• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DALAM HAL NEGARA SEBAGAI KREDITOR PREFEREN TESIS OLEH:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KEWENANGAN KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DALAM HAL NEGARA SEBAGAI KREDITOR PREFEREN TESIS OLEH:"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

OLEH:

VENIA UTAMI KELIAT 177005021/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

KEWENANGAN KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DALAM HAL

NEGARA SEBAGAI KREDITOR PREFEREN TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum dalam Program Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

VENIA UTAMI KELIAT 177005021/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum Anngota : Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., CN, M.Hum Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum

Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum

(6)

ABSTRAK

KEWENANGAN KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DALAM HAL NEGARA

SEBAGAI KREDITOR PREFEREN Venia Utami Keliat

Sunarmi Bismar Nasution T. Devi Keizerina Azwar

Pengurusan dan pemberesan kekayaan debitor pailit dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate parta) dan sesuai dengan struktur. Keberadaan negara dalam perusahaan pailit yakni melakukan penagihan pajak yang menjadi hak negara.

Dengan adanya Putusan MK No. 67/PUU-XI/2013 mengakibatkan timbulnya ketidakpastian. Manakah yang harus didahulukan pembayarannya, utang pajak atau upah buruh. Oleh karena itu muncul permasalahan yakni apa yang menjadi tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit, bagaimana Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam melindungi tugas kurator dalam hal melakukan pemberesan dan pengurusan harta pailit, bagaimana kedudukan Negara sebagai kreditor preferen pasca putusan MK No. 67/PUU-XI/2013.

Jenis metode penulisan yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (Legal Research). Adapun metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Data-data yang diperlukan dikumpulkan dengan cara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara kemudian dianalisis dengan metode analisis deduktif kualitatif sehingga menghasilkan data yang bersifat deskriptif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Kurator hanya bertanggungjawab dalam kapasitas sebagai profesi kurator dan tanggungjawab pribadi. Kurator tidak dapat dihukum apabila telah menjalankan tugasnya sesuai ketetapan Hakim. Pertentangan mengenai hak mendahului hanya timbul ketika terdapat tagihan utang upah buruh dan utang pajak sekaligus. Adapun saran yang dapat diberikan yakni pemerintah harus mensinergikan aturan hukum yang mengatur tentang siapa yang seharusnya diprioritaskan antara utang pajak atau upah buruh, seyogyanya ada aturan hukum mengenai perlindungan terhadap profesi kurator, Hakim Pengadilan Niaga dapat mempertimbangkan dalam menetapkan Negara sebagai kreditor preferen.

Kata Kunci : kurator, pailit, kreditor

(7)

Sunarmi Bismar Nasution T. Devi Keizerina Azwar

In handling and settling of bankruptcy debtor wealth is carried out by the curator under the supervision of a judge with the main objective of using the sale of these assets to pay all debts of the bankrupt debtor proportionally (prorate parta) and based on the structure. The existence of a state towards a bankrupt company in collecting tax which is a state right. With the Constitutional Court Verdict No. 67 / PUU-XI / 2013 results in uncertainty. Which should be paid first, tax debt or labor wages. Therefore a problem arises namely what is the responsibility of the curator in handling and settlement of bankrupt assets, how Law Number 37 of 2004 Concerning Bankruptcy and Delaying Obligations of Debt Payment in protecting the duties of the curator in terms of handling and settlement bankrupt assets, how is the State's position as the preferred creditor after the Constitutional Court's verdict No. 67 / PUU-XI / 2013.

The type of writing method applied in this research is normative legal research. The method of approach used is the method of legislation approach using primary, secondary and tertiary legal materials. The data needed is collected by means of library research and field research by conducting interviews and then analyzed by qualitative deductive analysis methods to produce descriptive data.

Based on the results of the study it can be concluded that the Curator is only responsible in his capacity as a curator profession and personal responsibility. The curator cannot be punished if he has carried out his duties according to the Judge's provisions. The dispute over the right to precede only arises when there are bills for labor wages and tax debts all at once. The advice that can be given is that the government should synergize the legal rules governing who should be prioritized between tax debts or labor wages, there should be legal rules regarding the protection of the curator profession, Judges of the Commercial Court may consider in setting the State as the preferred creditor.

Keywords: Curator, Bankrupt, Creditor

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan judul

“KEWENANGAN KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DALAM HAL NEGARA SEBAGAI KREDITOR PREFEREN”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H) pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih terdapat kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga terdapat penelitian-penelitian lain yang lebih baik dan relevan dengan tesis ini pada masa yang akan datang. Penulis juga menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Prof. Dr. Runtung , S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dekan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Magister (S2) dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Penguji;

(9)

Kenotariatan Universitas Sumatera Utara dan Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji;

6. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.H, selaku Penguji;

7. Dr. Dedi Harianto, S.H., M.Hum, selaku Penguji;

8. Bapak/Ibu Dosen dan Pegawai Tata Usaha Program Studi Magister dan Doktor Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan serta bantuan administrasi;

9. Secara khusus, penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua Orangtua Penulis dr. Nalsali Keliat, Sp.P (Ayah) dan Enda Malem Sembiring, S.H (Ibu) yang tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

10. Terima kasih juga kepada kakak laki-laki kandung saya dr. Vidi Solia Gratia Keliat, M.Ked(Paru), Sp.P dan yang selalu mendukung saya dr. Rico Gandy Sinuhaji.

11. Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, dan teman-teman terdekat saya yang selalu mendukung.

Akhir kata penulis berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalas segala kebaikan dan jasa-jasa mereka yang telah diberikan kepada penulis. Dengan

(10)

segala kerendahan hati, penulis berharap tesis ini dapat menjadi satu referensi serta memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Penulis juga memohon maaf atas segala kekurangan dalam penulisan tesis ini yang masih jauh dari sempurna.

