TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS
KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM
PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG
MENYEBABKAN KERUGIAN
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi
Syarat-Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
100200148
LASTUA RYANTO
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN
S k r i p s i
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat DalamMemperolehGelar Sarjana Hukum
Oleh :
LASTUA RYANTO 100200148
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
NIP : 197501122005012002 Windha, S.H., M.Hum
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Sunarmi,S.H., M.Hum
NIP : 196302151989032002 NIP : 195303121983031002
RamliSiregar, S.H., M.Hum
PROGRAM SARJANA ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan harapan, semangat, kekuatan, kesabaran, dan bimbingan
selama proses penulisan skripsi ini sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik
dan tepat waktu.
Penulisan skripsi yang berjudul “TANGGUNG JAWAB KURATOR
SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM
PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG
MENYEBABKAN KERUGIAN” ini ditujukan untuk memberikan informasi
kepada para pembaca mengenai tanggung jawab pribadi seorang kurator apabila
terjadi kerugian terhadap harta pailit yang disebabkan oleh kesalahan atau
kelalaian kurator pada saat melakukan pengurusan dan pembersan harta pailit.
Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan untuk memenuhi persyaratan dalam
mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari ketidaksempurnaan, sehingga
besar harapan agar semua pihak dapat memberikan masukan berupa kritik dan
saran yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik
dan lebih sempurna lagi.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak rektor Universitas Sumatera utara (USU) Medan, Prof. Dr. dr.
2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
4. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM selaku Pembantu Dekan
II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
5. BapakDr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
dan Dosen Hukum Ekonomi.
7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum selaku Dosen Hukum Ekonomi
Universitas Sumatera Utara (USU) dan Dosen Pembimbing I, yang sudah
menyediakan waktu dan membagi pengetahuan berkenaan dengan skripsi
yang dibahas, serta memberikan kritik dan saran sehingga penulisan
skripsi ini selesai tepat waktu.
8. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan Departemen
Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II, yang sudah menyediakan
waktu dan memberikan motivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini,
serta memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.
9. Prof. Dr. Ningrum Natasya, SH. MLI selaku Dosen Wali atas segala
bimbingan dari awal hingga akhir masa studi.
10. Ibu Teti Winarti, SH.MSi selaku Ketua Balai Harta Peninggalan Kota
11. Ibu Ave Maria Sihombing, SH.MH selaku Anggota Teknis Hukum Balai
Harta Peninggalan Kota Medan atas informasi dan bahan penulisan untuk
pengerjaan skripsi ini.
12. Seluruh DosenFakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas
segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga
terselesainya penulisan skripsi ini.
13. Seluruh pegawai/staff Fakultas Hukum USU atas bantuan dan kerja
samanya selama ini.
14. Orang tua penulis, LongseSinurat dan Mutianna Sidabutar yang telah
membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, serta memberikan
dukungan yang luar biasa selama ini.
15. Kakak dan adik penulis: Juliana Angelia S, Oktavia Veronica S, Andreas
Jefri Gomos S, dan Jordan Ricardo S yang telah memberikan motivasi dan
saran-saran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
16. Sepupu penulis: Hengky Sidabutar, Jessica Butar-butar, Ervina Sidabutar,
Grace butar-butar, yang sama-sama berjuang menyelesaikan pendidikan di
Medan dan saling memotivasi satu sama lain.
17. Kawan-kawan seperjuangan yang merupakan kawan akrab penulis, yaitu
Theodorus Arie Gusti, Rory Eka Putra Sitepu, Edwar Zai, Andhika
Tarigan, Sonny Andra Fedri, M. Azhali Siregar, Christian Yoritomo.
18. Kawan seperjuangan lainnya Abdul Reza, Charles Salim, Denny Mulya
Ananda, Teguh Melias, Patricia Purba, Syahariska Dina, Nia Silitonga,
19. Senior-senior di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan banyak informasi mengenai kegiatan perkuliahan dan
membimbing penulis selama mengikuti kegiatan-kegiatan hukum dalam
organisasi kampus.
20. Teman-teman organisasi Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI).
21. Teman-teman Life Box atas dukungannya selama ini.
22. Kawan-kawan baik satu kost penulis, yaitu Eka Silalahi, Ricky
Dharmawan, Yogi Sihombing, Fernando Gurning, Bang Rodo Silalahi,
Rommel, Heru Simanjuntak, Caroline, Diana, Mey, dll.
23. Kawan-kawan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata, kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu
hukum di Indonesia.
Medan, Juli 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………i
DAFTAR ISI………...v
ABSTRAK………...vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………....….1
B. Perumusan Masalah………..…9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………...9
D. Keaslian Penulisan………...10
E. Tinjauan Kepustakaan………...11
F. Metode Penelitian………....15
G. Sistematika Penulisan………...17
BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN A. Pengertian dan Syarat Kurator………20
B. Pengangkatan dan Pemberhentian Kurator………...25
C. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit………...28
D. Hubungan Kurator dengan Pihak-pihak dalam Kepailitan...41
BAB III BENTUK KESALAHAN DAN KELALAIAN KURATOR A. Prinsip Etika Profesi Kurator………...51
B. Bentuk Kesalahan dan Kelalaian Kurator………..55
BAB IV TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN
A. Perlawanan Terhadap Perbuatan Kurator…………...71
B. Tanggun Jawab Kurator secara Pribadi………..73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………...91
B. Saran………...92
TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN
ABSTRAK
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
**
Dosen Pembimbing I
***
Dosen Pembimbing II
Kepailitan bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Kurator memegang peranan penting dalam kepailitan, karena bertugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit. Pada saat melaksanakan tugasnya, tidak jarang kurator melakukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan kerugian harta pailit. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit; bagaimana bentuk kesalahan atau kelalaian kurator; bagaimana tanggung jawab pribadi kurator atas kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menyebabkan kerugian.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitianyuridis empiris, dengan melihat kenyataan yang terjadi dilapangan dan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan mewawancara narasumber yang berkompeten dan berhubungan denganpenulisan skripsi inidan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kurator memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Bentuk kesalahan atau kelalaian kurator dalam melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit secara implisit dapat dikatakan perbuatan melawan hukum. Kurator bertanggung jawab secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator dapat dikenai sanksi administrasi, perdata, maupun pidana, tergantung jenis kesalahannya. Kerugian harta pailit yang ditimbulkan kurator juga dapat dimintakan penggantian kepada harta pribadi kurator. Sebaiknya kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit selalu bertindak cermat dan berhati-hati agar tidak mengakibatkan kerugian terhadap harta pailit, apalagi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. tidak menjelaskan secara rinci mengenai bentuk tanggung jawab kurator atas kesalahan atau kelalaiannya, oleh karena itu diperlukan suatu peraturan khusus yang secara rinci mengatur tentang kurator.
TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN KERUGIAN
ABSTRAK
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
**
Dosen Pembimbing I
***
Dosen Pembimbing II
Kepailitan bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Kurator memegang peranan penting dalam kepailitan, karena bertugas untuk melakukan pengurusan dan pemberesan terhadap harta pailit. Pada saat melaksanakan tugasnya, tidak jarang kurator melakukan kesalahan atau kelalaian yang mengakibatkan kerugian harta pailit. Adapun permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah bagaimana tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit; bagaimana bentuk kesalahan atau kelalaian kurator; bagaimana tanggung jawab pribadi kurator atas kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit yang menyebabkan kerugian.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitianyuridis empiris, dengan melihat kenyataan yang terjadi dilapangan dan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pendekatan secara yuridis empiris dilakukan dengan mewawancara narasumber yang berkompeten dan berhubungan denganpenulisan skripsi inidan mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kurator memiliki tugas dan kewenangan untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Bentuk kesalahan atau kelalaian kurator dalam melakukan tugas pengurusan dan pemberesan harta pailit secara implisit dapat dikatakan perbuatan melawan hukum. Kurator bertanggung jawab secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Kurator dapat dikenai sanksi administrasi, perdata, maupun pidana, tergantung jenis kesalahannya. Kerugian harta pailit yang ditimbulkan kurator juga dapat dimintakan penggantian kepada harta pribadi kurator. Sebaiknya kurator dalam melaksanakan pengurusan dan pemberesan harta pailit selalu bertindak cermat dan berhati-hati agar tidak mengakibatkan kerugian terhadap harta pailit, apalagi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. tidak menjelaskan secara rinci mengenai bentuk tanggung jawab kurator atas kesalahan atau kelalaiannya, oleh karena itu diperlukan suatu peraturan khusus yang secara rinci mengatur tentang kurator.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepailitan bukan merupakan hal yang baru dalam masyarakat, khususnya di
kalangan pelaku usaha di Indonesia.Pada saat mengadakan hubungan hukum,
khususnya transaksi bisnis, antara debitur dan kreditur terjadi perjanjian utang
piutang atau perjanjian pinjam meminjam uang.Akibat yang timbul dari perjanjian
pinjam meminjam uang tersebut lahirlah suatu perikatan di antara para
pihak.Adanya perikatan membuat masing-masing pihak mempunyai hak dan
kewajiban.Salah satu kewajiban dari debitur adalah mengembalikan utangnya
sebagai suatu prestasi yang harus dilakukan.Permasalahan akan timbulapabila
debitur mengalami kesulitan untuk mengembalikan utangnya tersebut, dengan
kata lain debitur berhenti membayar utangnya.
Perjanjian utang piutang antara debitur dan kreditur berkaitan dengan
asas-asas dalam hukum perdata.Satu asas-asas yang cukup penting dalam hukum perdata
adalah perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat kedua belah
pihak.1
1
Republik Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1338 ayat (1)
Mengikat berarti para pihak mempunyai hak dan kewajiban. Dengan
demikian, bila para pihak tidak memenuhi kewajiban apa yang telah disepakati,
pertanggungjawaban hukum. Konsekuensinya adalah bagi pihak yang sudah
melaksanakan kewajiban, mempunyai hak untuk menagih.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1131 KUHPerdata disebutkan, segala
kebendaan pihak yang berhutang baik yang bergerak, maupun tidak bergerak, baik
yang sudah ada maupun yang baru ada di kemudian hari menjadi tanggungan
segala perikatannya perseorangan.2 Selanjutnya, dalam Pasal 1132 KUHPerdata disebutkan, kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang
yang mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi
menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing,
kecuali di antara para pihak yang berpiutang itu ada alasan yang sah untuk
didahulukan.3
Dari rumusan pasal tersebut dapat diketahui, bahwa jika pihak yang
berutang (debitur) tidak dapat memenuhi kewajibannya, maka harta benda debitur
menjadi jaminan bagi semua debitur.Penyitaan (pembeslagaan) secara
massaldilakukan agar aset debitur dapat dibagi secara proporsional dalam
membayar utang-utangnya.Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata kiranya dapat
dikemukakan oleh para ahli hukum disebut sebagai dasar hukum dalam
kepailitan.4
Keadaan berhenti membayar utang dapat terjadi karena tidak mampu
membayar atau tidak mau membayar.Pada kepailitan, keadaan berhenti membayar
utang terjadi karena debitur tidak mampu membayar utangnya.Penyebab tersebut
2
Ibid., Pasal 1131
3
Ibid., Pasal 1132
4
menimbulkan kerugian bagi kreditur yang bersangkutan.Sementara itu, debitur
akan mengalami kesulitan untuk melanjutkan langkah-langkah selanjutnya,
terutama dalam hubungan dengan masalah keuangan. Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah berhenti membayarnya debitur, dari mulai
cara yang sesuai hukum sampai dengan cara yang tidak sesuai dengan
hukum.Salah satu cara untuk menyelesaikan utang piutang melalui jalur hukum
yaitu dengan melalui kepailitan.
Sebelumnya kepailitan di Indonesia diatur dalam Failissementsverordening
(Peraturan Kepailitan), kemudian diubah dengan Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang
Perubahan atas Undang-Undang tentang Kepailitan. Perpu ini kemudian
ditetapkan sebagai undang-undang, yaitu Undang-Undang No. 4 Tahun
1998.Sehubungan dengan banyaknya putusan Pengadilan Niaga yang
kontroversial, maka timbul niat untuk merevisi undang-undang tersebut.
Akhirnya, pada tanggal 18 Oktober 2004, lahirlah Undang-Undang No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan
PKPU).5
UUK dan PKPU lahir karena perkembangan perekonomian dan
perdagangan, serta pengaruh dari globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa
ini.Selain itu, mengingat umumnya modal yang dimiliki oleh para pengusaha
merupakan pinjaman yang berasal dari berbagai sumber, maka hal ini telah
menimbulkan banyak permasalahan utangpiutang yang menghimpit seorang
debitur, dimana debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan untuk
membayar utang-utang tersebut kepada para krediturnya.Bila keadaan
5
ketidakmampuan untuk membayar kewajiban yang telah jatuh tempo tersebut
disadari oleh debitur, maka langkah untuk mengajukan permohonan penetapan
status pailit terhadap dirinya menjadi suatu langkah yang memungkinkan, atau
penetapan status pailit oleh pengadilan terhadap debitur tersebut bila kemudian
ditemukan bukti bahwa debitur tersebut memang telah tidak mampu lagi
membayar utangnya.
Kepailitan merupakan suatu jalan keluar dari persoalan utang
piutang.Alasan lain diterbitkannya UUK dan PKPU, bahwa pranata hukum
kepailitan sebagai salah satu sarana untuk menyelesaikan utang sebagaimana
diatur dalam UUK Stb. 1905 No. 217 Jo 1908 No. 348 yang telah diubah dengan
Perpu Nomor 1 Tahun 1998 yang ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998 dianggap tidak memenuhi perkembangan dan kebutuhan
masyarakat.6
6
Sentosa Sembiring, Hukum Kepailitan dan Peraturan Perundang-Undangan yang Terkait dengan Kepailitan, (Bandung: Nuansa Aulia, 2006), hlm. 21.
Dari sudut sejarah hukum, Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang
Kepailitan mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan
jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar.
Dalam perkembangannya kemudian, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang juga bertujuan untuk
melindungi debitur dengan memberikan cara untuk menyelesaikan utangnya tanpa
membayar secara penuh, sehingga usahanya dapat bangkit kembali tanpa beban
Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU menyebutkan bahwa kepailitan adalah sita
umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya
dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. Dari pasal tersebut
dapat dilihat, bahwa kurator memiliki peran penting di dalam proses kepailitan,
karena berwenang dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit demi
kepentingan pihak kreditur dan debitur pailit. Pelaksanaan pengurusan dan
pemberesan atas harta pailit tersebut diserahkan kepada kurator yang diangkat
oleh pengadilan, dengan diawasi oleh hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim
pengadilan.Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, maka
kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas
harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan
kembali.
