• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KEDUDUKAN NEGARA SEBAGAI KREDITOR PREFEREN

A. Negara Sebagai Kreditor Preferen

2. Hak dan Kewajiban Negara Sebagai Kreditor Preferen

Terdapat beberapa kreditor pada perusahaan pailit yang selanjutnya dalam Undang-undang Kepailitan diklasifikasikan menjadi 3 bagian, yakni kreditor separatis, konkuren, dan preferen.158 Para kreditor ini selanjutnya memiliki hak dan

158 Man HS Sastrawidjadja, Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2006), hal. 24.

kewajiban untuk melakukan penagihan utang pada kurator. Hak dan kewajiban ini mulai ada saat para kreditor mengetahui bahwa debitor sudah dinyatakan pailit oleh pengadilan.

Sebelum sampai pada pembahasan hak dan kewajiban kreditor, terlebih dahulu diuraikan mengenai klasifikasi hukum. Dilihat dari segi kepentingannya maka diatur ada dua macam hukum yaitu hukum publik dan privat. Ada dua alasan dilakukan pembedaan tersebut, alasan pertama, negara berfungsi untuk melaksanakan kehendak rakyatnya. Negara dibentuk untuk menjaga terpeliharanya kehidupan berbangsa, melindungi warga negaranya dari serangan musuh dari luar, meningkatkan kesejahteraan sosial dan memperdayakan warganya.159

Alasan kedua adalah mengenai hubungan yang diaturnya. Kepentingan-kepentingan yang diatur oleh hukum dapat dibedakan antara Kepentingan-kepentingan umum dan kepentingan khusus. Kepentingan umum berkaitan dengan kebersamaan dalam hidup bermasyarakat. Sebaliknya dalam suatu kehidupan bermasyarakat, warga masyarakat mempunyai kebebasan untuk mengadakan hubungan diantara sesamanya. Dalam hubungan tersebut, yang terlibat adalah kepentingan mereka yang mengadakan hubungan dalam hal ini disebut kepentingan khusus. Kepentingan ini selanjutnya diatur oleh hukum privat.160

Hukum publik lazimnnya dirumuskan sebagai hukum yang mengatur kepentingan umum dan mengatur hubungan penguasa dengan warga negaranya.

159 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta : Prenadamedia Group, 2015), hal 181.

160 Ibid, hal 182

99

Hukum publik ini adalah keseluruhan peraturan yang merupakan dasar negara dan mengatur pula bagaimana caranya negara melaksanakan tugasnya, guna melindungi kepentingan negara. Oleh karena memperlihatkan kepentingan umum, maka pelaksanaan hukum publik dilakukan oleh penguasa.161

Adapun hukum perdata atau privat adalah hukum antar perorangan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan satu dengan yang lainnya dalam hubungan keluarga dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanannya diserahkan masing-masing pihak.162 Jadi hukum perdata adalah peraturan-peraturan hukum yang objeknya ialah kepentingan-kepentingan khusus dan yang soal akan dipertahankannya atau tidak diserahkan kepada yang berkepentingan.163

Kemudian lebih lanjut terkait hukum privat, maka hukum bisnis merupakan perkembangan hukum perdata, jika titik berat hukum perdata adalah masalah-masalah bersifat pribadi. Pada hukum bisnis yang menjadi fokus pengaturan adalah hubungan individu dengan individu lainnya dalam rangka sama-sama mencari keuntungan.

Adapun yang menjadi cakupan hukum bisnis adalah hukum kontrak, hukum perseroaan, hukum pasar modal, hukum ketenagakerjaan, hukum perbankan, dan lainnya.164 Hal ini mengandung pengertian bahwa kepentingan bisnis dipandang sebagai kepentingan khusus dan bukan kepentingan umum.

161 Abdul Manif, Studi Mengenai Perikatan Dengan Syarat Batal Karena Wanprestasi Yang Diikuti Dengan Pengesampingan Pasal 1126 dan Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Disertasi Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2016, hal. 100.

