• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik Karya Seto Mulyadi : Analisis Sosiologi Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik Karya Seto Mulyadi : Analisis Sosiologi Sastra"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

KAKAK

BATIK

KARYA

SETO MULYADI: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH:

MIKA L. SITANGGANG

110701030

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL

KAKAK BATIK

KARYA

SETO MULYADI :ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

MIKA L. SITANGGANG

NIM 110701030

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana sastra dan

telah disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. Dra. Yulizar Yunas, M.Hum.

NIP 19590907 198702 1 002 NIP. 19500411 198102 2 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua,

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk

memeroleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Sepengetahuan saya juga tidak terdapat

karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan orang lain, kecuali yang

secara tertulis dijadikan sebagai sumber referensi pada skripsi ini dan disebutkan

dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2015 Penulis,

(4)

ABSTRAK

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA SETO MULYADI: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

OLEH:

MIKA L. SITANGGANG Sastra Indonesia FIB USU

Novel merupakan salah satu karya sastra yang paling diminati pembaca. Novel berisi berbagai nilai yang berguna bagi kalangan pembaca, salah satunya adalah nilai pendidikan. Fokus penelitian ini adalah membahas tentang nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik karya Seto Muyadi dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Nilai pendidikan mencakup hal-hal yang mendidik dan memiliki manfaat tertentu bagi pembaca. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik dan mendeskripsikam nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu melukiskan kembali data yang telah dikumpulkan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang sudah diidentifikasi lewat pembacaan berulang-ulang. Hasil penelitian ini terdiri dari unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik. Adapun unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik yaitu tema, alur (plot), penokohan, dan latar. Sedangkan nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik tersebut adalah nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan religius, dan nilai pendidikan budaya.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

perlindungan dan kemurahan-Nya memberkati penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

Skripsi yang berjudul ”Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik Karya Seto

Mulyadi: Analisis Sosiologi Sastra” ini dibuat untuk memenuhi persyaratan

memeroleh gelar sarjana sastra di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, kritik dan saran dari

berbagai pihak, baik berupa moral maupun materi. Oleh sebab itu, penulis

mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., selaku ketua Departemen

Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., selaku sekretaris Departemen Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, sekaligus

sebagai dosen pembimbing I yang sangat baik membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Dra. Yulizar Yunas, M.Hum., selaku dosen pembimbing II yang dengan

(6)

5. Bapak Drs. Isma Tantawi, M. A., selaku dosen pembimbing akademik yang

membimbing penulis selama mengikuti studi di Departemen Sastra Indonesia,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu staf pengajar di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal ilmu

kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Bapak Slamat yang sangat baik membantu penulis dalam menyelesaikan

segala urusan administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sumatera Utara.

8. Orang tua penulis Bapak almarhum J.K. Sitanggang (Pak, engkau tetap hidup

di hati kami ), Ibu T. br. Malau (Ibu...terima kasih untuk setiap doamu yang

selalu mengantarkan kami anak-anakmu), dan ketujuh saudara-saudariku:

keluarga kakak P. Sihombing/R. br. Sitanggang, keluarga kakak

N.Sihotang/R. br. Sitanggang, keluarga ito S.Sitanggang/I. br. Naibaho, ito

Agustin P. Sitanggang, kakak Murni R. Sitanggang, Ito Ramlan K.

Sitanggang, dan Ito Heldus K. Sitanggang (ini hasil dari perjuangan kita

untuk membanggakan ibu dan almarhum ayah, untuk ito Heldus tetap

semangat menempuh pendidikan sampai berhasil...). Kasih dan hormatku buat

kalian, semoga kita selalu dalam lindungan-Nya.

9. Seluruh keluarga penulis yang turut memberikan dukungan dan motivasi

kepada penulis, terkhusus kepada keluarga L.Siagian/S.br. Malau yang telah

banyak berkorban sejak awal penulis tiba di Medan hingga menyelesaikan

(7)

10.Bapak/Ibu guru SMPN 3 Dolok Panribuan, yang selalu memotivasi penulis

sampai sejauh ini. Nasihat dan motivasi dari Bapak/Ibu akan selalu kubawa

meraih cita-citaku. Terima kasih Bapak/Ibu, jasamu takkan terbalas olehku.

11.Teman terdekat selama mengikuti perkuliahan sekaligus menjadi sahabat

dalam suka dan duka menjadi anak kos, Riryn A. Saragih, Wanty J. Sianturi,

Jefri F. Ambarita, dan Johandi Sinaga, semoga kita tetap bersahabat meskipun

sudah tamat kuliah, sukses ke depannya. Aku menyayangi kalian.

12.Teman-teman seperjuangan stambuk 2011 Sastra Indonesia-USU, terimakasih

atas kerja sama yang baik, semoga selalu menjadi stambuk yang istimewa,

dan semoga sukses. Kawan kau kukenang, kawan kau kusayang, tetap kuingat

saat kita bersama, nanti kau jauh, aku pun jauh, namun di doa kita bersama...

13.Kakak/abang alumni Departemen Sastra Indonesia yang mendukung penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Bang Zakharia, Bang Sufriady, Bang Andi,

Bang Norton, Kak Mays, Kak Intan, Kak Yonelda, Kak Tiurma, Kak

Kristiyanti, Kak Tio. Juga kepada adik-adik stambuk 2012, 2013, dan 2014,

tetap semangat belajar dan berdoa.

14.Keluarga Mahasiswa Katolik St. Gregorius Agung, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara yang selalu ada bersamaku dari awal perkuliahan,

mempedulikanku tidak hanya di kampus, tetapi juga di luar kampus. Kak

Carolina, Kak Devi, Kak Feni, kak Vero, Bang Lim, Bang Ricardo, Bang

Mice, Bang Jansudin ‘Shemy’, Mariani, Anastasya, Yuki, Betrik, Jernita,

Lisna, Febriaty, Sanna, Berliana, Ernesta, Gracia, Stevani, Veronika, Frits,

(8)

Hiskia, serta seluruh keluarga. Tidak muat bila disebutkan semuanya, hehe.

Terima kasih untuk setiap dukungan, perhatian, doa-doa, dan untuk segalanya

yang terbaik yang kuterima dari keluargaku. Semoga tetap melayani demi

kemuliaan Tuhan yang lebih besar lagi.

15.Rekan kerja di bimbingan belajar Quantum SS Medan atas dukungan

semangat, kerja sama dan pertemuan yang luar biasa.

16.OMK (Orang Muda Katolik) St. Petrus Simpang Kuala Medan yang telah

membantu dalam doa dan menyemangati penulis dengan motivasi-motivasi

yang luar biasa.

17.Teman-teman semasa SMPN 3 Dolok Panribuan dan SMAN 1 Dolok

Panribuan yang tak putus menyemangati dan mendoakan penulis.

18.Semua pihak yang turut serta membantu penulis dalam penyelesaian skripsi

ini, semoga selalu diberkati-Nya.

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan berguna bagi orang banyak.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2015

Penulis,

(9)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ……….. 1

1.2Rumusan Masalah ……….. 3

1.3Batasan Masalah ……….. 3

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian……….. 4

1.4.1 Tujuan Penelitian ……….. 4

1.4.2 Manfaat Penelitian……….. 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep ...……….. 6

2.1.1 Nilai Pendidikan ...………. 6

2.2 Landasan Teori ...………. 9

2.3 Tinjauan Pustaka ...……….. 11

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Metode Penelitian ..……… 14

3.2 Teknik Pengumpulan Data ……… 14

(10)

BAB IV NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA

SETO MULYADI ... ... 17

4.1 Unsur yang Mendukung Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik karya Kak Seto ...………... 17

4.1.1 Tema ………... 17

4.1.2 Alur (Plot) ...………... 20

4.1.3 Penokohan ... 22

4.1.4 Latar ... 27

4.2 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Kakak Batik Karya Kak Seto... 30

4.2.1 Nilai Pendidikan Moral ... 30

4.2.2 Nilai Pendidikan Sosial ... 35

4.2.3 Nilai Pendidikan Religius ... 42

4.2.4 Nilai Pendidikan Budaya ... 46

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Simpulan ... 49

5.2 Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA

(11)

ABSTRAK

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA SETO MULYADI: ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA

OLEH:

MIKA L. SITANGGANG Sastra Indonesia FIB USU

Novel merupakan salah satu karya sastra yang paling diminati pembaca. Novel berisi berbagai nilai yang berguna bagi kalangan pembaca, salah satunya adalah nilai pendidikan. Fokus penelitian ini adalah membahas tentang nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik karya Seto Muyadi dengan menggunakan teori sosiologi sastra. Nilai pendidikan mencakup hal-hal yang mendidik dan memiliki manfaat tertentu bagi pembaca. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik dan mendeskripsikam nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu melukiskan kembali data yang telah dikumpulkan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang sudah diidentifikasi lewat pembacaan berulang-ulang. Hasil penelitian ini terdiri dari unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik dan nilai-nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik. Adapun unsur yang mendukung nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik yaitu tema, alur (plot), penokohan, dan latar. Sedangkan nilai pendidikan yang terdapat pada novel Kakak Batik tersebut adalah nilai pendidikan moral, nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan religius, dan nilai pendidikan budaya.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Salah satu karya sastra yang paling diminati oleh pembaca adalah novel.

