• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL SIMULASI TANAMAN JAGUNG (Zea Mays L.) YUNUS BAHAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL SIMULASI TANAMAN JAGUNG (Zea Mays L.) YUNUS BAHAR"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL SIMULASI TANAMAN JAGUNG

(Zea Mays L.)

YUNUS BAHAR

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Jagung merupakan tanaman serealia selain padi yang perlu mendapat perhatian yang lebih besar dan serius. Ditinjau dari luas panen, jagung merupakan tanaman pangan penting kedua di Indonesia selain padi. Dari tahun ke tahun, peran jagung semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, peningkatan industri pakan, serta perkembangan industri pangan yang mengolah jagung menjadi berbagai bentuk makanan yang menarik konsumen.

Permintaan jagung di dalam negeri terus meningkat. Pada periode 1991 – 2000 permintaan jagung di Indonesia meningkat sebesar 6,4 % per tahun sedangkan peningkatan produksi pada periode yang sama hanya 5,6 % per tahun. (Pamedon et al. 2006). Berdasarkan proyeksi yang dilakukan Swastika et al. (2002) yang dikutip oleh Susanto dan Wirappa (2005) diketahui bahwa persedian jagung domestik pada tahun 2010 mengalami defisit sekitar 6 juta ton. Untuk mengatasi defisit tersebut diperlukan upaya-upaya peningkatan produksi jagung nasional.

Sampai saat ini sebagian besar penelitian mempelajari pengaruh iklim-cuaca terhadap tanaman secara kualitatif. Kegunaan dari hubungan cuaca-tanaman akan lebih berarti dalam perencanaan dan operasional pertanian apabila pengaruh cuaca dapat dikuantifikasi (Baharsjah 1991). Model simulasi tanaman merupakan model mekanistik, yang mengarah pada penjelasan proses adalah salah satu alternatif yang menjembatani keterbatasan pengetahuan, namun berusaha menjabarkan proses yang terjadi berdasarkan asumsi-asumsi tertentu.

Proses pertumbuhan tanaman serta hubungan antara cuaca dengan tanaman sebenarnya merupakan sesuatu yang teratur sedangkan proses produksi tanaman relatif tetap dari musim ke musim. Dengan asumsi faktor teknologi budidaya tanaman tetap, maka variasi hasil dari musim ke musim disebabkan oleh fluktuasi unsur-unsur cuaca musiman maupun harian. Dengan menggunakan model simulasi tanaman yang telah teruji keabsahannya, pengaruh ini dapat disimulasi pada komputer dengan waktu yang singkat. Oleh sebab itu, salah satu keunggulan penggunaan model simulasi tanaman yaitu dalam hal penghematan waktu dan biaya, dibandingkan penelitian agronomis di lapangan (Handoko 1994).

Model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung disusun untuk menjelaskan mekanisme proses pertumbuhan yang terjadi selama masa hidup tanaman. Selain hasil akhir (yield), model ini akan mensimulasikan komponen-komponen proses yang terjadi selama masa pertumbuhan tanaman, seperti neraca air (kadar air tanah, drainase, evapotranspirasi), pertumbuhan tanaman (berat akar, batang, daun, tongkol) serta periode perkembangan (seperti periode waktu pembungaan). Umumnya hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan tidak mencakup data-data tersebut secara keseluruhan.

1.2. Tujuan

Membangun suatu model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung (zea mays L.) yang dapat menjelaskan mekanisme proses yang terjadi selama periode pertumbuhan serta mampu mensimulasikan komponen-komponen proses yang terjadi selama masa pertumbuhan tanaman, seperti komponen neraca air (kadar air tanah, dan evapotranspirasi), pertumbuhan tanaman (berat batang, daun, akar tongkol) serta periode perkembangan (seperti waktu pembungaan).

1.3. Asumsi

Model hanya dipengaruhi oleh unsur-unsur cuaca khususnya curah hujan, radiasi surya, suhu dan kelembaban udara, serta kecepatan angin. Sifat fisik tanah yang berpengaruh hanya titik layu permanen dan kapasitas lapang serta parameter penguapan tanah.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan

Tanaman Jagung

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang saling berhubungan dan berlangsung secara terus menerus sepanjang daur hidup tanaman, bergantung pada ketersediaan hasil asimilasi. Pertumbuhan dapat didefenisikan sebagai penambahan massa atau dimensi satu organ tumbuhan atau keseluruhan organ tumbuhan dalam interval waktu suatu fase tertentu atau dalam keseluruhan siklus hidup tanaman. Di lain pihak, perkembangan diartikan sebagai kemunculan suatu fase atau beberapa fase secara berurutan dalam keseluruhan hidup tanaman.

Hasil asimilasi yang dibutuhkan tanaman untuk hidup diperoleh dari hasil netto

(3)

karbohidrat yang merupakan selisih dari laju perolehan massa bruto dan kehilangan massa. Dalam periode waktu tertentu, laju perubahan bobot tanaman netto tanaman dapat ditulis (Charles-Edward, et al. 1986) :

∆W/∆t = laju perolehan massa bruto – laju kehilangan massa

Laju perolehan massa pada tanaman ini tergantung pada jumlah energi cahaya yang mampu diintersepsi oleh tajuk tanaman (Qint) dan efisiensi penggunaannya dalam proses fotosintesis (ε). Sedangkan laju kehilangan massa utama pada tanaman berasal dari respirasi. Sebagian energi hasil fotosintesis bruto hilang melalui dua cara, yaitu (1) digunakan untuk pemeliharaan kompleks kehidupan dalam organ tanaman agar proses-proses biokimia dan fisologi dapat berjalan sempurna dan (2) sintesis dan pembentukan jaringan baru dalam organ tanaman. Kedua bentuk respirasi ini disebut respirasi pertumbuhan (Rg) dan respirasi pemeliharaan (Rm) (Kropff & Laar 1993).

2.2. Fotosintesis

Fotosintes dapat didefenisikan sebagai proses pemanenan energi radiasi surya oleh jaringan tanaman. Tanaman menggunakan khlorofil untuk menangkap, menyerap dan mengubah energi radiasi surya menjadi energi kimia. Dalam proses ini CO2 dari atmosfer

dan H2O dari perakaran diubah menjadi

glukosa, suatu karbohidrat sederhana C6H12O6

dan O2 dilepas ke atmosfer.

0 H 6 O H C e.Par 6CO O 6H2 + 2+ → 6 12 6+ 2

Pancaran radiasi surya yang sampai kebumi terkonsentrasi pada panjang gelombang 300 – 3000 nm atau sering disebut radiasi gelombang pendek. Tidak seluruh rentang panjang gelombang tersebut cocok dalam proses fotosintesis. Daun sebagai medium fotosintesis memerlukan radiasi dengan kisaran panjang gelombang 390 – 760 nm sebagi pembangkit proses fotosintesis (Gardner et al. 1991) atau biasa disebut dengan istilah Photosynthetically Active Radiation (PAR).

Penerimaan radiasi surya oleh daun tidak terdistribusi merata, semakin jauh dari puncak tajuk masuk ke bagian bawah, penerimaan radiasi semakin berkurang. Dengan asumsi secara horizontal tajuk tanaman memiliki tajuk seragam pada setiap lapisan horizontal tajuk dan hanya berubah ketinggian didalam tajuk, maka radiasi surya yang diterima akan berkurang secara

eksponensial mengikuti Hukum Beer (Chang, 1974) :

Qint=Qo(1−e−k.ILD) dengan :

Qint = radiasi surya yang diintersepsi tajuk Qo = radiasi surya di puncak tajuk k = koefesien pemadaman ILD = indeks luas daun

Karbondioksida (CO2) merupakan salah

satu bahan baku dalam proses fotosintesis. Keseimbangan antara pengambilan CO2

(fotosintesis) dan pengeluran CO2 (respirasi)

dipercaya oleh para ahli merupakan hasil berat kering tumbuhan (Gardner et al. 1991). Secara umum ada dua lintasan fiksasi CO2

fotosintetik, yaitu lintasan C3 dan C4. Pada kondisi jenuh cahaya laju fotosintesis pada tanaman C4 lebih tinggi dari tanaman C3. Perbedaan ini mengakibatkan efisiensi fotosintesis tanaman C4 yang lebih tinggi dari tanaman C3 (Charles-Edward, et al. 1986). Suhu merupakan salah satu unsur cuaca selain radiasi surya yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman khususnya pada proses biokimia (Fitter & Hay 1991). Fotosintesis harus dipisahkan menjadi bagian-bagian penyusunnya untuk menetapkan pengaruhnya terhadap suhu. Umumnya peningkatan suhu akan meningkatkan aktivitas enzim dalam proses fiksasi CO2, laju kenaikan fotosintesis

makin tinggi sejalan peningkatan suhu hingga mencapai temperatur yang menyebabkan enzim mengalami denaturasi (Gardner et.al. 1991). Penelitan pada sel chloerella yang dilakukan Hall dan Rao (1977) menunjukkan bahwa pada intensitas cahaya rendah laju fotosintesis tidak dipengaruhi oleh suhu, tetapi seiring dengan peningkatan intensitas cahaya laju fotosintesis bertambah sampai akhirnya tetap ketika intensitas cahaya mencapai titik jenuhnya.

2.3. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi (ET) adalah kombinasi dua proses kehilangan air melalui jalur yang berbeda, yaitu melalui permukaan tanah (evaporasi) dan tanaman (transpirasi). Meskipun evaporasi dan transpirasi terjadi melalui jalur yang berbeda, namun keduanya sangat sulit dibedakan dan terjadi secara simultan (Allen et al. 1998).

Kehilangan air ke atmosfer ditentukan oleh faktor cuaca (atmospheric demand), tanaman dan tanah, serta kondisi dan pengelolaan lingkungan (Allen et al. 1998).

