• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Analisis Data

Analisi data merupakan sebuah proses yang mencoba mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam sebuah pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan sebuah tema serta dapat juga dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan data.65 Metode yang digunakan untuk mengalisis data adalah analisis data secara kualitatif yaitu masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/objek penelitian.66

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif yaitu proses penalaran untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang besifat umum.67 Adapun kesimpulan secara deduktif, yaitu pengurusan dan pemberesan harta pailit untuk menjamin keadilan terhadap pembagian harta kekayaan debitor. Negara sebagai

65 Ibid, hal. 103l

66 Ridwan, Op. Cit, hal. 88

67 Ibid., hal. 89

kreditor preferen. Pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam hal negara sebagai kreditor preferen haruslah bertujuan untuk menjamin keadilan.

BAB II

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERASAN HARTA PAILIT

A. Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

1. Dasar Hukum, Asas dan Tujuan Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

Pengurusan adalah mengumumkan ikhwal kepailitan, melakukan penyegelan harta pailit, pencatatan/pendaftaran harta pailit, melanjutkan usaha debitor, membuka surat–surat telegram debitor pailit, mengalihkkan harta pailit, melakukan penyimpanan harta pailit, mengadakan pedamaian guna menjamin suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara.68 Sejak diucapkan putusan pailit, debitor yang dinyatakan pailit sudah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta pailit. Penguasaan dan pengurusan pailit diserahkan kepada kurator.

Pemberesan harta debitor pailit dilakukan oleh kurator. Berdasarkan Pasal 1 angka (5) UU Kepailitan, kurator adalah balai harta peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta debitor pailit di bawah pengawasan hakim pengawas sesuai dengan undang-undang ini. Kemudian berdasarkan Pasal 16 UU Kepailitan, kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

68 Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan Edisi Revisi, (Malang: UMM Press, 2007), hal.124

Berdasarkan Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), dinyatakan bahwa Undang-Undang tentang Kepailitan ini didasarkan pada beberapa asas. Azas-azas tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Azas Keseimbangan

UU Kepailitan mengatur beberapa ketentuan yang merupakan perwujudan dari asas keseimbangan, yaitu di satu pihak terdapat ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh debitor yang tidak jujur, di lain pihak terdapat pula ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan lembaga kepailitan oleh kreditor yang tidak beritikad baik.

b. Azas Kelangsungan Usaha

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ini terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan Debitor yang prospektif tetap dilangsungkan.69

c. Azas Keadilan

Azas keadilan dalam kepailitan mengandung pengertian bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Azas keadilan ini untuk mencegah terjadinya

69 Catur Irianto, “Penerapan Asas Kelangsungan Usaha Dalam Penyelesaian Perkara Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang(PKPU)”, Jurnal Hukum dan Peradilan, Vol.4, No.3, November 2015, hal.404.

37

wenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas tagihan masing-masing terhadap debitor dengan tidak mempedulikan kreditor lainnya.

d. Azas Integrasi

Azas integrasi dalam UU Kepailitan mengandung pengertian bahwa sistem hukum formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum perdata nasional.

e. Azas Pro Rata

Azas pro rata ini terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata.

Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan:

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”

Kemudian Pasal 1132 KUH Perdata menyatakan bahwa:

“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang untuk didahulukan.”

Jadi menurut asas pro rata ini, penjualan benda-benda harta pailit harus dibagi-bagi menurut keseimbangan besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali

terdapat alasan-alasan untuk didahulukan. Seperti misalnya utang pajak atau upah buruh.70

f. Azas Memberikan Kesempatan Retrukturisasi Utang Sebelum Diambil Putusan Pernyataan Pailit Kepada Debitor Yang Masih Memiliki Usaha Yang Prospektif

Menurut asas ini, Undang-Undang Kepailitan haruslah tidak semata-mata bermuara kepada kemungkinan atau kemudahan pemailitan debitor yang tidak membayar utang. Undang-Undang kepailitan harus memberikan alternatif muara yang lain, yaitu berupa pemberian kesempatan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak membayar utang-utangnya tetapi masih memiliki prospek usaha yang baik serta pengurusnya beritikad baik dan kooperatif dengan para kreditor untuk melunasi utang-utangnya, merestrukturisasi utang-utangnya dan menyehatkan perusahaannya.