Medan, Desember 2019 Penulis

Venia Utami Keliat

(11)

Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 17 Maret 1995 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Berdikari No. 111 Medan Pendidikan : - SD Swasta St. Antonius 1 Medan

- SMP Santo Thomas 1 Medan - SMA Santo Thomas 1 Medan

- S1 Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta

- S2 Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum

Universitas Sumatera Utara

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. vi

DAFTAR ISI………..vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ... 16

1. Kerangka Teori ... 16

2. Kerangka Konsep ... 25

G. Metode Penelitian ... 28

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 29

2. Sumber Data ... 30

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 31

4. Analisis Data ... 33

BAB II TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT ... 35

A. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ... 35

1. Dasar Hukum, Asas, dan Tujuan Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ... 35

2. Tahapan Dalam Proses Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ... 41

3. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ... 45

B. Kewenangan Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit... 52

1. Kewenangan Kurator Dalam Pengurusan Harta Pailit ... 52

2. Kewenangan Kurator Dalam Pemberesan Harta Pailit ... 57

C. Tanggung Jawab Kurator Dalam Kepailitan ... 63

1. Tanggung Jawab Kurator Dalam Kapasitas Kurator ... 63

2. Tanggung Jawab Pribadi Kurator ... 65

(13)

1. Kerugian Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta

Pailit ... 69

2. Upaya Kurator Dalam Membela Diri ... 72

B. Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Hal Melakukan Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit ... 75

1. Perlindungan Hukum Terhadap Profesi Kurator Berdasarkan Perundang-Undangan... 75

2. Tidak Adanya Hak Imunitas Terhadap Kurator ... 78

BAB IV KEDUDUKAN NEGARA SEBAGAI KREDITOR PREFEREN PASCA PUTUSAN MK NOMOR 67/PUU-XI/2013 ... 81

A. Negara Sebagai Kreditor Preferen ... 81

1. Klasifikasi Kreditor Dalam Kepailitan ... 81

2. Hak dan Kewajiban Negara Sebagai Kreditor Preferen ... 97

B. Kedudukan Negara (Utang Pajak) dan Upah Buruh ... 110

1. Kedudukan Negara (Utang Pajak) Berdasarkan Perundang- Undangan ... 110

a. Undang-Undang Perpajakan ... 111

b. Undang-Undang Kepailitan ... 115

2. Kedudukan Upah Buruh Berdasarkan Perundang- Undangan ... 119

a. Undang-Undang Ketenagakerjaan ... 120

b. Undang-Undang Kepailitan ... 123

C. Utang Pajak Dalam Hal Kepailitan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 ... 126

1. Kedudukan Negara (Utang Pajak) Pasca Putusan MK Nomor 67/PUU-XI/2013... 126

2. Kedudukan Upah Buruh Pasca Putusan MK Nomor 67/PUU-XI/2013 ... 145

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 153

A. Kesimpulan ... 153

B. Saran ... 154

DAFTAR PUSTAKA ... 155

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kepailitan diatur di dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayar Utang (selanjutnya disebut UU Kepailitan). Pengertian kepailitan menurut Pasal 1 UU Kepailitan adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dan/atau balai harta peninggalan dibawah pengawasan oleh Hakim Pengawas1. Menurut Pasal 1 butir (4) UU Kepailitan, debitor pailit adalah debitor yang dinyatakan pailit dengan keputusan pengadilan.2

Debitor dapat dinyatakan pailit apabila telah memenuhi syarat permohonan pernyataan pailit yang diajukan kepada Pengadilan Niaga, sebagai berikut:3

1. Ada dua atau lebih kreditor.

Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan "kreditor" di sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen;

2. Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Merupakan kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya

1 Menurut Pasal 65 UU Kepailitan Hakim Pengawas bertugas mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit. Sebelum Pengadilan mengambil sesuatu ketetapan dalam sesuatu hal yang mengenai pengurusan ddan pemberesan harta pailit. Pengadilan harus terlebih dahulu mendengar pendapat dari Hakim Pengawas.

2 Alif Kurnia Putra, “Keabsahan Penolakan Permohonan Pailit Berdasarkan Alasan Debitor Dalam Keadaan Solven”, Jurist Diction Law Journal, Vol.2, No.4, 2019, hal. 3.

3 Dedy Tri Hartono, “Perlindungan Hukum Kreditor Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, Edisi I, Volume 4, 2016, hal. 5.

(15)

sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase;

3. Kedua hal tersebut diatas (adanya dua atau lebih kreditor dan adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih) dapat dibuktikan secara sederhana.

Pengurusan dan pemberesan kekayaan debitor pailit dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim dengan tujuan utama menggunakan hasil penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitor pailit tersebut secara proporsional (prorate parta) dan sesuai dengan struktur kreditor.4 Kurator menurut Pasal 1 butir (6) UU Kepailitan adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas. Kurator yang diangkat harus independen dan tidak mempunyai benturan kepentingan dengan debitor atau kreditor.

Maka kurator dengan segala upaya yang perlu dan patut harus mengusahakan keselamatan harta pailit.5

Tugas dan wewenang kurator diantaranya adalah melakukan pengurusan dan/atau pemberesan harta pailit, menyelamatkan harta pailit antara lain menyita barang-barang perhiasan, efek-efek, surat-surat berharga serta uang, dan menyegel inventaris harta pailit dan kurator dapat memindahtangankan (menjual) harta pailit

4 M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 1.

5 Arkisman, Pelaksanaan Tugas Kurator Dalam Mengurus Harta Pailit Berdasarkan Pasal 72 UU. No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, Jurnal Pro Hukum, Vol. IV, No.1, 2015, hal.7.

(16)

3

sepanjang diperlukan untuk menutup ongkos kepailitan.6 Menurut UU Kepailitan, pengurusan merupakan tindakan yang dilakukan oleh kurator sejak dari putusan pernyataan pailit yaitu berupa segala rangkaian yang berkaitan dengan pencocokan piutang, perdamaian dan bahkan sampai kepada pemberesannya. Proses pengurusan dan pemberesan tersebut kurator menginventarisasi, menjaga dan memelihara agar harta pailit tidak berkurang dalam jumlah, nilai dan bahkan bertambah dalam jumlah dan nilai.7

Kurator dalam menjalankan tugasnya terlebih dahulu melihat kreditor mana yang harus diprioritaskan. Adapun kreditor dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:8

1. Kreditor separatis adalah kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang berdasarkan Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata yaitu gadai dan hipotik.