Faktor Cuaca. Penguapan memerlukan energi, yang terutama berasal dari energi

(4)

radiasi surya dan pada taraf tertentu energi dapat berasal dari suhu udara lingkungan. Energi atau bahang (heat) untuk penguapan dinamakan bahang laten untuk penguapan (latent heat of vaporization, λ). Nilai λ tergantung pada suhu air. Pada suhu 20oC, λ = 2,45 MJ kg-1. Artinya pada suhu air 20oC, dibutuhkan energi sebanyak 2,45 MJ untuk menguapkan 1 kg air. Defisit tekanan uap air merupakan gaya pendorong (driving force) untuk pemindahan uap air dari permukaan penguap ke atmosfer (Allen et al. 1998), yang prosesnya lebih dominan terjadi secara vertikal. Udara disekitar bidang penguap akan mengandung lebih banyak uap air (lembab). Oleh angin, massa udara lembab tersebut akan dipindahkan (yang prosesnya lebih dominan terjadi secara horizontal) ketempat lain. Angin juga membawa udara yang lebih kering dari tempat lain untuk menggantikan udara lembab yang sudah dipindahkan. Sehingga, unsur cuaca utama yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah radiasi matahari, kelembaban udara, dan kecepatan angin (Allen et al. 1998).

Faktor tanaman dan tanah. Pemilahan ET menjadi E (evaporasi) dan T (transpirasi) sebagian besar ditentukan oleh kondisi vegetasi dan tanah (sifat fisik dan kebasahan). Dengan keberadaan vegetasi

,

radiasi netto (Qn) dapat dibagi menjadi : Qn yang diserap

tanaman berperan dalam proses transpirasi, sedang Qn yang sampai ke permukaan tanah

akan menentukan proses evaporasi. Apabila bidang penguap adalah lahan bertanaman, maka tingkat naungan oleh kanopi tanaman dan ketersediaan air tanah adalah beberapa faktor yang akan berpengaruh terhadap proses evaporasi. Kadar air tanah di zona perakaran tanaman dan karakteristik tanaman serta tipe budidaya merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi proses transpirasi.

Kondisi lingkungan dan pengelolaan. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang terganggu akan mengurangi laju evapotranspirasi. Kondisi lingkungan yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman misalnya kesuburan tanah yang rendah dan serangan organisme pengganggu tanaman. Pengelolaan budidaya tanaman seperti pengaturan populasi tanaman dan pemberian mulsa dapat memodifikasi lingkungan tumbuh tanaman yang mempengaruhi kesetimbangan energi dan pembagian Qn untuk transpirasi dan evaporasi. Setiap keadaan permukaan yang berbeda dari keadaan permukaan standar memerlukan faktor koreksi untuk

menyesuaikan nilai evapotranspirasi yang digunakan untuk perencanaan pengairan (ETc) (Allen et al. 1998).

2.4. Deskripsi Jagung

Jagung atau zea mays L. merupakan tanaman semusim yang berasal dari famili poaceae. Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari, namun terkadang dapat lebih cepat atau lebih pendek tergantung lama penyinaran dan suhu (Pursegloves 1975). Umur jagung yang ditanam Bunting (1977) dalam Fisher dan Palmer (1983) dapat mencapai 184 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Berdasarkan tingkat taksonominya maka jagung dapat duraikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae Subkelas : Commelinidae Subkingdom : Tracheobionta Ordo : Cyperales Superdivisio : Spermatophyta Famili : Poaceae Divisio : Magnoliophyta Genus : Zea L. Kelas : Liliopsida Spesies : Zea mays L.

Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tanaman tegak. Batangnya padat dan tingginya bervariasi dari 1 - 6 meter, tetapi umumnya 2 – 3 meter. Diameter batangnya 3 - 4 meter yang memiliki ruas (Pursegloves 1975). Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin.

Dilihat dari strukutur bunganya, jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman (monoecious). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak yang berupa karangan bunga (inflorescene) dan bunga betina tersusun dalam tongkol (ears). Bagian tongkol ini merupakan hasil ekonomi (economic yield /grain) dari tanaman jagung (Fisher & Palmer 1983). Daunnya tumbuh pada selang-seling di pinggiran batang, sekitar 8 – 21 helai (Pursegloves 1975). Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut.

(5)

Stomata pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia poaceae. Setiap stomata dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.

2.5. Hubungan Iklim dan Pertumbuhan Tanaman Jagung

Jagung merupakan tanaman yang dapat beradaptasi baik dengan lingkungannya. Tanaman ini dapat dijumpai mulai dari lintang 550N sampai 400S dan mulai atas permukaan laut sampai ketinggian 4000 meter (Goldsworthy 1974 dalam Fisher & Palmer 1983). Suhu minimum untuk pertumbuhan jagung sekitar 8 - 100 C sedangkan suhu maksimum yang dapat ditoleransi mencapai 400C. Untuk pertumbuhan optimal, jagung membutuhkan suhu rata-rata 24 0C selama periode pertumbuhan (Leng & Aldrich 1972, Martin et al. 1976, Muhadjir et al. 1977 dalam Muhadjir 1988).

Kebutuhan air terbanyak dibutuhkan pada fase pembungaan dan pengisian biji. Dalam hal ini distribusi curah hujan lebih penting daripada total curah hujan. Menurut penelitian diketahui bahwa penurunan hasil akibat kekeringan mencapai 15 % (Muhadjir 1988). Untuk mengatasi kekeringan disarankan untuk menanam jagung pada awal musim hujan atau

menjelang musim kemarau

(www.warintek.ristek.go.id). Curah hujan 85 – 100 mm per bulan sudah mencukupi kebutuhan air tanaman jagung (Muhadjir 1984, Oldeman 1977 dalam Muhadjir 1988) bila terlalu tinggi intensitas hujan maka hasil yang diperoleh tidak optimum. Hal ini disebabkan oleh leaching yang dapat memiskinkan tanah melalui degradasi struktur, erosi, dan pencucian nitrogen dan unsur hara lainnya (Moentono 1993).

Jagung merupakan jenis tanaman yang memiliki lintasan fotosintesis C4 (Hatch & Slack 1970 dalam Fisher & Palmer 1983), lintasan ini berbeda dengan dua tanaman serealia utama, yaitu gandum dan padi yang memiliki lintasan C3 (Fisher & Palmer 1983). Telah diketahui bahwa lintasan fotosintesis C4 mempuyai laju fotosintesis dan titik jenuh cahaya yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman C3, serta titik kompensasi CO2 yang

lebih rendah dari tanaman C3. (Hesketh & Musgrave 1962, Hesketh 1963, Hesketh & Moss 1963 dalam Fisher & Palmer 1983). Hal ini sangat menguntungkan bagi kegiatan budidaya yang dilakukan di daerah tropis yang mempunyai suhu yang optimum bagi

proses fotosintesis (Evans 1975 dalam Fisher & Palmer 1983), hal ini juga didukung dari data produksi jagung yang tinggi

Hesketh dan Moss (1962) dalam Moentono (1993) mengemukakan bahwa daun jagung dapat mengalami jenuh atau kenyang cahaya pada konsentrasi CO2 yang rendah

kira-kira 40 ppm. Tingkat fotosintesis pada konsentrasi CO2 500 ppm dapat mencapai 1,4

kali lipat fotosintesisnya pada konsentrasi CO2

320 ppm bila intensitas cahaya 1,0 ly/menit. Jika faktor-faktor lain tidak merupakan faktor pembatas, maka intensitas cahaya merupakan faktor utama yang menentukan kecepatan tumbuh tanaman jagung (Moss et al. 1961, Early et al. 1967, Wiliams et al. 1968, Duncan et al. 1973 dalam Moetono 1993)

ILD merupakan nisbah luas daun per satuan luas tanah. ILD merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan dalam menganalisis pertumbuhan tanaman. Dari hasil penelitian, ILD 3,0 dapat menyerap 95 % radiasi surya, namun bila lebih besar dari 5,0 maka penyerapan radiasi akan menurun karena daun saling menutupi (Wereing & Cooper 1971 dalam Muhadjir 1988).

2.6. Sistem dan Model

Sistem adalah gambaran suatu proses atau beberapa proses yang teratur. Keteraturan ini mampu menjelaskan interaksi dari komponen-komponen yang ada didalamnya. Sedangkan model dapat didefenisikan sebagai penyederhanaan suatu sistem, sehingga tidak harus menjelaskan semua proses yang terjadi dalam suatu sistem secara lengkap. Makin banyak proses yang mampu dijelaskan maka makin rumit model tersebut. Oleh karena itu dalam penyusunan model, tujuan penyusunan model merupakan faktor utama yang harus diperhatikan (Handoko 1994).

III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB, Bogor untuk menyusun tiga buah submodel, yaitu perkembangan tanaman, pertumbuhan tanaman, dan neraca air.

3.2. Bahan dan Alat

Personal computer (PC) yang dilengkapi software Visual Basic 6.0. Sebagai data masukan dalam analisis digunakan data iklim harian dari stasiun stasiun Meteorologi

(6)

Darmaga, Bogor (0605536’ LS 10607498’ BT). Unsur cuaca yang digunakan sebagai masukan meliputi radiasi surya, curah hujan, suhu, kelembaban nisbi, dan kecepatan angin. Data pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung diperoleh dari Suwarto (2005).

3.3. Metode

Kegiatan pemodelan ini menggunakan data hasil penelitian sebelumnya (Suwarto 2005). Pemodelan tanaman jagung mencakup model pertumbuhan dan perkembangan, serta neraca air tanaman.

3.3.1. Submodel Perkembangan

Fase perkembangan tanaman diduga berdasarkan konsep heat unit, dengan asumsi bahwa tanaman tidak dipengaruhi panjang hari (tanaman netral) Laju perkembangan tanaman terjadi bila suhu rata-rata harian melebihi suhu dasar, yang dalam hal ini suhu dasar tanaman jagung ditetapkan 80C (Kropff & Van Laar 1993). Kejadian fenologi dihitung mulai tanam sampai matang dan diberi skala 0 – 1, yang dibagi menjadi lima kejadian yaitu tanam, emergence, tanaman muda, tasseling, dan matang (Suwarto 2005). Rentang skala dan jumlah heat unit tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 1 (Suwarto 2005) :

Tabel 1. Skala fase perkembangan tanaman jagung

Fase perkembangan Heat Unit Skala Arjuna Tanam – emergence emergence – T. muda T.muda – tasseling Tasseling – matang 72 383 475 748 s ≤ 0.04 0.04 < s ≤ 0.27 0.27 < s ≤ 0.55 0.55 < s ≤ 1 Pioner 4 Tanam – emergence emergence – T. muda T.muda – tasseling Tasseling – matang 72 384 577 871 s ≤ 0.04 0.04 < s ≤ 0.24 0.24 < s ≤ 0.54 0.54 < s ≤ 1 3.3.2. Submodel Pertumbuhan

Submodel pertumbuhan mensimulasikan aliran biomassa hasil fotosintesis ke organ-organ tanaman (akar, batang, daun, dan tongkol) serta kehilangannya berupa respirasi dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan air yang disimulasikan dalam submodel neraca air. Pembagian biomassa hasil fotosintesis ke berbagai organ tanaman (daun, batang, akar dan tongkol) merupakan fungsi perkembangan tanaman yang dihitung dalam submodel perkembangan. Submodel ini

juga mensimulasi perkembangan luas daun yang diduga melalui indeks luas daun (ILD).

