dikembangkan oleh Van de Goor dan Zijlsha (1968). Metode tersebut didasarkan pada laju air konstan dalam lt/dt/ha selama periode penyiapan lahan.

2. Pemakaian Konsumtif

Kebutuhan air tanaman atau pemakaian konsumtif merupakan proses penggunaan air yang dimanfaatkan oleh tanaman untuk berkembang.

3. Rembesan Air pada Tanah

Perkolasi yang disimbolkan dengan huruf (P) adalah gerakan air ketanah atau proses perembesan air melalui pori-pori tanah. Laju atau proses perkolasi sangat dipengaruhi oleh sifat tanah seperti tekstur tanah dan struktur penyusun tanah.

Tabel 1. Ketentuan nilai rembesan

No Macam Tanah Perkolasi (mm/hari)

1 Lempung berpasir 3-6

2 Lempung 2-3

3 Tanah liat 1-2

Sumber: Priyonugroho, 2014.

(19)

4. Pergantian Lapisan Air

Pergantian lapisan air atau Water Layer Replacement (WLR) adalah lapisan air atau genangan air yang dialirkan ke lahan dalam proses penanaman hingga panen, pergantian lapisan air berbeda-beda pada setiap umur tanaman.

B. Curah Hujan Efektif

Curah hujan merupakan jumlah air hujan yang jatuh selama periode waktu tertentu yang pengukurannya menggunakan satuan tinggi di atas permukaan tanah horizontal yang diasumsikan tidak terjadi infiltrasi, run off, maupun evaporasi (Gunardi, dkk., 2019). Definisi curah hujan atau yang sering disebut presipitasi dapat diartikan jumlah air hujan yang turun di daerah tertentu dalam satuan waktu tertentu. Jumlah curah hujan merupakan volume air yang terkumpul di permukaan bidang datar dalam suatu periode tertentu (harian, mingguan, bulanan, atau tahunan). Sifat curah hujan dibagi menjadi tiga, yaitu atas normal jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya, normal jika nilai curah hujan berkisar antara 85-115% terhadap rata-ratanya, dan bawah normal jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-ratanya (Ruswanti, 2020).

Curah hujan efektif merupakan besaran curah hujan yang langsung dapat dimanfaatkan tanaman pada masa pertumbuhannya. Padi memiliki curah hujan efektif diambil setiap bulannya 70% dari curah hujan minimum dengan periode ulang rencana tertentu dengan kemungkinan gagal atau resiko tidak terjadi sebesar 20% apabila data hujan yang digunakan adalah 10 harian maka persamaannya (Mushthofa & Ikhwan, 2022) :

Re = (R80× 70% ) mm/hari Di mana :

Re : curah hujan efektif untuk sawah ( mm / hari )

R80 : curah hujan harian dengan probabilitas terjadi 80% selama Setahun C. Evapotranspirasi

Evaporasi dan transpirasi digabungkan menjadi satu proses yang disebut evapotranspirasi. Sementara transpirasi adalah proses pelepasan air dari tanaman sebagai hasil dari respirasi dan fotosintesis, Evaporasi adalah tindakan menguapkan

(20)

atau kehilangan air dari tanah dan benda mati. Evapotranspirasi (ET) adalah kombinasi dari dua proses yang berbeda di mana kehilangan air dari permukaan tanah melalui proses evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui proses transpirasi (Achmad, 2011).

Evapotranspirasi memiliki beberapa macam pembagian sesuai fungsi dan keadaannya Beberapa istilah yang berkaitan dengan evapotranspirasi adalah (Soewarno, 2000):

1. Evapotranspirasi potensial (Etp) adalah laju evapotranspirasi yang terjadi dengan anggapan persediaan air dan kelembapan tanah cukup sepanjang waktu.

2. Evapotranspirasi tanaman (Etc) adalah tebal air yang dibutuhkan untuk keperluan evapotranspirasi suatu jenis tanaman pertanian tanpa dibatasi oleh kekurangan air.

3. Evapotranspirasi aktual (Eta) adalah evapotranspirasi yang terjadi sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan air/kelembapan tanah yang tersedia. Nilai Eta = Etp apabila persediaan air tidak terbatas.

4. Evapotranspirasi rujukan (Eto) adalah laju evapotranspirasi di permukaan bumi yang luas dengan ditumbuhi rumput hijau setinggi 8-15 cm, yang masih aktif tumbuh terhampar menutupi seluruh permukaan di bumi tersebut, dengan albedo = 0,23 dan tidak kekurangan air. Oleh karena itu evapotranspirasi rujukan dapat dianggap sebagai evapotranspirasi potensial untuk tanaman rujukan (tanaman rujukan adalah rumput hijau pendek).

Menurut Achmad (2011), evapotranspirasi ditentukan oleh faktor yakni:

1. Radiasi matahari (Rd): Sumber energi yang digunakan untuk memanaskan tanah, air, dan tanaman. Lokasi geografis tempat merupakan faktor utama dalam potensi radiasi.

2. Kecepatan angin (v): Angin adalah faktor yang mendistribusikan uap air yang telah menguap ke atmosfer, memungkinkan penguapan berlanjut sebelum udara menjadi jenuh dengan uap.

3. Kelembapan relatif (RH): Variabel iklim ini penting karena udara dapat menyerap air tergantung pada lingkungannya, seperti suhu dan tekanan

(21)

atmosfer. Suhu Radiasi dan RH keduanya tak terpisahkan dipengaruhi oleh suhu. Suhu ini dapat berupa suhu atmosfer, tanah, tumbuhan, dan badan air.

Terdapat 3 faktor yang mendukung kecepatan evapotranspirasi, yaitu faktor iklim mikro, seperti radiasi bersih, suhu, kelembapan, dan angin; faktor tumbuhan, seperti jenis tumbuhan, derajat penutupan, struktur tumbuhan, tahap perkembangan hingga dewasa, keteraturan dan jumlah stomata; dan faktor tanah, seperti kondisi tanah, aerasi tanah, potensi air tanah, dan kecepatan air tanah bergerak ke darat (Achmad, 2011).

D. Sifat Fisika Tanah Sawah

Sifat fisika tanah merupakan unsur lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kadar air, udara tanah dan secara tidak langsung mempengaruhi unsur hara tanaman (Manullang, dkk., 2020). Sifat fisika untuk tanah sawah memiliki perbedaan yang unik dibandingkan tanah lahan kering yang terjadi akibat penggenangan dan perubahan drainase tanah (Hikmatullah dan Suparto, 2014).

1. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara fraksi pasir, debu dan liat.

Menurut Harjowigeno (2007) perbandingan ukuran tekstur tanah terdiri dari pasir dengan ukuran 2 mm – 50 mm, debu dengan ukuran 50 mm – 2 mikron, dan liat dengan kurang < 2 mikron. Tekstur tanah termasuk salah satu sifat tanah yang paling sering diteliti, hal ini disebabkan karena tekstur tanah berhubungan erat dengan pergerakan air dan zat terlarut, udara, berat volume tanah, luas permukaan spesifik (specific surface area), dan kemudahan tanah memadat (compressibility) (Haryati, 2014).