Menurut UUK dan PKPU, jika ternyata kemudian putusan pernyataan pailit
tersebut dibatalkan oleh putusan kasasi atau peninjauan kembali, maka segala
perbuatan yang telah dilakukan oleh kurator sebelum atau pada tanggal kurator
menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan tetap sah dan mengikat bagi
debitur pailit.7
Seorang debitur harus memenuhi syarat-syarat untuk dapat dinyatakan
pailit, yaitu:8
1. Debitur mempunyai dua atau lebih kreditur;
7
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Kepailitan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 62.
8
2. Tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan
dapatditagih;
3. Atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih
krediturnya.
Tujuan utama kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur pailit oleh
kurator kepada semua kreditur.Kepalitan dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya sitaan terpisah atau eksekusi terpisah oleh kreditur dan
menggantikannya dengan mengadakan sitaan bersama, sehingga kekayaan debitur
dapat dibagikan kepada semua kreditur sesuai dengan hak masing-masing.9
Adanya pernyataan pailit mengakibatkan debitur pailit demi hukum
kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan
dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk
kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri.10Pasal 69 ayat (1) UUK dan PKPU, menerangkan bahwa kuratorlah yang berwenang melakukan
pengurusan dan pemberesan harta pailit.Dengan demikian, debitur kehilangan hak
menguasai harta yang masuk dalam kepailitan, dan tidak kehilangan hak atas harta
kekayaan yang berada di luar kepailitan.11
Diputuskannya seorang debitur menjadi debitur pailit oleh pengadilan niaga
membawa konsekuensi hukum, yaitu bagi debitur dijatuhkan sita umum terhadap
seluruh harta debitur pailit dan hilangnya kewenangan debitur pailit untuk
menguasai dan mengurus harta pailitnya. Sedangkan bagi kreditur, akan
9
Imran Nating, Peranan dan Tanggung Jawab Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 9.
10
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 24
11
mengalami ketidakpastian tentang hubungan hukum yang ada antara kreditur
dengan debitur pailit,untuk kepentingan itulah undang-undang telah menentukan
pihak yang akan mengurusi persoalan debitur dan kreditur melalui kurator.
Tentang harta pailit, lebih lanjut dalam Pasal 21 UUK dan PKPU
menerangkan bahwa harta pailit meliputi semua harta kekayaan debitur yang ada
pada saat pernyataan pailit diucapkan, serta semua kekayaan yang diperolehnya
selama kepailitan. Harta pailit adalah harta milik debitur yang dinyatakan pailit
berdasarkan keputusan pengadilan.12
Kurator juga harus paham bahwa tugasnya tidak hanya untuk
menyelamatkan harta pailit yang berhasil dikumpulkannya untuk kemudian dibagi
kepada para kreditur, tetapi juga sedapat mungkin bisa meningkatkan nilai harta
pailit tersebut. Kemampuan kurator harus diikuti dengan integritas.Integritas
berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk mentaati standar
profesi dan etika sesuai isi dan semangatnya.Integritas merupakan salah satu ciri
yang fundamental bagi pengakuan terhadap profesionalisme yang melandasi
kepercayaan publik serta patokan (benchmark) bagi anggota (kurator) dalam Kendati telah ditegaskan bahwa dengan dijatuhkannya putusan kepailitan,
harta kekayaan debitur pailit akan diurus dan dikuasai kurator, namun tidak semua
kekayaan debitur pailit diserahkan ke kurator. Selain itu, hak-hak pribadi debitur
yang tidak dapat menghasilkan kekayaan, atau barang-barang milik pihak ketiga
yang kebetulan berada di tangan debitur pailit tidak dapat dikenakan eksekusi,
misalnya hak pakai dan hak mendiami rumah.
12
menguji semua keputusan yang diambilnya.13Integritas mengharuskan kurator untuk antara lain bersikap jujur dan dapat dipercaya serta tidak mengorbankan
kepercayaan publik demi kepentingan pribadi. Integritas mengharuskan kurator
untuk bersikap objektif dan menjalankan profesinya secara cerdas dan saksama.14
Berdasarkan Pasal 69 ayat (2) UUK dan PKPU menegaskan bahwa dalam
melakukan tugasnya, kurator tidak memerlukan persetujuan dari organ
debitur/perseroan pailit, walaupun di luar kepailitan persetujuan tersebut
disyaratkan.Namun perlu diketahui, tugas kurator tidak mudah atau dapat berjalan
dengan mulus seperti yang telah ditentukan dalam UUK dan PKPU. Persoalan
yang dihadapi oleh kurator sering kali menghambat proses kinerja kurator yang
semestinya, seperti menghadapi debitur yang tidak dengan sukarela menjalankan
putusan pengadilan, misalkan debitur tidak memberi akses data dan informasi atas
asetnya yang dinyatakan pailit.15
Kurator memiliki kewenangan yang sangat luas dalam proses kepailitan,
sehingga sering kali menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaannya.
Kewenangan yang luas yang diberikan oleh UUK dan PKPU kepada kurator
menjadi beban tersendiri bagi kurator agar berhati-hati dan bertanggung jawab
dalam menjalankan tugasnya, karena pihak yang dirugikan oleh tindakan kurator Diperlukan seorang kurator yang memiliki
keahlian dan bertanggung jawab terhadap tugasnya, agar tercipta kepastian
hukum, terutama dalam hukum kepailitan.
13
Imran Nating, Op.Cit., hlm. 14
14
Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia, Bagian Pertama, Prinsip Kelima
15
dalam melaksanakan tugasnya dapat mengajukan tuntutan atas kerugian yang
dialaminya kepada kurator.16
1. Bagaimana tugas dan kewenangan kurator di dalam kepailitan?
UUK dan PKPU mengatur bahwa kurator bertanggung jawab secara pribadi
terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan
dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.Kurator
bukan saja bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya dengan sengaja,
tetapi juga karena kelalaiannya, namun UUK dan PKPU tidak mengatur secara
jelas bagaimana bentuk tanggung jawab tersebut.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
2. Bagaimana bentuk kesalahan dan kelalaian kurator dalam pengurusan dan
pemberesan harta pailit?
3. Bagaimana tanggung jawab kurator secara pribadi atas kesalahan atau
kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan yang menyebabkan kerugian
tehadap harta pailit?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Penulisan ini bertujuan sebagai berikut:
16
1. Untuk mengetahui tugas dan kewenangan kurator dalam pengurusan dan
pemberesan harta pailit.
2. Untuk mengetahui bentuk kesalahan atau kelalaian kurator dalam pengurusan
dan pemberesan harta pailit.
3. Untuk mengetahui tanggung jawab kurator secara pribadi atas kesalahan atau
kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Selain itu, penulisan skripsi ini juga ditujukan sebagai pemenuhan tugas
akhir dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
Adapun manfaat penulisan yang diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
a. Secara teoritis
Secara teoritis, pembahasan mengenai tanggung jawab kurator secara
pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan pemberesan
harta pailit ini akan memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi para
pembaca mengenai tugas dan kewenangan kurator dalam kepailitan, bentuk
kesalahan atau kelalaian kurator dalam pengurusan dan pembersan harta pailit,
serta tanggung jawabnya atas kesalahan atau kelalaian tersebut.
b. Secara Praktis
Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembaca
terutama bagi praktisi dan masyarakat umum yang ingin mengetahui lebih jauh
tentang kepailitan dan kurator, khususnya tentang tanggung jawab kurator
secara pribadi atas kesalahan atau kelalaiannya dalam pengurusan dan
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik dari
hasil penelitian yang masih ada maupun yang sedang dilakukan khususnya di
lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul “Tanggung
Jawab Kurator Secara Pribadi atas Kesalahan atau Kelalaiannya dalam
Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit” belum pernah dilakukan oleh peneliti
lain sebelumnya. Sehubungan dengan keaslian judul ini, peneliti telah melakukan
pemeriksaan pada perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
untuk membuktikan bahwa judul skripsi ini belum pernah diteliti oleh orang lain
di lingkungan universitas/perguruan tinggi lain dalam wilayah Republik
Indonesia.