162 Ibid

163 L.J Van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, ( Jakarta: Pradnya Paramita, 1973), hal. 186.

164 Peter Mahmud Marzuki, Op,Cit, hal.188.

Selanjutnya perbedaan antara hukum publik dan hukum privat juga terletak pada hubungan hukum. Seperti hubungan hukum antara negara dengan individu yang berkaitan dengan kenegaraan seperti kewarganegaraan, partai politik, dan pemilihan umum merupakan hubungan bersifat politis. Hubungan berifat sosial adalah hubungan antara negara dengan individu dalam rangka mempertahankan ketertiban umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kemudian yang terahkir hubungan yang bersifat adminstratif adalah hubungan antara negara dengan individu dalam rangka individu melakukan tindakan yang memerlukan persetujuan dari negara karena apa yang dilakukan itu berkaitan dengan permeliharaan kepentingan umum.

Hubungan administratif dapat juga berarti sebaliknya, yaitu negara menetapkan kewajiban kepada individu untuk melakukan sesuatu demi pemeliharaan kepentingan umum, seperti pembayaran pajak. Hukum yang mengatur hubungan-hubungan tersebut masuk ke dalam hukum publik. Berdasarkan pandangan ini, hukum tata negara, hukum pidana, hukum acara pidana, hukum administrasi, dan hukum tata usaha negara merupakan hukum publik. Adapun di luar itu merupakan hukum privat.165

Kemudian jika untuk ketentuan hukum perdata tidak dapat semua aturan digolongkan pada hukum yang bersifat mengatur atau melengkapi. Pada hukum perdata khususnya yang berkaitan dengan hukum perikatan sebagaimana diatur pada

165 Ibid, hal. 198.

101

Buku III KUH Perdata, tidak lalu berarti semua pada ketentuan ini bersifat mengatur atau melengkapi, namun ada sebagian yang bersifat memaksa.166

Terkait uraian tentang klasifikasi hukum dari segi kepentingan yakni antara hukum publik dan privat, dan begitu juga dari segi sifatnya antara hukum yang bersifat memaksa dan mengatur atau pelengkap, maka selanjutnya hak dan kewajiban para kreditor pada perusahaan pailit dapat ditentukan. Hak dan kewajiban kreditor pada perusahaan pailit telah diatur dalam UU Kepailitan. Kreditor dalam perusahaan pailit di klasifikasikan menjadi 3 bagian yakni kreditor konkuren, separatis, dan preferen. Adapun yang menjadi hak dan kewajiban kreditor adalah :

Hak kreditor berdasarkan UU Kepailitan :

a. Menerima surat tentang adanya daftar sebagimana dimaksud Pasal 119 UU Kepailitan, kepada kreditor yang dikenal, disertai panggilan untuk menghadiri rapat pencocokan utang (Pasal 120 UU Kepailitan)

b. Meminta agar kurator memberikan keterangan mengenai tiap piutang dan penempatannya dalam daftar, atau dapat membantah kebenaran piutang, adanya hak untuk didahulukan, hak untuk menahan suatu benda, atau dapat menyetujui bantahan kurator. (Pasal 124 ayat (2) UU Kepailitan) c. Menerima surat keterangan mengenai sumpah yang telah diucapkannya,

kecuali apabila sumpah tersebut diucapkan dalam rapat kreditor oleh hakim pengawas. ( Pasal 125 ayat (3) UU Kepailitan)

d. Menerima laporan mengenai keadaan harta pailit dan selanjutnya kepada kreditor wajib diberikan semua keterangan yang diminta oleh kurator.

