• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Hukum dan Pidana Profesi Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

N/A
N/A
nopa hasiholan

Academic year: 2024

Membagikan "Tanggung Jawab Hukum dan Pidana Profesi Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Delegasi are licensed under a Lisensi Creative Commons Atribusi 4.0 Internasional.

97 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM

DAN PIDANA PROFESI KURATOR DALAM

PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT PROFESSIONAL UNLAWFUL ACT AND CRIMINAL LIABILITIES CURATOR PROFESSION IN MANAGING

AND SETTLEMENT OF BANKRUPTCY ASSET

Dr. Suyud Margono.1

Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular Email: 1[email protected]

ABSTRAK

Kurator (perorangan/tim) sebagai profesi bertanggung jawab kepada para kreditor untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit secara adil. Penelitian ini untuk mengetahui pertanggungjawaban Kurator apabila terjadi kesalahan (melanggar hukum) baik berdasarkan kesalahan maupun kelalaian dan atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam melakukan pengurusan, pemberesan dan pemberesan harta pailit dan termasuk untuk mengetahui cara penyelesaian terhadap kreditor yang dirugikan. Batasan masalah dari latar belakang tersebut, bagaimanakah pertanggungjawaban kurator baik pertanggungjawaban secara profesional maupun pidana terhadap masyarakat dan kreditor yang dirugikan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Penelitian kualitatif dalam tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan studi kasus yang relevan mengenai Perbuatan Melawan Hukum dan pertanggungjawaban Kurator dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif dari sudut pandang doktrin, peraturan ketentuan hukum atau undang-undang yang berlaku dan isu-isu yang terkait. Hasil penelitian ini menunjukkan pertanggungjawaban kurator berdasarkan ketentuan Perbuatan Melawan Hukum, menyangkut tanggung jawab dalam kemampuan profesional sebagai kurator yang berkaitan langsung dengan kinerja dalam pemberesan harta pailit secara profesional. Oleh karena itu, pertanggungjawaban kurator secara perbuatan melawan hukum didasarkan pada kesalahan dan/atau kelalaiannya, lebih lanjut pertanggungjawaban kurator secara pribadi adalah mengganti kerugian dalam rangka melaksanakan Putusan Pengadilan Niaga dalam membereskan harta pailit.

1 Suyud Margono, Akademisi & Praktisi Hukum. Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas Mpu Tantular, Jakarta dan dibeberapa Perguruan Tinggi untuk program sarjana & pascasarjana, Trainer dibeberapa training center untuk tingkat nasional & internasional dibidang corporate & commercial law. Narasumber dan Peneliti bidang Hukum diantaranya pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) - Kementerian Hukum & HAM RI.

(2)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 98

Kata kunci: Perbuatan Melawan Hukum, Kurator, Tanggung Jawab Profesi dan Pidana; Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

ABSTRACT

Curator (individual/ team works) as profession is responsible to the creditors to manage and should be settle bankruptcy assets in fair process. This studi to find out Curator liabilities if any mistake (breach the law) either based on fault or negligence and/and not in accordance with applicable legal provisions in managing, handling and settlement of bankrupt assets and includes to find out how to settle the disadvantaged creditor. The limitation of this background, how is the accountability of the curator's either professional and criminal liability to the public and creditors who are disadvantaged in managing and settlement of bankruptcy assets. This qualitative study in this paper uses the normative legal research method, with relevant case studies regarding Tort/ Breach the Law and the accountability of the Curator by using a descriptive qualitative analysis from the perspective of the doctrine, regulation of legal provisions or applicable laws and related issues. The results of this study indicate the liability under the Tort provision of the curator, concern about the responsibility in the professional capabilities as a curator that is directly related to the performance in managing bankruptcy assets in a professional manner. Therefore, Curator’s Tort accountability based on mistakes and/ or negligence, furthermore the curator's personal liability should be replace losses in order compulsary to implement the Commercial Court's Decision to manage bankrupt assets properly.

Keywords: Tort/Breach the Law, Curator, Professional and Criminal Liabilities;

Manage and Settlement of Bankruptcy Asset

A. LATAR BELAKANG

Dana atau modal yang dibutuhkan oleh para pelaku usaha untuk menjalankan usahanya di dapatkan dari fasilitas utang (pinjaman atau kredit) yang diperoleh melalui perorangan maupun lembaga keuangan, yang digunakan untuk menambah modal usahanya baik utang dalam bentuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Dalam praktek bisnis dan kadang sudah menjadi bagian dalam aktifitas usaha transaksi bisnis yang menimbulkan kewajiban utang2. Utang adalah hal umum dalam dunia bisnis yang tidak dapat dipisahkan dari dunia perekonomian.

Pihak yang memberikan pinjaman berupa dana kepada pihak yang membutuhkan dana atau yang mempunyai piutang disebut sebagai Kreditor, sedangkan pihak yang menerima pinjaman dana dari Kreditor untuk mengembangkan usahanya atau yang

2 Secara khusus umumnya pelaku usaha/ perusahaan dalam lingkup perjanjian, yang pada umumnya dilakukan bukan dalam bentuk akta dengan beberapa istilah/ title perjanjian, misalnya: perjanjian pinjam- meminjam, perjanjian utang-piutang, perjanjian hutang sindikasi, pengakuan utang, namun beberapa diantaranya mengikatkan perjanjian utang-piutang tersebut dalam format akta, halmana merupakan kewajiban apabila perjanjian utang-piutang diikuti dengan penjaminan dari harta/ asset pihak debitor.

Dalam praktek juga dikenal dengan bantuan pinjaman untuk modal usaha (Kredit Modal Usaha).

(3)

99 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

mempunyai utang disebut sebagai Debitor.3 Dalam praktek konsep permodalan untuk kegiatan usaha ini sering pula diikuti dengan kewajiban pengembalian dana (modal) yang pada umumnya disertai dengan kewajiban terhadap bunga dengan limitasi waktu yang fleksibel.

Suatu transaksi usaha yang menimbulkan kewajiban utang adalah suatu perikatan yang timbul karena perjanjian merupakan bagian dari sistem hukum keperdataan.

Suatu perikatan yang menimbulkan kewajiban adanya utang dapat terjadi secara natural, misalnya: Penjual harus segera menyerahkan/ mengirimkan barang yang telah dibeli/ dipesan oleh Pembeli, demikian sebaliknya, Pembeli harus menyelesaikan kewajiban (pembayaran) sebelum jatuh tempo yang telah disepakati dalam perjanjian (Kesepahaman). Dalam perspektif lain Debitor harus membayar utang (cicilan + bunga) yang telah diperjanjikan dalam perjanjian pinjam-meminjam.

Dalam hal-hal tertentu validitas suatu perikatan karena adanya perjanjian yang mengatur secara khusus dalam klausula-klausula yang berisi ketentuan bagi para pihak dalam perjanjian utang-piutang tidak terpenuhi yang artinya bahwa perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum (invalid). Dalam praktek suatu perjanjian sah menurut hukum bila telah memenuhi asas sahnya perjanjian (validity enter into contract), diantaranya telah memnuhi asas konsensualisme, yang berasal dari kata

“konsensus” memiliki arti kesepakatan. Dengan kesepakatan antara pihak-pihak yang bersangkutan tercapai suatu persesusaian kehendak, artinya: yang dikehendakai oleh pihak satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain.4 Perjanjian Utang Piutang yang telah disepakati tersebut sedikitnya ada dua pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut yaitu, debitor dan kreditor.5

Di dalam Praktik bisnis dan kenyataan pada umumnya terdapat Debitor tidak memenuhi kewajiban/ lalai dalam membayar utang atau tidak menyelesaikan kewajibannya kepada kreditor. Keadaan tersebut dapat menimbulkan masalah- masalah yang apabila tidak segera diselesaikan akan berdampak luas, antara lain yaitu dapat digugat wanprestasi maupun diajukan palit oleh Kreditor, dalam hal berdasarkan perjanjian utang-piutang tersebut telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud UU Kepailitan.6 Dalam hal Debitor telah memiliki sedikitnya dua debitor yang tidak membayar utang dan satu dari sekian utang dapat ditagih, makan Debitor dapat diajukan Permohonan Kepailitan terhadap Debitor oleh Kreditor.7

Selanjutnya Kurator melakukan tugasnya untuk pengurusan dan pemberesan harta pailit dibawah Hakim Pengawas dilakukan sesuai dengan perintah putusan

3 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Cetakan ke-4, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal.230.