Apabila di kemudian hari, ternyata terdapat judul yang sama atau telah
ditulis orang lain dalam berbagai tingkat kesarjanaan sebelum skripsi ini dibuat,
maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pengertian pailit dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti
bangkrut, jatuh untuk perusahaan.17
17
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), edisi II Cet keempat, 1999
Sementara itu, Kartono mengemukakan
kepailitan adalah suatu sitaan umum dan eksekusi atas seluruh kekayaan debitur
dikemukakan oleh Siti Soemarti Hartono, pailit berarti mogok melakuka n
pembayaran.Dari berbagai pengertian kepailitan di atas dapat dilihat, bahwa
terminologi kepailitan mempunyai makna ketidakmampuan pihak debitur untuk
memenuhi kewajibannya kepada pihak kreditur tepat pada waktu yang sudah
ditentukan.Oleh karena itu, jika terjadi ketidakmampuan untuk membayar utang,
maka salah satu solusi hukum yang dapat ditempuh baik oleh debitur maupun
kreditur melalui pranata hukum kepailitan.18
Syarat kepailitan di Indonesia mengacu pada UU No. 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dalam
Pasal 2 ayat (1) menyebutkan:19
Di dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) dinyatakan, bahwa yang dimaksud
dengan kreditur dalam ayat ini adalah baik kreditur konkuren, kreditur separatis,
maupun kreditur preferen. Khusus mengenai kreditur separatis dan kreditur
preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa
kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta debitur
dan haknya untuk didahulukan.
”Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur
dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan keputusan pengadilan, baik atas permohonannya
sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya”.
20
Menurut Ricardo Simanjuntak, pailit adalah status hukum dimana harta
seorang debitur diletakkan dalam sita umum akibat dari tidak membayar suatu
18
Sentosa Sembiring, Op.Cit., hlm. 13.
19
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2
20
utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. debitur tersebut juga memiliki
paling tidak satu kreditur lain atau minimal dua kreditur.21
Menurut pasal 24 ayat (1) UUK dan PKPU, dengan adanya pernyataan
pailit, debitur demi hukum terhitung sejak hari pernyataaan pailit itu kehilangan
hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang dimasukkan dalam
kepailitan.Kurator adalah orang yang mengurus kegiatan debitur setelah
pernyataan pailit tersebut.
Adapun tujuan harta itu
diletakkan dalam sita umum agar tidak memberikan kesempatan kepada kreditur
untuk berebut harta tersebut. Nantinya, harta yang berada dalam status sita umum
ini akan digunakan atau dijual untuk membayar kewajiban debitur kepada para
kreditur, sesuai dengan jabatan masing-masing.
22
Terhitung sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, kurator berwenang
melaksanakan tugas pengurusan dan pemberesan atas harta pailit, meskipun
terhadapnya diajukan kasasi atau peninjauan kembali.
23
Kemudian, lebih lanjut
ditentukan, bahwa jika debitur atau kreditur tidak mengajukan usul pengangkatan
kurator lain pada pengadilan, maka Balai Harta Peninggalan yang akan bertindak
selaku kurator.24
Esensi kepailitan secara singkat dapat dikatakan sebagai sita umum atas
harta kekayaan debitur, baik yang ada pada waktu pernyataan pailit maupun yang
diperoleh selama kepailitan berlangsung untuk kepentingan semua kreditur yang
pada waktu kreditur dinyatakan pailit mempunyai utang, yang dilakukan dengan
21
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4c8b8d9dcea63/kurator-pengurus-iboedeli-yang-masih-menunggu--- (diakses tanggal 20 Mei 2014)
22
Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 60.
23
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 16 ayat (1)
24
pengawasan pihak yang berwajib25
1. Semua hasil pendapatan debitur pailit selama kepailitan tersebut dari pekerjaan
sendiri, gaji suatu jabatan/jasa, upah pensiun, uang tunggu/uang tunjangan,
sekedar atau sejauh hal itu diterapkan oleh hakim pengawas.
, akan tetapi dikecualikan dari kepailitan
adalah:
2. Uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memenuhi kewajiban
pemberian nafkahnya menurut peraturan perundang-undangan (pasal 213, 225,
321 KUHPerdata)
3. Sejumlah uang yang ditetapkan oleh hakim pengawas dari pendapatan hak
nikmat hasil seperti dimaksud dalam pasal 311 KUHPerdata.
4. Tunjangan dari pendapatan anak-anaknya yang diterima oleh debitur pailit
berdasarkan pasal 318 KUHPerdata.
Berdasarkan pasal 1 angka 5 UUK dan PKPU yang dimaksud dengan
kurator:
“Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang
diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitur
pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan
Undang-undang ini”.
Seorang kurator perlu memilah kewenangan yang dimilikinya berdasarkan
undang-undang yaitu:
a. kewenangan yang dapat dilaksanakan tanpa diperlukannya persetujuan dari
instansi atau pihak lain; dan
25
b. kewenangan yang dapat dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan dari
pihak lain dalam hal ini hakim pengawas.26
Berdasarkan UUK dan PKPU, jika ditinjau lebih lanjut mengenai tugas dan
kewenangan kurator, maka seorang kurator paling tidak harus mempunyai
kemampuan antara lain:27
1) penguasaan hukum perdata yang memadai;
2) penguasaan hukum kepailitan;
3) penguasaan manajemen,(dalam hal debitur pailit merupakan suatu perusahaan
yang masih dapat diselamatkan kegiatan usahanya); dan
4) penguasaan dasar mengenai keuangan.
Kurator memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjalankan tugasnya,
hal ini ditegaskan di dalam Pasal 72 UUK dan PKPU, bahwa kurator bertanggung
jawab atas kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan
dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
F. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis
dan kontruksi yang dilakukan secara metodologi, sistematis dan konsisten.
Metodologi berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah
26
Marjan E. Pane, “Permasalahan Seputar Kurator”, makalah dalam Lokakarya Kurator/Pengurus dan Hakim Pengawas: Tinjauan Secara Kritis”. Jakarta, 30-31 Juli 2002
27
berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten adalah tidak adanya hal-hal yang
bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.28
1. Spesifikasi Penelitian
Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Pendekatan penelitian dalam menyusun skripsi ini adalah pendekatan
yuridis empiris, dengan melihat kenyataan yang terjadi dilapangan dan
mengaitkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pendekatan
secara yuridis empirisdilakukan dengan mewawancara narasumber yang
berkompeten dan berhubungan denganpenulisan skripsi ini.
Penelitian ini juga didukung dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatif yaitu pendekatan dengan melakukan pengkajian dan analisa terhadap
tanggung jawab kurator secara pribadi dalam pengurusan dan pemberesan harta
pailit oleh kurator yang ditinjau dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Sifat dari penelitian ini adalah penelitian deskriptif.Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan tentang suatu hal tertentu dan
pada saat tertentu29, sehingga pada skripsi ini menggambarkan dan menguraikan keadaan ataupun fakta yang ada tentang hukum mengenai tanggung jawab kurator
terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan
pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.
