• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Jagung (Zea mays L.)

N/A
N/A
Rendha Putri Maharani

Academic year: 2025

Membagikan "Tanaman Jagung (Zea mays L.)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Jagung (Zea mays L.)

Jagung (Zea mays L.) adalah salah satu tanaman pangan paling penting di dunia dan merupakan komoditas utama di banyak negara, termasuk Indonesia.

Jagung memiliki peran vital dalam berbagai sektor, mulai dari pangan, pakan ternak, hingga bahan baku industri. Jagung termasuk dalam keluarga Poaceae dan memiliki siklus hidup tahunan. Budidaya jagung tersebar di seluruh dunia, dari wilayah tropis hingga subtropis, karena kemampuannya beradaptasi dengan berbagai kondisi iklim dan tanah (Shiferaw, Prasanna, Hellin, & Banziger, 2011 ).

Gambar 1. Tanaman dan Akar Jagung (Zea mays L.) (dokumentasi pribadi)

(2)

Jagung memiliki sistem akar serabut yang luas, yang memungkinkannya menyerap nutrisi dan air secara efisien. Akar-akar ini juga berfungsi sebagai stabilisator yang kuat di tanah, membantu tanaman bertahan di berbagai kondisi lingkungan. Daun jagung memiliki struktur yang tegak dengan stomata yang tersebar secara merata, memungkinkan efisiensi fotosintesis yang tinggi. Proses fotosintesis C4 pada jagung juga memberikan keunggulan dalam penggunaan air dan nitrogen, menjadikannya tanaman yang efisien dalam lingkungan dengan intensitas cahaya tinggi dan kondisi kekeringan (Sadras & Calderini, 2020).

Berikut merupakan klasifikasi tanaman jagung menurut Iriany, Yasin, dan Takdir (2008):

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Class : Monocotyledoneae Ordo : Poales

Familia : Poaceae Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Secara fisiologis, jagung berkembang melalui beberapa tahap yang dimulai dari perkecambahan hingga pembungaan dan pematangan biji. Proses ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, cahaya, dan ketersediaan air. Stres lingkungan, seperti kekeringan atau serangan hama, dapat

(3)

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil jagung secara signifikan (Setter & Parra, 2010).

a. Jagung sebagai Komoditas Utama di Indonesia

Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas pertanian paling vital di Indonesia dan merupakan salah satu yang terbesar di Asia Tenggara.

Tanaman ini tidak hanya menjadi sumber pangan pokok kedua setelah padi, tetapi juga berfungsi sebagai bahan baku utama dalam industri pakan ternak dan makanan olahan. Kebutuhan akan jagung terus meningkat seiring dengan perkembangan populasi dan industri, yang memicu peningkatan produksi jagung secara nasional (Khoirun, 2023).

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jagung nasional terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, dengan luas areal tanam yang juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, produksi jagung di Indonesia mencapai sekitar 34,9 juta ton, meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yang rata-rata berkisar 30-33 juta ton (BPS, 2021). Jagung di Indonesia terutama digunakan sebagai bahan pakan ternak, yang mencakup sekitar 50-60% dari total produksi, sementara sisanya digunakan untuk konsumsi langsung, industri makanan, dan bioenergi.

Meskipun terdapat peningkatan produksi, Indonesia masih menghadapi tantangan yang terkait pada produktivitas jagung. Salah satu tantangan tersebut yaitu degradasi lahan akibat penggunaan pupuk kimia yang tidak terkendali. Ketergantungan pada pupuk kimia menyebabkan penurunan kualitas tanah, mengurangi kesuburan alami, dan mengancam

(4)

keberlanjutan produksi jagung. Selain itu, perubahan iklim menjadi tantangan serius dalam budidaya jagung. Perubahan pola curah hujan, peningkatan suhu, dan frekuensi kejadian ekstrem seperti kekeringan dan banjir telah mempengaruhi produktivitas jagung. Perubahan iklim juga mempengaruhi siklus hidup hama dan penyakit tanaman, yang pada gilirannya meningkatkan risiko kegagalan panen (Lobell, Azzari, Burke, Gourlay, Jin, Kilic, & Murray, 2020).

b. Tantangan Pertanian Jagung di Indonesia

Tantangan utama dalam produksi jagung di Indonesia adalah degradasi lahan dan ketergantungan pada input eksternal seperti pupuk kimia dan pestisida. Degradasi lahan terutama disebabkan oleh praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti penggunaan pupuk kimia berlebihan, yang mengakibatkan penurunan kesuburan tanah dan kualitas lingkungan.