Tekstur tanah dapat dinilai secara kuantitatif dan kualitatif. Cara kualitatif biasa digunakan dalam menetapkan kelas tekstur tanah di lapangan. Kelas tekstur tanah dapat ditentukan secara kuantitatif dengan metode pipet (hidrometer) dan penyaringan. Tekstur tanah merupakan aspek penting untuk mengendalikan dinamika kapasitas laju infiltrasi air ke dalam tanah, permeabilitas serta daya tahan tanah. Indikator yang tergambar dari fraksi pasir, debu dan liat menentukan pengendalian distribusi tata udara dan air dalam tanah (Al-Hadi dkk., 2012).

(22)

Tekstur tanah sangat mempengaruhi produktivitas sawah. Manullang dkk., (2020) melaporkan bahwa tanah lempung atau lempung berdebu adalah tekstur yang paling ideal untuk sawah. Tanah dengan tekstur ini memiliki keseimbangan yang baik antara kemampuan menahan air dan aerasi. Kondisi ini sangat mendukung pertumbuhan akar dan penyerapan nutrisi oleh tanaman padi. Oleh karena itu, dalam pengelolaan tanah sawah, penting untuk memperhatikan tekstur tanah agar dapat mencapai hasil produksi yang optimal.

2. Kelembapan Tanah

Kelembapan tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh pori-pori tanah yang berada di atas water tabel (air tanah yang terperangkap di atas permukaan air tanah). Definisi yang lain menyebutkan bahwa kelembapan tanah menyatakan jumlah air yang tersimpan di antara pori-pori tanah sangat dinamis, hal ini disebabkan oleh penguapan melalui permukaan tanah. Tingkat kelembapan tanah yang tinggi dapat menimbulkan permasalahan dan keadaan tanah yang terlalu lembap mengakibatkan kesulitan dalam melakukan kegiatan panen hasil pertanian atau kehutanan yang menggunakan alat (Mardika dan Kartadie, 2019).

Kelembapan tanah erat kaitannya dengan kadar air yang dibutuhkan oleh tanaman. Kelembapan berbanding terbalik dengan suhu/temperatur. Semakin tinggi suhu maka semakin rendah nilai kelembapannya begitu pula sebaliknya. Pengaruh kelembapan tanah pada tanaman hampir sama seperti suhu, karena pada dasarnya tumbuhan sangat membutuhkan air (Lomo, 2016). Kelembapan tanah dipengaruhi beberapa faktor seperti intensitas curah hujan, laju transpirasi dan evaporasi, kemiringan lereng, kedalaman profil tanah, tekstur tanah, dan permeabilitas tanah.

(Rayes, 2017).

Tanah sawah memiliki kelembapan tanah yang optimal untuk pertumbuhan padi berkisar antara 40-60% kapasitas lapangan. Kondisi ini mendukung penyerapan air dan nutrisi secara efisien. kebutuhan kelembapan tanaman padi bervariasi pada setiap fase pertumbuhan. Pada fase vegetatif, tanaman membutuhkan kelembapan yang lebih tinggi dibandingkan fase generatif. Oleh karena itu, pengaturan kelembapan tanah perlu disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman untuk mencapai hasil produksi yang optimal (Afrianingsih, dkk., 2018)

(23)

3. Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif adalah kedalaman tanah sampai sejauh mana tanah dapat ditumbuhi akar, menyimpan cukup air dan hara. Kedalaman efektif umumnya dibatasi adanya kerikil dan bahan induk atau lapisan keras yang lain, sehingga tidak lagi dapat ditembus akar tanaman. Tanaman padi merupakan tanaman yang memiliki batas lapisan keras yang biasanya memiliki kedalaman akar 0-18 cm (Makarim, dkk., 2009)

Kedalaman efektif tanah dapat dilihat dengan cara melakukan pengeboran untuk mengetahui seberapa dalam perakaran tanaman masih ditemukan. Faktor kedalaman efektif tanah akan sangat mempengaruhi perkembangan akar tanaman, apabila kedalamannya relatif tipis maka akan menghambat perkembangan akar.

Kedalaman efektif yang diukur dengan pengamatan profil melalui penyusunan urutan, lapisan tanah atas yang diambil oleh mata bor dinyatakan dalam centimeter (Djaenudin, dkk., 2011).

4. Retensi Air

Retensi air tanah merupakan kemampuan tanah dalam menyerap dan menahan air di dalam pori-pori tanah, atau melepaskannya dari dalam pori-pori tanah. Kondisi ini sangat dipengaruhi tekstur, struktur, pori-pori tanah meso dan mikro, drainase, serta iklim khususnya suhu dan hujan. Oleh sebab itu, untuk mengkuantifikasi kebutuhan air dan mengoptimalkan penggunaan air irigasi, maka dengan mengetahui retensi air di dalam tanah merupakan upaya yang baik dalam perencanaan pertanian. Nilai retensi tanah berhubungan dengan distribusi pori pada berbagai tekanan (pF 1, pF 2, pF 2,54, dan pF 4,2). Nilai pF adalah isapan air oleh permukaan partikel tanah. Semakin sedikit jumlah air dalam pori-pori tanah semakin sulit air tersebut dapat diserap akar tanaman. Kemampuan tanaman menyerap air berada dalam kisaran pF=2.54 sampai pF=4.2 (Pratama, 2006). Kadar air kapasitas lapang dianggap setara dengan jumlah air maksimum yang dapat ditampung oleh tanah, kadar air pada isapan matriks pF 2.54 digunakan untuk menentukan kadar air kapasitas lapang dalam pengaturan laboratorium (Dani &

Wrath, 2000).