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, kreditor ini memiliki hak didahulukan dan kedudukannya sebagai kreditor separatis. Setelah berlakunya Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disingkat sebagai UU HT) dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disingkat sebagai UU Fidusia), kreditor separatis yang memiliki

6 Adrian Sutendi, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Ghalia, 2009), hal 11

7 Ibid

8 Imran Nating, Peranan Dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 48-52

(17)

tagihan yang dijamin dengan hak tanggungan dan hak fidusia memiliki kedudukan yang harus didahulukan juga daripada kreditor konkuren.9

2. Kreditor preferen adalah kreditor yang oleh Undang-Undang semata-mata karena sifat piutangnya mendapatkan pelunasan terlebih dahulu. Kreditor preferen terdiri dari kreditor preferen khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 1139 KUH Perdata, dan kreditor preferen umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1149 KUH Perdata.10

3. Kreditor konkuren yaitu kreditor yang tidak termasuk dalam kreditor separatis dan kreditor preferen (Pasal 1131 jo. Pasal 1132 KUH Perdata).11

Perbedaan kreditor separatis dengan kreditor konkuren adalah kreditor separatis memiliki hak untuk melakukan eksekusi objek jaminannya seolah-olah tanpa terjadinya kepailitan (Pasal 55 UU Kepailitan)dan mendapatkan pembayaran piutang terlebih dahulu daripada kreditor konkuren. Pembagian hasil penjualan harta pailit, dilakukan berdasarkan urutan prioritas di mana kreditor yang kedudukannnya lebih tinggi mendapatkan pembagian lebih dahulu dari kreditor lain yang kedudukannya lebih rendah dan antara kreditor yang memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran dengan asas prorata (pari passu prorata parte).12

9 Sri Redjeki Slamet, “Perlindungan Hukum dan Kedudukan Kreditor Separatis Dalam Hal Terjadi Kepailitan Terhadap Debitor”, Lex Jurnalica, Vol.13, No.2, 2016,hal.108-109.

10 Ibid

11 Ibid

12 Jerry Hoff, Undang Undang Kepailitan Indonesia, Penerjemah Kartini Mulyadi, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2000), hal.13.

(18)

5

Kreditor preferen harus didahulukan pembayaran piutangnya, seperti pemegang hak privillage,13 pemegang hak retensi, dan lain-lain. Hubungannya dengan aset-aset yang digunakan, kedudukan kreditor preferen sangat tinggi, lebih tinggi dari kreditor yang diistimewakan lainnya. Dimana negara sebagai kreditor preferen mempunyai hak didahulukan untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak.

Keberadaan negara dalam perusahaan pailit yakni melakukan penagihan pajak yang menjadi hak negara. Penagihan pajak pada perusahaan pailit di lakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang pelaksanannya berdasarkan aturan hukum yakni pada Undang-Undang 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP) dan Undang-undang 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa (selanjutnya disebut UU PPSP).

Penagihan pajak dan hak mendahului negara didalam Pasal 21 UU KUP, yaitu:14 1. Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang

milik Penanggung Pajak

2. Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

3. Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

a) biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;

b) biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;

dan/atau

13 Hak privillege merupakan hak istimewa yang didahulukan (dikecualikan) karena undang- undang atau ditentukan dalam perjanjian.

14Pajak Online, Hak Mendahului (Previlege), diakses dari http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=628, diakses pada 15 Mei 2019.

(19)

c) biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Saat melakukan penagihan pajak pada perusahaan pailit maka kurator yang akan melaksanakan kewajiban dari debitor yang sudah dinyatakan pailit untuk melakukan pembayaran utang pajak debitor pailit. Ketentuan penagihan pajak pada Pasal 21 ayat (1) UU KUP yang secara tegas menekankan bahwa negara memiliki hak mendahulu untuk utang pajak. Sehingga pasal ini memberi posisi atau status kepada negara sebagai kreditor preferen.15

Lebih lanjut jika ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU KUP ini dikaitkan dengan Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata yang juga melakukan penekanan adanya hak istimewa yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dari orang yang berpiutang lainnya karena adanya peraturan perundang-undangan. Kedudukan negara sebagai kreditor preferen ini dinyatakan mempunyai hak mendahului seperti yang diatur secara khusus pada UU KUP yang menyebabkan negara memiliki hak mendahulu atas barang- barang milik penanggung pajak dan memiliki kedudukan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kreditor separatis dan konkuren seperti yang telah diatur dalam UU Kepailitan.

Kemudian menurut Pasal 21 ayat 3 (a) UU KUP, wajib pajak yang dinyatakan pailit atau dilikusidasi, maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta wajib pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditor lainnya sebelum

15 Ibid

(20)

7

menggunakan harta tersebut untuk membayar utang wajib pajak tersebut. Pasal ini kembali menekankan agar badan atau orang yang melaksanakan tugas pada wajib pajak yang dinyatakan pailit atau dilikuidasi dilarang membagikan harta wajib pajak tersebut sebelum melakukan pembayaran utang pajak kepada negara.16

Kedudukan hak negara dalam kepailitan ini juga dipertegas pada Pasal 19 ayat (5), dan (6) UU PPSP menyebutkan bahwa Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang menentukan pembagian hasil penjualan barang dimaksud berdasarkan ketentuan hak mendahulu Negara untuk tagihan pajak.17 Kedudukan negara ini sebagai kreditor preferen bukan berarti penagihan pajaknya tidak ada batasan waktu dalam penagihannya. Berdasarkan Pasal 21 ayat (4) UU KUP bahwa hak negara dalam perusahaan pailit dapat hilang setelah 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Walaupun negara berstatus sebagai kreditor preferen namun hak nya dapat hilang. Jika negara dalam melakukan penagihan pajak terlambat melakukan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan pasal ini.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan), pemohon uji materi (judicial review) dari kalangan pekerja terdiri dari tiga kelompok.