Ketergantungan pada pupuk kimia juga meningkatkan biaya produksi bagi petani, sementara dampak negatifnya terhadap lingkungan semakin jelas dengan menurunnya biodiversitas tanah dan peningkatan emisi gas rumah kaca (Setiyono, Ngatimun, & Musriati, 2020).

Salah satu dampak signifikan dari penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus adalah terjadinya ketergantungan yang tinggi terhadap input eksternal, yang mengurangi keberlanjutan sistem pertanian. Dalam konteks pertanian jagung, ini menyebabkan peningkatan biaya produksi dan menurunkan margin keuntungan petani, terutama ketika harga pupuk mengalami kenaikan. Selain itu, residu kimia yang tersisa di dalam tanah dan

(5)

air dapat menimbulkan dampak lingkungan yang serius, termasuk pencemaran air tanah dan sungai, yang dapat mengancam kesehatan masyarakat dan ekosistem (El-Tarabily & Sivasithamparam, 2021).

Hama dan penyakit juga salah satu tantangan dalam budidaya jagung.

Di Indonesia, beberapa hama yang sering menyerang tanaman jagung adalah ulat grayak (Spodoptera frugiperda), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), dan kutu daun (Rhopalosiphum maidis). Penyakit utama yang menyerang jagung antara lain bulai (Peronosclerospora maydis) dan bercak daun (Bipolaris maydis) (Trisyono, Hendrayanti, Yuantomoputro, Setyaningrum, Harjanto, & Aryuwandari, 2024). Strategi pengelolaan hama dan penyakit yang efektif melibatkan pendekatan terpadu yang mencakup penggunaan varietas yang resisten, rotasi tanaman, pengelolaan lahan yang baik, serta aplikasi pestisida yang tepat dan terukur. Penggunaan agen biokontrol, seperti musuh alami hama, juga dapat diterapkan sebagai bagian dari manajemen hama yang ramah lingkungan (Kumar et al., 2021).

Selain masalah-masalah yang telah disebutkan di atas, Indonesia masih menghadapi tantangan signifikan dalam memenuhi kebutuhan domestik jagung, terutama untuk industri pakan ternak. Ketergantungan pada impor jagung masih tinggi, terutama ketika produksi dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan yang terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk fluktuasi harga, ketergantungan pada input eksternal seperti pupuk dan pestisida, serta tantangan iklim (Rohmadani &

Wijaya, 2022). Harga jagung yang berfluktuasi memberikan pengaruh

(6)

terhadap pendapatan petani dan menimbulkan masalah ekonomi dan sosial.

Ketidakpastian ini diperparah oleh kebijakan impor yang terkadang tidak mendukung stabilitas harga di tingkat petani lokal (Dahiri & Rahayuningsih, 2019).

Menurut de Andrade, Santos, Frezarin, Sales, dan Rigobelo (2023), M engadopsi praktik pertanian berkelanjutan yang melibatkan pengurangan penggunaan bahan kimia pertanian sintetis secara bertahap, meningkatkan pemanfaatan zat yang berasal dari limbah biologis, dan memanfaatkan potensi biologis dan genetik tanaman pangan dan mikroba merupakan strategi yang layak untuk memerangi degradasi lingkungan yang cepat, memastikan produktivitas pertanian yang tinggi, dan meningkatkan kesehatan tanah.

Selain manipulasi genetik fisiologi dan metabolisme tanaman untuk peningkatan hasil panen, penggunaan rhizobakteria yang hidup pada rizosfor dapat membantu tanaman dalam mencegah atau mengatasi sebagian tekanan lingkungan.

2. Rhizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)

Rhizobakteria adalah mikroorganisme hayati yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Mukayis & Yulianti, 2022). Rhizobakteri yang dikenal sebagai Plant Growth Promoting Bacteria (PGPR) merupakan kelompok bakteri bermanfaat yang secara aktif menghuni rizosfer. PGPR memiliki peran krusial dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, hasil panen, dan meningkatkan kesuburan tanah juga secara langsung merangsang

(7)

pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon pertumbuhan, vitamin, asam organik, dan meningkatkan penyerapan nutrien oleh tanaman (Anwar, Alpandari, Arini, & Prakoso, 2023).