28
Waluyo Bambang, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Edisi 1, Cet ke-3 (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), mengutip pendapat Soerjono Soekanto, hlm. 2.
29
2. Alat Pengumpul Data
Materi dalam penelitian ini diambil dari data sekunder. Adapun
data-data sekunder yang dimaksud adalah :
a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang terkait,
antara lain:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
3) Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.
4) Undang-UndangNo. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan danPenundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
5) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. M.01-HT.05. 10
Tahun 2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus
b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku yang berkaitan dengan judul
skripsi, artikel-artikel, hasil-hasil penelitian, laporan-laporan, dan
sebagainya yang diperoleh melalui media-media cetak maupun media
elektronik
c. Bahan hukum tersier, yaitu semua dokumen yang memberi
petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, seperti : jurnal ilmiah, kamus hukum, dan bahan-bahan lain yang
relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam
3. Teknik pengumpulan data
a. Studi kepustakaan
Pengumpulan data dari skripsi ini dilakukan melalui teknik studi pustaka,
yaitu mengumpulkan, mempelajari, menganalisa, dan membandingkan buku-buku
yang berhubungan dengan judul skripsi ini.Selain itu, pengumpulan data
dilakukan juga melalui media elektronik/internet.
b. Wawancara
Selian studi kepustakaan, data pendukung juga diperoleh dengan melakukan
wawancara dengan Anggota Teknis Hukum di Kantor Balai Harta Peninggalan
Medan.
4. Analisis data
Metode analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif
dimana data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar
memberikan kemudahan bagi pembacanya dalam memahami makna dan
memperoleh manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan kesatuan yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. Adapun sistematika dalam penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan pendahuluan yang pada pokoknya menguraikan tentang
latar belakang pengangkatan judul skripsi, perumusan masalah yang
menjadi pokok pembahasan dalam bab pembahasan, tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode
penelitian, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.
BAB II TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM
KEPAILITAN
Berisikan tentang tugas dan kewenangan kurator dalam kepailitan,
yang pada pokoknya menguraikan tentang pengertian dan syarat
kurator, pengangkatan dan pemberhentian kurator, tugas dan
kewenangan kurator dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit,
serta hubungan kurator dengan pihak-pihak dalam kepailitan.
BAB III KESALAHAN DAN KELALAIAN KURATOR
Berisikan tentang kesalahan dan kelalaian kurator, yang pada
pokoknya menguraikan tentang prinsip etika profesi kurator, bentuk
kesalahan dan kelalaian kurator, serta beberapa permasalahan dalam
BAB IV TANGGUNG JAWAB KURATOR SECARA PRIBADI ATAS
KESALAHAN ATAU KELALAIANNYA DALAM PENGURUSAN
DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT YANG MENYEBABKAN
KERUGIAN.
Berisikan tanggung jawab kurator dalam pengurusan dan pemberesan
harta pailit yang pada pokoknya menguraikan tentang perlawanan
terhadap perbuatan kurator dan tanggung jawab kurator secara pribadi.
BAB V PENUTUP
Berisikan bagian penutup yang sekaligus merupakan bab terakhir
dalam penulisan skripsi ini, dimana dikemukakan mengenai
kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan pembahasan yang
BAB II
TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM
KEPAILITAN
A. Pengertian dan Syarat Kurator
Tidak semua orang dapat menjadi kurator.Menurut Undang-Undang
Kepailitan yang lama, kewajiban ini secara khusus dilakukan oleh Balai Harta
Peninggalan, yang disingkat BHP. Balai Harta Peninggalan ini adalah suatu badan
khusus dari Departemen Kehakiman (yang dinamakan demikian karena ia
bertanggung jawab untuk masalah mengenai pengawasan pengampuan).30
Berdasarkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU), maka yang dapat
bertindak sebagai kurator sebagaimana diatur dalam Pasal 70 adalah:
Balai
Harta Peninggalan bertindak melalui kantor perwakilannya yang terletak dalam
yurisdiksi pengadilan yang telah menyatakan debitur paillit. Pada saat ini terdapat
Balai Harta Peninggalan di lima lokasi yaitu Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya,
dan Makassar.
31
1. balai harta peninggalan; atau
2. kurator lainnya.
30
Imran Nating, Op.Cit., hlm. 59.
31
Lebih lanjut, dalam pasal tersebut dijelaskan tentang apa yang dimaksud
dengan kurator lainnya ialah:
a. orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian
khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan atau membereskan harta
pailit; dan
b. telah terdaftar pada Departemen Kehakiman
Pada penjelasan pasal ini disebutkan, yang dimaksud dengan keahlian
khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus pendidikan kurator dan pengurus;
yang dimaksud dengan terdaftar adalah telah memenuhi syarat-syarat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan anggota aktif organisasi profesi kurator dan
pengurus. Oleh karena itu, untuk menjadi kurator harus terlebih dahulu
mendaftarkan diri kepada Departemen Kehakiman.32
32
Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm. 211
Banyak orang tidak tahu apa itu kurator. Pada ensiklopedia bebas,
kurator diartikan sebagai ketua akuisisi dan penjaga barang-barang koleksi sebuah
museum, perpustakaan atau lembaga serupa. Arti dari kurator itu berbeda jika
diterjemahkan dalam perspektif hukum. Menurut UU No 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK dan PKPU),
kurator adalah profesional yang diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk melakukan
pengurusan dan pemberesan.Maksud pengurusan disini yaitu mencatat,
menemukan, mempertahankan nilai, mengamankan, dan membereskan harta
Meski ditunjuk oleh pengadilan, kurator tetap diusulkan oleh pemohon
pailit.Namun, dalam bertugas kurator tidak bertindak untuk kepentingan pemohon
melainkan untuk kepentingan budel pailit.Intinya, kurator tidak melulu lebih
mendahulukan kepentingan kreditur, tapi harus fair juga terhadap debitur.
Menghitung aset perusahaan pailit adalah salah satu tugas kurator, untuk itu,
kurator harus memahami betul cara membaca laporan keuangan perusahaan agar
bisa mendapatkan informasi tentang harta yang menjadi kewenangannya tersebut.
Kurator juga bisa membutuhkan auditor dalam melaksanakan tugasnya.
Menurut Ricardo Simanjuntak, jasa independen auditor sangat diperlukan
jika kurator tidak mampu membaca laporan keuangan perusahaan. Kurator juga
bisa saja mengundang appraisal atau konsultan pajak bila memang dibutuhkan,
namun itu semua akan menambah biaya. Padahal, kurator harus berusaha
semaksimal mungkin untuk tidak menambah beban ke budel pailit agar nilai harta
untuk kreditur tidak berkurang. 33
1) orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian
khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan
harta pailit;
Syarat untuk menjadi kurator ialah sebagai berikut :
2) terdaftar pada pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, mengenai
tata cara pendaftaran kurator diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M. 01-HT.05.10 Tahun
2005 tentang Pendaftaran Kurator dan Pengurus.