4 Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan ke-11. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), hal.3

5 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, Cetakan ke-1. (Jakarta: Kencana, 2013), hal.10

6 Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 No.131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4443), Pada tanggal 22 April 1998 berdasarkan Pasal 22 Ayat (1) UUD 1945 telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan, yang kemudian ditetapkan menjadi Undang Undang Nomor 4 tahun 1998. Perubahan dilakukan oleh karena Undang-Undang Kepailitan (Faillisements-Verordening, Staatsblad 1905:217 jo Staatsblad 1906:348).

7 Pasal 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(4)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 100

Pengadilan Niaga, kadang dihadapkan atau sangat rentan masalah atau kendala yang kadang dihadapi oleh Kurator, diantaranya dugaan pelanggaran hukum yang dihadapi Kurator atas adanya laporan pidana dengan tuduhan pelanggaran ketentuan pidana yang dilaporkan oleh debitor pailit,8 kreditor maupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam suatu Perkara kepailitan tersebut, dalam kajian ini tidak saja ditujukan pada kinerja Kurator dalam melakukan pemberesan Harta Pailit (boedel pailit), namun dimaksudkan untuk mengkritisi cakupan pertanggungjawaban pidana Kurator dalam menjalankan profesinya, meskipun konsepsi formal dari kepailitan merupakan bagian dari sistem hukum perdata, UU Kepailitan dan PKPU diundangkan serta dan kasus-kasus Kepailitan dan PKPU halmana telah menjadi pertanyaan kritis yang dapat menjadi masalah pidana saat seoran/ Tim Kurator kepailitan harus mempertanggungjawabkan tindakannya setelah mengurus Harta Pailit diposisikan sebagai Tergugat maupun disangkakan dituduh melakukan tindak pidana.9

Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad) dalam konteks perdata diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk Wetboek (“BW”), dalam Buku III BW, pada bagian “Tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan demi Undang-Undang”, yang berbunyi:

“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.”

Berdasarkan ketentuan di atas, paling tidak terdapat lima unsur yang harus dipenuhi oleh suatu individu bila dikualifikasikan melakukan perbuatan melawan hukum dengan melakukan, sebagai berikut;

1. adanya perbuatan;

2. perbuatan itu melawan hukum;

3. adanya kerugian;

4. adanya kesalahan; dan

5. adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan.

Kelima unsur di atas bersifat kumulatif, sehingga satu unsur saja tidak terpenuhi akan menyebabkan seseorang tak bisa dikenakan pasal perbuatan melawan hukum (“PMH”). Dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat:10

1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku 2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain 3. Bertentangan dengan kesusilaan

4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.

8 Halmana Kurator dalam menjalankan tanggung jawab atau wewenangnya dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum, dari Contoh kasus Kepailitan PT. Metro Batavia, yang dialami Tim Kurator PT.

Metro Batavia. Perkara No. 89/Pid/Prap/2016/PN.Jkt.Sel.

9 Kasus yang dapat dijadikan contoh, Misalnya Gugatan lain-lain terhadap Permohonan PKPU di Pengadilan Niaga Medan, namun selama proses PKPU, tidak melakukan upaya damai untuk membayar hutangnya kepada Kreditor, sehingga pada tanggal 2 Agustus 2018, Debitor dinyatakan pailit oleh Hakim Pengadilan Niaga Medan melalui putusan Nomor 7/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Niaga Medan, menetapkan tim Kurator yang mengurusi pemberesan harta pailit Debitor.

10 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Penerbit Pascasarjana FH Universitas Indonesia, 2003), hal. 117

(5)

101 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

Baik Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) maupun Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) diatur oleh ketentuan atau dasar hukum yang sama, yakni, Pasal 1365 KUHPerdata diatas.

Untuk suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad), bahwa pengertian penguasa tidak hanya meliputi instansi-instansi resmi yang berada dalam lingkungan eksekutif di bawan Presiden akan tetapi termasuk juga Badan/Pejabat lain yang melaksanakan urusan pemerintahan. Ketentuan peraturan perundang-undangan tidak mengatur secara spesifik suatu kebijakan atau ketentuan berupa jenis perbuatan melawan hukum apa saja yang dialkukan oleh Penguasa (Pejabat Tata Usaha Negara/ TUN) yang dapat digugat di Peradilan Umum (Pengadilan Negeri), juga perlu dipahami bahwa selain Peradilan Umum suatu perbuatan melawan hukum oleh Penguasa juga dapat digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara/PTUN. Pada PTUN terdapat ketentuan yang spesifik untuk menentukan jenis kebijakan/ perbuatan apa saja yang dapat diajukan gugatan, yaitu suatu kebijakan yang bersifat konkret, individual dan final. Artinya, perbuatan Penguasa (Pejabat TUN) yang bersifat konkret, individual dan final.11 Sedangkan, dalam konteks hukum pidana, “sifat melawan hukum” (Wederrechtelijk) dalam hukum pidana dibedakan menjadi:

1. Wederrechtelijk formil, yaitu apabila sesuatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.

2. Wederrechtelijk Materiil, yaitu sesuatu perbuatan “mungkin” wederrechtelijk, walaupun tidak dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang, termasuk juga asas-asas umum yang terdapat di dalam lapangan hukum (algemen beginsel).

Ketentuan dalam UU Kepailitan dan PKPU, yang mengatur kewajiban independensi Kurator dalam proses kepailitan dapat dimintakan pertanggungjawaban termasuk dalam lingkup Hukum Pidana.12 Menurut Pompe,13 hukum pidana adalah semua aturan hukum yang menentukan terhadap tindakan apa yang seharusnya dijatuhi pidana dan apa jenis pidana yang sesuai untuk diterapkan.

Lebih lanjut pendapat, Schaffmeister,14 bahwa “sifat melawan hukum” yang tercantum di dalam rumusan delik yang menjadi bagian inti delik “melawan hukum secara khusus” (contoh: Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana/KUHP), sedangkan “sifat melawan hukum” sebagai unsur yang tidak disebut dalam rumusan delik tetapi menjadi dasar untuk menjatuhkan pidana sebagai “melawan hukum secara umum” (contoh: Pasal 351 KUHP).15

11 Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009) tidak dapat digugat ke Peradilan Umum (Pengadilan Negeri), karena PTUN yang berwenang sebagai forum yang berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara TUN tersebut.

12 Penulis mengambil contoh kasus sebagai ahli Hukum Perdata dan kepailitan dalam penyelidikan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0159/II/2019/Bareskrim, tanggal 6 Februari 2019, perkara dugaan tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan profesi Kurator sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 374 KUHP yang terjadi di Pengadilan Niaga Medan

13 W.P.J. Pompe, Handboek van Het Nederlands Strafrecht (4e herzien, NV – Uitgevers Maatschappij, Tjeenk/Willink 1953).p.1.