Rhizobakteria dapat mendukung pertumbuhan tanaman seperti melarutkan fosfat, menghasilkan hormon, atau mengikat nitrogen. Rhizobakteri tersebut juga mampu mempengaruhi metabolisme tanaman secara langsung dengan meningkatkan penyerapan air dan mineral, mendorong perkembangan akar, serta meningkatkan aktivitas enzim dalam tanaman dan menghambat patogen tanaman (de Andrade et al, 2023).

Pengaruh Rhizobakteria secara umum dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman menurut Riono dan Marlina (2024) dibagi atas tiga kategori yaitu:

a. Sebagai pemacu pertumbuhan (biostimulan) dengan mensintesis dan mengatur berbagai zat pengatur tumbuh (fitohormon) seperti IAA, giberelin, sitokinin, dan etilen dalam lingkungan akar.

b. Sebegai penyedia hara (biofertilizer) dengan menambat nitrogen dari udara secara asimbiosis dan melarutkan pH dalam tanah.

c. Sebagai pengendali patogen yang berasal dari tanah (biopestisida) dengan menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit anti patogen seperti siderphore, 3-glukanese, kitinase, antibiotik, dan sianida.

3. Rhizobakteria Penghasil Fitohormon IAA

Dalam upaya mengatasi tantangan-tantangan dalam pertanian, pemanfaatan rhizobakteria penghasil fitohormon IAA dapat digunakan sebagai

(8)

solusi untuk meningkatkan kesehatan tanah dan tanaman. Rhizobakteria penghasil fitohormon IAA memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai metabolit sekunder yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. IAA (Indole Acetic Acid) adalah auksin alami yang berperan dalam merangsang pembentukan akar, memperpanjang sel, dan mengatur respons tanaman terhadap kondisi stres (Spaepen, 2021).

Penggunaan PGPR dalam bidang pertanian memiliki efek positif yang signifikan sebagai alternatif alami untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk sintetis. IAA dapat dihasilkan oleh tanaman secara alami (endogen), namun sering kali jumlahnya belum optimal, sehingga tanaman membutuhkan IAA tambahan dari luar, yaitu IAA eksogen. Sumber IAA eksogen ini berasal dari mikroorganisme yang hidup di sekitar rizosfer tanaman. Mikroorganisme ini memanfaatkan eksudat tanaman sebagai substrat untuk menghasilkan dan mengeluarkan auksin sebagai metabolit sekunder. Jenis eksudat akar yang dihasilkan oleh setiap tanaman bervariasi dan bisa berupa gula, asam amino, serta asam organik (Astriani & Murtiyaningsih, 2018; Tangapo, 2020).

Karakter utama untuk mengidentifikasi PGPR yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman adalah kemampuan menghasilkan IAA.

Kebanyakan mikroba yang mampu memproduksi IAA adalah mikroba hasil isolasi dari rizosfer tanaman. Tingkat kandungan auksin dalam tanaman dipengaruhi oleh IAA yang dihasilkan oleh bakteri sehingga dapat menjadi optimal dan secara langsung mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Efek fitostimulator yang dimiliki oleh IAA dari bakteri meningkatkan pertumbuhan

(9)

tanaman dengan cara memacu perkembangan akar sehingga mampu menyerap air dan nutrien dengan lebih baik karena rasio luas dan volume akar meningkat (Sutrisno, 2021).

Dalam konteks tanaman jagung, penggunaan bakteri penghasil IAA dapat meningkatkan pertumbuhan akar, yang memungkinkan tanaman untuk menyerap lebih banyak nutrisi dan air, sehingga meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Selain itu, bakteri ini juga dapat membantu dalam proses fiksasi nitrogen dan pelarutan fosfat, yang merupakan elemen penting dalam pertumbuhan tanaman (Glick, 2020).