Restrukturisasi utang dan perusahaan (debt and corporate restructuring atau corporate reorganization atau corporate rehabilitation) akan memungkinkan

perusahaan debitor kembali berada dalam keadaan mampu membayar utang-utangnya.71

Hal-hal inilah yang seharusnya diusahakan terlebih dahulu oleh para kreditor dan debitor sebelum mengajukan permohonan pailit terhadap debitor. Dengan demikian, kepailitan akan menjadi ultimum remedium atau sanksi pidana

70 Rindy Ayu Rahmadiyanti, “Akibat Hukum Penolakan Rencana Perdamaian Debitor Oleh Kreditor Dalam Proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang”, NOTARIUS, Edisi 08, No.2, 2015., hal. 255.

71 Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan: Memahami Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan, cet. IV, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009), hal. 48-49.

39

dipergunakan manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya.72 Belum lagi jika dilihat dari sisi bisnis, hal ini akan dapat merusak kepercayaan rekan-rekan bisnis dari perusahaan yang dijatuhi pailit tersebut. Tentunya akan cukup mengganggu kinerja dan pendapatan dari perusahaan tersebut yang akan berdampak pada kesejahteraan para karyawannya. Oleh karena itu, walaupun perdamaian dapat dilakukan setelah adanya putusan pernyataan pailit dari pengadilan, tetap saja akan mempunyai dampak yang cukup merugikan bagi debitor pailit tersebut.

g. Azas Putusan Pernyataan Pailit Tidak Dapat Dijatuhkan Terhadap Debitor Yang Masih Solven

Menurut asas ini, permohonan pernyataan pailit seyogyanya hanya dapat diajukan dalam hal debitor tidak membayar lebih dari 50% dari utang-utangnya baik kepada satu atau lebih kreditornya. Dengan kata lain, apabila debitor tidak membayar kepada kreditor tertentu saja, sedangkan kepada para kreditor lain yang memiliki tagihan lebih dari 50% dari jumlah seluruh utangnya tetap melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka seharusnya tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit baik oleh kreditor maupun oleh debitor sendiri. Pengadilan seyogianya menolak permohonan tersebut.73

Sikap ini merupakan sikap Faillissementverordening (Fv) sebagaimana tercantum pada Pasal 1 ayat 1 Fv. Bunyi Pasal 1 ayat 1 Fv adalah sebagai berikut:74

72 Ibid., hal. 49.

73 Ibid., hal. 39.

74 Ibid

“Setiap pihak yang berutang (debitor) yang tidak mampu yang berada dalam keadaan berhenti membayar utang-utangnya, dengan putusan hakim, baik atas permintaan sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih pihak berpiutangnya (kreditornya), dinyatakan dalam keadaan pailit”.

Menurut Pasal 1 ayat 1 Fv, terhadap seorang debitor dapat diajukan permohonan pernyataan pailit hanya apabila debitor telah berhenti membayar utang-utangnya. Keadaan berhenti membayar haruslah merupakan keadaan yang objektif, yaitu karena keadaan keuangan debitor telah mengalami ketidakmampuan (telah dalam keadaan tidak mampu) membayar utang-utangnya. Dengan kata lain, debitor tidak boleh sekadar tidak mau membayar utang- utangnya (not willing to repay his debts), tetapi keadaan objektif keuangannya dalam keadaan tidak mampu membayar

utang-utangnya (not able to repay his debt). Untuk menentukan apakah keadaan keuangan debitor sudah dalam keadaan tidak mampu membayar utang-utangnya atau dengan kata lain debitor telah dalam keadaan insolven, harus dapat ditentukan secara objektif dan independen. Hal itu hanya dapat dilakukan berdasarkan financial audit atau financial due diligence yang dilakukan oleh suatu kantor akuntan publik yang independen.75