14 Schaffmeister dikutip dalam Andi Hamzah., Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, hal. 168

15 Pendapat Schaffmeister, juga diterapkan dalam Hukum Positif di Indonesia, misalnya Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), sebagaimana penjelasan Pasal 2 UU Tipikor, disebutkan:

(6)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 102

Maka, secara umum perbedaan mengenai perbuatan melawan hukum dalam konteks Pidana dengan dalam lingkup perdata lebih menitikberatkan pada perbedaan sifatnya, hal mana Hukum Pidana yang bersifat public sedangkan Hukum Perdata bersifat privat. Artinya da sifat publik/ umum yang dilanggar oleh pelaku, sedangkan sifat keperdataan lebih condong melindungi Pihak yang kepentinannya dilanggar secara pribadi (private).16

Selain itu Sutherland dan Casey, 17 menyatakan:

the criminal law in turn is defined convertionally as a body of specific rules regarding human conduct which have been promulgated by political authority which apply uniformly all members of the classes to which the rules refer, and which are enforce by punishment administered by the state

hukum pidana pada gilirannya secara konvensional didefinisikan sebagai sekumpulan aturan khusus yang mengatur mengenai perbuatan hukum yang dikeluarkan oleh suatu otoritas politik, yang diberlakukan serentak terhadap setiap orang yang merujuk kepada aturan, dan yang penegakannya dilakukan oleh negara.

Rumusan delik dalam hukum pidana maupun dalam hukum acara pidana, menduduki tempat yang sangat penting, karena jika diteliti secara sungguh-sungguh, rumusan delik mempunyai 2 (dua) fungsi yaitu: 18

pertama, seperti kita ketahui berkaitan dengan penerapan konkrit asas legalitas, yang berarti sanksi pidana hanya mungkin diterapkan terhadap perbuatan yang terlebih dahulu ditentukan sebagai perbuatan yang dapat dipidana oleh pembentuk undang- undang (secara hukum pidana materiil), atau dengan kata lain, pembentuk undang- undang melakukan hal ini melalui rumusan delik.

kedua, ditinjau dari fungsi asas legalitas, merupakan fungsi melindungi dari hukum.

Dengan demikian, rumusan delik juga mempunyai fungsi lain yaitu sebagai fungsi petunjuk bukti (secara hukum acara pidana).

Dalam menjalankan tugasnya (pemberesan harta pailit), kurator bertanggungawab terhadap kreditor yang dirugikan dalam pembagian harta pailit dalam proses pemberesan dan pengurusan harta pailit yang tidak fair serta tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku19. Kajian ini kemudian mengetahui tanggungjawab

yang dimaksud dengan sifat melawan hukum, mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yaitu meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan/ norma- norma kehidupan sosial masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.”

16 Munir Fuady., Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer., (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 22.

17 Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey, Principle of Criminology (sixth edit, Lippimooth Company 1960), hal. 4.

18 D. Scfaffmeister dan N. Keijzer dan E. PH. Sutoris, Hukum Pidana (J.E. Sahetapy, Agustinus Pohan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2011), hal 24.

19 Suyud Margono, “Kepailitan: Kedudukan Kreditor, Upaya Hukum, Perdamaian & Insolvensi”, Materi House Training, dengan tema Aspek Hukum Kepailitan & Pkpu Bagi Badan Usaha: Mekanisme, Teknis & Strategi Dalam Pengadilan Niaga, untuk eksekutif Karyawan bank BNI 1946 difasilitasi oleh Strategic Learning Consulting (SLC), Surabaya, 9 – 10 November 2018., seringkalai tidak terjadi kesesuaian, bahkan meminta pertanggungjawaban Kurator, meskipun Debitor (Pailit) telah dalam keadaan insolvent, padahal dalam hal ini (Insolvensi) Kurator harus memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh persetujuan atau bantuan Debitor, apabila:

(7)

103 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

atas pelanggaran (perbuatan melawan hukum) serta cara penyelesaian yang dilakukan oleh Kurator kepada kreditor yang dirugikan dalam proses Kepailitan tersebut.

Pengkajian ini untuk melihat lebih dalam dalam diskursus pertanggungjawaban profesi dan hukum pidana profesi Kurator apabila terjadi peristiwa perbuatan melawan hukum yang terkait langsung dengan tanggung jawab dalam kapasitas profesi dalam mengelola harta pailit secara profesional, serta pertangungjawaban Kurator secara pribadi yang harus menganti kerugian atas kesalahan (mistake) maupun kealpaan (negligence), apabila dalam pengurusan ataupun pemberesan harta pailit tidak sesuai ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana dimaksud ketentuan UU Kepailitan dan PKPU, maka berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam artikel ini, Bagaimanakah pertangungjawaban profesi dan pidana Kurator, bila terjadi Perbuatan Melawan Hukum salam pengurusan dan pemberesan harta pailit.?

B. PEMBAHASAN 2.1. Perihal Kepailitan

Kepailitan adalah keadaan atau kondisi seseorang atau badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada Kreditor, artinya Keadaan pailit atau kepailitan adalah seorang Debitor yang tidak sanggup lagi untuk membayar utang-utangnya. Lebih tepatnya, ia adalah orang yang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan dan yang aktiva atau warisannya telah diperuntukkan untuk membayar utang-utangnya kepada para Kreditornya. 20

Istilah kepailitan atau pailit memiliki beberapa istilah yang berbeda dalam bahasa Belanda, Inggrid, Perancis dan Latin. Di dalam bahasa Belanda digunakan istilah faillite, di dalam bahasa Perancis digunakan istilah faillite yang artinya sama dengan istilah kepailitan dalam bahasa belanda yaitu, pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Dalam bahasa Inggris dikenal istilah to fail, sedangkan dalam bahasa Latin menggunakan istilah fallire.21 Dalam negara-negara yang menganut sistem hukum anglo saxon, menggunakan istilah bankruptcy sebagai kepailitan yang mempunyai arti ketidakmampuan untuk membayar utang.

Pengertian menurut Black’s Law Dictionary, Kepailitan adalah: 22)

1. Usul untuk mengurus perusahaan Debitor tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, atau usul tersebut telah diajukan tetapi ditolak

2. Pengurusan terhadap perusahaan Debitor dihentikan.

- Dalam hal perusahaan dilanjutkan dapat dilakukan penjualan benda yang termasuk harta pailit, yang tidak diperlukan untuk meneruskan perusahaan.

- Debitor Pailit dapat diberikan sekadar perabot rumah dan perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, atau perabot kantor yang ditentukan oleh Hakim Pengawas

20 Munir Fuady, Loc Cit, hal.175.

21 Zainal Asikin, Hukum kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 26.

22 Bryan A. Garner., Black Law Dictionary (Ninth Ed, Thomson Reuter West Publishing), p.174., Kepailitan diartikan sebagai keadaan atau kondisi dari seseorang (individu, persekutuan, perseroan, kotamadya) yang tidak sanggup untuk membayar hutang yang menjadi kewajibannya. Ketidaksanggupan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela maupun atas permintaan pihak ketiga, yakni suatu permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan., lihat Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 2002), hal.11.

(8)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 104

The state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality) who is unable to pay its debts as they are, or became due. The term includes a person against whom an involuntary petition has been filed, or who has filed a voluntary petition, or who has been adjudge a bankrupt.

Kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 UU Kepailitan dan PKPU adalah

sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini”.