16 Ibid

17 Ibid

(21)

Pertama, pengurus serikat pekerja/serikat buruh tingkat nasional dan tingkat perusahaan. Kedua, pekerja yang mengalami PHK, yang kasusnya telah memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap dari pengadilan hubungan industrial (PHI). Ketiga, pekerja yang tidak mengalami kasus konkrit sesuai objek permohonannya.18

Pekerja PT. Pertamina dua kali menguji UU Ketenagakerjaan. Permohonan pertama terkait Pasal 155 ayat (2), sedangkan permohonan kedua terkait Pasal 95 ayat (4). MK mengabulkan permohonan pertama dan kedua, masing-masing dalam putusan No. 37/PUU-IX/2011, tanggal 19 September 2011, dan putusan No. 67/PUU- XI/2013, tanggal 11 September 2014. Putusan kontroversi No. 67/PUU-XI/2013 telah berhasil mengubah kaidah UU Ketenagakerjaan. Pekerja PT. Pertamina di dalam uji materi itu memohon supaya MK memberi penafsiran terhadap frasa “didahukukan pembayarannya”. Frasa dimaksud terdapat dalam Pasal 95 ayat (4) UU Ketenagakerjaan.

MK mengabulkan permohonan itu dengan membuat dua norma baru. Kalau perusahaan diputus pailit, MK mengatakan: (a) Upah pekerja didahulukan pembayarannya dari segala jenis tagihan dan kreditor-kreditor lainnya, termasuk dari kreditor separatis dan tagihan pajak negara. (b) Hak-hak pekerja lainnya dibayar lebih dahulu dari segala macam tagihan dan kreditor-kreditor lainnya, kecuali jika debitor

18 Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Peraturan Peundang-Undangan, MK Kabulkan Permohonan Gugatan UU Ketenagakerjaan, diakses dari http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/berita-hukum-dan-perundang-undangan/1473-mk-kabulkan- permohonan-gugatan-uu-ketenagakerjaan.html, diakses pada 15 Mei 2019.

(22)

9

memiliki kreditor separatis. MK memberi kedudukan berbeda terhadap upah dan hak- hak pekerja lainnya. Upah ditempatkan pada posisi lebih utama dari pada hak-hak lainnya.

Dengan adanya Putusan MK tersebut, mengakibatkan timbulnya ketidakpastian. Manakah yang harus didahulukan pembayarannya, utang pajak atau upah buruh. Tidak adanya aturan hukum yang jelas menegaskan mengenai penetapan antara utang pajak atau upah buruh yang seharusnya diprioritaskan sebagai kreditor preferen. Kemudian tidak adanya aturan tekhnis mengenai pembagian hasil harta pailit. Selain itu, dalam Pasal 72 UU Kepailitan menyatakan bahwa kurator dapat dituntut karena kurator dianggap bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Hal tersebut dikarenakan kurator tidak memiliki hak imunitas seperti advokat.19

Berdasarkan UU Kepailitan kurator tidak mendapatkan perlindungan hukum terhadap dirinya dalam hal menjalankan pengurusan dan pemberesan harta pailit. UU Kepailitan telah mengatur dengan jelas bagaimana kewenangan dan tugas serta tanggung jawab dari kurator, namun dalam melaksanakan tugas sebagai kurator tidaklah sesederhana yang digambarkan dalam undang-undang. Hambatan-hambatan yang dialami kurator seperti menghadapi debitor yang tidak sukarela menjalankan putusan pengadilan, dan debitor tidak memberi akses data dan informasi atas asetnya

19 Hasil wawancara dengan Bapak Jamaslin James Purba selaku kurator yang berdomisili di Jakarta, tanggal 11 Agustus 2019.

(23)

yang dinyatakan pailit.20 Selain itu, terdapat hambatan yang mengakibatkan kurator dapat dipidanakan seperti sebagai berikut:21

1. Kurator dihalang-halangi untuk memasuki kantor atau tempat kediamannya, serta diancam oleh debitor atau kuasa hukumnya untuk dilaporkan secara pidana telah memasuki pekarangan secara melawan hukum (Pasal 167 KUH Pidana).

2. Dilaporkan oleh debitor ke Polisi atas dasar memasukan keterangan palsu karena menolak tagihan kreditor yang menurut debitor merupakan kreditornya (Pasal 263 KUH Pidana).

3. Dilaporkan oleh debitor ke polisi dengan alasan melakukan pencemaran nama baik atas pengumuman kepailitan yang dilakukan oleh kurator (Pasal 310 ayat (1) KUH Pidana).

4. Dilaporkan oleh debitor ke polisi atas dasar penggelapan karena telah melakukan penjualan harta pailit tanpa persetujuannya (Pasal 372 KUH Pidana).

Hambatan-hambatan yang telah diuraikan diatas adalah suatu bentuk ancaman bagi profesi kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Dengan hambatan-hambatan diatas maka kurator akan kehilangan kepercayaan publik dan menghambat kinerja kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta debitor pailit. UU Kepailitan merupakan aturan yang bertujuan memberikan

20 Hasil wawancara dengan Bapak Jamaslin James Purba selaku kurator yang berdomisili di Jakarta, tanggal 11 Agustus 2019.

21 Ibid

(24)

11

perlindungan kepada para pihak yaitu debitor, kreditor dan kurator. Namun UU Kepailitan, masih belum efektif memberikan perlindungan bagi profesi kurator dalam melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan harta debitor pailit.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan mengingat bahwa belum sinergisnya regulasi mengenai utang pailit yang harus didahulukan sebagai kreditor preferen akibatnya menimbulkan ketidakpastian hukum. Kemudian belum adanya perlindungan hukum terhadap kurator dalam menjalankan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Oleh karena itu, dilakukan suatu penelitian tentang

“Kewenangan Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit Dalam Hal Negara Sebagai Kreditor Preferen”.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diajukan sesuai dengan latar belakang di atas dan sekaligus untuk memberikan batasan penelitian, sebagai berikut:

1. Apa yang menjadi tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit?

2. Bagaimana Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam melindungi tugas kurator dalam hal melakukan pemberesan dan pengurusan harta pailit?