(24)

Penentuan retensi air tanah merupakan langkah penting dalam pengelolaan air tanah untuk berbagai keperluan, seperti irigasi pertanian, transpor pestisida dalam tanah, residu pupuk dalam tanah, dan kebutuhan air tanaman. Retensi air yang merupakan hubungan antara tegangan air tanah dengan kadar air menggambarkan karakteristik penahanan matriks tanah terhadap air, kemampuan tanah untuk menyediakan air tanaman, ataupun pola distribusi pori tanah (Pratama, 2006). Tanah sawah menyimpan air lebih banyak, hal ini dikarenakan tanah dengan fraksi halus banyak memiliki nilai retensi air lebih tinggi dibandingkan tanah yang banyak memiliki fraksi kasar (Zuhdi, dkk., 2022)

5. Infiltrasi

Infiltrasi adalah proses aliran air masuk ke dalam tanah yang umumnya berasal dari curah hujan, Proses ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi yang dapat mempengaruhi jumlah air yang terdapat pada tanah. Air di permukaan tanah tidak semuanya mengalir ke dalam tanah, melainkan ada sebagian air yang tetap tinggal di lapisan tanah bagian atas. Banyaknya air yang masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tekstur dan struktur tanah, kelembapan tanah awal, kegiatan biologi dan unsur organik, jenis dan tebal serasah, tipe vegetasi dan tumbuhan bawah (Irawan, 2016),

Laju infiltrasi merupakan kecepatan aliran air yang masuk ke tanah dalam waktu tertentu. Laju infiltrasi yang diukur menggunakan neraca air dipengaruhi oleh intensitas hujan dan kapasitas infiltrasi.(Arsyad, 2006). Penggunaan lahan dan sifat fisika tanah yang berbeda akan mempengaruhi laju infiltrasi. Tanah sawah memiliki laju infiltrasi yang rendah dibandingkan dengan tanah yang ditanami perkebunan dan agroforestry, hal ini disebabkan tanah sawah memiliki tekstur dengan fraksi halus dan mengalami pengolahan dengan intensitas yang tinggi (Nita, dkk., 2024).

E. Aplikasi Cropwat

Aplikasi Cropwat adalah alat bantu yang dikembangkan oleh Divisi Land dan Water Development FAO berdasarkan metode Penman-Monteith, untuk merencanakan dan mengatur irigasi. Aplikasi Cropwat dikembangkan oleh FAO pada tahun 1990. Aplikasi Cropwat adalah program berbasis windows yang

(25)

digunakan untuk menghitung kebutuhan air tanaman dan kebutuhan air irigasi berdasarkan tanah, iklim dan data tanaman. Aplikasi Cropwat dapat digunakan untuk menghitung evapotranspirasi aktual, kebutuhan air irigasi satu jenis tanaman dalam satu hamparan, membuat pola tanam untuk suatu tanaman, serta merencanakan pemberian air irigasi (Shalsabillah dkk., 2018).

Metode Aplikasi Cropwat sangat mudah digunakan dibandingkan dengan metode lain yang bersifat konvensional. Dengan adanya aplikasi Cropwat, menghitung kebutuhan air tanaman menjadi lebih praktis. Kita dapat mengetahui kapan waktu penanaman, jadwal irigasi, dan kebutuhan air tanaman setiap bulannya. File-file jadwal irigasi dapat disimpan sehingga dapat digunakan di kemudian hari, sedangkan metode lainnya tidak. Berdasarkan hal-hal tersebut dapat diketahui Kelebihan dan kekurangan dari aplikasi Cropwat sebagai berikut (Shalsabillah dkk., 2018):

1. Aplikasi ini mempermudah pekerjaan dalam menghitung kebutuhan air tanaman dan bagaimana penjadwalan pengairan untuk tanaman yang ingin diketahui.

2. Program ini memungkinkan pengembangan jadwal irigasi untuk kondisi manajemen yang berbeda dan perhitungan pasokan skema air untuk berbagai pola tanaman.

3. Aplikasi Cropwat juga dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik-praktik irigasi petani dan untuk menilai kinerja tanaman yang berhubungan dengan kebutuhan air.

Kekurangan dari aplikasi ini adalah sebagai berikut:

1. Aplikasi ini masih digunakan hanya oleh kalangan tertentu belum menyeluruh, misal para petani biasa belum bisa menggunakan aplikasi ini.

2. Aplikasi ini hanya tersedia dalam beberapa bahasa tidak semua bahasa padahal akan lebih baik apabila aplikasi ini tersedia dalam berbagai bahasa agar lebih mudah dalam segi pemahaman dan pengoperasian pengguna.

3. Aplikasi Cropwat adalah hasil data yang hanya berkisar dua angka di belakang koma sehingga nilai yang dihasilkan sangat bergantung pada pembulatan yang dilakukan.

(26)

Data input yang dibutuhkan untuk aplikasi Cropwat antara lain adalah data metereologi, curah hujan, tanaman, dan tanah. Data metereologi berupa suhu udara maksimun dan minimun, kelembapan relatif, lama penyinaran dan kecepatan angin untuk menentukan nilai evapotranspirasi standar (Eto) melalui persamaan Penman- Monteith. Data curah hujan bulanan yang diinterpolasi menjadi data curah hujan efektif bulanan. Data curah hujan efektif diperlukan untuk menentukan jumlah curah hujan yang jatuh selama masa tumbuh yang dapat digunakan langsung oleh tanaman. Data tanaman berupa tanggal penanaman, koefisien tanaman (Kc), fase pertumbuhan tanaman, kedalaman perakaran tanaman, fraksi deplesi dan luas areal tanam (0-100 % dari luas total area). Data tipe tanah yang meliputi total air tersedia, kedalaman perakaran maksimum, deplesi lengas tanah awal (% dari kadar lengas total tersedia) dan ketebalan pemberian air yang dikehendaki (Prastowo dkk., 2016).

Data yang dihasilkan dari analisis aplikasi Cropwat berupa tabel yang menunjukkan jumlah kebutuhan air irigasi dan waktu pemberian air yang tepat.

Data yang dihasilkan aplikasi Cropwat antara lain evapotranspirasi standar atau Eto (mm/periode), Kc tanaman, nilai rata-rata dari koefisien tanaman untuk setiap periode, curah hujan efektif (mm/periode), jumlah air yang masuk ke dalam tanah, kebutuhan air tanaman (CWR atau ETm) (mm/periode), kebutuhan air irigasi atau IWR (mm/periode), total air tersedia atau TAM (mm), air yang siap digunakan tanaman atau RAM (mm) (Anggraeni dan Kalsim, 2013).

Tahap analisis pemakaian aplikasi Cropwat version 8.0 (Prastowo, dkk., 2016) yaitu:

1. Jalankan aplikasi Cropwat

Gambar 1. Menu awal aplikasi Cropwat

(27)

2. Klik icon climate/Eto

Gambar 2. Menu Eto pada aplikasi Cropwat 3. Input data klimatologi berupa :

1) Input data country, negara dimana data klimatologi berasal.

2) Input data station, stasiun klimatologi pencatat.

3) Input data altitude, tinggi tempat stasiun pencatat.

4) Input data latitude, letak lintang (Utara/Selatan).

5) Input data longitude, letak lintang (Timur/Barat).

6) Input data temperatur maksimum dan minimum (oC/oF/oK).

7) Input data kelembapan relatif (%, mm/Hg, kpa, mbar).

8) Input data kecepatan angin (km/hari, km/jam, m/dt, mile/hari, mile/jam)

9) Input data lama penyinaran matahari (jam atau %) 10) Otomatis Eto terkalkulasi dan hasil langsung tampil.

4. Selanjutnya klik icon Rain.

5. Input data curah hujan

1) Data total hujan tiap bulan dari Bulan Januari s/d Desember.