Produksi Biomassa (Pb)

Produksi biomassa potensial dihitung secara harian berdasarkan jumlah radiasi yang diintersepsi (Qint) tanaman jagung serta efisiensi penggunaan radiasi oleh tajuk (ε). Radiasi yang diintersepsi oleh tajuk tanaman (Qint) diduga menggunakan hukum Beer yang merupakan fungsi dari radiasi surya yang datang (Qo) dan indeks luas daun (ILD). Perhitungan produksi biomassa selengkapnya dapat dilihat dibawah ini (Charles-Edwards et al. 1986) ) k.ILD e εQo(1 εQint Pb= = − − Keterangan :

Pb = Produksi biomassa potensial ε = efesiensi penggunaan radiasi

Produksi biomassa potensial (Pb) tersebut tidak memperhitungkan air sebagai faktor pembatas. Produksi biomassa aktual dihitung dengan mempertimbangkan ketersediaan air yang telah disimulasikan pada sub model neraca air sebagai water deficit factor (wdf) yang merupakan perbandingan antara antara transpirasi actual (Ta) dan transpirasi maksimum (Tm).

Produksi biomassa aktual (Pa) dialokasikan ke daun, batang, akar, dan tongkol yang perbandingannya tergantung pada fase perkembangan tanaman (s). Sebagian dari biomassa yang terkumpul pada masing-masing organ tanaman tersebut akan hilang dalam proses respirasi pertumbuhan (Rg) dan pemeliharaan (Rm). Respirasi pemeliharaan dihitung dari fungsi berat dan suhu udara (McCree 1970 dalam Handoko 1994), sehingga perubahan berat dari masing-masing organ (daun, batang, akar dan biji) adalah sebagai berikut :

dWx = ηxPa - Rg - Rm = ηx (l-kg) Pa - km Wx Q10

dWx = penambahan berat organ x (kg ha-1 d-l)

Pa = Biomassa aktual

ηx = proporsi biomassa yang dialokasikan

ke organ x

kg = koefisien respirasi pertumbuhan km = koefisien respirasi pemeliharaan Wx = berat organ x (kg ha-1)

T = suhu udara (°C) Q10 = 2 (T-20)/10

Proporsi biomassa yang dialokasikan pada masing-masing organ (ηx) dihitung

berdasarkan fungsi fase perkembangan (s) tanaman. Proporsi biomassa ini merupakan

(7)

Nisbah antara bobot bahan kering organ (BKorgan) dengan bobot kering total (BKtot) diturunkan dari

data observasi penelitian sebelumnya.

Indeks Luas Daun (ILD)

Perubahan ILD dihitung dari perkalian antara parameter luas daun spesifik (sla) dengan laju pertumbuhan daun harian (dWD) sebagai berikut (Handoko 1994) :

dILD = sla*dWD dengan :

dILD = perubahan indeks luas daun sla = luas daun spesifik (ha kg-1)

dWD = perubahan berat daun (kg ha-1hari-1) 3.3.2. Submodel Neraca Air

Sub model neraca air ini mengasumsikan curah hujan merupakan satu-satunya sumber air. Sebagian air yang jatuh akan tertahan oleh tajuk tanaman sebelum masuk ke dalam tanah. Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah akan masuk ke dalam pori-pori tanah sampai lapisan tanah menjadi jenuh. Jika kadar air tanah sudah jenuh, maka air akan menuju lapisan di bawahnya melalui perkolasi. Dalam hal ini tanaman hanya dapat memanfaatkan air sampai lapisan tertentu. Air yang yang keluar dari lapisan terbawah akan hilang melalui drainase.

Intersepsi tajuk tanaman

Intersepsi air hujan oleh tanaman (Ic) dihitung menurut Zinke (1967) dalam Handoko (1994) yang merupakan fungsi curah hujan harian (R) dan indeks luas daun (L).

Ic = min (0.4233 ILD, R) 0 < ILD < 3 = min (1.27 ILD, R) ILD > 3 Infiltrasi dan Perkolasi

Air yang terinfiltrasi ke dalam tanah (Is) merupakan selisih curah hujan (R) dengan Intersepsi (Ic):

Is = R - Ic

Jika kadar air tanah {θ(m)} pada suatu lapisan telah jenuh atau melebihi kapasitas lapang {θfc(m)}, maka air akan bergerak ke lapisan

yang paling bawah melalui perkolasi {Pc(m)}, yang dihitung melalui metode jungkitan (Handoko 1994) sebagai :

Pc(m) = [θ(m)- θfc(m)] θ(m) > θfc(m)

Pc(m) = 0 θ(m) ≤ θfc(m)

Evapotranspirasi

Evapotranspirasi potensial (ETp) dihitung berdasarkan formula Penman (Penman 1948 dalam Handoko 1994). Nilai ETp ini merupakan batas atas dari evapotranspirasi maksimum (ETm). Nilai evaporasi maksimum (Em) dan transpirasi maksimum (Tm) merupakan fungsi dari evapotranspirasi maksimum di atas.

ETm = ETp

ETp = {∆ Qn + γ f(u) (es-ea)}/{λ( ∆+ γ)} Em = ETm (e-kILD) GDMa Wdaun Ta wdf (k) [Qs] (ε) Wbatang Wakar Wtongkol Tm ILD (sp) (sla) [Suhu]

(8)

Tm = (l – e -k )ETm

∆ : gradien tekanan nap air jenuh terhadap suhu udara (Pa K-1) Q : radiasi neto (MJ m-2)

γ : konstanta psikrometer (66.1 Pa K-1) f(u) : fungsi kecepatan angin (MJ m

-2

Pa-l) (es-ea): defisit tekanan uap air (Pa)

λ : panas spesifik untuk penguapan (2.454 MJ kg~l)

k : koefisien pemadaman ILD : indeks luas daun Evaporasi Aktual

Bila tidak terjadi genangan maka evaporasi tanah aktual dihitung dengan metode Ritchie (Ritchie 1972 dalam Handoko 1994), yang terdiri dari dua fase penguapan. Fase pertama, kandungan air tanah bukan merupakan faktor pembatas dan evaporasi actual sama dengan evaporasi maksimum (Em). Pada fase kedua,, laju evaporasi menurun menurut fungsi waktu. Secara singkat, evaporasi aktual (Ea) pada kedua fase ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

Tahap 1 : Ea = Em, ΣEs ≤U

Tahap 2 : Ea = αt2 -0.5

– α (t2 – 1) 0.5

ΣEs > U t2 : waktu selama fase kedua (hari)

Em : evaporasi tanah maksimum (mm)

α

dan U

:

parameter fisik tanah

Transpirasi Aktual

Transpirasi aktual dihitung berdasarkan transpirasi maksimum (Tm) dan ketersediaan air tanah pada lapisan perakaran, yang batas atasnya merupakan nilai transpirasi maksimum (Tm). Berikut perhitungan Ta yang merupakan jumlah serapan air oleh akar pada masing-masing lapisan tanah.

wdf = (θ-θwp)/{0.4 (θfc-θwp)}, θfc ≥ θ > θwp

= 1, θ > θfc

= 0, θ < θwp

Laju penyerapan air oleh akar dihitung dengan persamaan :

Ta = wdf. Tm, Σ Ta < Tm

= 0, Σ Ta ≥ Tm

wdf = fungsi kadar air tanah θ = kadar air tanah

θwp = kadar air tanah pada titik layu permanen

θfc = kadar air tanah pada kapasitas lapang

Ta = transpirasi aktual Tm = transpirasi maksimum 3.4. Kalibrasi Model

Proses kalibrasi dilakukan pada parameter model agar dugaan model dapat mendekati

hasil pengukuran. Hal ini dilakukan dengan mengubah parameter model sehingga hasil dugaan model mendekati hasil pengukuran.

3.5. Analisis Statistik

Pengujian secara statistik menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan hasil simulasi dengan hasil pengukuran. Peubah yang dibandingkan meliputi, ILD, biomassa daun, batang, akar, dan tongkol. Selain itu pengujian model juga dilakukan dengan metode grafik dan perbandingan terhadap persamaan garis absis dan ordinat 1 : 1.

(9)

hujan Ic SWC Ea Ta Tsm Esm ETp Lai Drain inf [Rad. surya] [Angin] [RH] [Suhu] [Kec. Angin] (KL) (TLP) (KL) (α) (U)

(10)

0 1 2 3 4 5 6 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 HST IL D ILD

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Kondisi Cuaca di

Lokasi Pertanaman

Kondisi cuaca di kebun percobaan Sindangbarang sangat sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung. Unsur-unsur cuaca yang menjadi input model berada pada kisaran yang sangat baik dan sesuai dengan kondisi lingkungan yang disyaratkan. Simulasi dilakukan pada tanggal 3 November 2002.

Gambar 3 menyajikan sebaran curah hujan bulanan selama simulasi. Selama simulasi curah hujan bulanan lebih dari 100 mm, hal ini sudah mencukupi kebutuhan air bagi tanaman jagung.

Gambar 3. Curah hujan selama simulasi (November 2002 – Februari 2003) Rata-rata suhu udara harian di lokasi pertanaman adalah 25,9 0C, dengan kisaran 23,5 0C – 28 0C. Kisaran suhu ini sangat baik dan sesuai bagi pertumbuhan tanaman jagung. Untuk pertumbuhan optimal, jagung membutuhkan suhu rata-rata 24 0C selama periode pertumbuhan (Leng & Aldrich 1972, Martin et al. 1976, Muhadjir et al. 1977 dalam Muhadjir 1988).

