• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KEDUDUKAN NEGARA SEBAGAI KREDITOR PREFEREN

A. Negara Sebagai Kreditor Preferen

1. Klasifikasi Kreditor Dalam Kepailitan

Kepailitan merupakan suatu upaya hukum yang dilakukan baik oleh debitor maupun kreditor dengan maksud untuk menyelesaikan permasalahan utang piutang antara kreditor dengan debitor. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan yang menyatakan bahwa debitor telah pailit atau disebut juga dengan Debitor Pailit, maka Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit.140

Permohonan pailit ini selanjutnya diajukan ke Pengadilan Niaga dimana perusahaan tersebut berada. Permohonan ini harus memenuhi syarat seperti pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan. Sehingga dengan adanya lembaga kepailitan ini diharapakan dapat berfungsi untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak kreditor yang memaksa dengan berbagai cara agar debitor membayar utangnya. Dengan adanya upaya hukum kepailitan memungkinkan debitor membayar utang-utangnya itu secara tertib dan adil yaitu:

a. Dengan dilakukannya penjualan atas harta pailit yang ada yakni seluruh harta kekayaan yang tersisa dari debitor

140 Syamsudin M. Sinaga., Op.Cit., hal. 5.

b. Membagi hasil penjualan harta pailit tersebut kepada sekalian kreditor yang telah diperiksa sebagai kreditor yang sah masing-masing sesuai dengan:

1) Hak prefrensinya; dan

2) Proporsional dengan hak tagihnya dibandingkan dengan besarnya tagihan kreditor konkuren lainnya.141

Terdapatnya jumlah kreditor lebih dari satu tersebut sehingga pada saat akan dilakukan pembagian dari harta debitor tersebut, kurator akan melakukan rapat kreditor yang salah satu tujuan rapat ini untuk menentukan kedudukan para kreditor.

Debitor pailit yang memiliki lebih dari seorang kreditor dan diantara kreditor tersebut terdapat satu atau lebih kreditor yang merupakan kreditor preferen, maka perlu diatur oleh hukum cara membagi hasil penjualan aset debitor diantara para kreditor tersebut.

Cara pembagian itu diatur dalam hukum kepailitan (Bankruptcy law atau Insolvency law).142 Sehingga para kreditor tidak ada yang merasa dicurangi dan hak mereka

untuk mendapat pembayaran utang dari si debitor dapat dilaksanakan.

Terkait dengan adanya beberapa kreditor dalam perusahaan pailit, KUH Perdata mengatur tentang hak dan kedudukan masing-masing kreditor. Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa:

“harta kekayaan debitor menjadi agunan bersama-sama bagi semua kreditornya hasil penjualan harta kekayaan itu dibagi-bagi menurut kesimbangan, yaitu menurut perbandingan besar-kecilnya tagihan masing-masing kreditor, kecuali

141 Rahayu Hartini, Op,Cit, hal 22

142 Sutan Remy Sjahdeini, Op, Cit, hal 9

83

apabila di antara para kreditor itu terdapat alasan yang sah untuk didahulukan dari pada kreditor lainnya”.

Pasal ini mengisyaratkan bahwa setiap kreditor memiliki kedudukan yang sama terhadap kreditor lainnya, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang karena memiliki alasan-alasan yang sah untuk didahulukan daripada kreditor-kreditor lainnya.

Pembagian hasil penjualan harta pailit dilakukan berdasarkan urutan prioritas, dimana kreditor yang kedudukannya lebih tinggi mendapatkan pembagian lebih dahulu dari kreditor lain yang kedudukannya lebih rendah , dan antara kreditor yang memiliki tingkatan yang sama memperoleh pembayaran dengan asas prorata (pari passu prorata parte).143 Berkaitan dengan kedudukan kreditor, dasar hukum kedudukan dalam kepailitan diatur dalam KUH Perdata dan UU Kepailitan, yaitu sebagai berikut:

a. Kreditor Separatis

Berdasarkan Pasal 1134 ayat (2) KUH Perdata, kreditor separatis sebagai kreditor pemegang jaminan kebendaan yaitu gadai dan hipotek yang dapat bertindak sendiri. Golongan kreditor ini tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit Debitor, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dijalankan seperti tidak ada kepailitan

143 Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Kementerian Keuangan, , Kreditor

Preferen Dalam Pajak, Apakah Sama Dalam Versi Kepailitan?, diakses dari

https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19557-kreditor-preferen-dalam-pajak,-apakah-sama-dalam-versi-kepailitan, diakses pada 12 September 2019.