2) Pilih dan isikan metode perhitungan, option-(1) Fixed Percentage (70%) untuk perhitungan padi), USDA soil conservation service (untuk perhitungan palawija).

(28)

3) Otomatis curah hujan efektif terkalkulasi dan hasil langsung tampil.

Gambar 3. Menu rain pada aplikasi Cropwat 6. Selanjutnya klik icon Crop

7. Input data tanaman (mengambil dari data base FAO Rice dan FAO- Maize), kemudian editing tanggal awal tanam.

Gambar 4. Menu Crop pada aplikasi Cropwat 8. Selanjutnya klik icon soil

9. Input data tanah

Gambar 5. Menu Soil pada aplikasi Cropwat

(29)

10. Selanjutnya klik icon CWR untuk melihat hasil analisis kebutuhan air irigasi dengan satuan mm3 /dt.

Gambar 6. Menu CWR pada aplikasi Cropwat

(30)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari hingga Mei 2024 yang bertempat di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Penelitian ini terdiri dari dua tahapan yaitu pengumpulan data untuk aplikasi Cropwat dan pengambilan sampel tanah di lapangan untuk analisis tanah di laboratorium yang dianalisis di Laboratorium Fisika Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Padang. Semua data yang didapat diolah dengan aplikasi Cropwat. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi kebutuhan di lapangan dan di laboratorium. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah GPS (Global Positioning System), bor belgi, ring sampel, pisau komando, timbangan, cawan, double ring infiltrometerdan lain-lain. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel tanah utuh, sampel tanah terganggu, H2O2, dan bahan lainnya. Selengkapnya alat dan bahan dapat dilihat pada Lampiran 2.

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei.

Pengambilan sampel tanah di lapangan dilakukan dengan metode Rondom sampling. Sampel tanah diambil secara acak pada Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok dengan penggunaan lahan berupa sawah.

D. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu (1) persiapan, (2) pra survei, (3) survei utama, (4) analisis parameter pengamatan, dan (5) pengolahan data.

(31)

1. Persiapan

Pada tahap persiapan kegiatan yang dilakukan yaitu pengumpulan data sekunder melalui studi kepustakaan, pembuatan peta dan mengetahui kondisi darah penelitian. Data-data yang dikumpulkan meliputi data curah hujan selama 5 tahun terakhir (2019-2023), data klimatologi seperti suhu, kelembapan, lama penyinaran matahari dan angin yang bersumber dari Stasiun pos curah hujan Gunung Talang.

Beberapa peta yang dibutuhkan yaitu peta lereng, peta administrasi daerah penelitian, peta tanah, peta penggunaan lahan, peta satuan lahan dan peta pengambilan sampel. Selain itu, pada tahap ini dibuat perencanaan lokasi pengamatan tanah serta menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam survei lapangan.

Tabel 2. Peta Pendukung Penelitian

No. Jenis Peta Skala Sumber Data

Peta Sekunder 1. Peta Batas wilayah dan

ekologis

1: 50.000 Badan Informasi Geo spasial (BIG) Peta Rupa Bumi Indonesia dengan skala 1:50.000

2. Peta Tanah 1: 50.000 Peta Tanah FAO 1974

3. Peta Lereng 1: 50.000 analisis SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) menjadi data DEM (Digital Elevation Model) dengan menggunakan aplikasi Global Mapper 16.

4. Peta Penggunaan Lahan 1: 50.000 Badan Informasi Geo spasial (BIG) Peta Rupa Bumi Indonesia dengan skala 1:50.000

Peta Primer

1. Peta Satuan Lahan 1: 50.000 Hasil Overlay Peta Tanah, Peta Lereng, dan Peta Penggunaan Lahan.

2. Peta Titik Sampel 1: 50.000 Berisi titik koordinat yang dijadikan acuan untuk mengambil sampel di lapangan

(32)

2. Pra Survei

Tahap pra-survei dilakukan setelah tahap persiapan selesai pada tahap pra survei ini dilakukan pemeriksaan terhadap daerah penelitian seperti jenis penggunaan lahan yang ada, akses jalan, serta mengetahui keadaan daerah yang sebenarnya di lapangan untuk memudahkan survei utama. Selain itu juga ditujukan untuk mencocokkan lokasi pengambilan sampel tanah pada penggunaan lahan yang telah ditetapkan pada tahap persiapan.

3. Survei Utama

Pada tahap survei utama dilakukan pengambilan sampel tanah pada penggunaan lahan sawah dengan kelerengan 0-8% pada kedalaman (0-30) cm di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok sebanyak 6 titik yang diambil 3 hari sampai 1 minggu sebelum panen. Total jumlah sampel tanah yang diambil adalah sebanyak 6 sampel. Sampel tanah diambil menggunakan ring untuk sampel tanah utuh dan Bor belgi untuk sampel tanah terganggu.

Pengambilan sampel tanah dilakukan 6 sampel tanah utuh dan 6 sampel tanah terganggu. Prosedur pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.

Analisis yang dilakukan di lapangan dilakukan langsung pada tahap survey utama, seperti kedalaman efektif tanah menggunakan alat Bor belgi dan infiltrasi tanah menggunakan infiltrometer. Pengukuran infiltrasi dilanjutkan dengan menggunakan rumus Horton. Prosedur kerja pengukuran infiltrasi dapat di lihat pada Lampiran 3.

Tabel 3. Titik pengambilan sampel tanah

No Kode Keterangan Jumlah Titik Koordinat

Bujur Timur (E) Lintang Selatan (S) 1 SwL1

Sawah Lereng 0-8%

1 100°38'36,060" 0°51'57,689"

2 SwL1 1 100°38'0,149" 0°53'17,605"

3 SwL1 1 100°37'46,928" 0°52'38,381"

4 SwL1 1 100°39'18,616" 0°52'6,915"

5 SwL1 1 100°39'46,354" 0°52'33,993"

6 SwL1 1 100°38'36,060" 0°51'57,689"

Keterangan : L1= Lereng 0-8%, Sw= Sawah

(33)

4. Analisis Parameter Pengamatan

Analisis parameter pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data yang digunakan untuk penelitian lalu diolah menggunakan aplikasi Cropwat. Adapun parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan cara kerja analisis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 4. Parameter pengamatan

No Parameter Metode Satuan Sumber Data

A. Klimatologi

1 Temperatur Minimum dan

maksimum oC BMKG

2 Kelembapan

Relatif Sinop Me-48 %, mm/Hg,

kpa, mbar BMKG

3 Kecepatan angin Sinop Me-48 km/hari, km/jam, m/dt

BMKG 4 Lama penyinaran Sinop Me-48 jam atau % BMKG 5 Radiasi matahari Sinop Me-48 MJ/m2/hari BMKG

6 Curah Hujan Basic year mm/hari BMKG

B. Tanah

1 Tekstur Pipet dan Ayakan Kelas

Tekstur Laboratorium 2 Infiltrasi Double ring

infiltrometer cm/hari Lapangan 3 Retensi Air Pressure plate

apparatus % Laboratorium

4 Kelembapan

Tanah - % Lapangan

5 Kedalaman

Akar Meteran cm Lapangan

C. Aplikasi Cropwat 8.0

1 Evapotranspirasi Panman-Monteith

modifikasi FAO mm/hari Laboratorium 2 Curah hujan

efektif Basic year mm/hari Stasiun BMKG

(34)

5. Pengolahan data

Data yang didapat dari analisis laboratorium, perhitungan di lapangan dan data aplikasi Cropwat yang sudah dikumpulkan dihitung menggunakan rumus yang terdapat pada Lampiran 4. Data-data tersebut diolah dengan Microsoft Excel, setelah itu dibandingkan dengan kriteria yang terdapat pada Lampiran 5.