Tujuan utama kepailitan untuk melakukan pembagian antara para kreditor atas kekayaraan debitor oleh kurator. Kepailitan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau ekseukusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama sehingga kekayaan debitor dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing.23

Putusan pernyataan pailit mengubah status hukum (perorangan atau lembaga) terhadap harta benda yang dikuasainya, menjadi tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum, menguasai, mengurus harta kekayaannya sejak putusan pernyataan pailit diucapkan. Proses terjadinya kepailitan sangatlah perlu diketahui, karena hal ini dapat menentukan keberlanjutan tindakan yang dilakukan perseroan yang telah diputus pailit. Bukti debitor telah diputus pailit yaitu ditemukannya debitor yang mempunyai dua atau lebih utang kepada kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Debitor yang sudah di putus pailit, harta debitor segera akan dibagi-bagi, meskipun tidak berarti bahwa perusahaan yang pailit tidak dapat menjalankan bisnisnya.24

Setelah perusahaan diputus pailit oleh Pengadilan, maka diangkatlah kurator untuk melakukan pengurusan dan pengalihan harta pailit dibawah hakim pengawas yang berdasarkan Pasal 15 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yang berarti, kurator bekerja atas perintah putusan pengadilan, yang diawasi oleh hakim pengawas dan berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU.25

Untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit, Pemohon pailit harus memahami syarat-syarat kepailitan yang diatur dalam UU Kepailitan. Syarat- syarat tersebut dapat dilihat dari ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, yaitu debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

2.2. Pihak-Pihak dalam Kepailitan

Pihak-pihak Pemohon Pailit berdasarkan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU yaitu Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,

23 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Grafiti, 2002), hal .22.

24 Munir Fuady, Hukum Pailit: dalam Teori dan Praktek, Edisi Revisi. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 17.

25 M. Hadi Shubban, Loc Cit, hal. 8.

(9)

105 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih Kreditornya, maka, berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU, dapat disimpulkan bahwa pihak-pihak yang berhak mengajukan permohonan pernyataan pailit ke Pengadilan Niaga adalah sebagai berikut:

Debitor

Debitor menurut Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan dan PKPU adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih dimuka Pengadilan, atau bisa dipersempit yaitu Debitur yang memiliki utang, hal mana Kreditur dan Debitur melakukan hubungan hukum karena perikatan.

Kepailitan terjadi karena Debitur sudah melakukan hubungan hukum atau perikatan kepada Kreditur tersebut sudah jatuh tempo dan tidak membayar utang kepada lebih dari satu Kreditur. Debitur yang tidak membayar utang kepada lebih dari satu Kreditur tersebut setelah diputus permohonan Pailit, maka disebut Debitur Pailit.

Permohonan pernyataan pailit yang diajukan sendiri oleh Debitor (voluntary petition) menandakan bahwa permohonan pernyataan pailit bukan saja dapat diajukan untuk kepentingan para Kreditornya tetapi dapat pula diajukan untuk kepentingan Debitor sendiri. Debitor harus dapat mengemukakan dan membuktikan bahwa ia memiliki lebih dari satu Kreditor dan tidak membayar salah satu utang Kreditornya yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Tanpa membuktikan hal itu maka Pengadilan akan menolak permohonan pernyataan pailit tersebut.

Kreditur (satu atau lebih Kreditur)

Yang dimaksud dengan Kreditur dalam Pasal 1 angka 3 UU Kepailitan dan PKPU adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih dimuka pengadilan. Atau bisa disebut Kreditur yang memberikan pinjaman utang dan didasari dengan perjanjian antar pihak-pihak atau karena undang-undang.

Syarat seorang Kreditur untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit tentu sama dengan syarat yang harus dipenuhi Debitor dalam mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap dirinya karena landasan bagi keduanya adalah Pasal 2 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU. Permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan pihak- pihak diluar perjanjian utang-piutang antara Debitor dan Kreditor. Permohonan tersebut diajukan terhadap Debitor-Debitor tertentu, yaitu Jaksa untuk kepentingan umum, Bank Indonesia untuk Debitor Bank, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) apabila Debitornya perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, dan lembaga penyimpanan dan penyelesaian, serta Menteri Keuangan jika Debitornya perusahaan asuransi, reasuransi, dana pensiun, dan BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. 26)

3. Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

26) Munir Fuady, Loc Cit., hal.9.

(10)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 106

Kurator27 merupakan satu-satunya yang berhak untuk mengurus harta pailit Debitor, Selain untuk mengurus dan membereskan harta pailit Debitor, tugas Kurator lainnya diatur lebih lanjut di dalam UU Kepailitan dan PKPU. Dalam menjalankan tugasnya Kurator disarankan untuk berkonsultasi dengan Hakim Pengawas. Dalam Pasal 69 UU Kepailitan dan PKPU, ditentukan, tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit, 28 namun dalam beberapa kasus persyaratan dan prosedur dalam menentukan budel pailit tidak dipenuhi oleh Kurator, yang mana Kurator dengan etikad tidak baik dalam menentukan sendiri budel pailit hanya berdasarkan daftar kekayaan yang diserahkan oleh Debitur (Pailit) sepihak yang tanpa verifikasi dan pencocokan Kreditur terhadap kekayaan Debitur (dalam Pailit).29

3.1. Pengangkatan Kurator Dalam Kepailitan

Di dalam Pasal 1 angka (5) UU Kepailitan dan PKPU disebutkan Kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan undang-undang ini. Dalam Pasal 15 UU Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat Kurator dan seorang Hakim Pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan. Balai Harta Peninggalan (BHP) bertindak sebagai Kurator dalam hal Debitor, Kreditor atau pihak yang berwenang mengajukan permohonan pailit tidak mengajukan usul pengangkatan Kurator kepada Pengadilan Niaga maka Balai Harta Peninggalan diangkat sebagai Kurator. Dari ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU Kepailitan dan PKPU dapat diketahui bahwa pengangkatan Kurator merupakan kewenangan Pengadilan Niaga, dengan demikian, boleh saja masing-masing pihak mengusulkan Kurator yang berbeda tetapi bersama dengan Putusan Pailit dari Majelis Hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa dan memutus perkara. 30)

Dalam hal terjadi Para pihak tidak mendapati kesepakatan untuk menunjuk salah satu Kurator dari beberapa Kurator yang diusulkan oleh masing-masing mereka maka Pengadilan Niaga dapat menetapkan Balai Harta Peninggalan sebagai Kurator. Di dalam Pasal 15 UU Kepailitan dan PKPU juga dijelaskan Kurator yang diangkut harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan Debitor atau Kreditor,

27 Kurator sendiri bisa merupakan balai harta peninggalan ataupun orang perseorangan. Kurator dalam menjalankan tugasnya haruslah bersikap independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan para kKreditor maupun Debitor. Syarat untuk menjadi Kurator telah diatur di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Pengangkatan dan pemberhentian seorang Kurator telah secara jelas diatur di dalam UU Kepailitan dan PKPU.

28 Sifat Putusan Pailit bersifat serta merta, artinya:

Putusan atas permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya hukum.

UU Kepailitan mewajibkan kurator untuk melaksanakan segala tugas dan kewenangannnya untuk mengurus dan atau membereskan harta pailit terhitung sejak putusan pernyataan pailit ditetapkan.

(Meskipun putusan pailit tersebut di kemudian hari dibatalkan oleh suatu putusan yang lebih tinggi), Semua kegiatan pengrurusan dan pemberesan oleh kurator yang telah dilakukan terhitung sejak putusan kepailitan dijatuhkan hingga putusan tersebut dibatalkan, tetap dinyatakan sah oleh UU.