Debitor.144 Kreditor golongan ini dapat menjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan, seolah-olah tidak ada kepailitan. Berdasarkan hasil penjualan tersebut, mereka mengambil sebesar piutangnya, sedangkan kalau ada sisanya disetorkan ke kas kurator sebagai boedel pailit. Sebaliknya bila hasil penjualan tersebut ternyata tidak mencukupi, kreditor tersebut untuk tagihan yang belum terbayar dapat memasukkan kekurangannya sebagai kreditor bersaing (concurrent).145

Berdasarkan UU Kepailitan, kreditor separatis diatur pada Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan yang menyebutkan setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Meskipun ketentuan Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan memberikan kedudukan istimewa namun Pasal 56 UU Kepailitan menentukan hak eksekusi tersebut dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pailit diucapkan.146

Penjelasan dari Pasal 56 ayat (1) UU Kepailitan mengemukakan bahwa penangguhan yang dimaksud dalam pasal tersebut memiliki tujuan, antara lain :

1) Untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian, atau 2) Untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit atau

144 Imran Nating, “Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan pemberesan Harta Pailit”, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 48.

145 Erman Rajagukguk, “Latar Belakang dan Ruang Lingkup UU No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan”, dalam Rudy A. Lontoh (ed), Penyelesaian Utang Piutang, (Bandung: Alumni,2001), hal.

192-193.

146 Sunarmi, Op, Cit, hal 174.

85

3) Untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.147 Hal ini mengarahkan bahwa walupun terjadinya pertentangan antara Pasal 55 dan 56a UU Kepailitan, namun tujuannya dilakukan penangguhan atas jaminan kreditor tersebut adalah agar dalam hal pengurusan harta debitor pailit dapat dilaksanakan dengan baik dan tertib. Terkait dengan jaminan yang dilakukan penangguhan, di Indonesia mengenal 4 sisitem jaminan, yakni:148

a) Gadai

Pengertian gadai menurut Pasal 1150 KUH Perdata, yakni suatu hak yang diperoleh seorang kreditor atas suatu barang bergerak yang bertubuh maupun tidak bertubuh yang diberikan kepadanya oleh debitor atau orang lain atas namanya untuk menjamin suatu hutang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditor untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu daripada kreditor-kreditor lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biayabiaya mana harus didahulukan. Dalam sistem jaminan gadai ini, seorang pemberi gadai (debitor) wajib melepasakan penguasaan atas benda yang akan dijaminkan tersebut kepada penerima gadai (kreditor).

147 Sutan Remy Sjahdeini, Op, Cit, hal 284

148 Andhika Mopeng, “Hak-Hak Kebendaan Yang Bersifat Jaminan Ditinjau Dari Aspek Hukum Perdata”, Lex Privatum, Vol. V, No.9, 2017., hal.94.

b) Hipotek

Hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan yang diatur dalam Pasal 1162 KUH Perdata. Begitu juga menurut ketentuan pada Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang berlaku untuk kapal laut yang memiliki ukuran minimal dua puluh meter kubik (20m3) dan sudah didaftar di Syahbandar Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan, sehingga memiliki kebangsaan sebagai kapal Indonesia dan diperlakukan sebagai benda tidak bergerak. Sedangkan yang tidak terdaftar dianggap sebagai benda bergerak, sehingga berlaku ketentuan Pasal 1977 KUH Perdata.

c) Hak Tanggungan

Hak tanggungan ini diatur dalam Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang merupakan jaminan atas hak-hak atas tanah tertentu berikut kebendaan yang melekat di atas tanah.

d) Jaminan Fidusia

Jaminan ini diatur secara tegas pada Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pasal 3 Undang-undang Jaminan Fidusia, menetapkan bahwa jaminan fidusia tidak berlaku terhadap:

(1) Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan

87

jaminan atas bendabenda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dibebani hak tanggungan berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia;

(2) Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20m3 atau lebih;

(3) Hipotek atas pesawat terbang; dan

(4) Gadai dalam hal ini memperlihatkan bahwa jaminan fidusia meliputi seluruh kebendaan yang tidak dapat dijaminkan dengan tiga jenis jaminan kebendaan tersebut diatas. Sehingga antara fidusia dan hak tanggungan, hipotek, dan gadai tidak akan terjadi saling bersinggungan karena masing-masing memiliki aturan sendiri.

b. Kreditor Prefren

Kreditor yang karena sifat piutangnya mempunyai kedudukan istimewa dan mendapat hak untuk memperoleh pelunasan lebih dahulu dari penjualan harta pailit.