Menurut Istiqomah, Aini, dan Abadi (2017), Mekanisme bakteri dalam meningkatkan kandungan IAA pada tanaman adalah dengan menggunakan triptofan alami yang diproduksi dan dikeluarkan oleh akar kemudian digunakan untuk sintesis IAA. Bakteri penghasil IAA terlibat dalam beberapa proses fisiologis tanaman dengan memasukkan IAA yang dihasilkannya ke tanaman, sehingga tanaman tersebut lebih sensitif dalam mengubah konsentrasi IAA yang dimilikinya. Kondisi tersebut mampu membantu proses pembentukan akar lateral, adventif, dan perpanjangan akar primer. Keterlibatan bakteri yang mampu memproduksi IAA akan meningkatkan jumlah rambut akar dan akar lateral tanaman.

Bakteri yang telah diketahui dapat menghasilkan IAA yaitu Rhizobium, Pseudomonas, Klebsiella, Pantoea, Paraburkholderia, Acinetobacter, Enterobacter, dan Serratia (Filum Proteobacteria); Bacillus (Filum Firmicutes)

; Microbacterium, Arthrobacter dan Leifsonia (Filum Actinobacteria); dan

(10)

Chryseobacterium dan Pedobacter (Filum Bacteroidetes) yang diisolasi dari padang rumput Imperata cylindrica (Kusumawati, Kanti, Sudiana, Ratnakomala, & Lisdiyanti, 2023). Arthrobacter protophormiae dan Dietzia

natronolimnaea yang ditemukan pada gandum (Shah, Nazari, Antar, Msimbira, Naamala, Lyu, Rabileh, Zajonc, & Smith, 2021). Micrococcus luteus dan Glutamicibacter nicotinianae yang ditemukan pada rizosfer jagung (Zea mays L.) (Maulina, Suprapta, Temaja, Adnyana, & Suriani 2022).

4. Asam Indol Asetat (IAA)

Asam indol asetat (IAA) merupakan fitohormon yang paling umum dalam kelompok auksin. IAA memainkan peran kunci dalam berbagai aspek pertumbuhan dan perkembangan tanaman, termasuk elongasi sel, pembentukan akar lateral, diferensiasi jaringan, dan respons terhadap gravitasi dan cahaya.

IAA dihasilkan oleh tanaman dan mikroorganisme tanah, termasuk bakteri endofit yang dapat mensintesis IAA dari prekursor L-triptofan. Proses biosintesis IAA melibatkan beberapa jalur biokimia, yang menghasilkan senyawa ini sebagai produk akhir yang memiliki pengaruh besar terhadap morfologi dan fisiologi tanaman (Patten & Glick, 2019).

IAA tidak hanya berperan dalam pembentukan dan pengembangan akar, tetapi juga dalam memperkuat ketahanan tanaman terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan, seperti kekeringan, salinitas, dan serangan patogen. Dengan meningkatkan produksi IAA secara endogen melalui aktivitas bakteri endofit, tanaman dapat menunjukkan adaptasi yang lebih baik terhadap

(11)

stres lingkungan, sehingga meningkatkan keberhasilan dalam sistem pertanian yang lebih berkelanjutan (Kumar et al., 2021).

5. Metode Identifikasi Rhizobakteri Penghasil IAA

Identifikasi bakteri penghasil IAA melibatkan serangkaian metode laboratorium yang bertujuan untuk menentukan kemampuan bakteri dalam menghasilkan fitohormon ini serta karakteristik lain yang mendukung fungsinya sebagai biostimulan. Proses identifikasi dimulai dengan isolasi bakteri dari jaringan tanaman, seperti akar jagung, diikuti oleh karakterisasi morfologis dan fisiologis. Karakterisasi ini meliputi pengamatan terhadap morfologi koloni, uji biokimia, dan pengujian kemampuan bakteri dalam memproduksi IAA melalui metode kolorimetri atau spektrofotometri (Patten & Glick, 2019).

Selain uji biokimia, analisis molekuler seperti polymerase chain reaction (PCR) dan sequencing DNA sering digunakan untuk mengidentifikasi genus dan spesies bakteri secara lebih akurat. Metode ini memungkinkan peneliti untuk memahami hubungan filogenetik antara isolat bakteri dan menentukan potensinya dalam aplikasi pertanian. Identifikasi yang tepat sangat penting dalam mengembangkan biofertilizer yang efektif, karena setiap spesies bakteri memiliki karakteristik unik yang dapat mempengaruhi interaksinya dengan tanaman inangnya (Spaepen, 2021).