29 Suyud Margono, Strategi Penyelesaian Sengketa Akibat Pelaksanaan Perjanjian (Aspek Litigasi)” Materi In-House Training “Aspek Hukum Teknik Beracara Di Pengadilan Niaga: Dalam Perkara Kepailitan & Hak Kekayaan Intelektual/HKI” PT. Telkom, Learning Event Area 4 Jateng & DIY., Semarang, 28 - 29 Oktober 2013.

30 Sutan Remy Sjahdeini, Loc Cit, hal.205.

(11)

107 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

dan tidak sedang menangani perkara Kepailitan dan PKPU lebih dari 3 perkara.

Independensi dan tidak mempunyai benturan kepentingan menentukan kelangsungan keberadaan Kurator yang tidak tergantung pada Debitor atau Kreditor dan Kurator termausk tidak memiliki kepentingan ekonomis yang sama dengan kepentingan ekonomis Debitor atau Kreditor.

Selanjutnya benturan kepentingan terjadi apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

a. Kurator menjadi salah satu Kreditor.

b. Kurator memiliki hubungan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali atau dengan pengurus dari perseroan Debitor.

c. Kurator memiliki saham lebih dari 10% pada salah satu perusahaan Kreditor atau pada perseroan Debitor.

d. Kurator adalah pegawai, anggota direksi, atau anggota komisaris dari salah satu perusahaan Kreditor atau dari perusahaan Debitor. 31)

3.2. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

Harta Pailit adalah seluruh harta kekayaan Debitur (Dalam Pailit) yang berada dalam sitaan umum, dalam hal ini menyangkut seluruh harta kekayaan Debitur yang telah ada maupun harta kekayaan yang masih akan ada selama proses kepailitan berlangsung.32

Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan yang menyatakan bahwa Debitor telah pailit atau disebut juga dengan Debitor pailit maka Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Harta pailit meliputi seluruh kekayaan Debitor serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum (Pasal 21 UU Kepailitan dan PKPU). Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 1131 KUHPerdata yang menyatakan bahwa seluruh harta kekayaan Debitor, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, di kemudian hari menjadi tanggungan bagi seluruh utang Debitor.

Harta kekayaan Debitor tidak terbatas kepada harta kekayaan berupa barang- barang tidak bergerak, seperti tanah, tetapi juga barang-barang bergerak, seperti perhiasan, mobil, dan mesin-mesin. Termasuk bila didalamnya barang-barang yang berada di dalam penguasaan orang lain, yang terhadap barang-barang itu Debitor memiliki hak, seperti barang-barang Debitor yang disewa oleh pihak lain atau yang dikuasai oleh orang lain secara melawan hukum atau tanpa hak.

Pengurusan Harta Pailit termasuk kegiatan mengumumkan ikhwal kepailitan, penyegelan harta pailit, pencatatan/pendaftaran harta pailit, melanjutkan usaha Debitor, membuka surat korespondensi Debitor pailit, mengalihkkan harta pailit, melakukan penyimpanan harta pailit, mengadakan perdamaian guna menjamin suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara. Proses pertama sekali setelah adanya pernyataan pailit adalah penyelesaian utang Debitor dengan mengelompokkan kedudukan Kreditor berdasarkan hasil verifikasi piutang.

Verifikasi atau pencocokan piutang berarti menguji kebenaran piutang Kreditor yang dimasukkan pada Kurator. Verifikasi diatur dalam Pasal 113 sampai dengan Pasal 143

31 Sutan Remy Sjahdeini., Ibid., hal.207.

32 Pasal 21 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

(12)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 108

UU Kepailitan dan PKPU. Pencocokan piutang dilakukan dalam rapat Kreditor untuk mengadakan pencocokan piutang yang dipimpin oleh Hakim Pengawas. 33

Hakim Pengawas merupakan hakim yang ditunjuk oleh hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa dan memutus dalam Putusan Pailit atau Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang/ PKPU.34 Tugas hakim pengawas adalah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator, dan sebelum memutuskan sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit, Pengadilan Niaga wajib mendengar nasihat terlebih dahulu dari hakim pengawas.

Tugas-tugas dan kewenangan hakim pengawas adalah sebagai berikut:

- Memimpin rapat verifikasi;

- Mengawasi tindakan dari kurator dalam melaksanakan tugasnya, memberikan nasihat dan peringatan kepada kurator atas pelaksanaan tugas tersebut;

- Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang diajukan oleh para kreditur;

- Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikannya dalam rapat verifikasi kepada hakim Pengadilan Niaga yang memutus perkara itu;

- Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan (misalnya: tentang keadaan budel, perilaku pailit dan sebagainya);

- Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk berpergian (meninggalkan tempat) kediamannya

Pada dasarnya, kedudukan para Kreditor sama (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu pro rata parte) 35). Namun asas tersebut dapat dikecualikan yakni untuk golongan kreditor yang memenang hak anggunan atas kebendaan dan golongan kreditor yang haknya didahulukan berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Setelah proses pengurusan yang dilakukan telah selesai, kurator melakukan pemberesan harta pailit (insolvensi).

Pasal 178 Ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU menyatakan bahwa insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar, artinya apabila tidak terjadi perdamaian dan harta pailit berada dalam keadaan tidak mampu membayar seluruh utang yang wajib dibayar. Secara prosedural hukum positif kepailitan, harta pailit dianggap berada dalam keadaan tidak mampu membayar jika:

a. Dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan perdamaian, atau b. Rencana perdamaian yang ditawarkan telah ditolak, atau

c. Pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

4. Pertanggungjawaban Kurator atas Perbuatan Melawan Hukum

Dalam dunia usaha dalam rangka menyelesaikan masalah utang - piutang diperlukan sistem yang cepat, terbuka, efektif dan adil, oleh karena itu diperlukan perangkat

33 Rachmadi Usman, Dimensi hukum Kepailitan di Indonesia, Cetakan ke-1, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2004), hal. 89.

34 Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

35 Aria Sujudi, Kepailitan di Negeri Pailit, (Jakarta: Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia, 2004), hal.

122.

(13)

109 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

hukum yang mendukung, salah satu mekanisme dalam penyelesaian masalah utang - piutang diantaranya adalah mekanisme kepailitan dan penundaaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Tujuan utama kepailitan untuk melakukan pembagian antara para kreditor atas kekayaan debitor oleh Kurator, Kepailitan juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditor dan menggantikannya dengan mengadakan sita bersama (sita umum) sehingga kekayaan debitor (Harta Pailit) dapat dibagikan kepada semua kreditor sesuai dengan hak masing-masing.36

Dalam hal suatu perusahaan sebagai Termohon Pailit diputus pailit oleh Pengadilan Niaga, maka diangkatlah Kurator untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit dibawah supervise hakim pengawas dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU), yang berarti, kurator bekerja melaksanakan perintah putusan pengadilan, yang diawasi oleh hakim pengawas dan berdasarkan UU Kepailitan dan PKPU.37

UU Kepailitan dan PKPU secara tegas mencantumkan syarat wajib yang harus dimiliki oleh seorang kurator adalah harus independen. Namun, tidak demikian dengan hukum kepailitan Belanda. Persoalan independensi ini dalam hukum kepailitan Indonesia merupakan faktor yang dapat menyebabkan seorang kurator dikenai tanggung jawab hukum baik pidana maupun perdata seperti tercantum dalam Pasal 234 ayat 2 UU Kepailitan yang telah dibahas. Namun, ketentuan UU Kepailitan Belanda tidak ada mencantumkan syarat independensi bagi seorang kurator, dalam prakteknya prinsip independensi ini juga selalu dijalankan dengan berpedoman pada putusan Mahkamah Agung Belanda.38