Novel yang memuat berbagai kisah berdasarkan daya cipta seseorang pengarang

menciptakan suatu karya yang indah dan menarik bagi pembaca. Hasil karya yang

dituliskan dalam novel tentunya berisi berbagai nilai yang berguna bagi kalangan

pembaca. Salah satu nilai yang terdapat dalam novel adalah nilai pendidikan.

Nilai pendidikan dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu hal penting

untuk diteliti karena mencakup hal-hal yang mendidik dan memiliki manfaat tertentu

bagi pembaca. Nilai pendidikan yang diperoleh dari karya sastra dapat menjadi

pedoman bagi masyarakat pembaca, dan dapat diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Nilai pendidikan perlu ditanamkan sejak dini kepada manusia. Sebagaimana

diungkapkan Dewantara (dalam Wicaksono, 2014:259) bahwa pendidikan

berlangsung seumur hidup. Pendidikan menuntun hidup tumbuhnya manusia sejak

anak-anak, maksudnya yaitu menuntun segala kekuatan kodrat sebagai manusia dan

sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan

setinggi-tingginya. Kemajuan zaman, dan kecanggihan teknologi seringkali menjerumuskan

masyarakat masa kini ke arah yang kurang baik. Oleh sebab itu, seseorang perlu

mengontrol dirinya ketika berhadapan dengan tantangan kehidupan berupa

(13)

Sebaliknya, seseorang yang berasal dari keluarga sederhana juga harus mampu

mengontrol diri untuk bertahan dan tetap berusaha mencapai keberhasilan meskipun

beberapa kali gagal.

Salah satu karya sastra yang berisi nilai pendidikan adalah novel Kakak Batik

karya Seto Mulyadi (untuk selanjutnya akan disebut ”Kak Seto”). Nilai pendidikan

dalam novel tersebut mencakup beberapa aspek di antaranya nilai pendidikan moral,

nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan budaya, dan nilai pendidikan religius.

Masing-masing nilai pendidikan tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan

perbuatan-perbuatan tokoh yang ada dalam novel Kakak Batik.

Melalui novel Kakak Batik ini, peneliti ingin menggali nilai-nilai pendidikan

yang ada pada novel tersebut. Novel Kakak Batik karya Kak Seto tidak terlepas dari

usaha tokoh yang mengedepankan pendidikan bagi dirinya dan menerapkan

pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan tersebut di kalangan masyarakat

terutama terhadap anak-anak. Sikap dan ciri khas tokoh dalam kehidupan sehari-hari

menjadikan teladan bagi banyak orang.

Kemandirian yang dimiliki oleh tokoh utama dalam novel memberikan

nilai-nilai yang baik bagi pembaca terutama dalam mencari ilmu pengetahuan yang sesuai

untuk dirinya meskipun beberapa kali gagal. Mencapai kesuksesan tidak mudah dan

penuh tantangan, tetapi harus berjuang dan bangkit dari kegagalan. Hal ini dapat

(14)

pendidikan religius, nilai pendidikan budaya, maupun nilai pendidikan sosial yang

akan dibahas dalam pembahasan.

Nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto ini dapat diteliti

dengan terlebih dahulu mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik novel yang mendukung

penelitian terhadap nilai pendidikan yang terdapat dalam novel. Unsur intrinsik yang

mendukung novel tersebut dapat dideskripsikan berdasarkan cerita yang diungkapkan

dalam novel.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah unsur yang mendukung nilai pendidikan pada novel Kakak

Batik karya Kak Seto?

2. Nilai pendidikan apa sajakah yang terdapat dalam novel Kakak Batik karya

Kak Seto?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi agar penelitian terarah dan terfokus pada masalah yang

telah dibatasi sehingga tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas. Sesuai dengan

judul dan rumusan masalah, maka penelitian ini dibatasi pada unsur yang mendukung

nilai pendidikan pada novel dan nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kakak

Batik karya Kak Seto. Adapun unsur yang akan dideskripsikan adalah tema, alur,

penokohan, dan latar. Keempat unsur tersebut merupakan unsur yang mendukung

(15)

pendidikan yang akan dianalisis meliputi nilai pendidikan moral, nilai pendidikan

sosial, nilai pendidikan religius dan nilai pendidikan budaya. Batasan-batasan

permasalahan tersebut akan disikapi melalui pendekatan sosiologi sastra.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini

adalah:

1. Mendeskripsikan unsur yang mendukung nilai pendidikan pada novel

Kakak Batik karya Kak Seto yang meliputi tema, penokohan, alur (plot)

dan latar.

2. Mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Kakak

Batik karya Kak Seto.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoretis:

1. Penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca tentang teori sosiologi

sastra yang menghubungkan masyarakat dengan karya sastra.

2. Penelitian ini dapat memberikan pemahaman dan memperluas ilmu

pengetahuan terhadap pembaca tentang unsur novel dan nilai-nilai

(16)

1.4.2.2Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca menikmati dan

memahami novel Kakak Batik karya Kak Seto.

2. Hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti yang meneliti dari

(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

2.1.1 Nilai Pendidikan

Salah satu karya sastra seperti novel terdapat di dalamnya nilai pendidikan

yang dapat dipetik oleh pembaca melalui perbuatan-perbuatan tokoh yang dikisahkan

dalam novel. Wicaksono (2014:254) mengatakan bahwa nilai merupakan kadar relasi

positif antara suatu hal terhadap seseorang. Nilai adalah sesuatu atau hal-hal yang

berguna bagi kemanusiaan. Nilai berkaitan erat dengan kebaikan yang ada pada

sesuatu hal. Nilai dapat membantu kita menyadari, mengakui, mendalami dan

memahami hakikat kaitan antara nilai satu dengan yang lainnya serta peranan dan

kegunaannya bagi kehidupan.

Lebih lanjut, Wicaksono (2015:255) menyebutkan bahwa nilai merupakan

suatu yang abstrak, tetapi secara fungsional mempunyai ciri mampu membedakan

antara yang satu dengan yang lainnya. Suatu nilai jika dihayati seseorang, nilai

tersebut akan sangat berpengaruh terhadap cara berpikir, cara bersikap, dan cara

bertindak dalam mencapai tujuan hidupnya.

Pengertian pendidikan menurut pandangan Wicaksono (2014:259-260) adalah

usaha sadar, terencana, terus-menerus serta penuh tanggung jawab yang merupakan

(18)

mengembangkan potensi dirinya dalam usaha pendewasaan melalui upaya pengajaran

dan latihan.

Berdasarkan pengertian nilai dan pendidikan di atas, Wicaksono (2014:263)

berpendapat bahwa nilai pendidikan adalah segala sesuatu yang berguna bagi

kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tingkah laku

menjadi lebih baik dalam upaya mendewasakan diri, baik dari segi kognitif (berdasar

pada pengetahuan faktual empiris/berdasarkan pengalaman), afektif (berkenaan

dengan perasaan dan emosi), maupun psikomotorik (berhubungan dengan aktivitas

fisik yang berkaitan dengan proses mental dan psikologi).

Lebih lanjut, Suarman (2000) seperti dikutip Nofalinda (2014:5) menjelaskan

nilai pendidikan berarti ukuran terhadap baik dan buruk yang dapat diterima oleh

umum atau orang banyak, mengenai perbuatan, sikap, tingkah laku, atau budi pekerti.