Semua data yang sudah diolah kemudian di masukan ke aplikasi Cropwat untuk analisis kebutuhan air tanamannya yang input datanya terdapat pada Lampiran 7.

Hasil berupa kebutuhan air dan pola tanam. Kebutuhan air ditampilkan dalam bentuk tabel dan pola tanam dibuat tabel perbandingan dengan pola tanam yang dilakukan petani.

a. Tekstur

Dalam penentuan tekstur tanah untuk memisahkan fraksi pasir, debu, dan liat dilakukan analisis menggunakan metode pipet dan ayakan dengan rumus : Fraksi pasir = A g

Fraksi debu = 25 (B - C) g Fraksi liat = 25 (C - 0,0095) g Jumlah fraksi = A + 25 (B - 0,0095) g Pasir (%) = A

{A+25 (B−0,0095)}𝑥 100%

Debu (%) = 25 (B−C)

{A+25 (B−0,0095)}𝑥 100%

Liat (%) = 25 (C−0,0095)

{A+25 (B−0,0095)}𝑥 100%

Keterangan : A = berat pasir

B = berat debu + liat + peptisator C = berat liat + peptisator

b. Infiltrasi

perhitungan data infiltrasi diolah dengan menggunakan pendekatan model Horton (Annisa, 2018) dengan rumus berikut :

f = fc + (f0 - fc) e-Kt

(35)

Keterangan:

f = laju infiltrasi nyata (mm/jam) fc = laju infiltrasi tetap (mm/jam) f0 = laju infiltrasi awal (mm/jam) e = 2,718

k = konstanta geofisika t = waktu (menit)

c. Total Kelembapan Tanah tersedia

Untuk menghitung total kelembapan tanah tersedia dapat digunakan rumus sebagai berikut.

Total kelembapan tanah tersedia= (FC - PWP) x 10 (Suharto, 2006)

Untuk menghitung ambang batas kelembapan tanah dapat digunakan rumus sebagai berikut.

Ambang batas kelembapan tanah (%) = FC – (FC - PWP)/2 Keterangan:

FC = Kapasitas lapang PWP = Titik layu permanen (Santoso, A.,2021)

d. Retensi Air

Dalam perhitungan retensi air menggunakan metode pressure plate apparatus. Pada analisis ini menggunakan set alat panci bertekanan pF (pF 1, pF 2, pF 2,54, pF 4,2). Setelah sampel tanah diberikan tekanan 4 macam pF selama 48 jam, lalu dikeluarkan dari dalam panci, selanjutnya ditetapkan kandungan airnya.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

𝑅𝑒𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑎𝑖𝑟 % =𝐵𝑇𝐵−𝐵𝑇𝐾

𝐵𝑇𝐾 𝑥100%

Keterangan :

BTB = berat tanah basah BTK = berat tanah kering

Perhitungan Distribusi porinya berdasarkan nilai kandungan air tanah yang sudah ditetapkan pada berbagai tekanan, maka dapat dihitung :

(36)

i. Pori-pori drainase cepat adalah selisih kandungan air pada ruang pori total dan pF 2.0. Bilamana contoh tanah diambil dalam keadaan kandungan air tanah jauh di bawah kapasitas lapang, maka untuk tanah- tanah yang bersifat mudah mengembang dan mengkerut, persentase ruang pori total akan lebih rendah dari pada pori pada pF 1.0. Dalam hal ini pori drainase cepat adalah selisih kandungan air pada pF 1.0 dan pF 2.0.

ii. Pori drainase lambat adalah selisih kandungan air pada pF 2.0 dan pF 2.54.

iii. Pori air tersedia adalah selisih kandungan air antara pF 2.54 (kapasitas lapang dan pF 4.2 (titik layu permanen).

e. Penetapan Nilai Kc (Koefisien Tanaman)

Nilai Kc untuk tanaman padi menurut FAO (Food and Agriculture Organization) sebagai berikut.

Tabel 5. Nilai Kc tanaman padi

No Tahap Pertumbuhan Padi Waktu (Hari) Kc

1 Tahap awal 15-20 1,1-1,15

2 Tahap perkembangan tanaman 20-30 1,1-1,15

3 Tahap pertengahan musim 25-40 1,1-1,3

4 Tahap akhir musim 25-30 0,95-1,3

Sumber : Aprizal, 2017

f. Evapotranspirasi Potensial

Perhitungan evapotranspirasi potensial dihitung berdasarkan Metode Penman modifikasi FAO dengan data klimatologi daerah terdekat.

𝐸𝑡𝑝 =0,408∆(𝑅𝑛 − 𝐺) + 𝛾 900

𝑇𝑚𝑒𝑎𝑛 + 273𝑢(𝑒𝑠 − 𝑒𝑎)

∆ + 𝛾(1 + 0,34𝑢)

Nilai ∆ dihitung dengan persamaan berikut :

∆=

4080(0,6108)𝑒𝑥𝑝 ( 17,27𝑇𝑚𝑒𝑎𝑛 𝑇𝑚𝑒𝑎𝑛 + 273,3) (𝑇𝑚𝑒𝑎𝑛 + 237,3)2

(37)

Nilai G pada periode siang hari diperkirakan menjadi : G = 0,1Rn Nilai es dihitung dengan persamaan berikut :

𝑒𝑠 =𝑒𝑜(𝑇𝑚𝑎𝑥) + 𝑒𝑜(𝑇𝑚𝑖𝑛) 2

Keterangan :

ETp : Evapotranspirasi tetapan (mm/hari),

Rn : radiasi netto pada permukaan lahan (MJ/m2/hari) G : fluks panas tanah (MJ/m2/hari),

Tmean : rata-rata suhu udara harian (°C), U : kecepatan angin (m/detik), es : tekanan uap air jenuh (kPa), ea : tekanan uap air nyata (kPa), es-ea : penurunan tekanan uap air (kPa),

Δ : kemiringan kurva tekanan uap air (kPa/°C), Γ : konstanta psychrometric (kPa/°C).

g. Curah Hujan Efektif

Curah hujan efektif ditentukan dengan R80 yaitu curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Dengan kata lain bahwa besarnya curah hujan yang lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%. Besarnya curah hujan yang lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%.