(Pasal 143 ayat (1) UU Kepailitan)

e. Menerima pembayaran atau pelunasan utang debitor pailit dari kurator . (Pasal 189 ayat (4) UU Kepailitan)

Adapun kewajiban kreditor berdasarkan UU Kepailitan adalah :

1) Semua kreditor wajib menyerahkan piutangnya masing-masing kepada kurator disertai perhitungan atau keterangan tertulis lainnya yang menunjukan sifat dan jumlah piutangnya , disertai dengan surat bukti atau

166 Abdul Munif, Op,Cit. hal. 104

salinannya dan suatu pernyataan ada atau tidaknya kreditor mempunyai suatu hak istimewa, hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya atau hak untuk menahan benda (Pasal 115 ayat (1) UU Kepailitan)

2) Melakukan penagihan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan pada rapat kreditor (Pasal 113 ayat (1) UU Kepailitan).

Kemudian jika dihubungkan dengan klasifikasi hukum seperti penjelasan di atas dengan hak dan kewajiban kreditor perusahaan pailit, maka hal ini memperlihatkan bahwa dalam UU Kepailitan terdapat kepentingan khusus atau hukum privat antara kreditor dengan debitor pailit. Begitu juga dari sifat bekerjanya bahwa undang-undang kepailitan merupakan aturan hukum bersifat mengatur.

Dimana hubungan hukum antara debitor dengan kreditor merupakan hubungan berdasarkan kepentingan antara individu debitor dengan individu kreditor.

Seperti ketentuan kewajiban kreditor melakukan penagihan harus mengikuti pengaturan batas ahkir pengajuan utang. Sehingga ini memperlihatkan adanya hubungan hukum bisnis antara kreditor dengan debitor. Namun UU Kepailitan melakukan klasifikasi kreditor dalam perusahaan pailit, seperti dengan hadirnya negara sebagai kreditor preferen yang melakukan penagihan utang pajak pada debitor atau wajib pajak pailit.

Sebelum membahas tentang keberadaan utang pajak pada perusahaan pailit, pertama akan diuraikan tentang ketentuan membayar pajak sesuai dengan UU Perpajakan. Tindakan membayar pajak, pada Pasal 1 ayat (1) UU KUP disebutkan bahwa, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak

103

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Ketentuan pada Pasal 1 ayat 1 UU KUP mengarahkan kewajiban Warga Negara Indonesia kepada negara sesuai dengan ketentuan pada Pasal 23 (a) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang. Kata untuk keperluan negara pada UUD 1945 diartikan pada Pasal 1 ayat (1) UU KUP bahwa pajak digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, yang merupakan tujuan negara.

Berdasarkan tujuannya jelas bahwa pungutan pajak yang dilakukan negara merupakan untuk kepentingan bersama atau kepentingan umum. Kemudian jika dilihat dari segi bekerjanya, dengan tegas UUD 1945 dan UU KUP menyatakan bahwa pungutan pajak bersifat memaksa dan tindakan wajib. Sehingga hukum pajak pada umumnya dimasukan sebagai bagian dari hukum publik, yakni yang mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyat. Hal tersebut dapat dimengerti karena di dalam hukum pajak diatur mengenai hubungan pemerintah dalam fungsinya selaku fiskus dengan rakyat dalam kapasitasnya sebagai wajib pajak/subjek pajak.167

Hal ini dapat dilihat bahwa Indonesia sebagai negara hukum ingin menciptakan tertib hukum yang mendudukan hukum sebagai panglima tertinggi di negara. Kemudian berdasarkan teori negara hukum yang diungkapkan Frans Magnis

167 Y.Sri Pudyatmoko, Pengantar Hukum Pajak, (Yogyakarta: Andi Yogjakarta, 2009), hal.60.

Susesno, yang menjelaskan alasan utama negara diselenggarakan berdasarkan hukum adalah:

a) Kepastian hukum

b) Tuntuan perlakuan yang sama c) Legitimasi demokratis

d) Tuntutan akan budi168

Sehingga terkait kewajiban membayar pajak yang dilakukan masyarakat kepada negara merupakan tindakan yang memaksa bagi orang ataupun badan. Hal ini jelas mengarahkan adanya persamaan hukum dan tidak ada pengecualian terhadap kewajiban membayar pajak kepada negara. Pada Undang-Undang Perpajakan juga memberikan hak istimewa kepada negara yakni hak untuk mendahulu utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak.