4.2. Neraca Air

Hasil simulasi model selama masa tanam jagung menunjukkan variasi kandungan air tanah masih berada pada ketersediaan bagi tanaman jagung.

4.3. Perkembangan Tanaman

Model yang disusun digunakan untuk mensimulasikan dua varietas jagung dengan kisaran umur yang berbeda. Simulasi model dilakukan di lahan tadah hujan, kebun percobaan Sindangbarang pada tanggal tanam 3 November 2002. Hasil simulasi pada submodel perkembangan dapat dilihat pada Tabel 2.

Periode kemunculan setiap fase dalam perkembangan tanaman jagung dapat dilihat pada Tabel 2. Fase 1, merupakan rentang

waktu pada saat jagung ditanam sampai muncul lapang (emergence), Fase 2, merupakan periode mulai dari emergence sampai tanaman muda, Fase 3, yaitu periode dari tanamam muda sampai tasseling yang merupakan akhir dari pertumbuhan vegetatif, dan Fase 4 adalah periode dari tasseling sampai tanaman jagung matang atau panen. Tabel 2. Periode perkembangan tanaman

Jagung di Sindangbarang

Periode Perkembangan Fase

perkembangan Var. Arjuna (HST) Var. Pioner 4 (HST) Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4 3 21 26 43 4 21 31 50 Berdasarkan Tabel 2, diketahui kedua varietas jagung memiliki periode waktu perkembangan yang berbeda, khususnya pada Fase 3 dan 4.

Fase 3 perkembangan jagung merupakan fase perkembangan organ vegetatif jagung, yang pada saat itu total biomassa harian akan terakumulasi pada organ vegetatif jagung yaitu organ batang, daun, dan akar. Fase 4 adalah fase perkembangan organ generatif jagung, sehingga akumulasi biomassa harian sebagian besar terakumulasi pada organ generatif, yaitu tongkol.

4.4. Pertumbuhan Tanaman 4.4.1. Indeks Luas Daun (ILD)

Daun merupakan organ tanaman yang vital bagi proses fotosintesis, karena sangat mempengaruhi jumlah cahaya yang dapat diterima oleh tanaman. ILD merupakan ukuran yang mewakili jumlah atau luas daun sehingga menentukan jumlah radiasi matahari yang dapat diserap oleh tanaman.

Hasil simulasi pada varietas Arjuna diketahui pada nilai ILD meningkat sampai maksimum pada hari ke 83 dan kemudian menurun sampai tanaman panen (Gambar 4).

Gambar 4. Indeks luas daun Var. Arjuna hasil simulasi

Beberapa hari setelah muncul lapang tejadi peningkatan ILD secara cepat, perlahan menurun kenaikannya pada akhir fase

415.7 385.1 211.7 555.5 0 100 200 300 400 500 600

November Desember Januari Februari Bulan C u ra h H u ja n ( m m ) Curah Hujan

(11)

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 0 20 40 60 80 100 120 HST IL D ILD 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 HST B io m a s s a ( K g /h a )

Daun Akar Batang

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 0 20 40 60 80 100 120 HSY B io m a s s a ( k g /h a )

Akar Batang Daun

taselling (55 HST) dan mencapai puncaknya pada hari ke 85. Hal yang sama pada varietas Pioner 4 yang merupakan jenis varietas hibrida. Dari Gambar 5 terlihat lebih jelas penurunan laju pertumbuhan ILD pada saat memasuki fase taselling yang merupakan akhir dari pertumbuhan vegetatif.

Gambar 5. Indeks luas daun Var.Pioner 4 hasil simulasi

4.4.2. Biomassa

Bobot bahan kering organ vegetatif (akar, batang, dan daun) kedua varietas jagung meningkat sampai maksimum pada saat fase taselling dan mulai menurun ketika memasuki masa panen (Gambar 6 dan 7). Laju pertumbuhan organ vegetatif sejalan dengan laju pertumbuhan ILD, yang pada awal meningkat dan selajutnya menurun pada akhir pertumbuhan.

Gambar 6. Pertumbuhan daun, akar, batang Var. Arjuna hasil simulasi

Gambar 7. Pertumbuhan daun, akar, dan batang Var. Pioner 4 hasil simulasi

Bobot kering tongkol tanaman jagung meningkat pada awal fase taselling sampai panen (Gambar 8). Pola distribusi bahan kering ini menunjukkan bahwa pada awal

masa vegetatif, produk fotosintesis dialokasikan pada organ akar, batang dan daun. Selanjutnya memasuki akhir pertumbuhan vegetatif (taselling) atau memasuki fase generatif produk fotosintesis sebagian besar dialokasikan ke tongkol yang merupakan organ generatif.

Gambar 8. Pertumbuhan tongkol jagung hasil simulasi

4.5. Kalibrasi Model

Proses kalibrasi dilakukan pada persamaan partisi biomassa. Proses ini dilakukan agar hasil dugaan model tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran. Persamaan partisi hasil kalibrasi untuk Var. Arjuna (Tabel 3) dan Var. Pioner 4 (Tabel 4) dapat dilihat dibawah.

Pengujian dilakukan untuk melihat apakah dugaan model hasil kalibrasi telah mendekati hasil pengukuran di lapangan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan grafik serta uji statistik (uji-t berpasangan). Variabel yang diuji adalah ILD, biomassa akar, daun, batang dan tongkol untuk kedua jenis varietas jagung (Var. Arjuna dan Var. Pioner 4)

Tabel 3. Persaam partisi biomassa Var. Arjuna hasil kalibrasi

Fase

perkembangan Persamaan Partisi

s ≤ 0.04 pD = 0.44 pB = 0.31 pA = 0.25 pT = 0 0.04 < s ≤ 0.27 pD = (2.9 * s) + 0.5711 pA = (-1.682 * s) + 0.4289 pB = 0 pT = 0 0.27 < s ≤ 0.55 pD = (1.3 * s) + 0.09 pA = (0.1 * s) + 0.1 pB = (0.694 * s) + 0.19372 pT = 0 s > 0.55 pD = (-0.1582 * s) + 0.5381 pA = (-0.1826 * s) + 0.1653 pB = (-2.6256 * s) + 2.4231 pT = (0.92165 * s) + 0.21165 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 0 20 40 60 80 100 120 Hari B io m a s s a ( k g /h a ) Arjuna Pioner

(12)

Tabel 4. Persamaan partisi biomassa Var. Pioner 4 hasil kalibrasi

Fase

Perkembangan Persamaan Partisi s ≤ 0.04 pD = 0.34 pB = 0.44 pA = 0.22 pT = 0 0.04 < s ≤ 0.24 pD = (2.7266 * s) + 1.0059 pA = (0.44666 * s) + 0.02941 pB = 0 pT = 0 0.24 < s ≤ 0.55 pD = (1.9027 * s) + 0.30764 pA = (0.250225 * s) + 0.04 pB = (1.23495 * s) + 0.03395 pT = 0 s > 0.54 pD = (-0.7764 * s) + 1.12 pA = (-0.0878 * s) + 0.09302 pB = (-0.8173 * s) + 0.919 pT = (0.9991 * s) + 0.4591 Tabel 5. Hasil uji-t berpasangan simulasi dan

observasi thit ttab (P > 0.05) Var Peubah A P A P A P ILD Akar Daun Batang Tongkol 1.38 -0.37 -1.20 0.43 1.06 0.61 1.53 1.03 0.5 1.32 1.77 1.77 1.77 1.77 1.77 1.78 1.78 1.78 1.78 1.78 tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn

Ket : tn = tidak nyata

P = Jagung Varietas Pioner 4 A = Jagung Varietas Arjuna Satuan Peubah : kg/ha kecuali IlD 4.5.1. Indeks Luas Daun (ILD)

Pengujian secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan terhadap nilai ILD dua varietas jagung pada populasi 64000 tanaman/ha dari awal tanam sampai panen. Hasil uji-t pada nilai ILD Pioner 4 dan Arjuna dengan taraf 5 % menunjukkan bahwa hasil simulasi dan hasil pengukuran tidak berbeda nyata. Hasil pengujian grafik dengan simpangan erorr 10 % pada kedua varietas memberikan hasil yang cukup baik. Hubungan antara nilai ILD hasil simulasi dengan hasil pengukuran pada kedua jenis varietas jagung juga mendekati garis 1 : 1 (Gambar 9).

Gambar 9. Perbandingan terhadap garis 1:1(atas) dan uji grajik (bawah) Var.Arjuna

Gambar 10. Perbandingan terhadap garis 1:1 (atas) dan uji grajik (bawah) Var. Pioner 4 0 1 2 3 4 5 6 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 ILD Observasi IL D S im u la s i 0 1 2 3 4 5 6 7 0 20 40 60 80 100 HST IL D Model Observasi 0. 0 1. 0 2. 0 3. 0 4. 0 5. 0 6. 0 7. 0 0 20 40 60 80 100 120 H S T M odel Obs er v as i 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0

(13)

4.5.2. Biomassa Daun, Batang, Akar, dan Tongkol

Organ daun, batang, akar dan tongkol pada kedua jenis varietas jagung diuji secara terpisah dengan menggunakan uji-t pada taraf 5 %. Hasil pengujian masing-masing organ pada kedua varietas jagung menunjukkan

perbedaan hasil simulasi dengan hasil observasi tidak nyata. Pengujian juga dilakukan terhadap garis absis dan ordinat 1 : 1. Dari hasil pengujian diketahui hasil simulasi tidak terlalu jauh terhadap garis 1 : 1 dan juga rata-rata masih berada dalam jangkauan error yang tidak terlalu besar.