33
Dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor M. 01-HT.05.10 Tahun 2005, syarat untuk dapat didaftar
sebagai kurator antara lain sebagai berikut:34
a) Warga Negara Indonesia dan berdomisili di Indonesia;
b) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c) Setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia;
d) Sarjana Hukum atau Sarjana Ekonomi jurusan Akuntansi;
e) Telah mengikut i pelatihan khusus calon kurator dan pengurus yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi Kurator dan Pengurus bekerja
sama dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia;
f) Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan hukuman pidana 5 tahun atau lebih berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
g) Tidak pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga;
h) Membayar biaya pendaftaran;
i) Memiliki keahlian khusus.
Bila syarat-syarat di atas telah terpenuhi, maka seseorang dapat mengajukan
permohonan sebagai kurator dan pengurus kepada Menteri Hukum dan HAM
dengan melampirkan dokumen sebagai berikut:35
34
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor M.01-HT.05.10 Tahun 2005, Pasal 2
35
a) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk yang dilegalisir oleh Notaris;
b) Fotokopi ijasah sarjana hukum atau sarjana akuntansi yang dilegalisir
oleh perguruan tinggi/sekolah tinggi tersebut;
c) Fotokopi nomor pokok wajib pajak yang dilegalisir oleh notaris;
d) Fotokopi surat tanda lulus ujian kurator dan pengurus yang
diselenggarakan oleh organisasi profesi kurator dan pengurus bersama
dengan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia;
e) Surat rekomendasi dari organisasi profesi;
f) Fotokopi tanda keanggotaan organisasi profesi yang dilegalisir oleh
notaries;
g) Surat pernyataan bersedia membuka rekening di bank untuk setiap
perkara kepailitan atas nama kurator dalam kedudukannya sebagai
(qualitate qua/qq) debitur pailit;
h) Surat pernyataan tidak pernah dinyatakan pailit;
i) Surat pernyataan tidak pernah menjadi anggota direksi dan komisaris
yang dinyatakan bersalah karena menyebabkan suatu perseroan
dinyatakan pailit;
j) Surat pernyataan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan hukuman pidana 5 (lima) tahun atau lebih.
Kurator yang telah diangkat oleh Pengadilan Niaga untuk perkara
kepailitan, wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Direktur Jenderal yang
terdiri atas:36
36
1) laporan pendahuluan;
2) laporan berkala pelaksanaan tugas setiap 6 (enam) bulan;
3) laporan akhir;
Setiap kurator dilarang merangkap jabatan lain kecuali sebagai advokat, akuntan,
mediator, dan atau arbiter.37
Dari Pasal 15 ayat (1) UUK dan PKPU, dapat diketahui bahwa
pengangkatan kurator adalah wewenang hakim Pengadilan Niaga.Pihak debitur,
kreditur, atau pihak yang berwenang (Bapepam, Menteri Keuangan, Kejakasaan,
Bank Indonesia) hanya mempunyai hak untuk mengajukan usul pengangkatan
kurator kepada pengadilan niaga.Usulan tersebut apakah diterima atau tidak
adalah diskresi hakim.Balai Harta Peninggalan (BHP) secara otomatis diangkat
sebagai kurator apabila pihak debitur, kreditur, atau pihak yang berwenang
tersebut tidak mengajukan usulan mengenai pengangkatan kurator.Pengangkatan
kurator didasarkan pada putusan pernyataan pailit, dalam arti bahwa dalam
putusan pernyataan pailit harus dinyatakan adanya pengangkatan kurator (Pasal
15 ayat (1) UUK dan PKPU).
B. Pengangkatan dan Pemberhentian Kurator
38
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) UUK dan PKPU dimungkinkan penunjukan
kurator sementara sebelum diucapkannya putusan pernyataan pailit. Selama
putusan atas permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditur,
kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan
37
Ibid., Pasal 15
38
permohonan kepada Pengadilan Niaga untuk menunjuk kurator sementara untuk
mengawasi:
1. pengelolaan usaha debitur; dan
2. pembayaran kepada kreditur, pengalihan, atau penggunaan kekayaan debitur
yang dalam kepailitan merupakan wewenang kurator.39
Permohonan tersebut hanya dapat dikabulkan, apabila hal itu diperlukan guna
melindungi kepentingan kreditur.40
a. permohonan kurator sendiri;
Dahulu dalam Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang tentang Kepailitan
(Faillissementsverordening), hanya ditentukan bahwa Balai Harta Peninggalan
saja yang ditugaskan sebagai kurator. Setelah ditetapkan Perpu No. 1 Tahun 1998
yang mengubah Faillissementsverordening tersebut, yang dapat menjadi kurator
adalah Balai Harta Peninggalan dan kurator lainnya (Pasal 67 A ayat (1)). Begitu
juga dalam Pasal 70 ayat (1) UUK dan PKPU, ditentukan bahwa yang dapat
menjadi kurator adalah Balai Harta Peninggalan (BHP) dan kurator lain (kurator
orang perorangan). Kurator lain sering kali diistilahkan dengan “kurator swasta”.
Pasal 71 ayat (1) UUK dan PKPU mengatakan bahwa pengadilan setiap
waktu dapat mengabulkan usul penggantian kurator, setelah memanggil dan
mendengar kurator, dan mengangkat kurator lain dan/atau mengangkat kurator
tambahan atas:
b. permohonan kurator lainnya, jika ada;
39
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 10 ayat (1)
40
c. usul hakim pengawas; atau;
d. permintaan debitur pailit.
Ini berarti keputusan untuk mengganti/mengangkat lagi kurator atas
permohonan kurator sendiri/kurator lain/hakim pengawas/debitur pailit adalah
diskresi hakim (wewenang hakim).Hakim berwenang untuk mengangkat atau
tidak mengangkat atau mengganti atau tidak mengganti kurator tersebut,
meskipun hal itu adalah diskresi hakim, tetapi sebagai hakim yang bijak,
sebaiknya harus mempertimbangkan secara cermat dan tepat serta rasional atas
permohonan kurator/kurator lainnya/hakim pengawas/debitur pailit.41
Pasal 71 ayat (2) UUK dan PKPU menyatakan bahwa pengadilan harus
memberhentikan atau mengangkat kurator atas permohonan atau usul kreditur
konkuren berdasarkan putusan rapat kreditur yang diselenggarakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 90, dengan persyaratan putusan tersebut diambil
berdasarkan suara setuju lebih dari ½ jumlah kreditur konkuren atau kuasanya
yang hadir dalam rapat dan yang mewakili lebih dari ½ jumlah piutang kreditur
konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.42
1) disetujui oleh lebih dari ½ jumlah kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir
dalam rapat; dan
Maksudnya, hakim
mempunyai kewajiban mutlak atas perintah undang-undang untuk
memberhentikan atau mengangkat kurator atas permohonan/usul kreditur
konkuren dengan putusan rapat kreditur dengan persyaratan :
41
Jono, Hukum Kepailitan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 143.
42
2) mewakili lebih dari ½ jumlah piutang kreditur konkuren atau kuasanya yang
hadir dalam rapat tersebut.
Kurator dapat diberhentikan, apabila tidak memenuhi kewajiban dan atau
melanggar larangan yang diatur dalam Peraturan Menteri.43Kurator yang telah dikeluarkan sebagai anggota organisasi profesi dilaporkan kepada Menteri dan
Pengadilan Niaga oleh organisasi profesi. Kurator berhenti karena:44 a) meninggal dunia;
b) mengundurkan diri sebagai kurator;
c) tidak memenuhi lagi persyaratan sebagai kurator;
d) dipidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman
pidana 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap;
e) tidak terdaftar lagi pada Departemen Hukum dan HAM.
C. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit
1. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pengurusan Harta Pailit
Pada tahap ini, kurator harus melindungi keberadaan kekayaan debitur pailit
dan berusaha mempertahankan nilai kekayaan tersebut.Setiap tindakan yang
dilakukan di luar kewenangannya dalam tahap ini harus memperoleh persetujuan
terlebih dahulu dari hakim pengawas.
43
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Nomor M.01-HT.05.10 Tahun 2005, Pasal 16 ayat (2)
44
Undang-Undang Kepailitan menentukan tugas dan wewenang kurator dalam
pengurusan sebagai berikut:
a. Kurator yang ditunjuk untuk tugas khusus berdasarkan putusan pernyataan
pailit, berwenang untuk bertindak sendiri sebatas tugasnya.45
b. Dalam waktu lima hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan,
kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia serta
sekurang-kurangnya dua surat kabar harian yang ditetapkan oleh hakim
pengawas, mengenai ikhtisar putusan pernyataan pailit yang memuat:
1) nama, alamat dan pekerjaan debitur;
2) nama, alamat dan pekerjaan kurator;
3) nama, alamat dan pekerjaan anggota panitia sementara kreditur, apabila
telah ditunjuk;
4) tempat dan waktu penyelenggaraan rapat pertama kreditur; dan
5) nama hakim pengawas.46
c. Kurator bertugas melakukan koordinasi dengan para kreditur dengan:
1) menerima nasihat dari panitia sementara para kreditur selama belum
ditetapkan panitia kreditur secara tetap;47
2) memberikan segala keterangan yang diminta oleh panitia;48 3) mengadakan rapat untuk meminta nasihat dari panitia kreditur;49
4) meminta nasihat panitia, sebelum memajukan suatu gugatan atau
meneruskan perkara yang sedang berlangsung;50
5) menangguhkan pelaksanaan perbuatan yang direncanakan dalam hal
terjadi perbedaan pendapat dengan panitia kreditur;51 6) menghadiri rapat-rapat kreditur;52
7) menerima rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama yang
diselenggarakan paling lambat tiga puluh hari sejak tanggal putusan
pailit;53
8) memberitahukan rencana penyelenggaraan rapat kreditur pertama
kepada para kreditur paling lambat hari kelima setelah putusan
pernyataan pailit;54
9) menerima pemberitahuan dari para kreditur bahwa mereka telah
mengangkat seorang kuasa dalam rapat kepailitan;55
10) memanggil para kreditur yang mempunyai hak suara dengan iklan,
untuk menghadiri rapat yang ditentukan oleh hakim pengawas.56
d. Kurator bertugas melakukan pencatatan/inventarisasi harta pailit, sebagai
berikut:
1) Paling lambat dua hari setelah kurator menerima surat putusan
pengangkatannya, kurator harus membuat pencatatan harta pailit.57
2) Pencatatan boleh dibuat di bawah tangan oleh kurator dengan
3) Pada saat pembuatan pencatatan tersebut, para anggota panitia kreditur
sementara berhak untuk hadir.59
4) Setelah pencatatan dibuat, kurator harus memulai pembuatan suatu daftar
yang menyatakan sifat dan jumlah piutang-piutang dan utang-utang harta
pailit, nama-nama dan tempat tinggal kreditur, beserta jumlah piutang
masing-masing.60
5) Semua pencatatan tersebut di atas, oleh kurator harus diletakkan di
Kepaniteraan Pengadilan, untuk dengan cuma-cuma dilihat oleh siapa
saja yang menghendakinya.61
6) Dalam melakukan pencatatan harta pailit, kurator harus memperhatikan
bukan saja harta tetap berwujud tetapi juga harta kekayaan debitur pailit
yang tidak berwujud, seperti surat-surat berharga dan tagihan-tagihan.
e. Kurator bertugas mengamankan kekayaan milik debitur pailit, yaitu dengan
melakukan hal-hal berikut:
1) Kurator menangguhkan hak eksekusi kreditur dan pihak ketiga untuk
menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau
kurator, untuk waktu sembilan puluh hari sejak pernyataan pailit.62
2) Kurator membebaskan barang yang menjadi agunan dengan membayar
kepada kreditur.63
3) Segera sejak mulai pengangkatannya, kurator harus dengan segala upaya
yang perlu dan patut harus mengusahakan keselamatan harta pailit.
Seketika harus diambilnya untuk disimpan segala surat-surat, uang-uang,
barang-barang perhiasan , efek-efek dan lain-lain surat berharga dengan
memberikan tanda penerimaan.64
4) Kurator, dalam rangka mengamankan harta pailit, meminta kepada hakim
pengawas untuk menyegel harta pailit. Penyegelan tersebut dilakukan
oleh juru sita dimana harta itu berada dengan dihadiri dua orang saksi
yang salah satunya adalah wakil pemerintah daerah setempat.65
5) Kurator harus menyimpan sendiri semua uang, barang-barang perhiasan,
efek-efek dan surat berharga lainnya. Hakim pengawas berwenang pula
menentukan cara penyimpanan harta tersebut. Khusus terhadap uang
tunai, jika tidak diperlukan untuk pengurusan, kurator wajib
menyimpannya di bank untuk kepentingan harta pailit.66
6) Kurator mengembalikan ke dalam harta pailit terhadap barang yang
dilakukan hak penahanan oleh kreditur.67
f. Kurator bertugas melakukan tindakan hukum ke pengadilan dengan
melakukan hal-hal berikut:
1) Untuk menghadap di muka pengadilan, kurator harus terlebih dahulu
mendapatkan izin dari hakim pengawas, kecuali menyangkut sengketa
pencocokan piutang atau dalam hal yang diatur dalam Pasal 36, Pasal 38,
Pasal 39 dan Pasal 59 ayat (3).68
2) Kurator mengajukan tuntutan hukum atau dituntut atas harta kekayaan
3) Kurator menerima panggilan untuk mengambil alih perkara dan mohon
agar debitur keluar dari perkara.70
4) Ditarik dalam persengketaan, atas suatu tuntutan hukum yang dimajukan
terhadap debitur pailit.71
5) Kurator memajukan tuntutan hukum untuk membatalkan perbuatan
hukum yang dilakukan debitur yang diatur dalam Pasal 41 s.d Pasal 46
UUK.72
6) Kurator menuntut kepada pemegang hak tanggungan agar menyerahkan
hasil penjualan barang agunan.73
7) Kurator mengajukan permohonan kasasi atas putusan perlawanan
terhadap daftar pembagian.74
g. Kurator bertugas meneruskan atau menghentikan hubungan hukum yang
telah dilakukan oleh debitur pailit dengan:
1) memberi kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian timbal
balik;75
2) menerima tuntutan ganti rugi dari kreditur;76
3) memberikan jaminan atas kesanggupan melanjutkan perjanjian, atas
permintaan pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur;77 4) menghentikan sewa menyewa;78
5) menghentikan hubungan kerja dengan para buruh yang bekerja pada
debitur pailit.79
h. Kurator bertugas melakukan pencocokan utang dengan:
1) memberitahukan batas akhir pengajuan tagihan dan rapat kreditur
pencocokan utang, yang ditetapkan hakim pengawas, dengan surat dan
iklan;80
2) menerima pengajuan segala piutang yang disertai dengan bukti dari
para kreditur;81
3) mencocokkan perhitungan-perhitungan piutang yang dimasukkan
kreditur, dengan catatan dan keterangan debitur pailit;82
4) memasukkan utang yang diakui dan dibantah dalam suatu daftar yang
terpisah;83
5) membubuhkan catatan terhadap setiap piutang, dengan pendapat apakah
piutang tersebut diistimewakan atau dijamin dengan hak tanggungan;84 6) memasukkan piutang-piutang yang dibantah serta alasannya dalam
daftar piutang yang diakui sementara atas piutang dengan hak
didahulukan atau adanya hak retensi;85
7) meletakkan salinan dari masing-masing daftar piutang di kepaniteraan
pengadilan selama tujuh hari sebelum hari pencocokan piutang;86
8) memberitahukan dengan surat tentang peletakan daftar piutang kepada
9) membuat daftar piutang yang diakui sementara dan yang ditolak;88 10) menarik kembali daftar piutang sementara yang diakui dan dibantah;89 11) menerima dengan syarat atas piutang yang dimintakan dengan
penyumpahan;90
12) menuntut pembatalan pengakuan piutang atas alasan adanya
penipuan;91
13) memberikan laporan tentang keadaan harta pailit, setelah berakhirnya
pencocokan piutang dan meletakkannya di kepaniteraan pengadilan dan
salinannya di kantornya;92
14) menerima perlawanan kreditur yang piutangnya belum dicocokkan.93 i. Kurator bertugas melakukan upaya perdamaian dengan:
1) mengumumkan perdamaian dalam Berita Negara dan paling sedikit dua
surat kabar harian;
2) memberikan pendapat tertulis atas rencana perdamaian yang diajukan
debitur pailit;94
3) melakukan perhitungan tanggung jawab kepada debitur pailit di hadapan
hakim pengawas setelah pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan
hukum tetap;95
4) mengembalikan semua barang, uang, buku-buku dan surat-surat yang
termasuk harta pailit kepada debitur pailit jika terjadi perdamaian;96
5) melunasi/memenuhi persetujuan damai jika debitur tidak memenuhinya,
dari harta pailit;97
6) menyediakan suatu jumlah cadangan dari harta pailit, yang dapat dituntut
berdasarkan hak istimewa;98
7) memberitahukan dan mengumumkan putusan yang membatalkan
perdamaian.