Perlu diketahui antara perbuatan pidana dengan pertanggung jawaban pidana memiliki hubungan yang sangat erat dan mendasar. Terkait dengan penentuan kesalahan seorang kurator yang berakibat pada pertanggungjawaban pidana, seorang hakim terlebih dahulu harus mempertimbangkan mengenai ada tidaknya alasan yang dapat meniadakan pidana tersebut. Adapun dalam hukum pidana hal-hal yang dapat menghapuskan pidana dibedakan menjadi 2 (dua) bagian yaitu pertama menurut undang nndang, meliputi tidak mampu bertanggungjawab (Pasal 44 KUHPidana), daya paksa dan keadaan darurat, pembelaan terpaksa dan pembelaan terpaksa melampaui batas, menjalankan peraturan perundang-undangan dan menjalankan perintah jabatan. Kedua yaitu di luar undang-undang meliputi tidak ada kesalahan sama sekali dan tidak ada sifat melawan hukum materiil.39

4.1. Tanggungjawab Profesionalisme Kurator

Prinsip independensi dan tidak memihak (independent and impartial) merupakan salah satu prinsip utama yang dikenal dalam berbagai ketentuan hukum Internasional. Prinsip independensi pun dikehendaki oleh UU Kepailitan. Hal ini

36 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Mandiri, 2009), hal.22

37 M. Hadi Shubban, Hukum Kepailitan,Cetakan ke-5. (Jakarta: Kencana, 2008), hal.8

38 Hooge Raad (HR) 19 April 1966, NJ 1996, 727, yang telah memberikan suatu standar bagi pertanggungjawaban pribadi kurator - the standard for personal liability.

39 Didik Endro Purwoleksono, Hukum Pidana (Surabaya: Airlangga University Press, 2013). hal. 98.

(14)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 110

secara khusus tercantum dalam Pasal 15 ayat 3 UU Kepailitan yang berbunyi bahwa kurator yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitur atau kreditor,40 dan tidak sedang menangani perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang lebih dari 3 (tiga) perkara. Adanya persamaan maksud dari pasal 15 ayat 3 dan Pasal 234 ayat 1 UU Kepailitan dan PKPU tersebut mndeskripsikan, meskipun UU Kepailitan dan PKPU membedakan ruang lingkup tugas dan kewenangan antara kurator dan pengurus, namun tiada menyinggung kedudukan hukum masing-masing, termasuk dalam hal apa kurator atau pengurus dapat dikenai tanggung jawab pidana.

Tanggugjawab dan independensi41 profesi Kurator mengandung arti kurator tidak boleh memiliki ketergantungan kepada para pihak dalam kepailitan yaitu debitur maupun kurator, serta bebas dari pengaruh siapa pun. Dihubungkan pengertian independensi dalam Black’s Law Dictionary,42: Independent is not subject to the control or influence of another, not associated with another, not dependent cotingent on something else (an independent person), a person who manages the affairs of another, a guardian.

Bentuk kesalahan atau kelalaian dari kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit yang harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal mana bentuk kesalahan atau kelalaian dalam melaksanakan tugas selaku Kurator, karena Para Kurator lalai akan tugas penting untuk mengamankan kekayaan milik Debitur Pailit.

Beberapa hal berikut ini terkait dengan kesalahan/ kelalaian dari tugas penting Kurator untuk mengamankan kekayaan milik Debitur Pailit yang dapat melakukan hal-hal berikut:

- Kurator menangguhkan hak eksekusi Kreditur dan pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan Debitur Pailit atau kurator, untuk waktu 90 (sembilan puluh) hari sejak pernyataan pailit. (Pasal 103 UUKepailitan dan PKPU);

- Kurator membebaskan barang yang menjadi agunan dengan membayar Kreditur.

(Pasal 59 ayat (3) UUKepailitan dan PKPU);

- Kurator sejak mulai pengangkatannya, tidak secara segera melakukan upaya yang perlu dan patut harus mengusahakan keselamatan harta pailit. Seketika harus diambilnya untuk disimpan dengan segala surat-surat, uang-uang, barang perhiasan, efek-efek dan lain-lain surat berharga dengan memberikan tanda penerimaan. (Pasal 98 UU Kepailitan dan PKPU).

- Kurator dalam rangka mengamankan Harta Pailit, tidak meminta persetujuan kepada Hakim Pengawas untuk menyegel harta pailit.

- Kurator tidak meminta jasa perbankan atau jasa finansial lainnya karena harus menyimpan sendiri semua uang, barang-barang perhiasan, efek-efek dan surat berharga lainnya. Hakim pengawas berwenang pula menentukan cara penyimpanan harta tersebut. Khusus terhadap uang tunai, jika tidak diperlukan

40 Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 225 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU harus independen dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan debitur atau kreditor.

41 Prinsip independensi dipertegas dalam Kode Etik Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) yang menyatakan dalam setiap penunjukan yang diterima, anggota asosiasi kurator dan pengurus indonesia (selanjutnya disebut “Anggota”) harus independen dan bebas dari pengaruh siapa pun.

42 Bryan A. Garner., Loc Cit., hal. 838.

(15)

111 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

untuk pengurusan, Kurator wajib dilakukan hak penahanan oleh Kreditur. (Pasal 108 UU Kepailitan dan PKPU).

- Kurator tidak meminta jasa perbankan atau jasa finansial lainnya untuk pengembalian terhadap barang yang dilakukan hak penahan oleh Kreditur (Pasal 185 ayat (4) UU Kepailitan dan PKPU).

Pihak yang menuntut mempunyai tagihan atas harta kepailitan, dan tagihannya adalah utang harta pailit. Kedua yaitu tanggung jawab pribadi kurator yang berarti kurator bertanggung jawab secara pribadi terhadap perbuatannya. Kurator harus membayar sendiri kerugian yang ditimbulkannya, segala kerugian yang timbul sebagai akibat dari kelalaian atau karena ketidakprofesionalan kurator menjadi tanggung jawab kurator, oleh karena itu kerugian tersebut tidak dapat dibebankan pada harta pailit. Adapun cara penyelesaian terhadap kerugian yang dialami kreditor dalam proses pengurusan dan pembagian harta pailit, apabila tanggung jawab kurator tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum.

Kurator dilaporkan kepada Dewan Kehormatan Profesi apabila materi pengaduannya berhubungan dengan pelanggaran terhadap kode etik profesi kurator. Undang- undang Kepailitan dan PKPU belum mengatur jelas mengenai batasan-batasan kesalahan atau kelalaian yang dilakukan kurator dan juga sanksi yang dikenakan kepada kurator yang melanggar sehingga kurator harus berhati-hati dalam menjalankan tugasnya karena pihak yang dirugikan oleh kurator dapat mengajukan tuntutan atas kerugian yang dialaminya.

4.2. Pertanggungjawaban Pidana Kurator

Materi mengenai Hukum pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan apa yang dilarang, siapa yang melakukannya, dan apa akibat hukum yang dapat dikenakan terhadap setiap orang (barang siapa) yang melanggar ketentuanketentuan yang diatur dalam hukum pidana. Sifat pidana menurut ajaran ilmu pengetahuan hukum pidana merupakan penderitaan, dimana penderitaan ini haruslah dijatuhkan kepada orang yang terbukti melanggar kaidah-kaidah hukum pidana yang telah ditetapkan terdahulu.43

Hukum pidana menentukan seseorang dapat dipertanggung jawabkan secara pidana adalah berdasarkan suatu adagium yang terkenal dan berlaku secara universal yang berbunyi: actus non facit reum, nisi mens sit rea atau dalam bahasa Inggris An act does not make a man guilty of a crime, unless his mind be also guilty atau An act does not make a person legality guilty unless the mind is legally blameworthy atau non est reus nisi men sit rea (Belanda; Geen straf zonder schuld, Jerman; Keine straf ohne schuld). Atau dikenal pula sebagai nulla poena sine culpa (culpa dalam artinya yang

43 Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia Di Masa Datang”, Pidato Pengukuhan guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 1990), hal. 2., disebutkan hukum pidana materiil (substantive criminal law), mau tidak mau harus bergelut dengan 3 (tiga) permasalahan pokok dalam hukum pidana.