Gambar 11. Hasil uji grafik biomassa akar (A), daun (B), batang (C) dan tongkol (D) Var. Arjuna

Gambar 12. Hasil perbandingan terhadap garis 1 : 1 biomassa Akar (A), daun (B), batang (C), dan tongkol (D) Var. Arjuna

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 0 1000 2000 3000 4000 Wbatang Observasi W b a ta n g S im u la s i 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 Wd a u n Ob se r v a si 0 200 400 600 800 0 200 400 600 800 Wakar Observasi W a k a r S im u la s i 0 100 200 300 400 500 600 700 0 4 11 18 25 32 39 46 55 69 83 93 H a r i WakarObservasi WakarSimulasi 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 4 11 18 25 32 39 46 55 69 83 93 H a r i WDaunObservasi WdaunSimulasi 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 4 11 18 25 32 39 46 55 69 83 93 H a r i

WBat angObser v asi Wbat angSimulasi

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 2000 4000 6000 8000 Wtongkol Observasi W to n g k o l S im u la s i 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 0 4 11 18 25 32 39 46 55 69 83 93 H a r i WTongkolObservasi WTongkolSimulasi

A

B

C

D

A

B

C

D

(14)

C

0 100 200 300 400 500 600 700 800 0 20 40 60 80 100 120 H a r i

Wakar M odel Wakar Obser vas i

0 10 0 2 0 0 3 0 0 4 0 0 5 0 0 6 0 0 7 0 0 8 0 0 0 2 0 0 4 0 0 6 0 0 8 0 0 W a k a r O b s e r v a s i 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 0 20 40 60 80 100 120 H a r i

Wdaun model Wdaun obser vasi

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500

Wdaun Obser vasi

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 20 40 60 80 100 120 H a r i

Wbat ang Si mul as i Wbat ang Obs er v as i

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 W b a t a n g O b s e r v a s i 0.0 2000.0 4000.0 6000.0 8000.0 10000.0 12000.0 0 20 40 60 80 100 120 H a r i

Wtongkol Model Wtongkol Obser vasi

0. 0 2000. 0 4000. 0 6000. 0 8000. 0 10000. 0 12000. 0 0. 0 2000. 0 4000. 0 6000. 0 8000. 0 10000. 0 12000. 0 W t o n g k o l O b s e r v a s i

Gambar 13. Hasil uji grafik biomassa akar (A), daun (B), batang (C) dan tongkol (D) Var. Pioner 4

Gambar 14. Hasil perbandingan terhadap garis 1 : 1 biomassa akar (A), daun (B), batang (C), dan tongkol (D) Var. Pioner 4

A

B

C

D

A

B

D

C

(15)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Model yang disusun telah mampu memsimulasikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung seperti ditunjukkan oleh pengamatan lapang, untuk dua varietas dengan umur yang berbeda, yaitu berumur genjah (90 - 95 hari) dan umur sedang/menengah (100 - 110 hari). Hasil dugaan model tidak berbeda nyata dengan hasil pengukuran lapang untuk semua peubah yang diukur. Peubah tersebut, ialah indeks luas daun (ILD), biomassa daun (kg/ha), biomassa akar (kg/ha), biomassa batang (kg/ha), dan biomassa tongkol (kg/ha). 5.2. Saran

Karena model ini belum divalidasi menggunakan data yang terpisah dengan yang digunakan untuk kalibrasi, model perlu divalidasi menggunakan data percobaan pada waktu dan tempat dengan kondisi iklim yang berbeda.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Acquaah, George. 2001. Principles Of Crop Production : Theory, Technique, and Technolog second edition. Pearson Prentice Hall. New Jersey.

Allen R G; Pereira L S; Raes D; Smith M. 1998. Crop Evapotranspiration - Guidelines for Computing Crop Water Requirements - FAO Irrigation and Drainage Paper, 56. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. http://www.fao.org/docrep/X0490E/x 0490e0k.htm

Ariani, M. dan Pasandaran E. 2003. Pola Konsumsi dan Permintaan Jagung untuk Pangan. Dalam Kasryno, F., Pasandaran, E., Fagi, A.M. (Ed). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. hlm. 211 – 277. Baharsjah, Justika. 1991. Hubungan Cuaca –

Tanaman. Dalam Bey, Ahmad (Ed).

Kapita Selekta dalam

Agrometeorologi. IPB. Bogor. Chang, J.H. 1974. Climate and Agriculture

An Ecological Survey. Aldine Publ. Co. Chicago.

Charles-Edward D.A., D. Doley, and G.M. Rimmington. 1986. Modelling Plant Geowth and Development. Academic Press. Sidney.

Gardner, F.P., R.B. Pearce and R.L. Mitchell. 1991. Physiology Of Plants. Terjemahan Herawati Susilo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta

Fitter, A.H. and R.K. Hay. 1991. Environmental Physiology of Plants. Terjemahan Sri Andani dan E.D. Purbayanti Editor B. Srigandono. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hall, D.O. and K.K. Rao. 1978. Photosynthesis Second Edition. Edward Arnold Limited. London. Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan

Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA. IPB. Ismal, Gazali. 1983. Penggunaan Metode

Jumlah Panas untuk Menentukan Umur Jagung serta Penelaahan Pertumbuhan dan Produksinya pada Beberapa Lokasi dan Jenis Tanah.

Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor

Fisher, K.S. dan Falmer, A.F.E. 1983. Maize. dalam Potential Productivity of Field Crops Under Different Environment. IRRI. Filipina

Kasryono, Faisal. 2003. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia. Dalam Kasryno, F., Pasandaran, E., Fagi, A.M. (Ed). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. hlm. 37 – 72. Kropff M.J. and H.H. Van Laar. 1993.

Modelling Crop-Weed Interactions. CAB International. Wallingford.UK. Moentono, Muhadji Djali. 1996. Sumber

Daya Lingkungan Tumbuh Jagung. dalam Kinerja Penelitian Tanaman Pangan, Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III, Buku 4. Puslitbangtan. Bogor

Muhadjir, Fathan. 1988. Karakteristik Tanaman Jagung. dalam Jagung. Puslitbangtan. Bogor.

Nugraha, U.S., Subandi, Hasanuddin, A. dan Subandi. 2003. Perkembangan Teknologi Budi Daya dan Industri Benih Jagung. Dalam Kasryno, F., Pasandaran, E., Fagi, A.M. (Ed). Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. hlm. 37 – 72. Pamedon, M.B., Dahlan, M., Sutrisno,

George, M.L.C. 2006. Karakterisasi Kemiripan Genetik Koleksi Inbrida Jagung Berdasarkan Marka Mikrosatelit. J. AgroBiogen 2(2): 45-51.

Purseglove, J.W. 1975. Tropical Crops, Monocotyledons. Longman. Singapore. Sitaniapessy, P.M. 1985. Pengaruh jarak

tanam dan besarnya populasi tanaman terhadap absorbsi radiasi surya dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.). Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Susanto, A.N. dan Wirappa, M.P. 2005. Prospek dan Strategi Pengembangan Jagung untuk Mendukung Ketahanan Pangan di Maluku, J. Litbang Petanian 24 (2) : 70 – 79.

Suwarto. 2005. Model Pertumbuhan dan Produksi Jagung dalam Tumpang Sari dengan Ubi Kayu. Disertasi. IPB. http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/jag

(17)

Lampiran 1. Data cuaca bulan November 2002 - Januari 2003 Darmaga, Bogor Julian Date CH (mm) RH (%) Suhu (oC) Rad (MJ/m2) Angin (m/s) 308 16.0 87.3 25.9 9.5 0.5 309 27.5 85.5 25.3 9.1 0.4 310 30.0 79.3 26.8 13.1 0.4 311 0.6 88.0 26.4 11.6 0.4 312 13.8 86.0 25.6 11.4 0.2 313 23.6 83.8 26.8 14.2 0.2 314 0.0 86.8 25.9 8.7 0.1 315 19.0 83.0 27.0 13.1 0.3 316 0.0 83.3 26.4 13.4 0.2 317 6.4 85.5 26.0 13.9 0.4 318 10.5 86.0 26.6 8.8 0.6 319 2.0 85.8 26.5 13.0 0.3 320 32.0 80.8 26.9 12.5 0.3 321 0.0 80.5 27.1 16.3 0.3 322 2.8 91.8 25.0 7.5 0.4 323 3.2 87.8 25.6 13.2 0.4 324 30.0 84.8 26.3 10.3 0.5 325 0.0 81.0 25.9 12.4 0.4 326 37.0 87.3 25.4 9.9 0.4 327 0.3 87.3 25.9 10.3 0.4 328 96.6 84.0 26.3 12.4 0.5 329 0.8 83.8 26.6 14.8 0.5 330 24.2 80.0 25.7 10.1 0.7 331 22.4 81.8 26.9 11.3 0.4 332 0.0 85.8 26.5 9.1 0.4 333 3.0 88.8 25.6 9.5 0.5 334 12.2 87.3 25.8 12.0 0.5 335 2.0 81.0 26.3 14.0 0.5 336 0.0 77.8 26.8 16.2 0.4 337 0.0 75.8 26.9 13.7 0.5 338 0.0 76.3 26.0 13.7 0.6 339 0.0 83.3 26.0 15.6 0.5 340 24.8 89.0 25.6 9.7 0.6 341 10.4 91.3 25.2 7.2 0.5 342 41.5 87.5 25.9 13.8 0.5 343 68.1 86.3 25.5 15.7 0.5 344 18.0 88.3 25.8 10.5 0.5 345 14.2 85.0 26.6 13.0 0.5 346 3.4 90.5 25.7 10.8 0.4 347 0.0 84.8 26.9 8.5 0.4 348 6.0 92.0 25.0 9.4 0.3 349 15.6 84.8 26.0 12.6 0.4 350 20.6 91.3 25.6 10.7 0.4 351 28.4 84.5 26.8 10.0 0.6 352 0.0 81.5 27.6 10.9 0.3

(18)