Nilai pendidikan mencakup beberapa aspek di antaranya pendidikan agama, sosial,

budi pekerti, kecerdasan, dan kesejahteraan keluarga.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan adalah

segala hal yang mendidik dan dapat mengembangkan potensi orang lain dalam

mendewasakan manusia baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

Karya sastra merupakan salah satu hal penting sebagai sebuah sarana yang

mendidik bagi masyarakat pembaca. Sebagaimana dikatakan Pradopo (dalam

Nurdiana, 2010:2) menyebutkan karya sastra sebagai hasil olahan sastrawan yang

mengambil bahan dari segala permasalahan dalam kehidupan dapat memberikan

(19)

karya sastra. Kelebihan lain dari karya sastra ialah bahwa karya sastra dapat

memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap cara berpikir mengenai hidupnya

sendiri ataupun bangsanya. Sastra sebagai produk kehidupan mengandung nilai-nilai

sosial, filosofi, religi dan sebagainya. Adapun hal yang berhubungan dengan nilai

pendidikan, yaitu dampak sastra pada pembaca. Nilai didik dalam karya sastra erat

kaitannya dengan fungsi karya sastra sebagai sesuatu yang patut mendapatkan

perhatian .

Sejalan dengan pandangan di atas, Sumardjo (dalam Parmini,dkk. 2014:2)

menyebutkan bahwa nilai-nilai dalam karya sastra merupakan hasil ekspresi dan

kreasi estetik pengarang (sastrawan) yang ditimba dari kebudayaan masyarakatnya.

Nilai ideal pengarang tersebut berupa das sollen tentang aspek nilai-nilai kehidupan,

khususnya nilai-nilai pendidikan. Suatu karya sastra bisa dikatan baik jika

mengandung nilai-nilai yang mendidik.

Sumardjo (dalam Parmini,dkk.2014:2) juga mengungkapkan bahwa nilai-nilai

pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal di antaranya melalui

pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Ada empat macam nilai pendidikan

dalam sastra, yaitu nilai pendidikan religius, moral, sosial, dan budaya. Nilai-nilai

tersebut tentunya tidak berbeda dengan nilai-nilai yang ada di kehidupan nyata

sebuah masyarakat. Bahkan, nilai-nilai tersebut adalah nilai-nilai yang diidealkan

pengarang untuk mengupas suatu masalah yang terjadi di kehidupan nyata.

Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan

dalam karya sastra adalah hal-hal mendidik yang ada dalam karya sastra yang

(20)

2.2 Landasan Teori

Landasan teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sosiologi

sastra. Menurut Ratna (2003:1) sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra.

Sosiologi berasal dari kata sosio (Yunani) (socius bersama-sama, bersatu, kawan,

teman) dan logi (logos berarti sabda,perkataan, perumpaan). Perkembangan

berikutnya mengalami perubahan makna, soio/socius berarti masyarakat, logi/logos

berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan

(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari keseluruhan jaringan

hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional dan empiris.

Sastra dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi

petunjuk dan instruksi. Akhiran tha berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan

alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik.

Sosiologi sastra merupakan salah satu pendekatan dalam kajian sastra yang

memahami dan menilai karya sastra dengan mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan. Sejalan dengan pandangan Jabrohim (2001:169), sosiologi sastra

adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi

kemasyarakatan oleh beberapa penulis.

Endraswara (2008:77) Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang

bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat

sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat. Lebih lanjut dikatakan sosiologi sastra

merupakan penelitian yang terfokus pada masalah manusia. Sastra sering

(21)

berdasarkan imajinasi, perasaan dan intuisi. Hal tersebut menandakan bahwa

perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks sastra. Hal penting

dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra

dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Walaupun demikian, sastra tetap

diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan.

Endraswara (2008:87) mengemukakan bahwa secara esensial sosiologi sastra

adalah penelitian tentang: (a) studi ilmiah manusia dan masyarakat secara objektif,

(b) studi lembaga-lembaga sosial dan masyarakat dan sebaliknya, (c) studi proses

sosial yaitu bagaimana masyarakat bekerja, bagaimana masyarakat mungkin dan

bagaimana mereka melangsungkan hidupnya.

Dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah penelitian suatu karya sastra

terhadap hubungannya dengan masyarakat, yakni masyarakat sebagai pembaca karya

sastra, masyarakat sebagai pencipta karya sastra, dan penerimaan masyarakat

terhadap karya sastra. Penelitian sosiologi sastra lebih banyak memperbincangkan

hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya. Baik aspek bentuk maupun

isi karya sastra akan terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial suatu

periode tertentu. Dalam hal ini, teks sastra dilihat sebagai sebuah pantulan zaman,

karena itu teks sastra menjadi saksi zaman sekaligus aspek imajinasi dan manipulasi

tetap dalam sastra, aspek sosial pun juga tidak bisa diabaikan. Aspek -aspek

(22)

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka berfungsi untuk memaparkan penelitian yang sudah pernah

dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain. Novel Kakak Batik karya Kak Seto

merupakan novel yang sarat akan motivasi agar tetap berusaha dan bersyukur dalam

menggapai cita-cita di tengah banyaknya kesulitan tinggal di ibukota. Kak Seto

merangkai kata demi kata dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dipahami

pembaca. Sepanjang pengetahuan peneliti, novel Kakak Batik karya Kak Seto belum

pernah dikaji oleh peneliti lain mengingat novel tersebut baru beredar sekitar

pertengahan tahun 2014.

Tinjauan penelitian ini hanya memaparkan beberapa penelitian sejenis yang

telah meneliti tentang nilai pendidikan. Hasil penelitian sebelumnya yang dapat

dijadikan acuan serta masukan bagi peneliti di antaranya adalah skripsi Yosefinu s

Yusanfri (2013) dengan judul ”Analisis Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Sang

Pemimpi karya Andrea Hirata.” Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif

deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan

yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata yaitu: 1) nilai

pendidikan religius yaitu: keberanian hidup, kemandirian, tanggung jawab,

kewaspadaan hidup, dan rendah hati, sopan santun; 2) nilai pendidikan moral yaitu:

rasa hormat kepada sesama, sikap saling memaafkan, adil terhadap sesama, sifat

lemah lembut dan kasih sayang terhadap sesama, keberanian dalam hidup,

menghargai perbedaan antar sesama, toleransi antar sesama; 3) nilai pendidikan sosial

(23)

hidup, sopan santun, lemah lembut dan penuh kasih sayang, pemaaf; dan 4) nilai

pendidikan budaya yaitu: toleransi antarsesama, keberanian dalam hidup, sigap dan

tanggap, memberikan kebebasan dalam berpikir, rasa hormat terhadap sesama,

menghargai perbedaan orang lain.

Penelitian juga dilakukan oleh Diyah Hastuti (2011) juga meneliti tentang

nilai pendidikan yang berjudul ”Nilai Pendidikan dalam Kumpulan Cerpen Emak

ingin Naik Haji karya Asma Nadia.” Penelitian tersebut menggunakan analisis

deskriptif dan disimpulkan bahwa pada kelima cerpen yang terdapat dalam kumpulan

cerpen Emak Ingin Naik Haji Karya Asma Nadia, mempunyai nilai-nilai pendidikan

sebagai berikut:

1. Nilai pendidikan moral terlihat dari sikap dan tindakan, kepedulian dan empati

dalam cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”, ”Jendela Rara”, ”Bulan Kertas”,

”Cinta Laki-Laki Biasa”, Humor dalam cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”.

Keteguhan hati dan komitmen dalam cerpen ”Jendela Rara”, ”Sepuluh Juta

Rupiah”, rasa tanggung jawab dalam cerpen ”Bulan Kertas”, ”Sepuluh Juta

Rupiah”.

2. Nilai pendidikan agama atau religiusitas terlihat dari sikap, perbuatan, dan

ucapan tokoh-tokohnya. Sikap atau perbuatan berupa tindakan tokoh-tokoh

dalam menjalankan ibadah, dan tingkat keimanan masing-masing tokohnya.

Kata syukur dalam cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”, ”Jendela Rara”, ”Bulan

(24)

Berdasarkan acuan tersebut, diharapkan dapat membantu penulis dalam

melakukan penelitian dengan judul “Nilai Pendidikan dalam Novel Kakak Batik

Karya Seto Mulyadi: Analisis Sosiologi Sastra”.