Bunyi Pasal 1 ayat (1) Fv kemudian diubah dengan Perpu No.1 Tahun 1998 yang kemudian diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dan terakhir perubahan tersebut terjadi dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor

75 Ibid., hal. 39

41

37 Tahun 2004. Syarat kepailitan ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU yang bunyinya adalah sebagai berikut:

“Debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan satu atau lebih kreditornya.”

Berdasarkan asas-asas tersebut, bahwa pengurusan dan pemberasan harta pailit memiliki tujuan yakni:

1. untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitor secara bersama-sama;

2. untuk menghindari kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor atau para kreditor lainnya tanpa memperhatikan kepentingan kreditor lainnya;

3. untuk menghindari kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang atau beberapa kreditor.76

2. Tahapan dalam Proses Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

Guna mencapai tujuan pengurusan dan pemberesan harta pailit maka sesuai UU Kepailitan telah mengatur proses ataupun tahapan yang harus dilakukan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Tahap pemberesan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh Kurator terhadap pengurusan harta Debitor pailit, dimana pemberesan baru dapat dilakukan setelah Debitor pailit benar-benar dalam keadaan tidak mampu membayar (insolvensi) setelah adanya putusan pernyataan pailit.

Adapun tahapan dalam pemberesan harta pailit yaitu:77

76 Ibid., hal.5

77 Danik Gatot dan Achmad Busro, “Akibat Hukum Putusan Pailit Terhadap Kreditor Preferen Dalam Perjanjian Kredit Yang Dijaminkan Dengan Hak Tanggungan”, Jurnal Law Reform, PMIH FH UNDIP, 2014., hal.68.

1. penagihan piutang debitor pailit (jika ada)

2. menjual harta pailit (Pasal 184-185 UU Kepailitan)

3. melakukan pembayaran kepada kreditor sesuai daftar pembagian yang disetujui oleh hakim pengawas (Pasal 201 jo Pasal 189 UU Kepailitan).

Selanjutnya tahap penyelesaian membuat laporan kurator dalam kepailitan laporan kurator/pengurus kepada hakim pengawas maupun yang disampaikan dalam rapat kreditor sebagai bentuk perwujudan tanggung jawab kurator. Jenis laporan tersebut diantaranya:78

1. laporan awal: dalam rapat I kreditor;

2. laporan berkala: tentang keadaan budel dan pelaksanaan tugas kurator 3 (tiga) bulan;

3. laporan insidentil (laporan khusus): karena terjadinya suatu peristiwa tertentu, atau dilakukan tindakan tertentu;

4. laporan akhir: disampaikan pada akhir pelaksanaan tugas, kewajiban (laporan pertanggungjawaban).

Kemudian pada tahap pengurusan harta pailit memiliki jangka waktu yakni sejak debitor dinyatakan pailit sampai dengan debitor mengajukan rencana perdamaian, di mana rencana perdamaian diterima oleh kreditor dan dihomologasi oleh majelis hakim yang mengakibatkan kepailitan diangkat, kurator antara lain harus melakukan tindakan sebagai berikut:79

a. Mendata, melakukan verifikasi atas kewajiban debitor pailit. Verifikasi dari kewajiban debitor pailit memerlukan ketelitian dari kurator. Baik debitor pailit maupun kreditor harus sama-sama didengar untuk dapat menentukan

78 Bab V Bagian Kesatu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 Tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Serta Penyampaian Laporan Kurator Dan Pengurus

79 Marjan Pane, Permasalahan Seputar Kurator, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2002), hal 68

43

status, jumlah dan keabsahan utang piutang antara debitor pailit dengan para kreditornya (Pasal 110 UU Kepailitan).

b. Mendata, melakukan penelitian aset debitor pailit termasuk tagihan-tagihan yang dimiliki debitor pailit sehingga dapat ditentukan langkah-langkah yang harus diambil oleh kurator untuk menguangkan tagihan-tagihan tersebut.