353 0.0 83.8 28.1 10.1 0.4 354 0.0 79.5 26.8 12.9 0.3 355 28.2 89.0 26.5 9.2 0.6 356 0.4 84.5 27.6 12.1 0.4 357 27.5 87.5 26.7 9.7 0.4 358 2.5 88.8 25.6 10.7 0.5 359 23.5 91.8 25.3 8.8 0.4 360 38.3 85.0 25.9 9.2 0.5 361 7.6 92.3 24.6 5.9 0.4 362 0.3 87.8 24.8 5.8 0.5 363 0.0 86.0 25.2 5.9 0.3 364 1.8 86.5 25.7 11.6 0.2 365 2.0 92.0 24.4 6.0 0.5 1 39.6 88.0 24.9 6.3 0.5 2 0.6 90.8 24.6 5.9 0.6 3 0.8 83.3 25.6 7.5 0.4 4 0.4 80.3 26.3 8.9 0.6 5 0.6 85.0 26.1 9.0 0.5 6 4.0 79.8 26.7 12.5 0.3 7 0.0 76.8 26.7 17.2 0.6 8 0.0 76.0 26.9 17.8 0.7 9 0.0 84.5 25.6 15.4 0.6 10 14.4 77.0 26.0 12.9 0.6 11 0.0 75.8 26.7 16.6 0.6 12 0.0 74.5 27.3 10.9 0.8 13 0.0 73.5 27.1 16.6 0.5 14 0.0 75.8 26.9 17.8 0.6 15 0.0 77.3 26.4 16.4 0.6 16 0.0 77.3 26.8 16.9 0.6 17 0.0 78.0 26.6 14.2 0.7 18 0.0 68.8 27.2 15.8 0.7 19 0.0 68.8 28.1 15.4 0.7 20 0.0 71.3 27.2 16.0 0.8 21 0.0 84.3 25.7 11.6 0.7 22 5.4 83.5 25.7 7.7 0.5 23 0.0 85.5 25.3 13.9 0.8 24 31.8 88.3 25.3 11.4 0.9 25 36.8 89.0 25.1 13.4 0.5 26 54.6 93.3 24.7 6.1 0.5 27 0.0 91.3 25.0 6.0 0.4 28 8.9 86.5 25.9 8.7 0.3 29 11.2 90.3 25.1 6.6 0.5 30 0.0 86.5 25.4 10.6 0.3 31 2.6 92.0 24.6 9.8 0.6 32 24.6 89.5 24.9 11.8 0.4 33 48.6 89.3 25.0 10.3 0.4 34 2.2 91.3 24.9 10.2 0.2 35 7.6 87.8 25.5 8.4 0.3 36 45.8 92.0 25.2 6.0 0.4 37 0.2 88.3 25.5 7.5 0.1

(19)

38 0.0 87.0 26.1 7.5 0.5 39 40.3 88.5 26.1 6.9 0.5 40 0.1 90.0 25.7 10.2 0.3 41 5.0 90.5 25.0 12.8 0.4 42 12.3 87.3 24.8 13.8 0.3 43 52.9 91.3 25.3 6.7 0.4 44 71.7 93.0 24.8 6.3 0.2 45 8.2 88.8 25.8 14.7 0.2 46 7.6 95.3 24.2 10.4 0.4 47 32.0 92.0 24.9 7.4 0.3 48 51.0 86.0 25.5 11.2 0.3 49 9.4 83.3 26.1 9.3 0.6 50 0.0 87.5 25.4 6.6 0.6 51 28.2 93.3 24.3 6.0 0.4 52 9.4 96.0 23.5 6.2 0.2 53 59.8 91.8 24.5 10.3 0.2 54 13.2 87.3 25.4 10.0 0.5 55 0.0 80.8 26.4 10.7 0.6 56 1.2 82.8 26.4 10.6 0.7 57 0.0 87.8 25.5 6.5 0.7 58 23.6 89.3 25.3 6.7 0.6 59 0.6 84.8 26.2 10.2 0.3

(20)

Lampiran 2. Hasil simulasi dan observasi tanaman jagung varietas Arjuna dan varietas Pioner 4 Tabel 6. Perbandingan Hasil Simulasi dengan Observasi Tanaman Jagung Var Arjuna

Lai Daun (Kg/ha) Batang (Kg/ha) Akar (Kg/ha) Tongkol (kg/ha) Total (Kg/ha)

hari Observasi model Observasi model Observasi model Observasi model Observasi model Observasi model

0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.91 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 4 0.00 0.00 3.84 1.49 0.77 0.91 2.18 0.87 0.00 0.00 6.79 3.27 11 0.06 0.02 5.97 6.26 0.00 0.91 1.92 2.54 0.00 0.00 7.89 9.71 18 0.27 0.11 49.71 40.45 0.00 0.91 6.61 7.12 0.00 0.00 56.32 48.48 25 0.68 0.64 148.48 237.42 5.12 19.97 22.61 16.25 0.00 0.00 176.21 273.64 32 1.72 1.32 427.95 487.88 33.71 291.79 39.89 103.37 0.00 0.00 501.55 883.04 39 2.37 2.34 795.95 867.43 254.08 670.85 213.55 221.43 0.00 0.00 1263.58 1759.72 46 2.46 3.54 1396.05 1,309.81 1003.31 1,116.79 330.67 357.30 0.00 0.00 2730.03 2783.90 55 4.00 4.37 1708.80 1,617.93 2522.67 1,945.62 458.24 464.15 648.96 537.98 5338.67 4565.67 69 4.74 4.92 2432.00 1,820.56 2945.07 2,956.99 648.11 479.25 1741.65 2,669.11 7766.83 7925.91 83 4.99 5.62 2359.04 2,081.16 2869.97 2,935.46 419.20 433.54 5125.97 5,516.54 10774.18 10966.69 93 4.84 5.14 1863.47 1,902.59 2179.84 2,212.81 373.12 359.63 6687.15 6,554.24 11103.58 11029.27

(21)

Tabel 7. Perbandingan Hasil Simulasi dengan Observasi Tanaman Jagung Var Pioner 4

Lai Daun (Kg/ha) Batang (Kg/ha) Akar (Kg/ha) Tongkol (kg/ha) Total (Kg/ha)

hari Observasi Model Observasi Model Observasi Model Observasi Model Observasi Model Observasi Model

0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 4 0.0 0.00 4.2 1.27 1.3 1.70 2.7 0.86 0.0 0.0 8.2 3.83 11 0.1 0.01 7.0 5.56 0.0 1.70 2.1 1.07 0.0 0.0 9.2 8.38 18 0.3 0.06 47.4 31.80 0.0 1.70 10.2 3.25 0.0 0.0 57.6 37.49 25 0.8 0.33 154.0 183.97 5.3 1.70 22.6 18.44 0.0 0.0 182.0 210.47 32 1.8 0.88 558.7 487.11 58.5 185.32 83.8 70.56 0.0 0.0 701.0 716.01 39 3.0 1.89 983.0 1052.40 180.7 513.60 184.3 162.79 0.0 0.0 1348.1 1,593.15 46 3.5 3.24 1860.9 1798.96 982.2 975.62 343.9 291.51 0.0 0.0 3187.0 2,755.38 53 4.0 4.90 2650.5 2723.51 1600.0 1,590.56 428.2 460.90 0.0 0.0 4678.6 4,246.94 61 4.3 4.94 2548.3 2745.74 2322.6 1,866.41 450.6 496.07 800.6 719.25 6122.0 5,356.56 75 4.3 5.91 2884.1 3282.02 2777.0 2,683.32 602.7 527.92 2507.5 4,729.64 8771.2 10,910.08 89 4.2 5.23 2828.8 2903.54 2259.0 2,708.03 551.9 497.12 6539.7 7,343.22 12179.4 13,236.48 106 3.6 4.09 2443.7 2270.16 2380.6 2,293.07 471.9 420.79 9619.8 9,713.26 14916.1 14,537.80

(22)

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 0 20 40 60 80 100 120 H a r i

Lampiran 3. Hasil observasi (kiri) dan simulasi (kanan) ILD (A), biomassa akar (B), daun (C), batang (D), dan tongkol (E) Var. Pioner

0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 0 20 40 60 80 100 120 H a r i 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 0 20 40 60 80 100 120 H a r i 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 0 20 40 60 80 100 120 H a r i 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 0 20 40 60 80 100 120 Har i 0. 00 1. 00 2. 00 3. 00 4. 00 5. 00 0 20 40 60 80 100 120 H a r i 0 . 0 0 1. 0 0 2 . 0 0 3 . 0 0 4 . 0 0 5 . 0 0 6 . 0 0 7 . 0 0 8 . 0 0 9 . 0 0 0 2 0 4 0 6 0 8 0 10 0 12 0 H a r i 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 0 20 40 60 80 100 120 H a r i 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 0 20 40 60 80 100 120 H a r i 0.00 2000.00 4000.00 6000.00 8000.00 10000.00 12000.00 0 20 40 60 80 100 120 H ar i

A

A

B

B

C

C

D

D

E

E

(23)

Lampiran 4. Hasil observasi (kiri) dan simulasi (kanan) ILD (A), biomassa akar (B), daun (C), batang (D), dan tongkol (E) Var. Arjuna

\

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0 20 40 60 80 100 Hari IL D 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Har i -1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 0 20 40 60 80 100 H a r i 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 0 20 40 60 80 100 Har i 0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00 3500.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 H a r i 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 700.00 0 2 4 6 8 10 12 14 Hari 0.00 100.00 200.00 300.00 400.00 500.00 600.00 0 2 4 6 8 10 12 14 H a r i 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 H a r i 0. 00 2000. 00 4000. 00 6000. 00 8000. 00 0 20 40 60 80 100 H a r i 0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00 7000.00 0 20 40 60 80 100 H a r i

A

B

C

D

E

E

D

C

B

A

(24)
(25)
(26)

Lampiran 6. Uji-t berpasangan peubah LAI, daun, batang, akar, dan tongkol varietas Pioner 4

Paired T-Test and CI: Model, Observasi

Paired T for Model - Observasi

N Mean StDev SE Mean Model 13 2.42154 2.34786 0.65118 Observasi 13 2.28615 1.81994 0.50476 Difference 13 0.135385 0.798213 0.221384

95% CI for mean difference: (-0.346971, 0.617740)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0.61 P-Value = 0.552

Paired T-Test and CI: daunMo, daunOb

Paired T for daunMo - daunOb

N Mean StDev SE Mean daunMo 13 1345.08 1304.10 361.69 daunOb 13 1305.43 1239.08 343.66 Difference 13 39.6477 139.3185 38.6400

95% CI for mean difference: (-44.5416, 123.8370)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1.03 P-Value = 0.325

Paired T-Test and CI: BatangMo, batangOb

Paired T for BatangMo - batangOb

N Mean StDev SE Mean BatangMo 13 995.368 1110.350 307.956 batangOb 13 966.695 1128.728 313.053 Difference 13 28.6723 206.5329 57.2819

95% CI for mean difference: (-96.1342, 153.4789)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0.50 P-Value = 0.626

Paired T-Test and CI: akarMod, akarOb

Paired T for akarMod - akarOb

N Mean StDev SE Mean akarMod 13 272.215 288.248 79.946 akarOb 13 242.684 236.476 65.587 Difference 13 29.5315 69.5301 19.2842