Pertama, perumusan perbuatan yang dapat dipidana atau perbuatan yang dikriminalisasikan, kedua, pertanggungjawaban pidana dan yang ketiga (terakhir) adalah sanksi, baik sanksi berupa pidana (straf) maupun yang berupa tindakan (maatregel).

(16)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 112

luas bukan terbatas pada kealpaan saja tetapi termasuk juga kesengajaan). Adagium ini dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan”.44 Bahwa yang terpenting dalam teori hukum pidana ini, tidak seorangpun dapat dihukum kecuali tindakannya benar-benar melanggar hukum dan telah dilakukan dalam bentuk schuld, yakni dengan sengaja atau tidak dengan sengaja. Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Maka, meskipun perbuatannya memenuhi rumusan delik (an objective of penal provision), namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk penjatuhan pidana.45

Perihal pertanggungjawaban pidana, perlu terlebih dahulu menelaah kebijakan–

kebijakan yang dalam Hukum Pidana itu sendiri. Berkaitan dengan hal tersebut, maka sejak 1930, dikenal secara luas asas “tiada pidana tanpa kesalahan” yaitu hanya orang yang bersalah atau perbuatan yang dipertanggungjawabkan kepada pembuat yang dapat dipidana. Adapun kesalahan mengandung unsur kesengajaan; kelalaian (culpa) dan dapat dipertanggungjawabkan.46 Maka, terkait dengan pertanggungjawaban pidana kurator, maka dimungkinkan untuk menggunakan alasan penghapus pidana yaitu kurator melaksanakan peraturan perundang-undangan.

Melihat ketentuan yang diatur dalam Pasal 50 KUHP.47 Halmana menurut R.

Soesilo48 aturan Pasal 50 KUHP pada prinsipnya terhadap apa yang telah diharuskan atau diperintahkan oleh suatu undang-undang, tidak mungkin untuk diancam hukuman dengan undang-undang yang lain. 49 Sehubungan dengan Pasal 50 KUHP dihubungkan dengan pertanggungjawaban kurator, maka kurator harus membuktikan bahwa pelanggaran (perbuatan melawan hukum pidana) yang dituduhkan kepadanya merupakan perbuatan yang diperintahkan oleh undang- undang.50

Sehingga perlu diteliti hubungan antara tidak independennya seorang Kurator dengan unsur kesalahan dalam hukum pidana, hal mana kurator bertanggungjawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau

44 Sutan Remy Sjahdeini, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Dalam Peraturan Perundang Undangan Pidana Indonesia (Jakarta: Grafiti Press, 2007), hal. 7.

45 Perdebatan substansi hukum pidana dapat menimbulkan perdebatan, namun cenderung klasikal. Hal ini tidak lain karena selalu dikaitkan dengan asas legalitas, sebagaimana pendapat Dupont dalam Komariah Emong Sapardjaja., “Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia: Studi Kasus Tentang Penerapan Dan Perkembangannya Dalam Yurisprudensi”., (Bandung, Penerbit Alumni, 2002)., hal.

6., disebutkan “Het legaliteitbeginsel is een van de meest fundamentale beginselen van het strafrecht”, yaitu bahwa asas legalitas adalah asas-asas yang sangat fundamental dari hukum pidana.

46 Menurut Suringa dalam Andi Hamzah, syarat pengenaan pidana adalah adanya kesalahan dan melawan hukum, dalam Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana (Jakarta: Rineka Cipta 1994), hal. 132.

47 Teks aslinya berbunyi: Niet strafbaar is hij die een feit begat ter uitvoering van een wettelijk voorschrift) yang artinya tidaklah dapat dihukum barang siapa melakukan suatu perbuatan untuk melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan.

48 R. Soesilo dalam P.A.F. Lamintang., Dasar-Dasar Hukum Pidana (Bandung: PT Citra Aditya Bakti 1997).

Hal. 511.

49 Yang dimaksud dengan undang-undang, misalnya peraturan pemerintah dan peraturan pemerintah daerah. Menjalankan undang-undang, meliputi perbuatan-perbuatan yang dilakukan atas wewenang yang diberikan oleh suatu undang-undang.

50 Sriti Hesti Astiti., “Pertanggungjawaban Pidana Kurator Berdasarkan Prinsip Independensi Menurut Hukum Kepailitan”., Jurnal Yuridika, Volume 31 No. 3, September 2016., Fakultas Hukum Universitas Airlangga hal. 463

(17)

113 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

pemberesan harta pailit yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit tersebut.

Istilah kesalahan atau kelalaian disini hendaklah diberi pengertian yang jelas dan luas.

Sebab, bila tidak, tentu akan menimbulkan permasalahan bagi Kurator dalam menjalankan tugasnya, dalam arti ia tidak akan dapat mengambil tindakan yang cepat karena dibayangi adanya kesalahan atau kelalaian. Oleh karena itu diperlukan standar penilaian yang dikeluarkan oleh sebuah asosiasi. Selain itu perlu ditekankan bahwa hendaknya pertanggungjawaban kurator baru dapat timbul jika dalam kesalahan (baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian) itu terdapat unsur kesengajaan (perbuatan kriminal) atau adanya kecerobohan pelaksanaan kerja yang dilakukan tanpa pertimbangan yang jelas.51

Dalam perkara pidana, dikatakan ada suatu perbuatan pidana merupakan kenyataan bahwa ada aturan yang melarang dan mengancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Berkaitan dengan perbuatan pidana tersebut, maka untuk mengetahui hal yang merupakan sifat– sifatnya perbuatan, pertama-tama harus dilihat dari rumusan undang-undangnya. Perbuatan pidana ini hanyalah menunjuk kepada dilarangnya perbuatan, yaitu apakah orang yang telah melakukan perbuatan yang dilarang tersebut kemudian baru dapat dipidana, oleh karenanya sangat tergantung pada soal, apakah Kurator tersebut dalam melakukan perbuatan itu mempunyai kesalahan berdasarkan rumusan undang-undang atau tidak.52

C. Penutup Kesimpulan

Diskursus pertanggungjawaban profesi dan hukum pidana profesi Kurator terhadap suatu peristiwa perbuatan melawan hukum yang terkait langsung dengan tanggung jawab dalam kapasitas profesi dalam mengelola harta pailit, serta pertangungjawaban Kurator secara pribadi yang harus menganti kerugian karena kesalahan (mistake) maupun kealpaan (negligence). Tanggungjawab Kurator menimbulkan konsekuensi hukum berupa tanggungjawab profesi maupun pidana bagi Kurator apabila dalam pengurusan ataupun pemberesan harta pailit tidak sesuai ketentuan hukum yang berlaku sebagaimana dimaksud ketentuan UU Kepailitan dan PKPU.

UU Kepailitan dan PKPU tidak menentukan kualifikasi perbuatan tidak independen yang memberikan konsekuensi seorang kurator dituntut pidana, meskipun UU Kepailitan dan PKPU hanya menentukan sanksi pidana dapat diberikan ketika terbukti tidak independen. Fungsi hukum pidana dalam kepailitan sebagaimana dikemukakan di awal adalah sebagai pengawal norma bertujuan untuk mencegah kurator melakukan pelanggaran atau perbuatan pidana. Sehingga sifatnya adalah ultimum remedium yang tetap dapat diberlakukan sepanjang kurator tersebut memenuhi unsur-unsur dalam tindak pidana yang diduga dilakukannya menurut hukum pidana.