3. Bagaimana kedudukan Negara sebagai kreditor preferen pasca putusan MK No. 67/PUU-XI/2013?

(25)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam hal negara sebagai kreditor preferen. Bertolak dari rumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

2. Untuk menganalisis Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dalam melindungi tugas kurator dalam hal melakukan pemberesan dan pengurusan harta pailit;

3. Untuk menganalisis kedudukan Negara sebagai kreditor preferen pasca putusan MK No. 67/PUU-XI/2013.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik teoritis kepada disiplin ilmu hukum yang ditekuni oleh peneliti maupun praktis kepada para praktisi hukum.22

Kegunaan secara teoritis dan praktis bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun bagi praktek:23

1. Kegunaan atau manfaat yang bersifat teoritis adalah mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran dibidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum.

22 Ediwarman, Metode Penelitian Hukum, Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2016), hal. 63.

23Ibid

(26)

13

2. Kegunaan atau manfaat yang bersifat praktis adalah bahwa hasil penelitian nantinya dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti dan disamping itu hasil penelitian ini dapat mengungkapkan teori-teori yang sudah ada.

Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut:

1. Secara teoritis

a. Untuk memberikan informasi dan kontribusi baru bagi pengembangan bidang pengetahuan hukum.

b. Untuk memberikan tambahan bahan kepustakaan tentang kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam hal Negara sebagai kreditor preferen.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan atau dasar bagi penelitian selanjutnya.

2. Secara Praktis

a. Untuk pedoman hakim pengawas dan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit menurut Undang-Undang No. 37 Tahun 2004.

b. Untuk memberikan kontribusi pemikiran bagi pemerintah dalam proses pembentukan peraturan terkait dengan kepailitan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan penelusuran kepustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara khususnya Magister Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, penelitian

(27)

dengan judul “Kewenangan Kurator Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit Dalam Hal Negara Sebagai Kreditor Preferen” belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya secara ilmiah.

Apabila ternyata ada tesis yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, ada beberapa tesis yang memiliki topik sama, namun dalam hal permasalahan dan pembahasanya yang jelas berbeda dengan isi tesis ini yakni:

1. Ramadhan Putra Gayo (097005039), Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul "Peranan Hakim Pengawas Dalam Pemberesan Harta Pailit”

Permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimana akibat hukum putusan pailit terhadap harta kekayaan debitor?

b. Bagaimana tugas dan kewenangan Hakim Pengawas dalam kepailitan?

c. Bagaimana hambatan Hakim Pengawas setelah putusan pailit?

2. Sukses Marhasak (117005056), Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul “ Hak Dan Kewajiban Kurator Pasca Putusan Pembatalan Pailit Pada Tingkat Kasasi Oleh Mahkamah Agung (Studi Kasus Kepailitan PT. Telkomsel VS PT. Prima Jaya Informatika)”

Permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimana hak dan kewajiban kuratoe menurut UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

(28)

15

b. Bagaimana pengaturan tentang imbalan jasa kurator menurut Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Keputusan Menteri Kehakiman dan menurut Peraturan Menteri Hukum dan Ham terkait dengan putusan Kasasi PT. Telkomsel versus (vs) PT. Prima Jaya Informatika?

c. Bagaimana hak dan kewajiban kurator pasca putusan pembatalan pailit pada tingkat kasasi oleh mahkamah agung terhadap kasus PT. Telkomsel vs PT. Prima Jaya Informatika?

3. Firmansyah (99M0039), Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia dengan judul “Tanggung Jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit (Studi Kasus Terhadap Apartemen dan Ruko Palazzo Jakarta)”

Pemasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimana tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit PT Pelita Propertindo Sejahtera?

b. Upaya-upaya hukurn apakah yang dapat dilakukan oleh kurator dalam melaksanakan pemberesan harta pailit PT Pelita Propertindo Sejahtera?

Peneliti beranggapan bahwa penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian dan penulisan hukum yang pernah ada sebelumnya. Mungkin terdapat kemiripan tema yang diangkat namun berdasarkan subjek dan objek yang dijadikan penelitian serta analisis yang dilakukan berbeda dengan penelitian maupun penulisan hukum yang telah ada. Berdasarkan hasil tersebut, penulisan hukum ini peneliti anggap asli dan layak untuk diteliti atau dikaji. Apabila terdapat kemiripan,

(29)

maka penelitian ini diharapkan akan melengkapi penelitian yang telah ada sebelumnya.

F. Kerangka Teoritis dan Karangka Konsep 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian. Artinya, teori hukum harus dijadikan dasar dalam memberikan deskripsi atau penilaian apa yang harusnya memuat hukum. Kerangka teori merupakan landasan yang digunakan untuk menjawab permasalahan atau pertanyaan penelitian. Kerangka teori menjadi alat untuk membedah suatu kasus atau permasalahan sebagai pegangan teoritis.24 Teori juga bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Teori hukum dalam penelitian berguna sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang disajikan dalam penelitian.25

Soejono Soekanto menyatakan bahwa “Perkembangan Ilmu hukum selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian lain dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.26 Fungsi teori dalam penelitian ini bertujuan untuk memberikan arahan dan meramalkan serta menjelaskan gejala yg diamati. Dengan demikian setiap penelitian akan memerlukan dukungan teori – teori sebagai pisau analisis, dimana pemilihan teori yang digunakan menjadi strategi permasalahan dalam penelitihan dapat terjawab.

24 M.Solly Lubis, Filasafat Ilmu dalam Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80

25 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hal. 146

26 Soerjono Soekanto, Pengantar penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal.6

(30)

17

Kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:27

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Adapun teori yang digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis di dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum berarti dengan adanya aturan hukum yang jelas dan tegas, maka setiap orang mengetahui dan menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan haknya sehingga tercipta ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat.