95% CI for mean difference: (-12.4851, 71.5482)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1.53 P-Value = 0.152

(27)

Paired T-Test and CI: tongkolMod, tongkolOb

Paired T for tongkolMod - tongkolOb N Mean StDev SE Mean tongkolMod 13 1736.52 3322.41 921.47 tongkolOb 13 1497.52 3069.81 851.41 Difference 13 239.000 650.578 180.438

95% CI for mean difference: (-154.140, 632.140)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1.32 P-Value = 0.210

(28)

Lampiran 7. Uji-t berpasangan peubab LAI, daun, batang, akar, dan tongkol varietas Arjuna

Paired T-Test and CI: model_ILD, Observasi_ILD

Paired T for model_ILD - Observasi_ILD

N Mean StDev SE Mean model_ILD 12 2.33500 2.25736 0.65164 Observasi_ILD 12 2.17750 2.02397 0.58427 Difference 12 0.157500 0.394810 0.113972

95% CI for mean difference: (-0.093350, 0.408350)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1.38 P-Value = 0.194

Paired T-Test and CI: model_Daun, Observasi_Daun

Paired T for model_Daun - Observasi_Daun

N Mean StDev SE Mean model_Daun 12 864.415 835.614 241.221 Observasi_Daun 12 932.605 964.148 278.325 Difference 12 -68.1900 197.5314 57.0224

95% CI for mean difference: (-193.6955, 57.3155)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -1.20 P-Value = 0.257

Paired T-Test and CI: model_Batang, Observasi_Batang

Paired T for model_Batang - Observasi_Batang N Mean StDev SE Mean model_Batang 12 1012.83 1187.65 342.85 Observasi_Batang 12 984.55 1260.09 363.76 Difference 12 28.2817 230.0810 66.4187

95% CI for mean difference: (-117.9048, 174.4681)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 0.43 P-Value = 0.678

Paired T-Test and CI: model_Akar, Observasi_Akar

Paired T for model_Akar - Observasi_Akar

N Mean StDev SE Mean model_Akar 12 203.788 202.654 58.501 Observasi_Akar 12 209.675 228.536 65.973 Difference 12 -5.88750 55.07356 15.89837

95% CI for mean difference: (-40.87957, 29.10457)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0.37 P-Value = 0.718

(29)

Paired T-Test and CI: model_T, Observasi_T

Paired T for model_T - Observasi_T

N Mean StDev SE Mean model_T 12 1273.16 2361.68 681.76 Observasi_T 12 1183.64 2289.02 660.78 Difference 12 89.5117 293.3444 84.6812

95% CI for mean difference: (-96.8705, 275.8938)

T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 1.06 P-Value = 0.313

(30)

Lampiran 8. Source code model simulasi tanaman jagung Dim pddcol

Dim pddrow Dim tu

Dim i, s, pA, pB, pD, pT, suhu, Q10, kmb, rbatang, rdaun, rakar, rtongkol, wakar Dim wbatang, wdaun, wtongkol, Wtot, transmisi, Qint, dWa, Lai, Etm, Tsm, wdf, rew Dim Tsa, swc1, runoff, CEs1, CEs2, Esm, Es

Dim j Dim Y Dim FC1 Dim swc Dim WP1 Dim chrow Dim k

Private Sub cmb_Click() If cmb.Text = "Pioner" Then Text1.Text = "96 - 100" Text2.Text = "1904" End If

If cmb.Text = "Arjuna" Then Text1.Text = "90 -95" Text2.Text = "1678" End If

End Sub

Private Sub cmb1_Click()

If cmb1.Text = "Wet (100%FC)" Then txt4.Text = Val(txtKL.Text) If cmb1.Text = "Moist (75%FC)" Then txt4.Text = 0.75 * Val(txtKL.Text) If cmb1.Text = "Dry (50%FC)" Then txt4.Text = 0.5 * Val(txtKL.Text) End Sub

Private Sub cmd1_Click() Grafik

End Sub

Public Sub Grafik() With Form1.chart2 .Refresh

Open TxtOutput.Text For Input As 1 k = 0

.Rows = chrow .Cols = 8

While Not EOF(1)

Input #1, i, s, Lai, wdaun, wbatang, wakar, wtongkol, Wtot k = k + 1

.Row = 0

.Col = 0: .Clip = "i": .ColWidth(0) = 1050 .Col = 1: .Clip = "s": .ColWidth(1) = 1050 .Col = 2: .Clip = "Lai": .ColWidth(2) = 1050 .Col = 3: .Clip = "Daun": .ColWidth(3) = 1050 .Col = 4: .Clip = "Batang": .ColWidth(4) = 1050 .Col = 5: .Clip = "Akar": .ColWidth(5) = 1050 .Col = 6: .Clip = "Tongkol": .ColWidth(6) = 1050 .Col = 7: .Clip = "Total": .ColWidth(7) = 1050 .Row = k

.Col = 0: .Clip = Val(Format(i, "##")) .Col = 1: .Clip = Val(Format(s, "##.#####"))

(31)

.Col = 2: .Clip = Val(Format(Lai, "##.##")) .Col = 3: .Clip = Val(Format(wdaun, "##.##")) .Col = 4: .Clip = Val(Format(wbatang, "##.##")) .Col = 5: .Clip = Val(Format(wakar, "##.##")) .Col = 6: .Clip = Val(Format(wtongkol, "##.##")) .Col = 7: .Clip = Val(Format(Wtot, "##.##")) Wend

Close #1 End With

MsgBox "Lihat Grafik", vbOKOnly, "PESAN" Grafik_ILD

End Sub

Private Sub cmdClear_Click() TxtWTongkol = "" TxtWtot = "" TxtHari = "" TxtLAI = "" TxtTB = "" End Sub

Private Sub cmdInput_Click()

'Listing code bawah ini digunakan untuk memilih nama file input On Error GoTo Out1

TxtInput.Text = ""

Dialog1.DialogTitle = "Open File Data Iklim" Dialog1.InitDir = CurDir

Dialog1.Filter = "Comma delimited (*.csv)|*.csv|All files (*.*)|*.*|" Dialog1.ShowOpen

TxtInput.Text = Dialog1.FileName Out1:

Exit Sub End Sub

Private Sub cmdOutput_Click()

'Listing code bawah ini digunakan untuk memilih nama file output TxtOutput.Text = ""

Dialog1.DialogTitle = "Save Output Hasil Simulasi" Dialog1.InitDir = CurDir

Dialog1.Filter = "Comma delimited (*.csv)|*.csv|All files (*.*)|*.*|" Dialog1.ShowSave

TxtOutput.Text = Dialog1.FileName End Sub

Private Sub cmdProses_Click() Open TxtInput.Text For Input As #1 Open TxtOutput.Text For Output As #2 For i = 1 To 365

Input #1, hujan, RH, suhu, rad, angin 'CUACA 'Parameter H = Text3.Text PI = 3.14 lat = 6 gamma = 66.1 lhv = 2.454

'deklinasi surya (derajat) HI = H + i

(32)

If HI > 365 Then HI = HI - 365

T = -23.4 * Cos(2 * PI * (HI + 10) / 365) 'fungsi mencari arccos

sinld = Sin(lat * PI / 180) * Sin(T * PI / 180) cosld = Cos(lat * PI / 180) * Cos(T * PI / 180) sinb = Sin(-0.833 * PI / 180)

arg = (sinb - sinld) / cosld

arccos = 2 * Atn(1) - Atn(arg / Sqr(1 - arg * arg)) 'Panjang hari

dlen = 24 / PI * arccos 'Tekanan uap

Esat = 6.1078 * Exp(17.239 * suhu / (suhu + 273.3)) Ea = RH * Esat / 100 vpd = Esat - Ea 'fungsi aerodinamik f1 = 0.64 * (1.054 * angin * (1000 / 3600)) 'albedo alb = (0.09) + (0.25 * (0.23 - 0.05) * Lai) 'landaian tekanan uap

delta = 47.139 * Exp(0.55129 * suhu) 'Radiasi Gelombang Panjang sangot = 58.75 * (sinld + cosld) nN = (rad / sangot - 0.16) / 0.62

Rlw = 2 * (10 ^ (-9)) * ((suhu + 273.3) ^ 4) * (0.56 - 0.08 * Sqr(Ea)) * (0.1 + 0.9 * nN) 'Radiasi netto

RN = (1 - alb) * rad - Rlw 'Evapotranspirasi maksimum

Etm = (delta * RN + f1 * vpd * 100) / ((delta + gamma) * lhv) 'Evaporasi tanah 'Parameter FC = Val(txtKL.Text) WP = Val(txtTLP.Text) dE = Val(txtdE.Text) swc = Val(txt4.Text) FC1 = FC * dE / 100 WP1 = WP * dE / 100 swc1 = swc * dE / 100 U = 12 CEs1 = U CEs2 = 0 times = 0 Es = 0 alpha = 3.5

k = 0.5 'Rata-rata utk seluruh populasi 64000 dan varietas 'Intersepsi

If Lai < 3 Then Hint = 0.4233 * Lai Else Hint = 1.27 If hujan < Hint Then Hint = hujan

'Infiltrasi inf = hujan - Hint

'Transpirasi dan Evaporasi Maksimum Tsm = Etm * (1 - Exp(-k * Lai)) Esm = Etm - Tsm

If Esm < 0 Then Esm = 0 'Evaporasi aktual p = inf

If CEs1 > U Then GoTo stage2 stage1:

(33)

cumes1:

CEs1 = CEs1 + Esm

If CEs1 < U Then Es = Esm Else GoTo Transition GoTo buff

Transition:

Es = Esm - 0.4 * (CEs1 - U) CEs2 = 0.6 * (CEs1 - U) times = (CEs2 / alpha) ^ 2 GoTo buff

stage2:

If p >= CEs2 Then GoTo storm times = times + 1

timeso = times

Es = alpha * Sqr(times) - alpha * Sqr(timeso) If p > 0 Then GoTo rain

If Es > Esm Then Es = Esm cumes2: CEs2 = CEs2 + Es - p GoTo buff storm: p = p - CEs2 CEs1 = U - p If p > U Then CEs1 = 0 GoTo cumes1: rain: Esx = 0.8 * p