Penelitian ini berusaha untuk mengungkap unsur yang mendukung novel dan

nilai-nilai pendidikan dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto. Penelitian ini

mengkaji nilai-nilai pendidikan yang mencakup (1) nilai pendidikan moral, (2) nilai

pendidikan sosial, (3) nilai pendidikan budaya, dan (4) nilai pendidikan religius

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu sejumlah prosedur

kegiatan ilmiah yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah sesuai dengan

sudut pandang dan pendekatan yang digunakan peneliti. Sebagaimana dikatakan

Moleong (dalam Jabrohim 2001:25), penelitian kualitatif menitikberatkan pada segi

alamiah dan mendasarkan pada karakter yang terdapat dalam data. Penelitian

kualitatif sering diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan ”perhitungan”

atau tidak dengan angka-angka. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Dwiloka dan

Riana (2005:107-108) bahwa penelitian kualitatif dimaksudkan untuk

mengungkapkan gejala atau fenomena secara menyeluruh dan kontekstual, yaitu

harus mampu memberikan gambaran yang utuh dan kontekstual tentang topik yang

diteliti.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan teknik pustaka,

yaitu membaca, mencatat, dan memahami. Hal pertama yang dilakukan dalam

pengumpulan data dalam penelitian adalah mencari informasi dari kepustakaan

mengenai hal-hal yang ada relevansinya dengan judul tulisan (Dwiloka dan Riana,

(26)

untuk memeroleh data. Membaca merupakan langkah awal yang dilakukan untuk

mengetahui isi karya sastra karena data-data yang akan dianalisis berupa teks.

Pembacaan teks dilakukan secara berulang-ulang agar keseluruhan inti cerita dapat

dipahami. Teknik simak dan catat merupakan teknik yang dilakukan dengan cermat,

terarah dan teliti terhadap sumber data primer sebagai bahan untuk melakukan

analisis. Sumber data primer merupakan hasil karya sastra berupa teks novel yang

berjudul Kakak Batik karya Seto Mulyadi, yang dikenal dengan nama Kak Seto.

Hasil penyimakan terhadap sumber data tersebut, kemudian dirangkum, dicatat dan

dipahami untuk digunakan dalam laporan penelitian sesuai dengan maksud dan tujuan

yang hendak dicapai.

Cara memeroleh data dalam penelitian ini berdasarkan studi perpustakaan

yaitu penelitian menggunakan buku-buku sebagai objek penelitian.

a. Sumber Data:

Judul novel : Kakak Batik

Pengarang : Dr. Seto Mulyadi, Psi. Msi.

Penerbit : Bentang Pustaka

Jumlah halaman : vi+274 halaman

Cetakan : Pertama

Tahun terbit : 2014

Warna sampul : hijau, putih, ungu, kuning, merah, dan coklat

b. Sinopsis Novel (Lampiran 1)

(27)

3.3Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul akan dianalisis dengan metode deskriptif, yaitu

melukiskan kembali data yang telah dikumpulkan. Menurut Nasir (dalam Tantawi,

2014:66) metode deskriptif yaitu mendeskripsikan tentang situasi atau kejadian,

gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual, akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta hubungan antara fenomena dengan fenomena pada objek yang diteliti.

Metode analisis deskriptif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta yang sudah diidentifikasi lewat pembacaan

berulang-ulang. Pendeskripsian dilakukan berdasarkan data yang ada pada novel. Data yang

telah diperoleh, dicatat dan dipilih berdasarkan masalah yang dibahas. Analisis

tersebut didasari oleh teori pendukung yang berhubungan dengan topik penelitian

(28)

BAB IV

NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL KAKAK BATIK KARYA SETO MULYADI

4.1 Unsur yang Mendukung Nilai Pendidikan pada Novel Kakak Batik Karya Kak Seto

4.1.1 Tema

Kata tema berasal dari bahasa Latin theme yang berarti pokok pikiran.

Menurut Wicaksono (2014:102), tema merupakan dasar suatu cerita rekaan. Tema

tidak ditampilkan secara eksplisit, tetapi bersifat di dalam seluruh cerita; dalam suatu

cerita atau novel terdapat tema dominan atau tema sentral (tema utama) dan

tema-tema kecil (tema-tema tambahan) lainnya.

Tema utama novel Kakak Batik karya Kak Seto adalah ”perjuangan dalam

pendidikan seorang tokoh mencapai kesuksesan.” Hal tersebut dibuktikan ketika Adi

dengan berani melamar pekerjaan sebelum ujian SIPENMARU tahun berikutnya dan

tidak mau menyusahkan ibunya yang tinggal di Surabaya. Adi tidak memilih-milih

pekerjaan, yang penting halal dan cukup untuk menghidupinya di Jakarta. Di Jakarta

ia mau menjadi tukang parkir, kuli panggul, kuli bangunan, pembantu rumah tangga

sekaligus pengasuh anak yang menderita penyakit polio, hingga menjadi asisten di

taman kanak-kanak milik Pak Dibyo, dan mau mengabdikan dirinya sebagai penerus

Pak Dibyo yang sudah harus pensiun di taman kanak-kanak tersebut dengan

mengajak teman-teman kampusnya. Hal tersebut tergambar dalam kutipan

(29)

”Di, hebat kamu! Kamu sangat gigih berjuang untuk masa depanmu.

Sebagai sahabat, aku kagum. Aku dukung keputusanmu,” ucap Mas Tirta sambil mengambil posisi duduk di samping Adi.

”Iya, Mas. Kalau tidak kerja keras, mau jadi apa aku di Jakarta.

Tekadku cuma satu, harus berhasil! Aku tidak mau jadi orang gagal di

perantauan.”(Kak Seto:49)

Tema tambahan dalam novel Kakak Batik tersebut adalah ”percintaan,

pengorbanan, kerja sama, dan kepedulian.” Percintaan dalam novel terjadi antara

Dhika, Adi, dan Inna. Dhika sangat mencintai Inna, tetapi Inna tidak mencintai

Dhika. Kisah cinta di antara mereka terjadi karena perjodohan yang dilakukan orang

tua mereka karena utang. Sementara itu, Adi dan Inna saling mencintai. Namun,

mereka tidak mau terburu-buru mengungkapkannya karena Inna masih dikekang oleh

Dhika.

”Maafkan aku, Inna. Aku memang salah sudah mengusir kamu

semalam. Aku emosi dan salah paham. Kita masih berteman, kan?

Terselip rasa pedih di hati ketika Adi mengatakan ”teman”. Adi

berharap bisa lebih dari sekadar teman. Hanya saja, saat ini dia tidak punya pilihan lain. (Kak Seto:127)

Bentuk pengorbanan tokoh dalam novel lebih dominan dilakukan oleh tokoh

Adi. Adi mengorbankan waktu, tenaga, bahkan uang demi memperjuangkan hidupnya

dan orang-orang yang disayanginya. Salah satu pengorbanan Adi adalah membantu

Inna dan keluarganya agar terbebas dari kekangan Dhika terutama ketika Dhika

memaksanya untuk segera menikah dengannya. Adi juga membantu Inna dan

keluarganya ketika ayah Dhika menjebloskan ayah Inna ke penjara, baik dari segi

(30)

Istana anak-anak sudah dipenuhi wajah-wajah tanpa dosa dan bersahaja. Tangan-tangan mungil mereka berebut memberikan salam menyambut gembira kedatangan Adi. Di tengah-tengah keadaan lelah yang melanda hati dan pikiran Adi dalam menyelesaikan skripsinya, Adi tidak pernah ingin mengorbankan sedikitpun waktunya bersama anak-anak. Dia lebih baik mengorbankan waktu istirahatnya. Semua waktunya di luar jadwal mengajar anak-anak, dia pertaruhkan untuk belajar dan belajar. (Kak Seto:158)

”Aku akan bantu kamu.” Sorot mata Adi tajam menatap Inna.

Mata Inna yang sudah mulai bengkak, memandang nanar wajah Adi.

”Bantu aku?”

”Aku akan bayar semua utang keluargamu dan kamu akan bebas dari tanggung jawab menikah dengan Dhika.”(Kak Seto:168)

Kerja sama terjalin dengan baik antara tokoh Adi dengan keluarga Pak Dibyo

yang telah memercayakan Adi menjadi pengasuh di taman bermain kanak-kanak dan

menjdi penerus Pak Dibyo dalam mengelola taman kanak-kanak, kerja sama antara

Adi dengan keluarga Bu Winata, dan kerja sama antara Adi dengan teman-teman

kampusnya yang telah menjadi penerus taman bermain anak-anak. Adi tidak pernah

mengecewakan orang-orang yang memberi kepercayaan kepadanya.