j. Kurator bertugas melanjutkan usaha debitur pailit dengan:
1) mengusulkan supaya perusahaan debitur pailit dilanjutkan;99
2) meminta kepada hakim pengawas untuk menunda pembicaraan dan
pemutusan tentang usul melanjutkan perusahaan;100
3) memberitahukan kepada kreditur yang tidak hadir dalam rapat, tentang
rencana melanjutkan udaha debitur pailit;101
4) meminta kepada majelis hakim untuk sekali lagi menyatakan usul untuk
melanjutkan usaha tersebut diterima atau ditolak;102
5) melanjutkan usaha debitur yang dinyatakan pailit, atas persetujuan
panitia kreditur sementara atau hakim pengawas;103
6) membuka semua surat dan telegram yang dialamatkan kepada debitur
pailit;104
7) menerima semua surat pengaduan dan keberatan yang berkaitan dengan
8) memberi sejumlah uang kepada debitur pailit, untuk biaya hidup debitur
pailit dan keluarganya, sejumlah yang telah ditetapkan hakim
pengawas;106
9) atas persetujuan hakim pengawas, untuk menutupi ongkos kepailitan,
kurator dapat mengalihkan harta pailit;107
10) meminta kepada hakim pengawas untuk menghentikan pelanjutan
perusahaan.108
2. Tugas dan Kewenangan Kurator dalam Pemberesan Harta Pailit
a. Mengusulkan dan Melaksanakan Penjualan Harta Pailit
Kurator memulai pemberesan harta pailit setelah harta pailit dalam keadaan
tidak mampu membayar dan usaha debitur dihentikan. Kurator memutuskan cara
pemberesan harta pailit dengan selalu memperhatikan nilai terbaik pada waktu
pemberesan. Pemberesan dapat dilakukan sebagai satu atau lebih kesatuan usaha
(going concern) atau atas masing-masing harta pailit.Kurator melakukan
pemberesan dengan penjualan di muka umum atau, apabila di bawah tangan,
dengan persetujuan hakim pengawas.109Kurator harus memperhatikan beberapa hal dalam melaksanakan penjualan harta debitur pailit, antara lain:110
1) harus menjual untuk harga yang paling tinggi;
Standar Profesi Kurator dan Pengurus Indonesia
110
2) harus memutuskan apakah harta tertentu harus dijual segera dan harta
yang lain harus disimpan terlebih dahulu karena nilainya akan meningkat
di kemudian hari;
3) harus kreatif dalam mendapatkan nilai tertinggi atas harta debitur pailit.
Kurator, dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 15 ayat (1) harus
memulai pemberesan dan menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh
persetujuan atau bantuan debitur apabila:
1) Usul untuk mengurus perusahaan debitur tidak diajukan dalam jangka
waktu yang telah ditentukan atau usul tersebut telah diajukan tetapi
ditolak; atau
2) Pengurusan terhadap perusahaan debitur dihentikan111
Dalam rangka membiayai tindakan-tindakan pengurusan dan pemberesan
termasuk jasa kurator diperlukan dana dan dana tersebut diperoleh dari hasil
penjualan harta kekayaan pailit baik barang bergerak maupun
barang-barang tidak bergerak. 112Semua benda harus dijual di muka umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Penjualan di
bawah tangan dengan izin Hakim Pengawas dapat dilakukan, apabila penjualan di
muka umum tidak tercapai 113
111
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 184 ayat (5)
112
Sunarmi, Hukum Kepailitan, (Medan: Usu Press, 2009), hlm.123.
113
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 185
Semua benda yang tidak segera atau sama sekali
tidak dapat dibereskan, maka kurator yang memutuskan tindakan yang harus
Kurator harus terlebih dahulu meminta izin dari Hakim Pengawas, dalam
melaksanakan penjualan harta pailit. Izin dari Hakim Pengawas ini dituangkan
dalam suatu penetapan. Izin penetapan ini diperoleh setelah kurator terlebih
dahulu mengajukan permohonan untuk melakukan penjualan harta pailit dan
dapat dilakukan secara lelang di depan umum maupun secara di bawah tangan.114 Kurator juga berkewajiban membayar piutang kreditur yang mempunyai
hak untuk menahan suatu benda, sehingga benda itu masuk kembali dan
menguntungkan harta pailit.115
Kurator wajib menyusun suatu daftar pembagian untuk dimintakan
persetujuan kepada hakim [engawas. Daftar pembagian memuat rincian
penerimaan dan pengeluaran termasuk di dalamnya upah kurator, nama kreditur,
jumlah yang dicocokkan dari tiap-tiap piutang dan bagian yang wajib diterimakan
kepada kreditur. Daftar pembagian ini dapat dibuat sekali atau lebih dari sekali
dengan memperhatikan kebutuhan. b. Membuat Daftar Pembagian
116
114
Sunarmi, Op,Cit., hlm. 124.
115
Ibid.
116
Ibid.
Daftar pembagian yang telah disetujui oleh hakim pengawas wajib
disediakan di Kepaniteraan Pengadilan agar dapat dilihat oleh kreditur selama
tenggang waktu yang ditetapkan oleh hakim pengawas pada waktu daftar tersebut
disetujui dan diumumkan oleh kurator dalam surat kabar. Daftar pembagian ini
dapat dilawan oleh kreditur dengan mengajukan surat keberatan disertai alasan