𝑅80 = 𝑚 𝑛 + 1 Keterangan

R80 = Curah hujan sebesar 80%

n = Jumlah data

m = Rangking curah hujan yang dipilih

Curah hujan efektif ditentukan besarnya sebesar 70% sampai 90%.

Sedangkan curah hujan efektif untuk tanaman padi pada umumnya dipakai 70%

sedangkan tanaman palawija sebesar 50% untuk menggambarkan kondisi tahun kering. Untuk curah hujan efektif padi ditentukan dengan periode bulanan

(38)

(terpenuhi 70%) dikaitkan dengan tabel ET tanaman rata-rata bulanan dan curah hujan rata-rata bulanan (USDA-SCS), 1996).

𝑅𝑒 𝑃𝑎𝑑𝑖 = (𝑅80 𝑋 0,7) 𝑃𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛 Keterangan :

Re = Curah hujan efektif (mm/hari)

R80 = Curah hujan dengan kemungkinan terjadi sebesar 80%.

Curah hujan efektif dibagi 5 pilihan di dalam aplikasi Cropwat 8.0 di antaranya sebagai berikut :

• Nilai presentase tertentu dari hujan bulanan (fixed percentage): Peff = a. Ptot biasanya nilai a = 0,7 - 0,9

Dependable Rain (hujan andalan) didefinisikan sebagai hujan dengan peluang terlewati tertentu. Peluang terlewati 80% menggambarkan kondisi tahun kering, 50% tahun normal, dan 20% tahun basah secara empirik menurut AGLW/FAO:

Peff = 0,6.P -10/3 untuk Pmonth < = 70/3 mm Peff = 0,8.P - 24/3 untuk Pmonth < = 70/3 mm

Empirical formula locally developed:

Biasanya dikembangkan dengan rumus umum sebagai berikut:

Peff = A.P -B/3 untuk Pmonth < = Z/3 mm Peff = C.P -D/3 untuk Pmonth < = Z/3 mm

Konstan A,B,C, dan D dikembangkan berdasarkan penelitian secara local, hujan bulanan terlewati tertentu (misalnya 75%). Untuk beberapa daerah sudah mempunyai persamaan linier antara hujan bulanan rata-rata dengan hujan bulanan dengan peluang terlewati tertentu. Untuk Indonesia oldeman, L.R (1980) hujan peluang terlewati 75% (Y) dapat dinyatakan dengan persamaan Y= 0,82X – 30, dimana X = rata-rata hujan bulanan, hujan efektif untuk padi adalah 100% dari Y, sedangkan untuk palawija 75% dari Y.

• USDA Soil Conservation Service, 1996

Peff = ( P.(125-0,2.3.P)) /125 untuk P< = 250/3 Peff = 125/3+0,1.P untuk P > 250/3

• Hujan tidak di perhitungkan (Effective Rainfall = 0)

(39)

h. Kedalaman Akar

Kedalaman akar dapat dilihat dengan cara melakukan pengeboran untuk mengetahui seberapa dalam perakaran tanaman masih ditemukan dan diukur kedalamannya menggunakan Bor belgi.

(40)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Daerah Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Nagari Cupak, Kecamatan Gunung Talang, Kabupaten Solok. Secara geografis Nagari Cupak terletak antara 100o37’25” BT sampai 100o40’16” BT dan 00o51’22” LS sampai 00o54’2” LS, berada pada ketinggian 450-900 m.d.p.l. Nagari Cupak berbatasan dengan Nagari Koto Baru dan Nagari Selayo di sebelah Utara, Nagari Talang dan Nagari Jawi-Jawi di sebelah Selatan, Nagari Koto Gadang dan Nagari Koto Anai di sebelah Timur, dan berbatasan dengan Nagari Gantuang Ciri di sebelah barat.

Nagari Cupak memiliki luas wilayah lebih dari 1500 ha dengan lahan sawah seluas 924 ha dan lahan non sawah seluas 577 ha. Nagari Cupak terbagi menjadi 5 kelas lereng yaitu datar seluas 470,9 ha, landai seluas 466,27 ha, agak curam seluas 324,26 ha, curam seluas 193 ha dan sangat curam seluas 47 ha. Sampel tanah diambil pada lahan sawah kelerengan datar (0-8%) seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Lokasi pengambilan sampel tanah

Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani, sawah di Nagari Cupak ditanami padi dengan varietas anak daro dan sokan yang lama penanamannya sekitar 4 bulan. Dalam satu tahun petani dapat menanam padi sebanyak 2 sampai 3 kali penanaman. Petani di Nagari Cupak memenuhi kebutuhan air sawah dari curah hujan dengan rata-rata tahunan 2312 mm/tahun dan bantuan irigasi DAS Sumani.

(41)

B. Data Iklim yang Digunakan

Data iklim Nagari Cupak digunakan untuk menghitung kebutuhan air tanaman.

Data iklim yang dibutuhkan seperti curah hujan, suhu, kelembapan, lama penyinaran matahari dan kecepatan angin. Data- data tersebut didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Sicincin, Sumatra Barat dengan rentang 5 tahun, dari tahun 2019 sampai 2023. Data-data di atas digunakan untuk menghitung evapotranspirasi dan curah hujan efektif di Nagari Cupak. Sesuai pernyataan Hidayat (2016), Curah hujan yang digunakan untuk menghitung kebutuhan air tanaman padi adalah curah hujan efektif, yaitu curah hujan yang langsung dimanfaatkan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhannya selama masa pertumbuhan.

Perhitungan curah hujan efektif dilakukan dengan menggunakan aplikasi Cropwat dengan metode perhitungan yang sudah dikembangkan oleh FAO. Berikut data curah hujan efektif di Nagari Cupak dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Curah hujan efektif di Nagari Cupak

Bulan Rata-rata Curah Hujan (mm) Curah hujan Efektif (hari)

Januari 169,6 111,7

Februari 119,6 71,7

Maret 152,2 97,8

April 154,0 99,2

Mei 202,4 137,9

Juni 216,6 149,3

Juli 143,0 90,4

Agustus 161,4 105,1

September 156,8 101,4

Oktober 209,4 143,5

November 332,6 242,1

Desember 294,4 211,5

Jumlah 2312,0 1561,6

(42)

Nilai evapotranspirasi di Nagari Cupak didapatkan dari pengolahan data suhu, kelembapan, lama penyinaran matahari dan kecepatan angin. Pengolahan data dilakukan pada aplikasi Cropwat dengan menggunakan metode perhitungan Penman-Monteith. Berikut data evapotranspirasi di Nagari Cupak dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Data evapotranspirasi di Nagari Cupak