Adi termasuk orang yang perfeksionis. Dia mengurus perizinan. Segala urusan teknis, dia serahkan kepada Raihan yang kini dia angkat menjadi asisten pribadinya. Urusan perlengkapan pergelaran, Adi serahkan kepada Elsa dan Inna. Segala urusan tentang susunan acara menjadi tanggung jawab Inna sepenuhnya. (Kak Seto:176).

”Dik Adi, ada yang ingin saya bicarakan,” ucap Pak Dibyo, saat

menghampiri Adi ketika anak-anak dan para orang tua telah pulang.

”Baik, Pak,” Adi menganggukkan kepala.

”Saya bangga dengan ide kreatif Adik barusan dalam mengajar anak

-anak,” kata Pak Dibyo. Kemudian, Pak Dibyo terdiam sejenak. Seolah ada

hal berat yang akan beliau sampaikan.

(31)

Adi merupakan tokoh yang peduli terutama terhadap anak-anak. Ketika Pak

Dibyo mengungkapkan akan menutup taman kanak-kanak, Adi sungguh terkejut dan

tidak ingin wadah tempat bermain anak-anak ditutup. Sebagai bentuk kepedulian, Adi

meminta izin kepada Pak Dibyo agar dia dapat melanjutkan tugas mulia tersebut.

”Pak, mohon izin. Jika Bapak berkenan, bolehkah saya melanjutkan

usaha Bapak ini dengan membangun dam mengelola Istana Taman Kanak -Kanak di Taman Ria Senayan? Niat saya hanya ingin anak-anak tetap

memiliki wadah untuk menikmati dunia mereka, Pak.”

Pak Dibyo tersenyum mendengar penuturan Adi.

”Adik memang anak muda yang penuh semangat. Jika adik memang

mampu melakukannya, tidak ada alasan untuk tidak memberikan izin. Saya rasa Adiklah yang akan melanjutkan perjuangan saya di dunia anak

-anak.” (Kak Seto:79).

4.1.2 Alur (Plot)

Menurut Wicaksono (2014:128) alur merupakan salah satu unsur fiksi yang

penting, bahkan bisa jadi orang menganggapnya sebagai unsur fiksi yang paling

penting dibandingkan unsur fiksi yang lain. Alur yang mendasari kisah. Kehadiran

alur dapat membuat cerita berkesinambungan. Oleh karena itu, antara peristiwa yang

satu dengan peristiwa yang lain dalam alur harus saling berhubungan. Dengan kata

lain, alur harus memiliki keterpaduan sehingga apabila salah satu peristiwa

dihilangkan dengan sengaja maka keseluruhan cerita akan rusak.

Alur yang digunakan dalam novel Kakak Batik adalah alur progresif atau alur

maju. Wicaksono (2014:162) mengatakan bahwa alur progresif mengungkapkan

(32)

menuju ke masa yang akan datang. Plot progresif biasanya menunjukkan

kesederhanaan cara penceritaan, tidak berbelit-belit, dan mudah diikuti.

Peristiwa-peristiwa disusun mulai dari melukiskan keadaan, Peristiwa-peristiwa-Peristiwa-peristiwa mulai bergerak,

keadaan mulai memuncak, mencapai titik puncak, dan pemecahan sosial atau

penyelesaian. Urutan peristiwa tersebut ada pada novel Kakak Batik, yaitu

mengisahkan proses tokoh Adi dalam memperjuangkan hidupnya di Jakarta sampai

mencapai kesuksesan.

Peristiwa dimulai ketika Adi tidak lulus SIPENMARU Fakultas Kedokteran

Universitas Bima Sakti Surabaya, dan memutuskan untuk melanjutkan hidup ke

Jakarta. Ia berjuang dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya tanpa merepotkan

orang lain. Ia rela mengerjakan pekerjaan apapun yang penting halal dan cukup untuk

memenuhi kebutuhannya di samping menulis di majalah Ceria. Saat hendak

mengambil honor sebagai penulis merupakan awal pertemuannya dengan Inna,

seseorang yang mampu membuat Adi terpesona. Pertemuan mereka berlanjut sampai

mereka menjadi teman baik dan membuat Dhika (pacar Inna yang dijodohkan karena

utang orang tuanya) dibakar rasa cemburu dan selalu berniat mencelakai Adi.

Peristiwa memuncak ketika Adi mengetahui perjodohan Inna dengan Dhika

karena orang tua Inna memiliki utang kepada ayah Dhika. Adi selalu berusaha

mencari jalan keluar agar Inna tidak menerima begitu saja perjodohan itu karena Inna

berhak hidup bahagia dengan orang yang dia cintai. Hal tersebut membuat Dhika

semakin marah terhadap Adi dan ia berniat mencelakai Adi dengan membawa

(33)

polisi sehingga ketika Adi sudah hampir tak berdaya, polisi datang dan menangkap

Dhika.

Kerja keras dan perjuangan Adi membuahkan hasil yang baik, ia menemukan

pekerjaan dan berhasil menyelesaikan kuliahnya, juga menjadi pemilik taman

kanak-kanak serta menjadi keluarga bahagia bersama Inna, perempuan yang dikaguminya

selama ini.

4.1.3 Penokohan

Wicaksono (2014:171-173) mengatakan bahwa tokoh cerita merupakan

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang mempunyai watak dan

perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita. Penokohan

dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan berhubungan dengan cara

pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya serta memberi nama tokoh

tersebut, sedangkan perwatakan berhubungan dengan bagaimana watak tokoh-tokoh

tersebut. Dapat dikatakan bahwa penokohan adalah penggambaran yang jelas tentang

seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita fiksi.

Sejalan dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro (2013:248) menyebutkan

bahwa penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan sebab ia

sekaligus mencakup siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana

penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan

(34)

Tokoh dapat dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan, tokoh

protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh utama (Wicaksono 2014:182) merupakan

tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam sebuah cerita yang bersangkutan. Ia

merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian

maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama dalam sebuah novel mungkin saja lebih

dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka

ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap

perkembangan plot secara keseluruhan. Sedangkan tokoh tambahan kejadiannya lebih

sedikit dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan

tokoh utama secara langsung.

Tokoh protagonis merupakan tokoh yang menampilkan sesuatu yang sesuai

dengan pandangan dan harapan-harapan pembaca atau tokoh yang disukai pembaca,

sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh yang menyebabkan konflik dalam cerita.

Wicaksono (2014:184) mengatakan pembedaan antara tokoh utama dan tokoh

tambahan dengan tokoh protagonis dan tokoh antagonis saling digabungkan sehingga

menjadi tokoh utama protagonis, tokoh utama antagonis, tokoh tambahan protagonis

dan tokoh tambahan antagonis.

Adapun tokoh utama dalam novel Kakak Batik adalah Adi (tokoh protagonis)

dan Dhika (tokoh antagonis), sedangkan tokoh tambahan adalah Inna (perempuan

yang dikenal Adi ketika di kantor majalah Ceria yang pada akhir cerita menjadi

pacarnya), Ari (saudara kembar Adi), Bu Martinah (Ibu Adi), Mas Tirta, Mas Dimas,

(35)

Mbak Asri (bagian administrasi majalah Ceria), Bu Winarto, Maya, Elsa, Pak Suroso

dan lain-lain.

Adapun penokohan dalam novel Kakak Batik yaitu:

1. Adi: lelaki berperawakan sedang, kulit agak kecokelatan, dan memiliki

rambut hitam dengan gaya poni miring yang khas. Tetap berusaha untuk tegar

dan menyembunyikan kepedihannya ketika tidak lulus SIPENMARU

Fakultas Kedokteran Universitas Bima Sakti Surabaya. Ia tetap tersenyum dan

bersikap ramah. Ia senang bernyanyi dan bersenda gurau. Mengerjakan semua

pekerjaan rumah, mulai dari mencuci baju, mengepel lantai, mencuci piring

dan sebagainya, agar dia semakin tidak merasa menjadi anak yang tidak

berguna.