Dalam tahap ini kurator harus melindungi keberadaan kekayaan debitor pailit dan berusaha mempertahankan nilai kekayaan tersebut. Setiap tindakan yang dilakukan di luar kewenangannya dalam tahap ini harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari hakim pengawas, sebagai contoh melakukan penjualan kekayaan debitor pailit (Pasal 98 UU Kepailitan) atau mengagunkan kekayaan debitor pailit (Pasal 67 ayat (3) UU Kepailitan).80

Selain tahap pengurusan yang telah dijelaskan tadi, terdapat tahap pengurusan lainnya yaitu:81

1. Mengumumkan ikhtisar putusan pailit dalam 2 (dua) surat kabar harian dan berita Negara Republik Indonesia paling lambat 5 hari sebagaimana telah diatur dalam Pasal 15 ayat (4) UU Kepailitan. Pengumuman atas putusan pailit harus dilakukan oleh kurator yang ditunjuk paling lambat 5 hari setelah kurator dan hakim pengawas menerima putusan pailit setidaknya

80 Nina Yolanda, “Upaya Paksa Badan Terhadap Debitor Yang Tidak Kooperatif”, Jurnal Universitas Palembang, Vol.16, No.1, 2018., hal.25.

81 Calvin Morris, “Analisis Pembagian Piutang Debitur Pailit Saat Kedudukan Boedel/Harta Pailit Tidak Cukup (Studi Kasus Putusan Pengadilan Niaga

NO.57/Pdt.Sus-Renvoi/Prosedur/2011/PN.Niaga.Jkt.Pst)”, Jurnal Magister Kenotariatas Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 2018., hal. 35.

dalam 2 (dua) surat kabar harian (yang ditentukan oleh Hakim Pengawas).

Isi dari pengumuman dalam lembaran Negara Republik Indonesia adalah:82 a. ringkasan putusan pailit

b. keterangan jelas mengenai identitas dan domisili debitor pailit

c. keterangan jelas mengenai identitas Komite Kreditor, apabila ditunjuk d. tempat dan waktu diadakannya Rapat Kreditor Pertama

e. keterangan jelas mengenai identitas hakim pengawas

2. Membuat pencatatan harta pailit (inventarisasi) paling lambat 2 hari.

Pencatatan dan pencocokan harta pailit: berdasarkan pembukuan debitor, berdasarkan catatan (laporan kreditor), mencocokkan laporan pembukuan dengan dokumen pendukung, mencocokkan data pembukuan dengan keberadaan fisik harta pailit, menyusun suatu daftar harta pailit berdasarkan jenis dan lokasi serta keadaan actual harta pailit, melakukan pengamanan fisik harta pailit sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 100 UU Kepailitan.

3. Memanggil kreditor/debitor untuk mengikuti rapat pertama kreditor, batas waktu pendaftaran tagihan dan rapat verifikasi yang diatur dalam Pasal 86 jo Pasal 113 UU Kepailitan.

4. Rapat pencocokan piutang

Proses pencocokan piutang pada intinya proses pencocokan piutang pada intinya adalah mencocokkan perhitungan piutang adalah mencocokkan perhitungan piutang berdasarkan bukti yang diajukan oleh kreditor

82 M. Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, Norma dan Praktik Di Peradilan, (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2014).,hal.112.

45

berdasarkan bukti yang diajukan oleh kreditor dengan bukti atau catatan debitor dengan bukti atau catatan debitor. Yang dimaksud dengan catatan debitor pailit catatan pembukuan yang diatur dalam Pasal 121 dan Pasal 124 UU Kepailitan.