(12)

Gambar 2. Tahap-Tahap Rhizobakteria Sebelum Digunakan pada Lahan Pertanian (de Andrade et al, 2023)

Keterangan: PGP: Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promotor).

6. Aplikasi Bakteri Penghasil IAA dalam Pertanian Berkelanjutan

Penggunaan bakteri penghasil IAA dalam pertanian memiliki berbagai manfaat, terutama dalam konteks keberlanjutan dan efisiensi sumber daya.

Mengaplikasikan bakteri pada tanaman dapat meningkatkan hasil panen dengan cara yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan pupuk kimia. Selain itu, mereka juga dapat meningkatkan kesehatan tanah dengan mendukung komunitas mikroba yang seimbang, yang penting untuk menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang. Aplikasi biofertilizer juga membantu dalam mengurangi emisi gas rumah kaca, karena mengurangi kebutuhan akan pupuk nitrogen sintetik

(13)

yang biasanya berkontribusi besar terhadap emisi ini (El-Tarabily &

Sivasithamparam, 2021).

Dalam sistem pertanian yang lebih luas, penggunaan bakteri penghasil IAA dapat menjadi bagian dari strategi manajemen lahan yang terpadu, yang menggabungkan praktik pertanian organik, pengelolaan air, dan konservasi tanah. Pendekatan ini tidak hanya meningkatkan produktivitas tanaman, tetapi juga menjaga ekosistem dan mendukung kesejahteraan petani dengan mengurangi biaya input dan meningkatkan kualitas hasil panen (Yadav & Singh, 2022).

Gambar 3. Manfaat PGPR pada Tanaman (de Andrade et al, 2023)

Beberapa manfaat penting yang dihasilkan oleh PGPR untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Gambar 3. Manfaat ini meliputi peningkatan pertumbuhan tanaman, penurunan kerentanan terhadap

(14)

penyakit, peningkatan penyerapan nutrisi, peningkatan pertumbuhan akar, penurunan keberadaan fitopatogen berbahaya, dan peningkatan resistensi sistemik. Dengan memanfaatkan PGPR, petani dapat memastikan tanaman pangan yang lebih sehat dan lebih produktif, menghasilkan hasil panen yang lebih tinggi dan ketahanan pangan yang lebih baik (de Andrade et al, 2023).

(15)

B. Kerangka Pikir

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi rhizobakteri yang mampu memproduksi fitohormon IAA yang didapatkan dari media akar jagung (Zea mays L.). Identifikasi dilakukan dengan melakukan uji karakteristik morfologi, uji fisiologis, dan biokimia. Kerangka berpikir penelitian ini disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka Berpikir

(16)

C. Hipotesis

1. Mengetahui keanekaragaman genus rhizobakteria penghasil IAA dari akar jagung (Zea mays L.)

2. Mendapatkan genus dari rhizobacteria penghasil IAA pada akar jagung (Zea mays L.) dengan kemiripan lebih dari 70% dengan beberapa bakteri acuan.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan pemberian kotoran ayam dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung seperti pada tinggi tanaman, berat kering tanaman, berat kering akar serta

Karakteristik dan Kelas Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Jagung di Daerah Penelitian ……… 4.3.. Kesesuaian Lahan pada Tingkat Sub

Dengan pengetahuan periode kritis dan lama penggenangan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jagung, diharapkan jagung dapat menjadi salah satu komoditi alternatif didaerah-daerah

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang menggambarkan kemampuan bakteri endofit akar tanaman jagung dalam penghasilan hormon IAA secara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu penyiangan pada tanaman jagung berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, bobot kering jagung pipil per sampel,

Pada penelitian ini, parameter pertumbuhan tinggi tanaman jagung baik yang diberi perlakuan konsentrasi air laut maupun 100% air tawar tidak memberikan pengaruh salinitas

Hasil tertinggi rerata bobot segar akar tanaman jagung yaitu pada perlakuan tanah Grumusol tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanah Regosol bukit-pasir dan

Membangun suatu model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung (zea mays L.) yang dapat menjelaskan mekanisme proses yang terjadi selama periode pertumbuhan