Hak melakukan pungutan pajak yang dilakukan negara tersebut merupakan kepentingan negara yang dilindungi hukum. Sesuai dengan tujuan hukum negara yang ingin menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Ketentuan pemungutan pajak yang dilakukan negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan berfungsi sebagai fungsi anggaran dan fungsi mengatur yang tujuannya untuk bukan untuk

168 Nukthoh Arfawie Kurde, Teori Negara Hukum, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal.

27.

105

kepentingan individu melainkan kepentingan bersama atau kepentingan umum.

Sehingga hak ini tidak boleh disampingkan dan wajib dilaksanakan.169

Terkait hal tersebut, hak dapat ditinjau dari segi eksistensi hak itu sendiri, dari segi keterkaitan hak itu dalam kehidupan bernegara dan dari segi keterkaitan hak itu dalam kehidupan bermasyarakat. Terdapat dua macam hak, yaitu hak orisinal dan hak derivatif. Kaitannya dengan kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat hak dasar dan hak politik. Dilihat dari segi keterkaitan antara hak itu dan kehidupan bermasyarakat terdapat hak privat yang terdiri dari hak absolut dan relatif.170

Kemudian hak menagih pajak digolongkan pada hak privat, dimana hak menurut Hohfeld, apabila sesorang berbicara mengenai hak, hal itu akan mengarahkan kepada right atau claim, yaitu suatu hak untuk menuntut sesuatu.171 Hak privat dibedakan antara hak absolut dan hak relatif. Pembedaan hak ini ada tiga hal yakni :

(1) Hak absolut dapat diberlakukan kepada setiap orang, sedangkan hak relatif hanya berlaku untuk seseorang tertentu.

(2) Hak absolut memungkinkan pemegangnya untuk melaksanakan apa yang menjadi substansi haknya melalui hubungan dengan orang lain. Hak relatif menciptakan tuntutan kepada orang lain untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.172

(3) Objek hak absolut pada umumnya benda, sedangkan hak relatif objeknya ada prestasi yaitu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu.173

169 Sahya Anggara, Hukum Administrasi Perpajakan, (Bandung: Pustaka Setia, 2016), hal.

162

170 Peter Mahmud Marzuki, Op,Cit, hal. 159

171 Ibid, hal.173

172 Ibid, hal. 172

173 Ibid, hal. 173

Dengan demikian bahwa sisi balik dari hak relatif adalah kewajiban orang lain untuk memberikan sesuatu, melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini sejalan dengan hak negara dalam melakukan pemungutan pajak pada masyarakat.

Dimana kebalikan dari hak negara menagih pajak, merupakan kewajiban orang atau badan memberikan pembayaran atas pajak kepada negara sesuai dengan ketentuan UU Perpajakan.

Sehingga hak yang di miliki negara dalam melakukan penagihan pajak merupakan hak yang relatif dan bersifat memaksa berdasarkan undang-undang.

Kemudian ketentuan ini merupakan digolongkan sebagai hukum publik karena tujuan dilakukan pemungutan pajak oleh negara merupakan untuk mewujudkan tujuan negara.

Hak istimewa yang dimiliki oleh negara ini juga harus seimbang dengan keadilan dan kepastian hukum terkait waktu penagihan. Sehingga walaupun hak istimewa ini melekat kepada negara namun hak tersebut juga dapat hilang, jika negara tidak melakukan kehendak tersebut. Pasal 21 ayat (4) UU KUP, menyatakan bahwa hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

107

Sehingga hal ini memberikan waktu daluwarsa untuk hak menagih utang pajak yang dilakukan oleh DJP kepada wajib pajak. Ketentuan seperti ini memberikan kepastian hukum bahwa, kewajiban wajib pajak untuk membayar utang pajaknya baik orang maupun badan memiliki batas waktu. Hak istimewa yang dimiliki oleh negara tersebut juga dapat hilang jika DJP terlambat melakukan penagihan sesuai dengan ketentuan ini.