Oleh karena itu kepastian hukum dimaknai dapat memberikan jaminan perlindungan hukum kepada setiap orang dalam melaksanakan kewajiban serta haknya.28 Menurut M. Solly Lubis:29

Kepastian hukum ialah kejelasan peraturan hukum mengenai hak, kewajiban dan status seorang atau badan hukum.Kepastian hak, kewajiban dan kepastian status ini mendatangkan ketertiban, keteraturan, ketenangan bagi yang bersangkutan, karena adanya kejelasan seperti diatur oleh hukum maka seseorang tahu benar bagaimana status atau kedudukannya, seberapa jauh hak maupun kewajibannya dalam kedudukan tersebut.

27 Ibid., hal. 12.

28 Heo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hal. 163

29 M. Solly Lubis, Serba-Serbi Politik Hukum, (Jakarta: PT. Softmedia, 2011), hal. 54

(31)

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama, adanya yang bersifat umum membuat masyarakat mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kedua, berupa keamanan hukum bagi masyarakat dari kesewenang-wenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum, masyarakat dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan satau dilakukan oleh pemerintah.30 Teori kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo, hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkret. Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku dan tidak boleh menyimpang, hukum memiliki tugas dalam menciptakan kepastian hukum sebagai tujuan untuk ketertiban masyarakat.31 Kepastian hukum dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu:

1. Kepastian dalam hukum, dimaksudkan bahwa setiap norma hukum itu harus dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat di dalamnya dengan tidak mengandung penafsiran yang berbeda-beda.

2. Kepastian karena hukum, dimaksudkan bahwa karena hukum itu sendirilah adanya kepastian, misalnya hukum menentukan adanya lembaga daluarsa, dengan lewat waktu seseorang akan mendapatkan hak atau kehilangan hak.

Adanya teori kepastian hukum di dalam setiap peristiwa hukum merupakan unsur terpenting. Teori kepastian hukum didalam penelitian ini dipergunakan dengan maksud agar memberikan kepastian hukum kepada debitor dan kreditor preferen dalam hal pembayaran piutang kepada kreditor preferen dalam hal sebagai negara.

30 Peter Mahmud Maarzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), hal. 158

31 Sudikno Mertokusumo, “Mengenal Hukum Suatu Pengantar,” USU Law Journal, Vol.5 No.3 hal. 52.

(32)

19

Adapun yang menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit ini adalah tidak adanya regulasi yang jelas mengatur mengenai penetapan antara utang pajak atau upah buruh yang seharusnya diprioritaskan sebagai kreditor preferen. Kemudian tidak adanya aturan tekhnis mengenai pembagian hasil harta pailit. Hal ini diakibatkan tumpang tindihnya mengenai aturan dalam menetapkan negara sebagai kreditor preferen. Oleh karena itu, penerapan teori ketidakpastian hukum dalam penelitian ini untuk mengetahui kejelasan peraturan pemerintah. Selain itu, teori kepastian hukum berguna untuk melihat adanya ketertiban dalam hubungan antara pemerintah dengan kurator.

b. Teori Perlindungan Hukum

Fitzgerald menjelaskan teori perlindungan hukum bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan dilain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni pelindungan hukum lahir dari suatu ketentuan dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk

(33)

mengatur hubungan perilaku antara anggota-anggota masyarakat dan perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.32

Hadirnya hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berguna untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang biasa bertentangan antara satu sama lain. Maka dari itu, hukum harus dapat mengintegrasikannya sehingga benturan-benturan kepentingan itu dapat ditekan seminimal mungkin. Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan masyarakat, hukum mempunyai tujuan. Tujuan hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban, dan keseimbangan.33

Pengertian perlindungan hukum dalam arti hukum adalah segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang maupun lembaga pemerintah, swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan, penguasaan dan pemenuhan kesejahteraan hidup sesuai dengan hak-hak asasi yang ada sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.34

Perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan, dan kedamaian. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak

32 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Alumni, 2000), hal. 54

33 Ibid., hal. 53

34 Syamsul Arifin, Pengantar Hukum Indonesia, (Medan Area: University Press, 2012), hal 5- 6

(34)

21

yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.35

Perlindungan hukum dapat berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak dicederai oleh aparat penegak hukum dan juga dapat berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.36 Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia, penegakan hukum harus memperhatikan 4 (empat) unsur perlindungan hukum:37

1. Kepastian hukum (Rechtssicherkeit) 2. Kemanfaatan hukum (Zeweckmassigkeit) 3. Keadilan hukum (Gerechtigkeit)

4. Jaminan hukum (Doelmatigkeit)

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh suatu Negara memiliki dua sifat, yaitu bersifat pencegahan (prohibited) dan bersifat hukuman (sanction).38 Bentuk perlindungan hukum yang paling nyata adalah adanya institusi-institusi penegak hukum seperti pengadilan, kejaksaan, kepolisian, dan lembaga-lembaga penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non-litigasi) lainnya. Hal ini sejalan dengan pengertian hukum menurut Soedjono Dirdjosisworo yang menyatakan bahwa hukum

35 Satjipto Rahardjo, Op. Cit., hal. 54

36 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Sditya Bakti, 2009), hal. 38

37 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 43

38 Rafael La Porta, Investor Protection and Corporate Governance, Jurnal Of Financial Economics, No.58, 1999, hal. 9

(35)

memiliki pengertian beragam dalam masyarakat dan salah satunya yang paling nyata dari pengertian tentang hukum adalah adanya institui-institusi penegak hukum.39

Prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah berlandaskan Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep Rechstaat dan Rule of The Law. Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berpikir dengan landasan pada Pancasila. Prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila.40

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan terhadap hak asasi manusia di mata hukum. Prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia bersumber pada Pancasila dan konsep negara hukum, kedua sumber tersebut mengutamakan pengakuan serta penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu, penerapan teori perlindungan hukum yang dipakai di dalam penelitian ini dimaksudkan agar kurator mendapatkan jaminan perlindungan hukum dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.

c. Teori Tanggung Jawab Hukum

Teori ini digunakan untuk menggambarkan bahwa utang yang dimiliki oleh debitor merupakan tanggung jawab hukum yang wajib ditunaikan atas hubungan

39 Ibid.

40 Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987), hal. 38

(36)

23

hukum yang telah dilakukan oleh debitor. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Selanjutnya tanggung jawab hukum adalah fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain.