2. Ari Witjaksono: kembaran Adi yang memiliki postur tubuh sedikit lebih

tinggi, kulit yang lebih kecokelatan, dan perawakan sedikit lebih besar

daripada Adi. Sosok yang selalu menjadi motivator bagi Adi.

3. Bu Martinah: sosok ibu yang sangat bijaksana, wanita yang paling

dibanggakan dalam hidup Adi, dan selalu menjadi pendorong Adi dalam

segala hal. Beliau pendengar dan sekaligus pemberi nasihat yang luar biasa.

Ibu adalah tempat Adi mencurahkan segala isi hatinya dalam keadaan apapun.

Sebagai seorang ibu, ia mempunyai naluri yang kuat terhadap anaknya. Ia

selalu berusaha menghibur dan memberi dorongan kepada Adi agar mengikuti

(36)

4. Para calo sopir taksi: berebut penumpang dan agak memaksa calon

penumpang agar memakai jasa antar yang mereka tawarkan.

5. Sopir bus: menjalankan kendaraan dengan sembrono. Lampu merah diterobos,

bahkan tikungan pun dilewati dengan kecepatan tinggi.

6. Pedagang minuman ringan: baik hati, memberikan petunjuk kepada Adi agar

dapat sampai ke rumah Mas Tirta di Jalan Angkasa, Senen, Jakarta Pusat.

7. Dimas: Kakak Mas Tirta, ramah, baik, bersahabat.

8. Mas Tirta: baik hati, ramah, bersahabat, humoris, peduli, dan kata-kata yang

terucap dari bibir Mas Tirta membuat hati merasa senang untuk sharing

dengannya.

9. Inna: perawakannya sedang, kulitnya kuning langsat, wajahnya lembut dan

bermata bulat.

10.Mbak Asri Purwadi: staf administrasi kantor yang mengurus honor para

penulis, perhatian, baik, ramah, suka bercanda.

11.Pak Bondan: seorang pengusaha yang berperawakan tinggi besar, memiliki

kekayaan yang tujuh turunan takkan habis. Rumahnya tersebar di berbagai

kota di kawasan elit dan memiliki beberapa perusahaan. Sayangnya, Pak

Bondan dikenal dengan sifatnya yang pelit dan terlalu penuh perhitungan.

12.Bejo: perhatian, paling ramah di antara teman kuli bangunan lain.

13.Pak Dibyo: baik, menerima Adi ketika pertama kali berkunjung, percaya

kepada Adi, peduli

14.Bu Dibyo: lembut, baik.

(37)

16.Bu Siti Fatima: asisten Pak Dibyo, baik, tersenyum.

17.Bu Winata: direktur salah satu perusahaan swasta di Jakarta, mempunyai anak

yang menyandang polio, ragu-ragu, penuh pertimbangan

18.Emma Wardini: istri salah seorang pejabat di Jakarta, teman dekat Bu Winata,

baik, peduli, memberi saran.

19.Mbok Surti: pembantu rumah tangga Pak Dibyo, mengerjakan tugas dengan

baik.

20.Dhika: tidak bisa mengendalikan emosinya, pemarah, mengekang Inna, egois,

pencemburu, suka memaksa, sinis.

21.Made: salah satu teman dekat Adi yang bertubuh kurus dengan air muka yang

tegas, penolong.

22. Elsa: teman kuliah Adi, jujur.

23.Ucok: teman kuliah Adi.

24.Maya: teman kos Inna, jujur, peduli,perhatian.

25.Pak Eko Djayadiningrat: dosen sekaligus ketua jurusan

26.Kak Indah Ramdani: pembawa acara di televisi, suaranya merdu, tutur

katanya lembut setiap membawakan acara.

27.Satya: mengajak Adi gabung dalam kegiatan sosial Badan Eksekutif

Mahasiswa Nusantara (BEM), salah satu teman Adi yang sangat baik.

28.Bima Suryanto: salah satu penyanyi yang cukup kondang.

29.Pak Sukarta: ayah Inna.

30.Pak Satrio: penanggung jawab acara di televisi.

(38)

32.Dito: anak 10 tahun yang dituduh mencuri sandal.

33.Pak Togar: memiliki keahlian menirukan berbagai suara binatang.

34.Pak Lurah: melaksanakan tugasnya dengan baik, dan mendukung acara yang

dibuat oleh Adi.

35.Bu Mirna: ibu Inna, seorang ibu yang kemayu dan terlalu pasrah pada

keadaan.

36.Imam: anak yang dituduh melakukan penjambretan terhadap ibu di pasar.

4.1.4 Latar

Wicaksono (2014:209-214), latar merupakan bagian cerita yang menunjuk

pada masalah tempat dan waktu terjadinya peristiwa serta lingkungan sosial yang

digambarkan untuk menghidupkan peristiwa. Latar dapat dibedakan ke dalam tiga

unsur pokok, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat menunjuk pada lokasi

terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,

mungkin lokasi tertentu dengan nama tidak jelas.

Latar waktu berhubungan dengan masalah ”kapan” terjadinya peristiwa

-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penekanan waktu lebih pada

keadaan hari, misalnya saja pada pagi, siang, atau malam. Masalah ”kapan” tersebut

biasanya dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat

(39)

peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan,

tahun, peristiwa sejarah, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakanginya.

Latar sosial menunjuk pada hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kehidupan

sosial masyarakat di satu tempat tertentu yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata

cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang

cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat-istiadat, tradisi, keyakinan,

pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap serta hal-hal yang termasuk latar

spiritual. Latar sosial mengacu pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

Latar yang terdapat pada novel Kakak Batik yaitu, di Surabaya yang

merupakan kampung halaman Adi, di Jakarta tempat Adi memperjuangkan cita

-citanya.

1. Di Surabaya merupakan kampung halaman Adi : Stasiun Gubeng pada saat

subuh; Di meja makan pada pagi yang cerah dan hangat, di dalam kamar Adi

berukuran 4x6 meter dalam keadaan hening.

”Kereta api kelas ekonomi jurusan Jakarta telah tiba. Para penumpang

yang telah memiliki tiket, harap segera masuk ke dalam kereta api

dengan tertib.” Informasi itu membuat Adi tersadar dari lamunan.

Subuh ini, dia duduk di salah satu peron, mengenakan pakaian

sederhana dengan motif batik yang sering melekat di tubuhnya.” (Kak Seto:1)

2. Di Jakarta merupakan tempat Adi memperjuangkan hidupnya: di dalam bus

ketika hendak ke rumah Adi; di kantor majalah Ceria; di stasiun kereta api

(40)

rumah Pak Dibyo; di Kebun Kanak-Kanak, Taman Asri; di Universitas

Nusantara, Fakultas Kedokteran; di teras rumah Mas Tirta; di rumah Bu

Winata; di ruang kerja Pak Dibyo, Adi tertunduk; di jalan raya; di kantin

kampus; di trotoar; di dalam kelas; di ruang sekretariat; di bawah panggung;

di kursi taman kampus; di studio stasiun TV, di kantor Kodam, tegang; di TK

Mutiara Indonesia di daerah Lebak Bulus; di depan kos Inna; di bilangan

Mayestik; di ruang tamu kos Inna; di kamar Inna; di rumah makan; di

Universitas Karya Bangsa; di ruang kerja Adi; di Resto Sedap; di ruang kerja

Pak Bondan; di Desa Bojong Gede; di kantor polres; di kotak pos; di traffic

light; di parkiran.

3. Di Pulau Bali mengikuti seminar.

4. Di Ujung Pandang mengikuti seminar.

Latar waktu pada novel Kakak Batik yaitu pada saat subuh, pagi, siang, sore,

dan malam. Hal tersebut tergambar dalam beberapa kutipan berikut.

”Di bawah teriknya sinar mentari di siang bolong, Adi tekun

mengaduk semen dan batu.(Kak Seto:31)

Pagi ini Adi sudah menyiapkan sesuatu yang indah untuk Inna.(Kak Seto:125)

Lampu-lampu penerang Jakarta pada malam hari berbaris rapi di sepanjang jalan. Adi meminta tukang ojek berhati-hati ketika melewati tikungan dan pertigaan yang akan mereka lalui. Di situ biasanya banyak anak kecil mengamen di tengah jalan. (Kak Batik:140)

Pukul 5.00 sore, anak-anak dan para orangtua yang menunggu sudah beranjak pulang. Adi segera mohon diri pada Elsa dan Raihan untuk

pergi duluan. Adi mengutarakan niatnya untuk pergi ke kos Inna.”