Terkait hak dan kewajiban negara dalam menagih pajak pada perusahaan pailit, ketentuan tentang hak istimewa dan kewajiban wajib pajak juga berlaku sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Pada Undang-undang Kepailitan yakni Pasal 41 ayat (3) UU Kepailitan dan pada penjelasannya menyatakan bahwa perbuatan hukum yang wajib dilakukan berdasarkan perjanjian atau undang-undang adalah misalnya membayar pajak.

Pasal 41 ayat (3) UU Kepailitan mengarahkan bahwa Undang-undang kepailitan sejalan dengan ketentuan Undang-undang Perpajakan dan UUD 1945 tentang pajak merupakan kontribusi wajib bagi negara. Sehingga dalam Undangundang kepailitan terkait dengan batas ahkir waktu pengajuan utang seperti pada Pasal 113 ayat 1 (a) UU Kepailitan tidak dapat diterapkan pada penagihan utang pajak. Karena pemungutan pajak merupakan kepentingan publik yang bersifat memaksa sehingga tindakan membayar pajak harus berdasarkan ketentuan UU Perpajakan.

Kedudukan negara sebagai kreditor prefren memiliki hak untuk mendapat pelunasan atau pembayaran utang yang wajib didahulukan dibanding dengan kreditor separatis dan kreditor konkuren. Diletakannya kedudukan kreditor preferen pada kepailitan dengan tujuan agar kepentingan umum lebih diistimewakan dari pada kepentingan individu atau pribadi. Kreditor preferen dalam perusahaan pailit dapat dibagi menjadi beberapa kreditor menurut jenis utang ataupun kewajibannya, yakni:174

a. Pajak b. Pekerja

c. Pemegang saham

Ketentuan terkait hak istimewa yang dimiliki negara dalam melakukan tindakan penagihan pajak ini diatur pada beberapa pasal, yakni :

1. Pasal 1137 KUHPerdata 2. Pasal 21 ayat (3) UU KUP 3. Pasal 19 ayat (6) UU PPSP dan, 4. Pasal 41 ayat (3) UU Kepailitan

Sehingga berdasarkan uraian diatas tersebut, maka yang menjadi hak dan kewajiban negara dalam menagih pajak pada perusahaan pailit berdasarkan UU KUP adalah sebagai berikut:

174 Hasil Wawancara dengan Bapak Seven Rony Sianturi selaku kurator di Medan, tanggal 21 Agustus 2019.

109

Hak Negara menagih pajak pada perusahaan pailit yaitu :175

1. Negara memiliki hak untuk menagih utang pajak pada wajib pajak (Pasal 22 UU KUP).

2. Negara memiliki hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak (Pasal 21 ayat (1) UU KUP).

3. Negara memiliki hak mendahulu untuk menagih utang pajak selama 5 tahun (Pasal 22 ayat (1) UU KUP).

4. DJP berhak melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan pajak (Pasal 29 UU KUP).

Kemudian yang menjadi kewajiban Negara yaitu :176

1. Negara wajib melakukan penagihan utang pajak sebelum batas daluwarsa yaitu 5 tahun, dan dihitung sejak diterbitkannya Surat Tagihan Pajak dan Surat Ketetapan Pajak (Pasal 22 ayat (1) UU KUP).

2. Negara wajib memberikan bukti-bukti konkrit terkait utang pajak pajak berdasarkan ketentuan UU Perpajakan.

Berdasarkan uraian terkait hak dan kewajiban negara dalam melakukan penagihan utang pajak pada perusahaan pailit maka dapat dilihat bahwa tindakan ini dilakukan dengan dasar kepentingan umum yang bersifat memaksa. Kemudian secara tegas disebutkan bahwa tujuan pungutan pajak adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh wajib pajak.

175 Albert Richi, Kedudukan Negara Atas Utang Pajak PT.Artika Optima Inti Dalam Kasus Kepailitan, Tesis Universitas Diponegoro, Semarang, 2010, hal. 97.

176 Ibid.