Kreditor istimewa berada di bawah pemegang hak tanggungan dan gadai. Pasal 1133 KUH Perdata mengatakan bahwa hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang terbit dari hak istimewa dari gadai dan hipotek. Dijelaskan lebih lanjut maksud dari hak istimewa dalam Pasal 1134 KUH Perdata adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

Gadai dan hipotek adalah lebih tinggi daripada hak istimewa, kecuali dalam hal-hal dimana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.

Kreditor Preferen terdiri dari kreditor preferen khusus dan umum. Kreditor preferen khusus yakni piutang-piutang yang didahulukan atas barang-barang tertentu tertera dalam Pasal 1139 KUH Perdata yaitu:

1) biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang bergerak atau barang tak bergerak sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan. Biaya ini dibayar dengan hasil penjualan barang tersebut, lebih dahulu daripada segala utang lain yang mempunyai hak didahulukan, bahkan lebih dahulu daripada gadai hipotek;

2) uang sewa barang tetap, biaya perbaikan yang menjadi kewajiban penyewa serta segala sesuatu yang berhubungan dengan pemenuhan perjanjian sewa penyewa itu dibayar;

3) biaya untuk menyelamatkan suatu barang;

4) biaya pengerjaan suatu barang yang masih harus dibayar kepada pekerjanya;

5) apa yang diserahkan kepada seorang tamu rumah penginapan oleh pengusaha rumah penginapan sebagai pengusaha rumah penginapan;

6) upah pengangkutan dan biaya tambahan lain;

7) apa yang masih harus dibayar kepada seorang tukang batu, tukang kayu dan tukang lain karena pembangunan, penambahan dan perbaikan barang-barang tak bergerak, asalkan piutang itu tidak lebih lama dari tiga tahun, dan hak milik atas persil yang bersangkutan masih tetap ada pada si debitor;

8) penggantian dan pembayaran yang dipikul oleh pegawai yang memangku jabatan umum karena kelalaian, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya.

Kreditor preferen umum menyatakan piutang-piutang atas segala barang bergerak dan barang tak bergerak pada umumnya adalah yang disebut di bawah ini, dan ditagih menurut urutan sesuai Pasal 1149 KUH Perdata, yakni:

a) biaya perkara yang semata-mata timbul dari penjualan barang sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan penyelamatan harta benda; ini didahulukan daripada gadai dan hipotek;

89

b) biaya penguburan, tanpa mengurangi wewenang Hakim untuk menguranginya, bila biaya itu berlebihan;

c) segala biaya pengobatan terakhir;

d) upah para buruh dari tahun yang lampau dan apa yang masih harus dibayar untuk tahun berjalan, serta jumlah kenaikan upah menurut Pasal 160 cq; jumlah pengeluaran buruh yang dikeluarkan/dilakukan untuk majikan; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan kepada buruh berdasarkan Pasal 1602 v alinea keempat Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini atau Pasal 7 ayat (3) Peraturan Perburuhan Di Perusahaan Perkebunan; jumlah yang masih harus dibayar oleh majikan pada akhir hubungan kerja berdasarkan Pasal 1603 s bis kepada buruh; jumlah yang masih harus dibayar majikan kepada keluarga seorang buruh karena kematian buruh tersebut berdasarkan Pasal 13 ayat (4) Peraturan Perburuhan Di Perusahaan Perkebunan; apa yang berdasarkan Peraturan Kecelakaan 1939 atau Peraturan Kecelakaan Anak Buah Kapal 1940 masih harus dibayar kepada buruh atau anak buah kapal itu atau ahli waris mereka beserta tagihan utang berdasarkan Peraturan tentang Pemulangan Buruh yang diterima atau dikerahkan di luar Negeri;149 e) piutang karena penyerahan bahan-bahan makanan, yang dilakukan