If Esx <= Es Then Esx = Es + p If Esx > Esm Then Esx = Esm Es = Esx GoTo cumes2 buff: If swc1 < 0.5 * WP1 Then Es = 0 'Neraca Air swc1 = swc1 + inf - Tsa - Es If swc1 > FC1 Then GoTo pc pc = 0 GoTo bufff pc: pc = swc1 - FC1 swc1 = FC1 bufff: If swc < 0 Then swc = 0 'Penyerapan air swcCrit = WP1 + (0.4 * (FC1 - WP1)) rew = (swc1 - WP1) / (swcCrit - WP1) If rew < 0 Then rew = 1

If rew >= 1 Then rew = 1 Tsa = Tsm * rew

If Tsa >= Tsm Then Tsa = Tsm

If swc1 > swcCrit Then wdf = 1 Else wdf = rew

'PERKEMBANGAN dan PERTumbuhan tanaman 'PARAMETER AWAL

kma = 0.01 'kgkg-1hari-1 Suwarto (2005) Kropff dan Laar (1993) kmd = 0.03 'kgkg-1hari-1 Suwarto (2005) Kropff dan Laar (1993) kmt = 0.01 'kgkg-1hari-1 Suwarto (2005) Kropff dan Laar (1993) kmb = 0.015 'kgkg-1hari-1 Suwarto (2005) Kropff dan Laar (1993)

(34)

kg = 0.13 'kg = 0.11 'kgkg-1hari-1 Suwarto (2005) Kropff dan Laar (1993) tu = Val(Text2.Text)

lue = 0.0024 'kg/MJ populasi 64000 tb = Val(TxtTB.Text)

'Perkembangan

If suhu > tb Then s = s + (suhu - tb) / tu If s >= 1 Then GoTo Hasil

If cmb.Text = "Arjuna" Then GoTo Arjunaa Else GoTo Pioner Pioner:

If s <= 0.04 Then 'Tanam - emergence pD = 0.34

pB = 0.44 pA = 0.22 pT = 0 End If

If s > 0.04 And s <= 0.24 Then 'emergence - T.muda pD = (2.7266 * s) + 1.0059

pB = 0

pA = (0.44666 * s) + 0.02941 pT = 0

End If

If s > 0.24 And s <= 0.54 Then 'T.muda - tasseling pA = (0.250225 * s) + 0.04 pD = ((1.9027) * s) + 0.30764 pB = ((1.23495) * s) + 0.03395 pT = 0 End If If s > 0.54 Then 'tasseling-matang pD = ((-0.7764) * s) + 1.12 pA = ((-0.0878) * s) + 0.12302 pB = ((-0.8173) * s) + 0.919 pT = (0.9991 * s) + 0.4591 End If GoTo Pertumbuhan_pioNer Arjunaa:

If s <= 0.04 Then 'Tanam - emergence pD = 0.44

pB = 0.31 pA = 0.25 pT = 0 End If

If s > 0.04 And s <= 0.27 Then 'emergence - T.muda pD = (2.9 * s) + 0.5711

pB = 0

pA = (-1.682 * s) + 0.4289 pT = 0

End If

If s > 0.27 And s <= 0.55 Then 'T.muda - tasseling pA = (0.1 * s) + 0.1

pD = ((1.3) * s) + 0.09 pB = ((0.694) * s) + 0.19372 pT = 0

End If

If s > 0.55 Then 'Tasseling - matang pD = ((-0.1582) * s) + 0.5381

pA = ((-0.1826) * s) + 0.1653 pB = ((-2.6256) * s) + 2.4231 pT = (0.92165 * s) + 0.21165

(35)

End If

GoTo Pertumbuhan_Arjuna Pertumbuhan_Arjuna:

'SUB MODEL PERTUNBUHAN 'radiasi yang diintersepsi SInt = rad * (1 - Exp(-k * Lai)) 'pertambahan biomassa potensial

dW = lue * SInt * 10 ^ 4 'kg ha-1 d-1 CumW = CumW + dW

'Pertambhan biomassa aktual dWa = (1 - kg) * dW * wdf CumWa = CumWa + dWa 'Respirasi pemeliharaan Q10 = 2 ^ ((suhu - 20) / 10) 'Laju Respirasi masing-masing organ rdaun = kmd * wdaun * Q10 rbatang = kmb * wbatang * Q10 rakar = kma * wakar * Q10 rtongkol = kmt * wtongkol * Q10 'Fase pertumbuhan dan Partisi Biomassa

If s <= 0.04 Then 'tanam - emergence dwdaun = pD - rdaun

dwbatang = pB - rbatang dwakar = pA - rakar

wdaun = wdaun + dwdaun wbatang = wbatang + dwbatang wakar = wakar + dwakar

A = A + 1

End If

If s > 0.04 And s <= 0.27 Then 'emergence - T.muda dwdaun = pD * dWa - rdaun

dwakar = pA * dWa - rakar

wdaun = wdaun + dwdaun wakar = wakar + dwakar If pA <= 0 Then pA = 0

B = B + 1 End If

If s > 0.27 And s <= 0.55 Then 'T.muda - tasseling dwdaun = pD * dWa - rdaun

dwbatang = pB * dWa - rbatang dwakar = pA * dWa - rakar

wdaun = wdaun + dwdaun wbatang = wbatang + dwbatang wakar = wakar + dwakar

c = c + 1 End If

If s > 0.55 Then 'Tasseling - matang dwdaun = pD * dWa - rdaun

dwbatang = pB * dWa - rbatang dwakar = pA * dWa - rakar dwtongkol = pT * dWa - rtongkol

(36)

wdaun = wdaun + dwdaun wbatang = wbatang + dwbatang wakar = wakar + dwakar

wtongkol = wtongkol + dwtongkol

D = D + 1 End If

GoTo hitungLaiArjuna Pertumbuhan_pioNer:

'SUB MODEL PERTUNBUHAN 'radiasi yang diintersepsi SInt = rad * (1 - Exp(-k * Lai)) ' transmisi = Exp(-k * Lai) ' Qint = rad * (1 - transmisi) 'pertambahan biomassa potensial

dW = lue * SInt * 10 ^ 4 'kg ha-1 d-1 CumW = CumW + dW

'Pertambahan biomassa aktual dWa = (1 - kg) * dW * wdf CumWa = CumWa + dWa 'Respirasi pemeliharaa

Q10 = 2 ^ ((suhu - 20) / 10)

'Laju Respirasi masing-masing organ rdaun = kmd * wdaun * Q10 rbatang = kmb * wbatang * Q10 rakar = kma * wakar * Q10 rtongkol = kmt * wtongkol * Q10

'Fase pertumbuhan dan Partisi Biomassa

If s <= 0.04 Then 'Tanam - Emergence dwdaun = pD - rdaun

dwbatang = pB - rbatang dwakar = pA - rakar

wdaun = wdaun + dwdaun wbatang = wbatang + dwbatang wakar = wakar + dwakar lai1 = 0.0068 * wdaun A = A + 1

End If

If s > 0.04 And s <= 0.24 Then 'Emergence - T.muda dwdaun = pD * dWa - rdaun

dwakar = pA * dWa - rakar

wdaun = wdaun + dwdaun wakar = wakar + dwakar If pA <= 0 Then pA = 0 B = B + 1 End If

(37)

If s > 0.24 And s <= 0.54 Then 'T.muda - Tasseling dwdaun = pD * dWa - rdaun

dwbatang = pB * dWa - rbatang dwakar = pA * dWa - rakar

wdaun = wdaun + dwdaun wbatang = wbatang + dwbatang wakar = wakar + dwakar

c = c + 1 End If

If s > 0.54 Then 'Tasseling - Matang dwdaun = pD * dWa - rdaun

dwbatang = pB * dWa - rbatang dwakar = pA * dWa - rakar dwtongkol = pT * dWa - rtongkol

wdaun = wdaun + dwdaun wbatang = wbatang + dwbatang wakar = wakar + dwakar

wtongkol = wtongkol + dwtongkol D = D + 1 End If GoTo hitungLaiPioner hitungLaiPioner: sla = 0.0018 dlai = sla * dwdaun Lai = dlai + Lai GoTo lanjut 'hitungLai1: 'End hitungLaiArjuna: sla = 0.0027

If sla < 0 Then sla = 0 dlai = sla * dwdaun Lai = dlai + Lai

GoTo lanjut lanjut:

Wtot = wakar + wdaun + wbatang + wtongkol 'Simpan Hasil Simulasi ke File:

Write #2, i, s, Lai, wdaun, wbatang, wakar, wtongkol, Wtot Next i Hasil: TxtAkar = Int(wakar) TxtBtng = Int(wbatang) TxtDaun = Int(wdaun) TxtWTongkol = Int(wtongkol) txtbio = Int(Wtot)

Gambar

Gambar 1. Diagram forester submodel pertumbuhan tanaman jagung
Gambar 2. Diagram forester submodel neraca air
Tabel 2. Periode perkembangan tanaman     Jagung di Sindangbarang
Gambar 7. Pertumbuhan daun, akar, dan batang       Var. Pioner  4 hasil simulasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan keefektifan aplikasi pestisida nabati dengan pestisida kimiawi dalam mengendalikan populasi hama utama tanaman jagung ( Zea mays

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian seleksi in vitro tanaman Jagung ( Zea mays L.) varietas Talango dan Manding terhadap cekaman salinitas yakni:.. Menguji

Dari hasil penelitian tentang Pengaruh Macam Dan Cara Aplikasi Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis ( Zea mays saccharata Sturt. )

Respon Pertumbuhan Populasi F1 Hasil Persilangan Beberapa Tetua Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Cekaman Besi (Fe) pada Media Kultur Hara.. Dibimbing oleh

Dari hasil penelitian tentang Pengaruh Macam Dan Cara Aplikasi Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis ( Zea mays saccharata Sturt. )

demikian, dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk organik bio-slurry cair dan waktu aplikasi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung (Zea mays L.)..

Penelitian ini yang bertujuan untuk menelaah pengaruh dosis biochar dan pupuk kandang ayam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis (Zea mays L. saccharata Sturt.)

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Karya Ilmiah Tertulis yang berjudul : “Studi Agronomi dan Fisiologi Beberapa Aksesi Tanaman Jagung (Zea mays L) Hasil Pemuliaan” adalah