Menurut kamus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban yakni "liability" dan "responsibility".41 Berdasarkan pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.42 Konsep tanggung jawab hukum berkenaan dengan konsep kewajiban hukum. Seseorang dikatakan secara hukum bertanggung jawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan43 dan secara teoritis pertanggungjawaban terkait dengan hubungan hukum yang timbul antara pihak yang menuntut pertanggungjawaban dan dituntut untuk bertanggung jawab.

Berkenaan dengan hal tersebut, dalam setiap perjanjian ada sejumlah janji (term of conditioiz) yang harus dipenuhi oleh para pihak. Janji itu merupakan kewajiban yang hams dilaksanakan oleh pihak yang berjanji dan sekaligus merupakan hak bagi pihak lawan untuk menuntut pemenuhannya.44 Pertanggungjawaban

41 Ridwan H. R., Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hal.

318

42 Ibid., hal. 321

43 Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen tentang Hukum,(Jakarta:

Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), hal 61

44 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Baktu, 2010), hal. 102

(37)

berdasarkan kesalahan, sanksi hanya diberikan terhadap delik yang memenuhi kualifikasi secara psikologis saja.

Menurut KUH Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip Liability based on Fault45 dipegang secara teguh. Dalam tanggung jawab absolut, hubungan antara perilaku dan akibatnya tidak terkait unsur psikologis, yang penting ada perilaku yang dianggap membahayakan oleh pembuat undang-undang, sedangkan keterkaitan antara keadaan kejiwaan pelaku dan akibat dari tindakannya diabaikan.

Selanjutnya teori Holmes tentang tanggung jawab hukum (legal liability) yang berkenaan dengan perjanjian, mempunyai intisari sebagai berikut:46

1) Peranan moral tidak berlaku untuk kontrak;

2) Kontrak merupakan suatu cara mengalokasi risiko, yaitu risiko wanprestasi;

3) Yang terpenting bagi suatu kontrak adalah standar tanggung jawab yang eksternal. Sedangkan maksud aktual yang internal adalah tidak penting.

Berdasarkan perspektif hukum perjanjian, bertanggung jawab atas perbuatan dapat diartikan sebagai adanya keterikatan. Dengan demikian tanggung jawab hukum dapat dipahami sebagai keterikatan-keterikatan para pihak yang membuat perjanjian kerjasama, baik terhadap perjanjian itu sendiri maupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Adapun penggunaan teori tanggung jawab hukum dalam penelitian ini bertujuan agar setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak terkait dengan bentuk tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit

45 Prinsip Liability Based on Fault adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan.

46 Munir Fuady, Op. Cit., hal. 11

(38)

25

disertai dengan pertanggungjawaban, tanggung jawab tersebut yang dilakukan oleh kurator terhadap kreditor preferen yakni melakukan pembayaran piutang dari debitor.

2. Kerangka Konsep

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep adalah suatu kontruksi mental, yaitu suatu yang dihasilkan oleh suatuy proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.47 Adanya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam penelitian hukum menjadi syarat yang sangat penting. Beberapa konsepsi atau pengertian dalam kerangka konsepsi akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.

Landasan/kerangka teoritis sebagai suatu sistem aneka Theore’ma atau ajaran (di dalam bahasa Belanda leesrstelling).48 Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep. Hal ini dilakukan agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca rencana penelitian ini dan secara operasional diperoleh hasil penelitian sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebagai berikut:

a. Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang diartikan sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.

Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan berasal

47 Satjipto Rahardjo, Konsep Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 397.

48 Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 7.

(39)

dari kekuasaan legislate (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan.49

b. Kurator menurut Pasal 1 angka 5 UU Kepailitan adalah balai harta peninggalan atau perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawas sesuai dengan Undang-Undang.

c. Pemberesan dan pengurusan merupakan maksud yang berbeda menurut UU ini, dimana pengurusan merupakan tindakan yang dilakukan oleh kurator sejak dari putusan pernyataan pailit, yaitu berupa segala rangkaian yang berkaitan dengan percocokan piutang, perdamaian, dan bahkan sampai kepada pemberesannya. Pegurusan adalah menginventarisasi, menjaga dan memelihara agar harta pailit tidak berkurang dalam jumlah, nilai dan bahkan bertambah dalam jumlah dan nilai. Jika ternyata kemudian putusan pailit tersebut dibatalkan oleh, baik putusan kasasi atau peninjauan kembali, maka segala perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada saat tanggal Kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan, tetap sah dan mengikat bagi Debitor pailit. Sedangkan pemberesan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh kurator terhadap pengurusan harta debitor pailit, dimana pemberesan baru dapat dilakukan setelah debitor pailit

49 Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, Hal. 78

(40)

27

benar-benar dalam keadaan tidak mampu membayar (insolvensi) setelah adanya putusan pernyataan pailit. Insolvensi bukanlah merupakan suatu putusan pengadilan, akan tetapi merupakan suatu keadaan yang terjadi dengan sendirinya bilamana harta debitor pailit nilainya berada dibawah nilai piutang.50

d. Kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 UU Kepailitan adalah sita umum terhadap semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh seorang kurator dan/atau balai harta peninggalan dibawah pengawasan oleh Hakim Pengawas.

e. Harta Pailit adalah harta yang ada setelah adanya putusan pailit dan selama kepailitan itu berlangsung.51

f. Pengertian Negara menurut Soenarko adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu dimana kekuasaan Negara berlaku sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan, sedangkan Miriam Budiardjo memberikan pengertian Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah dapat memaksakan keuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Jadi Negara

50 Rilda Muniarti, “Pengurusan Harta Pailit Oleh Balai Harta Peninggalanya Akibat Hukumanya”, Fiat Justicia, Vol. 5, No. 1, 2011, hal.107-108

51 Pasal 21 UU Kepailitan menyatakan bahwa Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan.

Dengan demikian, harta pailit juga meliputi segala sesuatu (harta) yang diperoleh selama kepailitan berlangsung.