kepada debitor dan keluarganya selama enam bulan terakhir;

f) piutang para pengusaha sekolah berasrama untuk tahun terakhir;

g) piutang anak-anak yang masih di bawah umur atau dalam pengampuan wali atau pengampuan mereka berkenaan dengan pengurusan mereka, sejauh hal itu tidak dapat ditagih dari hipotek-hipotek atau jaminan lain yang harus diadakan menurut Bab 15 Buku Pertama Kitab Undang-undang Hukum Perdata ini, demikian pula tunjangan untuk pemeliharaan dan pendidikan yang masih harus dibayar oleh para orangtua untuk anak-anak sah mereka yang masih di bawah umur.

Adapun ketentuan lain juga ditegaskan pada:

(1) Pasal 1137 KUH Perdata

(2) Pasal 21 ayat (1) Undang-undang 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang menyebutkan negara mempunyai hak mendahului untuk tagihan pajak atas barang-barang milik penanggung pajak.

149 Putusan Mahkamah Agung Nomor: 46 K/PDT/2014, Piutang-Piutang Atas Segala Barang Bergerak dan Barang Tak Bergerak, hal. 5

Ketentuan tentang hak mendahului sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) UU KUP meliputi pokok pajak, bunga, dengan, administrasi, kenaikan, dan biaya penagihan.150 Artinya dalam kreditor preferen ini, hak mereka didahulukan dibanding dengan kreditor lainnya, sehingga kreditor ini mendapat pembayaran didahulukan.

c. Kreditor Konkuren

Dikenal juga dengan istilah kreditor bersaing. Kreditor konkuren memiliki kedudukan yang sama dan berhak memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitor, baik yang telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari, setelah sebelumnya dikurangi dengan kewajiban membayar piutang kepada kreditor pemegang hak jaminan dan para kreditor dengan hak istimewa secara proposional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing kreditor konkuren tersebut (berbagi secara pari passu prorata parte).151 Sisa hasil penjualan harta pailit itu dibagi menurut imbangan besar kecilnya piutang para kreditor konkuren (Pasal 1132 KUH Perdata).152 Pasal ini menyebutkan bahwa “Barang-barang itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditor terhadapnya hasil penjualan barang-barang itu dibagi menurut perbandingan piutang masing-masing kecuali bila di antara para kreditor itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan”.

150 Sunarmi, Op,Cit, hal 154

151 Kreditor ini harus berbagai dengan para kreditor yang lain secara proposional, atau disebut juga secara pari passu¸ yaitu menurut perbandingan besarannya masing-masing tagihan mereka, dari hasil penjualan harta kekayaan debitor yang tidak dibebani dengan hak jaminan, dalam Sutan Remy Sjahdeni, Op.cit, hal.12

152 Ibid, hal 153.

91

Sebelum hak ketiga golongan kreditor diatas dipenuhi terdapat dua kreditor lain yang harus didahulukan pembayarannya, serta terdapat biaya yang harus dibayar mendahului kreditor preferen dan konkuren yaitu:153

1) Utang Pajak

Dasar hukum utang pajak sebagai kreditor kepailitan yang harus didahulukan pembayarannya terdapat pada Pasal 1137 KUH Perdata yang berbunyi:

“Hak didahulukan milik negara, kantor lelang dan badan umum lain yang diadakan oleh penguasa, tata tertib pelaksanaannya, dan lama jangka waktunya, diatur dalam berbagai undang-undang khusus yang berhubungan dengan hal-hal itu. Hak didahulukan milik persekutuan atau badan kemasyarakatan yang berhak atau yang kemudian mendapat hak untuk memungut bea-bea, diatur dalam undang-undang yang telah ada mengenai hal itu atau yang akan diadakan”.

Ketentuan mengenai kewajiban mendahulukan utang pajak sebelum pembayaran hak kreditor lain juga dijelaskan pada Pasal 21 ayat (1) sampai ayat (5) UU KUP yang berbunyi:

a) Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.

b) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.

c) Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:

(1) biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;

(2) biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

153 Fernandez, “Tinjauan Yuridis Hak Mendahulu Pelunasan Utang Pajak Atas Harta Pailit dan Penyelesaian Utang Pajak Dalam Kepailitan”, Jurnal Universitas Indoneisa, 2012, hal. 37.

d) Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Wajib Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditor lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Wajib Pajak tersebut.

e) Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

f) Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan sebagai berikut:

(1) Dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun

(2) Sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak pemberitahuan Surat Paksa; atau

(3) Dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5 (lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir penundaan diberikan.