Bulan Suhu Kelembapan Kecepatan angin

Penyinaran matahari

Radiasi matahari

Evapotrans pirasi

Evapotrans pirasi

0C % Km/hari jam Mj/m2/hari mm/hari Mm/bulan

Januari 24,5 81 147 3,2 13,8 3.08 95,48

Februari 24,6 80 156 3,8 15,2 3.35 100,5

Maret 25,1 79 156 4,5 16,5 3.64 112,84

April 24,5 79 164 7,6 20,9 4.18 125,4

Mei 25,7 78 147 5,0 16,0 3.57 110,67

Juni 23,7 80 147 7,6 19,1 3.72 111,6

Juli 24,7 77 147 4,9 15,5 3.39 105,09

Agustus 24,4 79 147 4,5 15,7 3.39 105,09

September 24,8 79 156 7,5 20,9 4.23 126,9

Oktober 24,8 76 156 4,3 16,0 3.60 111,6

November 25,3 78 147 6,0 18,1 3.85 115,5

Desember 24,9 79 138 6,4 18,3 3.79 117,49

Jumlah 297 945 1808 65,3 206 43,79 1338,2

Rata-rata 24,8 79 150 5,4 17,2 3,65 111,51

Berdasarkan nilai curah hujan efektif dan evapotranspirasi Nagari Cupak pada Tabel 6 dan Tabel 7 maka dapat dibuat grafik neraca air untuk mengetahui surplus atau defisitnya ketersediaan air setiap bulannya. Nilai neraca air pada Nagari Cupak dapat dilihat seperti pada Gambar 8.

(43)

Gambar 8. Neraca air Nagari Cupak

Gambar 8 memperlihatkan neraca air di daerah penelitian dan dapat dilihat terjadi surplus air pada bulan Januari, Mei dan Juni kemudian pada bulan Oktober sampai Desember. Surplus air yang besar terjadi pada bulan November dan Desember karena jika ditinjau dari perhitungan iklim Indonesia yang terbagi menjadi musim hujan dan musim kemarau bulan November merupakan awal perhitungan musim hujan. Sesuai dengan pernyataan Rahayu (2018), Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan di Indonesia terjadi pada bulan Maret sampai Oktober dan musim kemarau terjadi pada bulan April sampai September yang dapat bergeser dikarenakan perubahan suhu permukaan laut di Samudera Hindia.

Ketersediaan air tanaman erat hubungannya dengan curah hujan dan evapotranspirasi. Curah hujan efektif dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kedalaman lapisan air, laju infiltrasi, dan jenis tanaman yang digunakan. Sesuai pernyataan Delani & Dasanto (2016) infiltrasi mempengaruhi curah hujan yang masuk ke dalam tanah, jika laju infiltrasi lebih rendah dari curah hujan yang turun maka akan terjadi aliran permukaan sehingga air hujan tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Berdasarkan Gambar 8 dilakukan pengaturan pola tanam yang sesuai dengan ketersediaan air pada lahan sawah yaitu penanaman periode pertama pada bulan Mei dan penanaman periode kedua pada bulan November dengan pertimbangan bulan tersebut adalah bulan awal kenaikan curah hujan.

0 50 100 150 200 250 300

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des Evapotranspirasi Curah Hujan Efektif

Air (mm/bulan)

(44)

C. Karakteristik Tanah Sawah 1. Tekstur Tanah

Tekstur tanah di Nagari Cupak pada 6 sawah yang di analisis didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Tekstur tanah sawah Nagari Cupak

Lokasi Tekstur Tanah

%Pasir %Debu %Liat Kriteria

Sawah 1 18,19 73,84 7,97 Lempung berdebu

Sawah 2 9,33 76,15 14,52 Lempung berdebu

Sawah 3 9,89 71,91 18,20 Lempung berdebu

Sawah 4 42,37 52,72 4,91 Lempung berdebu

Sawah 5 51,08 39,62 9,30 Lempung

Sawah 6 12,73 77,05 10,22 Lempung berdebu

Keterangan : 1 : Jorong Passar Usang, 2 : Jorong Sungai Rotan, 3 : Jorong Tangah Padang, 4 : Jorong Panyalai, 5 : Jorong Aia Angek Songsang, 6 : Jorong Balai Tangah

Tabel 8 menunjukan bahwa tekstur tanah dari ke 6 sawah dapat dikelompokkan menjadi 2 kriteria yaitu lempung dan lempung berdebu. Tekstur tanah lempung berdebu terdapat pada Sawah 1, 2, 3, 4, dan 6 sedangkan tekstur tanah lempung terdapat pada Sawah 5. Tekstur tanah lempung memiliki fraksi penyusun yang sedikit berbeda dengan tanah lempung berdebu. Sesuai yang disampaikan Rizal dkk., (2022) tanah lempung merupakan tanah dengan proporsional fraksi pasir, fraksi debu dan fraksi liat yang relatif sama.

Tekstur tanah lempung merupakan tekstur tanah paling ideal untuk lahan sawah. Sesuai yang dilaporkan Manullang dkk., (2020) bahwa tanah lempung atau lempung berdebu adalah tekstur yang paling ideal untuk sawah. Tekstur tanah akan mempengaruhi laju infiltrasi tanah karena semakin liat tanah maka laju infiltrasinya akan semakin lambat dan sebaliknya semakin berpasir tanah maka laju infiltrasinya akan semakin cepat. Sesuai yang dilaporkan Fadhli & Andayono (2022) Semakin halus tekstur tanah, maka air akan semakin sulit terinfiltrasi dikarenakan pori-pori tanah menjadi rapat.

Tekstur tanah juga mempengaruhi ketersediaan air di dalam tanah. Tekstur tanah lempung dan lempung berdebu akan lebih baik ketersediaan airnya dibanding

(45)

tekstur tanah yang berpasir, karena tekstur tanah yang halus memiliki ruang pori mikro untuk penyimpan air lebih banyak daripada tanah bertekstur pasir. Sesuai yang dilaporkan Junaidi (2021), bahwa tekstur tanah sangat menentukan kandungan air tersedia di dalam tanah. Semakin halus tekstur tanah maka air tersedia pada kapasitas lapang akan meningkat.

2. Infiltrasi

Laju infiltrasi diukur untuk mengetahui banyaknya air yang masuk ke dalam tanah. Nilai laju infiltrasi di Nagari Cupak dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9. Laju infiltrasi tanah sawah Nagari Cupak

Lokasi Laju Infiltrasi konstan (mm/hari) Kriteria

Sawah 1 210,0 Agak rendah

Sawah 2 181,92 Agak rendah

Sawah 3 185,76 Agak rendah

Sawah 4 281,76 Agak rendah

Sawah 5 212,16 Agak rendah

Sawah 6 184,56 Agak rendah

Keterangan : 1 : Jorong Passar Usang, 2 : Jorong Sungai Rotan, 3 : Jorong Tangah Padang, 4 : Jorong Panyalai, 5 : Jorong Aia Angek Songsang, 6 : Jorong Balai Tangah

Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa laju infiltrasi konstan pada daerah penelitian memiliki nilai tertinggi pada Sawah 4 yang memiliki nilai 281,76 mm/hari dan yang terendah berada pada Sawah 2 yang bernilai 181.92 mm/hari.