(41)

Latar sosial pada novel Kakak Batik tergambar bahwa perilaku kehidupan

masyarakat di Jakarta masih banyak orang tua yang tidak peduli terhadap anak

-anaknya.

Arya menatap wajah Adi, kemudian dalam hitungan detik Arya menganggukkan kepalanya. Tersungging senyum di bibir mungilnya. Perasaan bahagia muncul di dalam hati Adi ketika melihat senyum Arya. Adi memeluk Arya, kemudian mengajak Arya berjalan sambil merangkul bahu Arya. Adi menengadah ke atas langit yang semakin gelap menyelimuti bumi. Adi yakin, Tuhan melihat dan melindungi perjalanannya bersama Arya, hingga tiba di panti asuhan di Jalan Kramat Sentiong.(Kak Seto:34)

4.2 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Kakak Batik Karya Kak Seto

4.2.1 Nilai Pendidikan Moral

Menurut Wicaksono (2014:270), moral merupakan segala sesuatu yang

berkaitan dengan ajaran baik dan buruk suatu perbuatan manusia. Sehubungan

dengan hal tersebut, nilai moral merupakan tata nilai baik buruk suatu perbuatan, apa

yang harus dihindari, apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta baik sua tu tatanan

hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat

bagi diri-sendiri, masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar. Nilai moral yang

terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal

nilai-nilai etika dan budi pekerti.

Sejalan dengan hal di atas, pendidikan moral memungkinkan manusia

memilih secara bijaksana yang benar dan tidak benar. Makin besar kesadaran

(42)

pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat-istiadat

seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku, tata krama, yang

menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila.

Dapat dikatakan bahwa nilai pendidikan moral merupakan nilai-nilai yang

menuntun manusia untuk lebih melakukan hal-hal yang baik dalam kehidupan dan

dapat menyesuaikan diri dengan kelompok masyarakat tertentu sesuai dengan sikap

dan kebiasaan yang ada pada daerah tersebut.

Novel Kakak Batik memiliki nilai pendidikan moral yang dapat menjadi

cerminan bagi pembaca di antaranya, tokoh Adi merupakan tokoh yang pekerja keras,

disiplin, dia bersungguh-sungguh dalam mengerjakan pekerjaan dan mencapai

cita-citanya, pantang menyerah, mandiri, bertanggung jawab, patuh, bertindak bijaksana

dan belajar bersama dengan Inna yang akhirnya menjadi pacarnya.

Nilai pendidikan moral yang terdapat dalam novel Kakak Batik karya Kak Seto di

antaranya:

1. Kerja keras

Adi merupakan tokoh yang pekerja keras. Beberapa hari setelah Adi tiba di

Jakarta, dia mencari lowongan pekerjaan untuk mencoba peruntungannya. Meskipun

selalu ditolak, Adi tidak berputus asa dan terus berusaha agar mendapatkan pekerjaan

sekalipun di posisi terendah. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut.

Dari kantor ke kantor dia mencoba peruntungannya, tetapi hanya

(43)

kantor. Atau, gelengan kepala dari petugas keamanan kantor yang mencegatnya di pintu masuk, sebelum dia sempat membuka pintunya.(Kak Seto:19)

Adi sebetulnya tidak terbiasa berpangku tangan. Dia merasa kerdil di kota sebesar Jakarta. Di tengah menterengnya puluhan gedung pencakar langit, tak ada satupun yang mau memberikan Adi kesempatan untuk menjadi karyawannya di sana. Bahkan, ketika dia nekat memberanikan diri masuk ke dalam hotel-hotel mewah dan menawarkan jasa dengan jabatan paling rendah sekalipun, dia tetap ditolak dengan tegas.(Kak Seto:20)

Adi mau melakukan apa saja untuk kelangsungan hidupnya meskipun ia tidak

biasa melakukannya. Tukang parkir, kuli panggul, kuli bangunan, pembantu rumah

tangga sekaligus pengasuh anak dikerjakan oleh Adi. Adi tidak memilih-milih

pekerjaan untuknya, asalkan pekerjaan itu halal dan cukup untuk kebutuhannya

sehingga tidak perlu menyusahkan ibunya di kampung.

Adi berpikir sejenak. Tidak ada salahnya mencoba, meskipun pekerjaan jadi kuli bangunan jauh lebih keras dibandingkan menjadi tukang parkir dan kuli pasar. Adi lambat laun sudah terbiasa dengan kerasnya hidup yang harus dia hadapi. Misalnya, ketika sedang menghitung uang hasil parkir, banyak preman minta jatah, dan saat Adi sudah hampir mendapatkan pelanggan pasar yang membutuhkan jasa kuli panggul, ada saja kuli panggul yang merebut pelanggan Adi. Sifat Adi yang tidak suka kekerasan dan ribut-ribut, membuatnya lebih banyak mengalah.(Kak Seto:30).

(44)

2. Berhati-hati

Tokoh Adi dalam novel Kakak Batik berhati-hati dalam menyimpulkan

sesuatu. Ia tidak percaya seutuhnya dengan sesuatu hal yang hanya didengarnya dari

orang lain. Pada saat Bejo memberitahunya bahwa Pak Bondan adalah orang yang

pelit dan penuh perhitungan, Adi tidak percaya begitu saja. Ia mau mengenal dan

menilai Pak Bondan secara langsung dari yang dilihat dan dirasakannya, karena yang

dikatakan temannya mungkin saja tidak benar.

” Dari sini Adi mengambil pelajaran, agar tidak menilai orang lain

hanya dari apa yang didengar saja. Dengan hati bersih, sebaiknya pelajari dulu orang itu sebelum menilainya negatif. (Kak Seto:42)

3. Bertanggung jawab

Sikap tanggung-jawab yang dimiliki tokoh Adi yaitu ketika mendapatkan

pekerjaan baru sebagai asisten Pak Dibyo, ia tidak melepaskan pekerjaan lamanya

sebagai kuli bangunan begitu saja. Adi tetap mau menyelesaikan kontrak kerjanya

meskipun terbengkalai dengan waktunya mengajar. Sebagai solusinya, Adi

memberanikan diri meminta izin agar diberi kelonggaran waktu untuk bekerja paruh

waktu, dan siap dengan kemungkinan resiko yang dihadapinya yaitu gaji akan banyak

dipotong.

(45)

Tidak apalah. Adi pikir, yang penting dia dapat menyelesaikan tugas dan kewajibannya dengan baik. Adi tidak peduli dengan nominal yang akan dia terima. Adi ingat pesan ibunya, setiap perjuangan dan langkah yang kita ambil membutuhkan pengorbanan yang harus kita jalani dengan ikhlas.”(Kak Seto:40)

4. Pantang menyerah dan bersungguh-sungguh

Sikap pantang menyerah dan kesungguhan tokoh Adi merupakan hal yang

patut diteladani. Menjalani kehidupan yang sulit tidak membuat tokoh Adi berdiam

diri di rumah. Ia terus berusaha memperjuangkan kelangsungan hidupnya. Tanpa

takut ia terus mencoba peruntungannya di kota Jakarta. Ia lebih memilih berjalan kaki

daripada naik angkutan meskipun jarak yang dilaluinya cukup jauh dan terkena

panasnya sinar matahari. Dalam melakukan pekerjaannya, Adi dengan

sungguh-sungguh melakukannya. Lambat laun Adi terbiasa dengan kerasnya hidup di Jakarta.

Tidak ada salahnya mencoba., meskipun pekerjaan jadi kuli bangunan jauh lebih keras dibandingkan menjadi tukang parkir dan kuli pasar. Adi lambat laun sudah terbiasa dengan kerasnya hidup yang harus dia hadapi. Misalnya, ketika sedang menghitung uang hasil parkir, banyak preman minta jatah, dan saat Adi sudah hampir mendapatkan pelanggan pasar yang membutuhkan jasa kuli panggul, ada saja kuli panggul yang merebut pelanggan Adi. Sifat Adi yang tidak suka kekerasan dan ribut-ribut, membuatnya lebih banyak mengalah. (Kak Seto:30)

(46)

5. Mandiri dan tidak ingin merepotkan orang lain

Segala sesuatunya dikerjakan oleh Adi tanpa harus meminta bantuan kepada

orang lain. Mencari pekerjaan di kota Jakarta dilakukannya sendirian tanpa ditemani

orang lain meskipun ia belum tahu seluk-beluk Jakarta. Adi tidak ingin merepotkan

Mas Tirta yang sudah menerimanya dengan baik. Waktunya dipergunakan dengan

baik untuk hal-hal yang berguna. Setelah menemukan pekerjaan di rumah Bu Winata

dan meminta Adi untuk tinggal bersama keluarganya, Adi meminta izin kepada Mas

Tirta dengan baik.