Berdasarkan penjelasan diatas, tahapan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit sesuai dengan UU kepailitan dijadikan sebagai panduan yang jelas dalam proses pengurusan dan pemberesan harta pailit. Oleh karena itu, pengurusan dan pemberesan harta pailit haruslah dilakukan sesuai dengan UU Kepailitan guna mencapai tujuan dari pengurusan dan pemberesan harta pailit.

3. Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

Pada proses pengurusan dan pemberesan harta pailit yang terlibat tidak hanya kurator tetapi masih ada pihak lainnya. Pihak-pihak yang terkait dengan pengurusan harta pailit tersebut adalah:

a. Hakim pengawas

Kurator mempunyai tugas utama yaitu melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator menjalankan tugasnya tersebut sesuai dengan aturan hak dan tidak sewenang-wenang, maka perlu ada bentuk pengawasan terhadap tindak-tindakan kurator. kDisinilah perlunya peranan hakim pengawas untuk mengawasi setiap tindakan kurator. Dalam putusan pernyataan pailit harus diangkat seorang hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim Pengadilan Niaga.

Tugas hakim pengawas ialah mengawasi pengurusan dan pemberesan harta pailit yang dilakukan oleh kurator, dan sebelum memutuskan sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit, Pengadilan Niaga wajib mendengar nasihat terlebih dahulu dari hakim pengawas. Ketentuan mengenai hakim pengawas dalam kepailitan terletak pada bagian ketiga paragraf 1 Pasal 65-68 UU Kepailitan. Tugas-tugas dan kewenangan hakim pengawas adalah sebagai berikut:83

1) Memimpin rapat verifikasi;

2) Mengawasi tindakan dari kurator dalam melaksanakan tugasnya;

memberikan nasihat dan peringatan kepada kurator atas pelaksanaan tugas tersebut;

3) Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang diajukan oleh para kreditor

4) Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikannya dalam rapat verifikasi kepada hakim Pengadilan Niaga yang memutus perkaraitu;

5) Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan kepailitan (misalnya: tentang keadaan budel, perilaku pailit dan sebagainya);

6) Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk berpergian (meninggalkan tempat) kediamannya.

b. Kurator

Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan dalam suatu proses perkara pailit. Selain itu peranannya yang besar dan tugasnya yang berat, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi kurator.84 Menurut Pasal 69 UU

83 Rahayu Hartini, Op.Cit., hal. 127.

84 Raymond Hutagaol, Kedudukan Kurator Dalam Kepailitan, diakses dari

http://www.hukumkepailitan.com/kurator-dalam-kepailitan/kedudukan-kurator-dalam-kepailitan/, diakses pada 30 Juni 2019.

47

Kepailitan disebutkan, tugas kurator adalah melakukan pengurusan dan atau pemberesan harta pailit. Oleh karena itu pula, maka persyaratan dan prosedur untuk dapat menjadi kurator ini oleh UU Kepailitan diatur secara relatif ketat. Sewaktu masih berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya Balai Harta Peninggalan (BHP) saja yang dapat menjadi kurator tersebut. Menurut Pasal 70 ayat (1) UU Kepailitan yang dapat bertindak menjadi kurator sekarang adalah sebagai berikut:

1) Balai Harta Peninggalan (BHP).

2) Kurator lainnya.

Untuk jenis kurator lainnya yaitu kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan adalah mereka yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang terdapat dalam Pasal 70 ayat (2) yaitu:

a) Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan hartapailit.

b) Telah terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan penjelasan Pasal 70 ayat (2) huruf (a) UU Kepailitan disebutkan, yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus. Kemudian berdasarkan penjelasan Pasal 70 ayat (2) huruf (b) UU Kepailitan disebutkan, yang dimaksud dengan terdaftar adalah telah

memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi kurator dan pengurus.85

Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan maka debitor pailit tidak lagi berhak melakukan pengurusan atas harta kekayaannya. Oleh karena itu, untuk melindungi kepentingan baik debitor pailit sendiri maupun pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan debitor pailit sebelum pernyataan pailit dijatuhkan, UU Kepailitan telah menunjuk kurator sebagai satu-satunya pihak yang akan menangani seluruh kegiatan pengurusan dan pemberesan harta pailit, meskipun terhadap putusan kemudian diajukan kasasi atau peninjauan kembali.