(41)

adalah sekumpulan orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah Negara yang sah, yang umumnya mempunyai kedaulatan.52 g. Kreditor Preferen adalah kreditor yang memiliki hak prefensi atau dikenal

dengan istimewa dan golongan kreditor yang piutangnya memiliki hak untuk mendapat pelunasan terlebih dahulu.53

/

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana proses dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.54

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.55 Dengan demikian, penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. Maka diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum

52 Kementerian Riset, Tekhnologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia-Direktorat Jenderal Pembelajaraan dan Kemahasiswaan, Buku Ajar Mata Kuliah Wajib Umum Pendidikan Kewarganegaraan, diakses dari https://belmawa.ristekdikti.go.id/wp-content/uploads/2016/12/9.- PENDIDIKAN-KEWARGANEGARAAN-1.1.pdf , diakses pada 20 Mei 2019

53 Edward Manik, Cara Mudah Memahami Proses Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal. 49.

54 Soejono Soekanto, Op.Cit., hal. 12.

55 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hal. 35.

(42)

29

yang ada untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan- permasalahan yang timbul dengan gejala bersangkutan.56

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis metode penelitian yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (Legal Research). Dikaitkan sebagai penelitian hukum normatif karena objek dari penelitian ini adalah untuk mengumpulkan, mensistemasikan dan menganalisis pengaturan yang berkenaan dengan harta pailit.

Hukum dalam penelitian ini dikonsepsikan sebagai sekumpulan asas dan kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam hal negara sebagai kreditor preferen.

Oleh karena itu, pada awal penelitian ini mengkaji tentang hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) dan peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan harta pailit diantaranya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 67/PUU- XI/2013.

Kemudian sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yang artinya adalah mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.57 Deskriptif analitis bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menanalisis data yang

56Bambang Suggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997)., hal.

38.

57 Ibrahim Johni, Teori dan Metodelogi Hukum Normatif, (Malang: Bayu Media Publishing, 2005), hal. 336.

(43)

diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat bagaiaman kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam hal negara sebagai kreditor preferen.

2. Sumber Data

Penelitian pada umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dinamakan data primer (data dasar), sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder.58 Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang- undangan dan putusan-putusan hakim.59 Bahan hukum primer yang dipakai dalam penelitian ini yaitu:

1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2009 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

4) Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013

58 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada), hal 12.

59 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit ,hal, 141.

(44)

31

5) Undang-undang 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan

6) Undang-undang 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa

7) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan 8) Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia AKPI

b. Bahan hukum sekunder, berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku- buku teks, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan.60

c. Bahan hukum tersier, berupa bahan-bahan yang berfungsi memberikan kejelasan pemahaman terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus-kamus hukum, ekonomi dan ensklopedia, majalah, surat kabar, internet dan sebagainya. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks, jurnal-jurnal hukum terkait, dan hasil penelitian dokumen terkait lainnya.61

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan bahan hukum pada penelitian ini dilakukan dengan cara studi pustaka (Library Research) berupa perundang-undangan, literatur di bidang ilmu pengetahuan hukum dan identifikasi data yang diperlukan, yaitu proses mencari

60 Ibid.

61 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. V, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1994), hal. 224

(45)

dan menemukan data berupa ketentuan dalam pasal-pasal pertaturan perundang- undangan. Selain itu, digunakan pula studi lapangan (Field Research) dengan mengumpulkan data serta informasi yang diperoleh langsung dari narasumber yaitu kurator dan mengamati secara langsung penerapan peraturan perundang-undangan.

Alat dalam pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen (Documentary Research) dan pedoman wawancara. Studi dokumen yaitu mengumpulkan dokumen dan data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian kemudian ditelaah secara mendalam sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian.62 Studi dokumen juga merupakan suatu alat untuk menyelesaikan permasalahan dengan menelusuri sumber- sumber tulisan yang pernah dibuat sebelumnya.63 Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada informan, yang merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi.64 Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami objek penelitian. Informan pada penelitian ini adalah beberapa kurator di Indonesia. Adapun informan dalam penelitian ini adalah:

a. Informan kunci, yaitu seseorang yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian ini yakni Jamaslin James

62 Ridwan, Metode & Teknik Penyusunan Tesis, (Bandung: Alfabeta, 2006), hal. 148

63 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasa Obor Indonesia, 2008), hal.

2.

64 Ediwarman, Metode Peneitian Hukum, Panduann Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Yogyakarta : Genta Publishing, 2016)., hal. 81

Referensi

Dokumen terkait

TUTOR SEBAYA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR MENGGAMBAR BUSANA DENGAN TEKNIK PEWARNAAN KERING KELAS XI TATA BUSANA B SMK NEGERI 9 SURAKARTA TAHUN AJARAN

Sedangkan untuk nilai Cox Snell’s R Square sebesar 0.343 dan nilai Nagelkerke R Square adalah 0,715 yang berarti variabilitas yang terjadi pada variabel terikat

[r]

Aulia Rahmah, 201210235078, aulia.ferdiansyah05@gmail.com, Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Pengaruh Suhu Temper Terhadap

Berbagai upaya yang terus dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan tersebut adalah kerjasama resiprokal pembebasan visa masuk Indonesia –

No Satuan Kerja Kegiatan Nama Paket Jenis Volume Pagu Sumber.. Dana

Kosambi Laksana Mandiri Jambi dalam mendeteksi kerusakan elektrikal yang terjadi pada mobil proyek jenis Nissan Euro 220 pada saat terjadi kerusakan di tengah

Dari penelusuran yang peneliti lakukan dan berdasarkan data yang telah didapat dari pihak atau pengurus Baitul Maal Amanah PAMA di Kabupaten Tabalong, dijelaskan