Kedudukan utang pajak sebagai kreditor ditegaskan pada penjelasan Pasal 21 ayat (1) yang menyatakan bahwa ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditor preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahului atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum. Pembayaran kepada kreditor lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.

2) Upah dan Hak-Hak Lainnya dari Pekerja/Buruh 154

Dasar hukum upah dan hak-hak lain dari pekerja/buruh yang harus didahulukan pembayarannya terdapat pada Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan pasal tersebut menyatakan bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, maka

154 Ibid

93

upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya.

3) Hak-Hak Lain Pekerja/Buruh

Hak-hak lain Pekerja/Buruh selain upah, diatur dalam Pasal 95 ayat (4) yang menyatakan bahwa dalam hal perusahaan dinyatakan pailit atau dilikuidasi berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku, maka upah dan hak-hak lainnya dari pekerja/buruh merupakan utang yang didahulukan pembayarannya, akan tetapi dalam Putusan MK No. 67/PUUXI/2103 lebih lanjut dinyatakan bahwa pembayaran hak-hak pekerja/buruh lainnya hanya didahulukan atas semua tagihan termasuk tagihan hak negara, kantor lelang dan badan umum yang dibentuk Pemerintah, kecuali tagihan dari kreditor separatis.

4) Biaya kepailitan dan upah kurator

Pada perkara kepailitan, kedudukan biaya kepailitan dan upah kurator didahulukan atas kreditor preferen dan kreditor konkuren. Hal tersebut diatur pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 (Permenkumham No. 11 Tahun 2016) tentang pedoman imbalan bagi kurator dan pengurus yang menyatakan bahwa biaya dan imbalan jasa Kurator yang ditetapkan oleh majelis hakim yang memerintahkan pencabutan pailit, harus didahulukan atas semua utang yang tidak dijamin dengan agunan.

Berdasarkan penjelasan diatas, utang pajak muncul berdasarkan undang-undang yang menimbulkan perikatan kepada warga negara untuk melakukan

pembayaran pajak, sehingga utang pajak dapat dikategorikan dalam lingkup utang dalam kepailitan yang luas, yaitu utang yang timbul karena undang-undang. Utang atau tagihan pajak harus dilunasi oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Wajib Pajak dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan dapat diwakili antara lain badan oleh pengurus, badan yang dinyatakan pailit oleh kurator, badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan. Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak tersebut atas barang-barang milik Penanggung Pajak. Hak mendahulu tersebut diatur diluar UU Kepailitan yakni dalam Penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU KUP, yaitu untuk menetapkan negara sebagai kreditor preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan dilelang di muka umum.

Selanjutnya pada utang dengan jaminan hak kebendaan bahwa jaminan adalah suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitor kepada kreditor sebagai akibat dari hubungan utang piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu tersebut dapat dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian pinjaman atau uang debitor.

Dengan kata lain, jaminan berfungsi sebagai sarana atau menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitor seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo

pinjaman atau utangnya berakhir.155Pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,

155 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal69.

95

hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, sejauh mereka tidak dibayar menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan, dapat dilakukan dari hasil penjualan benda terhadap mana mereka mempunyai hak istimewa atau yang diagunkan kepada mereka. Maka sebagai pemegang hak jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1133 jo Pasal 1134 KUH Perdata yang menempatkan kreditor pemegang hak jaminan sebagai kreditor separatis diakui oleh UU Kepailitan.

Kemudian biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 76 UU Kepailitan yang pada intinya menyatakan bahwa imbalan jasa kurator ditentukan setelah kepailitan berakhir dan ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri yang ruang lingkup dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan perundang-undangan.

Kemudian biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 75 dan Pasal 76 UU Kepailitan yang pada intinya menyatakan bahwa imbalan jasa kurator ditentukan setelah kepailitan berakhir dan ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri yang ruang lingkup dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan perundang-undangan.