Saran

51 Sunarmi, Hukum Kepailitan., 2nd Ed, (Jakata: Softmedia, 2010), hal. 142.

52 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana (Jakarta: Aksara Baru, 1980), hal. 75.

(18)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 114

Dihubungkan dengan UU Kepailitan dan PKPU yang mencantumkan ketentuan ketidakindependen Kurator yang berakibat pada pidana, perlu dikualisir hal-hal apa atau perbuatan apa yang yang merupakan unsur dari perbuatan pidana. Untuk menentukan unsur perbuatan pidana, maka yang perlu diuraikan sifat non- independensi sebagai syarat pemidanaan secara jelas, sehingga dapat dijadikan pedoman bagi pihak-pihak yang berkepentingan demi terciptanya kepastian hukum, sehingga ketentuan independensi Kurator dihubungkan dengan sanksi pidana dalam Pasal 234 ayat 2 UU Kepailitan dan PKPU, tidak dapat dikategorikan sebagai unsur yang berdiri sendiri dari suatu perbuatan pidana.

Perlu adanya standar moral yang jelas tentang prinsip-prinsip independensi terkait dengan profesi Kurator. Hal ini dapat dilakukan dengan cara merumuskan dan menjabarkannya dalam kode etik (code of conduct) Kurator yang sinkron dengan UU Kepailitan dan PKPU. Adanya rumusan yang jelas tentang independensi kurator, di satu sisi dapat dijadikan pedoman bagi kurator dalam melaksanakan tugas profesinya.

Sedangkan di sisi lain juga berguna bagi aparat penegak hukum khususnya Hakim, adanya rumusan yang jelas mengenai nilai–nilai independensi kurator dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan pertanggungjawaban Kurator. Hal ini sekaligus sebagai perwujudan dari asas hukum equality before the law, yaitu setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum.

Daftar Pustaka

Agustina, Rosa, Perbuatan Melawan Hukum, )Jakarta: Penerbit Pascasarjana FH Universitas Indonesia, 2003)

Asikin, Zainal, Hukum kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), 2001.

Astiti, Sriti Hesti., “Pertanggungjawaban Pidana Kurator Berdasarkan Prinsip Independensi Menurut Hukum Kepailitan”., Jurnal Yuridika, Volume 31 No. 3, Fakultas Hukum Universitas Airlangga), September 2016.

Declercq, Peter J.M., Netherland Insolvency Law, The Netherlands Bankruptcy Act and The Most Important Legal Concept., The Haque The Netherlands Asser Press), 2002.

Efensi, Erdianto, Hukum Pidana Indonesia: Suatu Pengantar (Jakarta: PT. Refika Aditama) 2011.

Fuady, Munir., Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer., (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2005).

_________ ., Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek, Edisi Revisi (Bandung: PT Citra Aditya Bakti), 2010.

Hamzah, Andi., Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1990).

_________ ., Asas-Asas Hukum Pidana., (Bandung: PT. Rineka Cipta). 1994.

(19)

115 | Delegasi | Vol 3 | No. 2 | 2023

Garner, Bryan A. (ed), Blacks Law Dictionary., (Ninth Ed, Thomson Reuter, West Publishing), 2009.

Lamintang, PAF., Dasar-Dasar Hukum Pidana (Bandung: PT Citra Aditya Bakti), 1997.

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Pedoman Kerja hakim Pengawas dan Kurator/ Pengurus, (Jakarta: PT Tatanusa), 2003.

Margono, Suyud, “Strategi Penyelesaian Sengketa Akibat Pelaksanaan Perjanjian (Aspek Litigasi)” Materi In-House Training “Aspek Hukum Teknik Beracara Di Pengadilan Niaga: Dalam Perkara Kepailitan & Hak Kekayaan Intelektual/HKI” PT. Telkom, Learning Event Area 4 Jateng & DIY., Semarang, 28 - 29 Oktober 2013.

________, “Kepailitan: Kedudukan Kreditor, Upaya Hukum, Perdamaian &

Insolvensi”, Materi House Training, dengan tema: Aspek Hukum Kepailitan &

Pkpu Bagi Badan Usaha: Mekanisme, Teknis & Strategi Dalam Pengadilan Niaga, untuk eksekutif Karyawan bank BNI 1946 difasilitasi oleh Strategic Learning Consulting (SLC), Surabaya, 9 – 10 November 2018.

Muladi, Proyeksi Hukum Pidana Materiil Indonesia Di Masa Datang, Pidato Pengukuhan guru besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro), 1990.

________, dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana (Bandung:

Penerbit Alumni), 1998.

Purwoleksono, Didik Endro., Hukum Pidana (Surabaya: Airlangga University Press).

2013.

Scfaffmeister, D; dan N. Keijzer; E. PH. Sutoris, Hukum Pidana (J.E. Sahetapy, Agustinus Pohan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti), 2011.

Sutherland, Edwin H dan Donald R. Cressey, Principle of Criminology, (sixth edit, Lippimooth Company), 1960.

Saleh, Roeslan, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana (Jakarta:

Aksara Baru), 1980.

Sapardjaja, Komariah Emong., Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiel Dalam Hukum Pidana Indonesia: Studi Kasus Tentang Penerapan Dan Perkembangannya Dalam Yurisprudensi. (Bandung: Penerbit Alumni), 2002.

Sianturi, S.R., Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia dan Penerapannya (Bandung:

Penerbit Alumni), 1996.

Pompe, W.P.J., , Handboek van Het Nederlands Strafrecht (4e herzien, NV – Uitgevers Maatschappij, Tjeenk/Willink) 1953.

Sunarmi, Hukum Kepailitan., 2nd Ed, (Jakarta: Softmedia), 2010.

(20)

PERTANGGUNGJAWABAN PERBUATAN MELAWAN | 116

Sjahdeini, Sutan Remy, Pertanggung Jawaban Pidana Korporasi Dalam Peraturan Perundang Undangan Pidana Indonesia (Jakarta: Grafiti Press) 2007.

Sujudi, Aria, Kepailitan di Negeri Pailit, (Jakarta: Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia), 2004.

Usman, Rachmadi, Dimensi hukum Kepailitan di Indonesia, Cetakan ke-1, (Jakarta:

Gramedia Pustaka), 2004.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Referensi

Dokumen terkait

Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit; bagaimana bentuk kesalahan

Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini tentang tuntutan yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, perlindungan hukum bagi kurator

(Perlindungan Hukun Bagi Kurator Terhadap Kriminalisasi Oleh Debitor Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit) adalah sama-sama bertolak dari lingkungan

Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini tentang tuntutan yang dihadapi kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, perlindungan hukum bagi kurator

Memperhatikan Pasal Pasal 56 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004, bahwa selama jangka waktu penangguhan, kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda

Oleh karena itu muncul permasalahan yakni apa yang menjadi tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, bagaimana Undang- Undang Nomor 37 Tahun

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan hukum penelitian ini, yaitu: 1 Prinsip Independensi dalam pelaksanaan Kode Etik dan Profesi Kurator 2 Tanggung Jawab Kurator

Peranan Kurator sebagai Mediator dalam Tugas Pengurusan dan/atau Pemberesan Harta Pailit Kepailitan adalah sebagai pranata hukum untuk melakukan pendistribusian aset Debitur terhadap