Tugas kurator pengurus dapat dilihat pada job description dari kurator pengurus, karena setidaknya ada 3 jenis penugasan yang dapat diberikan kepada kurator pengurus dalam hal proses kepailitan, yaitu:86

(1) Sebagai kurator sementara

Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan debitor melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya, selama jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum debitor dinyatakan pailit. Tugas utama kurator sementara terdapt dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b UU Kepailitan yaitu untuk mengawasi:

(a) pengelolaan usaha debitor; dan

85 Hasil wawancara dengan Bapak Seven Rony Sianturi selaku kurator yang berdomisili di Medan, tanggal 21 Agustus 2019.

86 Hasil wawancara dengan Bapak Seven Rony Sianturi selaku kurator yang berdomisili di Medan, tanggal 21 Agustus 2019.

49

(b) pembayaran kepada kreditor, pengalihan atau pengagunan kekayaan debitor yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator. Secara umum tugas kurator sementara tidak banyak berbeda dengan pengurus, namun karena pertimbangan keterbatasan kewenangan dan efektivitas yang ada pada kurator sementara, maka sampai saat ini sedikit sekali terjadi penunjukan kurator sementara.

(2) Sebagai pengurus

Dalam Pasal 225 ayat (2) dan ayat (3) UU Kepailitan, pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan pengadministrasian proses PKPU, seperti misalnya melakukan pengumuman, mengundang rapat-rapat kreditor, ditambah dengan pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh debitor dengan tujuan agar debitor tidak melakukan hal-hal yang mungkindapat merugikan hartanya.

Perlu diketahui bahwa dalam PKPU debitor masih memiliki kewenangan untuk mengurus hartanya sehingga kewenangan pengurus sebatas hanya mengawasi belaka.87

(3) Sebagai kurator

Kurator ditunjuk pada saat debitor dinyatakan pailit, sebagai akibat dari keadaan pailit, maka di dalam Pasal 24 ayat (1) UU Kepailitan, debitor kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya, dan oleh karena itu kewenangan pengelolaan harta pailit jatuh ke tangan kurator. Dari berbagai jenis tugas bagi kurator dalam

87 Abi Jam’an Kurnia, “Tugas-Tugas Kurator dan Hakim Pengawas”, diakses dari

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl738/tugas-tugas-kurator-dan-hakim-pengawas/ , diakses pada 05 Agustus 2019.

melakukan pengurusan dan pemberesan, maka dapat disarikan bahwa kurator memiliki beberapa tugas utama, yaitu:

(a) Tugas administratif

Berdasarkan kapasitas administratifnya, kurator bertugas untuk mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, misalnya melakukan pengumuman (Pasal 15 ayat (4) UU Kepailitan); mengundang rapat-rapat kreditor (Pasal 82 UU Kepailitan); mengamankan harta kekayaan debitor pailit (Pasal 98 UU Kepailitan); melakukan inventarisasi harta pailit (Pasal 100 ayat (1) UU Kepailitan); serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas (Pasal 74 ayat (1) UU Kepailitan). Dalam Pasal 99 ayat (1) UU Kepailitan, kurator dalam menjalankan kapasitas administratifnya memiliki kewenangan antara lain kewenangan untuk melakukan upaya paksa seperti paksa badan dan melakukan penyegelan (bila perlu).88

(b) Tugas mengurus/mengelola harta pailit

Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 UU Kepailitan, sejak putusan pailit

Berdasarkan Pasal 24 dan Pasal 69 UU Kepailitan, sejak putusan pailit