Semua sawah pada daerah penelitian berada pada kriteria yang sama yaitu agak rendah. Laju infiltrasi agak rendah bisa disebabkan oleh tekstur tanah pada daerah penelitian berupa lempung berdebu dan lempung yang di dalamnya banyak mengandung fraksi liat dan debu. Sonora dkk. (2022) melaporkan bahwa adanya pengaruh komposisi tanah lempung atau liat terhadap laju infiltrasi pada lahan pertanian.

Laju infiltrasi tanah juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti kelembapan tanah, pengolahan lahan dan lapisan tapak bajak. Kelembapan tanah mempengaruhi laju awal infiltrasi karena tanah yang lembap memiliki kadar air yang tinggi di dalamnya sehingga air yang akan masuk dari permukaan tanah akan terhambat oleh kadar air yang sudah tersimpan di dalam tanah. Sesuai yang disampaikan Sarminah

& Indirwan (2017), bahwa permukaan tanah yang jenuh akan lebih lambat laju awal

(46)

infiltrasinya dibandingkan permukaan tanah yang belum jenuh. Lapisan tapak bajak pada tanah sawah juga memperlambat laju infiltrasi tanah. Sesuai yang disampaikan Yunagardasari dkk., (2017) laju infiltrasi yang lambat karena sawah memiliki lapisan kedap air sehingga infiltrasi yang dimiliki kecil.

3. Retensi Air (pF) dan Kelembapan Tanah

Retensi air menjadi nilai yang dilihat untuk mengetahui kemampuan tanah dalam mengikat air pada tekanan tertentu. Nilai retensi air (pF) dibagi menjadi pF 1, pF 2 pF 2,54 (kapasitas lapang) dan pF 4,2 (titik layu permanen). Nilai retensi air (pF) dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Retensi air (pF) tanah sawah Nagari Cupak Lokasi Retensi Air (pF) (%) Ambang Batas

Kelembapan Tanah (%)

Total Kelembaban Tanah Tersedia

(mm/m) 1,0 2,0 2,54 4,2

Sawah 1 46 44 40,6 24 32,3 166

Sawah 2 48,8 46,2 43,6 25,6 34,6 180

Sawah 3 46,2 46 43,8 26,4 35,1 174

Sawah 4 31,4 30 23,2 13,6 18,4 96

Sawah 5 36 35,4 32,2 15,4 23,8 168

Sawah 6 49,6 48,4 42,6 23,8 33,2 188

Keterangan : 1 : Jorong Passar Usang, 2 : Jorong Sungai Rotan, 3 : Jorong Tangah Padang, 4 : Jorong Panyalai, 5 : Jorong Aia Angek Songsang, 6 : Jorong Balai Tangah

Dari Tabel 10 diketahui kandungan air pF 1 tertinggi berada pada Sawah 6 dengan nilai 49,6% dan terendah pada Sawah 4 dengan nilai 31,4%. pF 1 diukur untuk mengetahui kadar air yang tersimpan di dalam pori mikro tanah pada saat tekanan matriks -10 kPa. pF 2 tertinggi berada pada Sawah 6 dengan nilai 48,4%

dan terendah pada Sawah 4 dengan nilai 30%. pF 2 diukur untuk mengetahui kadar air yang masih tersimpan dalam pori mikro tanah pada saat tekanan matriks -100 kPa. pF 2,54 (kapasitas lapang) memiliki nilai tertinggi pada Sawah 3 dengan nilai 43,8% dan terendah pada Sawah 4 dengan nilai 23,2%. pF 4,2 (titik layu permanen) memiliki nilai tertinggi pada Sawah 3 dengan nilai 26,4% dan terendah pada Sawah 4 dengan nilai 13,6%. Semakin tinggi nilai pF 2,54 (kapasitas lapang) maka akan semakin banyak air yang dapat disimpan oleh tanah. Sesuai yang disampaikan hillel (2004) bahwa kapasitas lapang untuk tanah sawah yang bertekstur lempung atau liat berkisar antara 20-60%.

(47)

Nilai pF 2,54 (kapasitas lapang) dan pF4,2 (titik layu permanen) pada daerah penelitian memiliki nilai yang cukup tinggi hal ini dapat dilihat dari hasil infiltrasi tanah yang dilakukan dengan kriteria agak rendah. Nilai pF yang cukup tinggi juga disebabkan oleh daerah penelitian yang memiliki tekstur tanah dominan lempung berdebu. Tekstur tanah dengan fraksi debu dan liat yang dominan memiliki kemampuan mengikat air yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang memiliki fraksi pasir dominan. Nilai kapasitas lapang dan titik layu permanen juga mempengaruhi penyerapan air oleh tanaman, aga

Gambar

Gambar 1. Menu awal aplikasi Cropwat
Gambar 2. Menu Eto pada aplikasi Cropwat  3.  Input data klimatologi berupa :
Gambar 3. Menu rain pada aplikasi Cropwat  6.  Selanjutnya klik icon Crop
Gambar 5. Menu Soil pada aplikasi Cropwat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan kebutuhan air untuk irigasi dilakukan dengan memperhitungkan faktor – faktor seperti evapotranspirasi, perkolasi, koefisien tanaman, curah hujan

Hal ini tidak terlepas dari faktor iklim, berdasarkan pengolahan data Cropwat, jumlah curah hujan efektif lebih kecil dari jumlah evapotranspirasi, sehingga

dimana : U = evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) Kt = koefisian suhu Kc = koefisien tanaman (bunga kol) P = persentase jam siang Lintang Utara (%) Efisiensi pemakaian air

Jumlah curah hujan rata-rata di Kabupaten Brebes pada tahun 2011 sebesar 2.075,07 mm, rata-rata jumlah curah hujan per bulan 173 mm Dengan curah hujan tinggi

Perhitungan kebutuhan air untuk irigasi dilakukan dengan memperhitungkan faktor – faktor seperti evapotranspirasi, perkolasi, koefisien tanaman, curah hujan

3) Kebutuhan air netto untuk penyiapan lahan sama dengan kebutuhan total dikurangi curah hujan efektif rata-rata selama periode penyiapan lahan tanaman pertama 13,7 – 3,6 =

Universitas Andalas Iklim Curah hujan: Bulan basah dan bulan kering Rata-rata curah hujan 200 mm/bulan atau lebih, dan selama 4 bulan 1500- 2000 mm/bulan 00 Syarat Tumbuh Tanaman

Keterangan Remaks: * = Perkiraan curah hujan dari BMKG BMKG, 2020 ** = Rerata data bulanan selama 35 tahun terakhir 1985 – 2019 CH = curah hujan rainfall ETo = evapotranspirasi