Adi memutuskan untuk berdiam diri saja di rumah pada hari liburnya. Namun, bukan berarti dia bermalas-malasan. Adi akan membantu membereskan pekerjaan rumah yang dia tumpangi. Mulai dari mencuci dan menyetrika pakaian Mas Tirta, menyapu dan mengepel lantai, mencuci piring, hingga membereskan ruang tengah. Bagian akhir yang akan dia kerjakan adalah membersihkan rak buku, merapikan buku-buku dan majalah-majalah yang tersimpan di dalamnya dan mengusir debu-debu yang sudah saatnya hengkang.(Kak Seto:34)

”Mas, akhir minggu ini aku pamit. Aku akan tinggal di rumah majikanku di dekat kantor majalah Ceria,” ucap Adi kepada Mas Tirta ketika dia selesai membantu Mas Tirta memperbaiki sepeda motornya yang rusak. (Kak Seto:48)

4.2.2 Nilai Pendidikan Sosial

Rosyadi (dalam Yusanfri, 2013:14), nilai pendidikan sosial merupakan

hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku

sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada

(47)

antarindividu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan

kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai pendidikan sosial akan

menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan

kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial mengacu pada

hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat.

Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam novel Kakak Batik yaitu:

1. Peduli kepada sesama khususnya terhadap anak-anak.

Adi tidak membiarkan anak-anak yang membutuhkan perhatian, ia selalu

berusaha membantu anak-anak yang bermasalah dalam kesehariannya. Misalnya,

menolong Arya, seorang anak yang ditemukannya pada malam hari di sebuah sudut

ruangan kota Jakarta. Sebenarnya Adi tidak mengenal anak itu, namun karena

kecintaannya kepada anak-anak, ia merasa iba dan mengantarkan anak itu ke panti

asuhan dan memperjuangkan anak itu agar diterima di panti asuhan itu. Hal tersebut

tergambar dalam kutipan berikut.

”Jangan takut, Dik. Kakak enggak akan menyakiti kamu. Kenapa

menangis?” Adi berusaha menenangkan anak kecil itu.

Arya menatap wajah Adi. Kemudian dalam hitungan detik Arya menganggukkan kepalanya. Tersungging senyum di bibir mungilnya. Perasaan bahagia muncul di dalam hati Adi ketika melihat senyum

Sebagai seorang pengasuh anak di taman kanak-kanak, Adi tidak ingin anak-anak

(48)

satunya dengan membuat boneka tangan yang dinamai si Komo (komodo) dan si Ulil

(ulat kecil) untuk keperluan mendongeng. Adi juga melatih anak -anak agar pandai

bernyanyi. Ia rela mengorbankan waktu istirahatnya untuk anak-anak.

Adi sudah mempersiapkan peralatan mendongengnya untuk melengkapi gaya mengajarnya kepada anak-anak. …Anak-anak sangat antusias mendengar Adi mendongeng dengan menggunakan dua boneka tangan. Dengan media itu, Adi berkisah tentang anak -anak yang suka berbohong. Sesekali, anak-anak juga tertawa jika ada celetukan si Komo dan si Ulil yang lucu. Mereka juga lebih mudah menangkap makna cerita yang Adi berikan dengan suasana hati yang gembira.(Kak Seto:77)

Adi tidak ingin kehilangan kebersamaannya dengan anak-anak. Dia takut kesepian dan takut anak-anak kehilangan tempat untuk menyalurkan kebahagiaan di dunia mereka. Adi berjanji akan membangun Istana KKanak ini sebaik mungkin agar wajah anak-anak tetap ceria. (Kak Seto:80)

Sukses menjadi pengasuh anak dan menjadi pemilik Taman Kanak-Kanak,

serta sudah diundang ke berbagai acara di luar kota bahkan menjadi pembawa acara

di televisi, tidak membuat Adi membiarkan kasus anak-anak di jalanan.

Kesibukannya bekerja tidak menyulitkannya memperjuangkan hak anak -anak jalanan.

Adi tetap menyempatkan diri untuk membela anak-anak jalanan yang menjadi korban

kekerasan. Adi tidak bisa mengabaikan panggilan jiwanya sebagai aktivis

perlindungan anak, dan selalu bersedia membantu anak-anak yang membutuhkan

bantuannya. Anak-anak sangat perlu diperjuangkan haknya dan tidak pantas berada

dalam penjara.

”Tambahan lagi, Dito, anak itu usianya masih 10 tahun. Anak di

(49)

”Saya mohon pertimbangan yang lebih mendalam, Pak. Imam, hanya

salah seorang dari sekian banyak anak yang ada dalam lingkungan

yang buruk.”

”Saya mengerti, tapi proses hukum harus tetap berjalan.”

”Itu betul, Pak. Tapi, penjara bukan tempat tepat untuk anak-anak. Dan, Imam hanya salah seorang dari sekian ratus ribu anak yang tergelincir, harus berkonflik dengan hokum karena berada dalam lingkungan yang sangat tidak ramah anak. Dia justru diperalat oleh para preman dewasa untuk menjambret, sampai akhirnya harus terseret

ke lembah kriminal dan ada di kantor ini,” kata Adi lagi. Tegas. (Kak Seto:222)

Kasus anak-anak di jalanan cukup memprihatinkan. Kebanyakan orang tidak

peduli akan hal tersebut. Namun, kakak Adi tidak tinggal diam ketika mengetahui ada

anak jalanan perempuan yang diperkosa. Ia bergerak dengan cepat untuk melindungi

anak tersebut dan menenangkan kondisi psikis anak itu. Setiap kali kakak Adi

mengetahui ada kasus yang melibatkan anak-anak, ia segera bertindak untuk

menyelamatkan anak-anak.

”Kak, ada anak jalanan perempuan, diperkosa tiga orang pemuda.” ”Gila! Umur berapa?”

”Umur dua belas tahun, Kak. Sekarang korban sudah dilarikan ke Rumah Sakit Sejahtera di Tanjung Priok.”

”Pemudanya sudah tertangkap?”

”Sudah diamankan di Polres Tanjung Priok. Tiga pemuda itu anak -anak jalanan juga. Masih remaja, sih. Umur tujuh belas tahunan. Jadi,

bagaimana?”

”Kita ke rumah sakit dulu. Kita coba menenangkan kondisi psikis

korban. Setelah itu, baru kita ke Polres. Ketiga remaja itu pun sangat

Referensi

Dokumen terkait

sosial dalam novel Jala karya Titis Basino tinjauan sosiologi sastra.

NILAI EDUKATIF DALAM NOVEL RANAH 3 WARNA KARYA AHMAD FUADI: TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA Septiasih Wahyuratri Suryaningtyas, NIM A 310 070 176, Jurusan Pendidikan Bahasa,

Hertati Pakpahan, NIM 072222710021, Nilai-Nilai Sosial dalam Novel Opera Indonesia Karya Joko Santoso HP (Kajian Sosiologi Sastra), Program Studi Sastra Indonesia,

Analisis novel Syahadat Cinta karya Taufiqurrahman al-Azizy, tinjauan sosiologi sastra menggunakan pendekatan sosiologi sastra yang berhubungan dengan karya sastra

Tesis berjudul “ KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL AROK DEDES KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER" ini adalah karya penelitian saya sendiri

Melalui pendekatan sosiologi sastra dapat diketahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel 9 Matahari karya Adenita sehingga memberikan inspirasi bagi

Skripsi berjudul “Analisis Sosiologi Sastra Novel Rumah Merah Kita karya Irwan Bajang” merupakan salah satu syarat wajib untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Sastra

“Nilai -Nliai Patriotisme dalam Novel Lara Lapane Kaum Republik Karya Suparto Brata : Suatu Kajian Sosiologi Sastra Universitas Sebelas Maret Surakarta”. Surakarta: Fakultas