• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

4.2 Nilai-Nilai Pendidikan dalam Novel Kakak Batik Karya Kak

4.2.2 Nilai Pendidikan Sosial

Rosyadi (dalam Yusanfri, 2013:14), nilai pendidikan sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat

antarindividu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan. Nilai pendidikan sosial akan menjadikan manusia sadar akan pentingnya kehidupan berkelompok dalam ikatan kekeluargaan antara satu individu dengan individu lainnya. Nilai sosial mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah masyarakat.

Nilai pendidikan sosial yang terdapat dalam novel Kakak Batik yaitu:

1. Peduli kepada sesama khususnya terhadap anak-anak.

Adi tidak membiarkan anak-anak yang membutuhkan perhatian, ia selalu berusaha membantu anak-anak yang bermasalah dalam kesehariannya. Misalnya, menolong Arya, seorang anak yang ditemukannya pada malam hari di sebuah sudut ruangan kota Jakarta. Sebenarnya Adi tidak mengenal anak itu, namun karena kecintaannya kepada anak-anak, ia merasa iba dan mengantarkan anak itu ke panti asuhan dan memperjuangkan anak itu agar diterima di panti asuhan itu. Hal tersebut tergambar dalam kutipan berikut.

”Jangan takut, Dik. Kakak enggak akan menyakiti kamu. Kenapa

menangis?” Adi berusaha menenangkan anak kecil itu.

Arya menatap wajah Adi. Kemudian dalam hitungan detik Arya menganggukkan kepalanya. Tersungging senyum di bibir mungilnya. Perasaan bahagia muncul di dalam hati Adi ketika melihat senyum Arya. Adi memeluk Arya, kemudian mengajak Arya berjalan sambil merangkul bahu Arya. Adi menengadah ke atas langit yang semakin gelap menyelimuti bumi. Adi yakin, Tuhan melihat dan melindungi perjalanannya bersama Arya, hingga tiba di panti asuhan di Jalan Kramat Sentiong. (Kak Seto:33-34)

Sebagai seorang pengasuh anak di taman kanak-kanak, Adi tidak ingin anak-anak bosan belajar dengannya. Ia mencari cara agar anak-anak senang belajar, salah

satunya dengan membuat boneka tangan yang dinamai si Komo (komodo) dan si Ulil (ulat kecil) untuk keperluan mendongeng. Adi juga melatih anak -anak agar pandai bernyanyi. Ia rela mengorbankan waktu istirahatnya untuk anak-anak.

Adi sudah mempersiapkan peralatan mendongengnya untuk melengkapi gaya mengajarnya kepada anak-anak. …Anak-anak sangat antusias mendengar Adi mendongeng dengan menggunakan dua boneka tangan. Dengan media itu, Adi berkisah tentang anak -anak yang suka berbohong. Sesekali, anak-anak juga tertawa jika ada celetukan si Komo dan si Ulil yang lucu. Mereka juga lebih mudah menangkap makna cerita yang Adi berikan dengan suasana hati yang gembira.(Kak Seto:77)

Adi tidak ingin kehilangan kebersamaannya dengan anak-anak. Dia takut kesepian dan takut anak-anak kehilangan tempat untuk menyalurkan kebahagiaan di dunia mereka. Adi berjanji akan membangun Istana KKanak ini sebaik mungkin agar wajah anak-anak tetap ceria. (Kak Seto:80)

Sukses menjadi pengasuh anak dan menjadi pemilik Taman Kanak-Kanak, serta sudah diundang ke berbagai acara di luar kota bahkan menjadi pembawa acara di televisi, tidak membuat Adi membiarkan kasus anak-anak di jalanan. Kesibukannya bekerja tidak menyulitkannya memperjuangkan hak anak -anak jalanan. Adi tetap menyempatkan diri untuk membela anak-anak jalanan yang menjadi korban kekerasan. Adi tidak bisa mengabaikan panggilan jiwanya sebagai aktivis perlindungan anak, dan selalu bersedia membantu anak-anak yang membutuhkan bantuannya. Anak-anak sangat perlu diperjuangkan haknya dan tidak pantas berada dalam penjara.

”Tambahan lagi, Dito, anak itu usianya masih 10 tahun. Anak di

bawah umur harusnya tetap dikembalikan kepada orang-tuanya untuk dididik sebagaimana mestinya, bukan dimasukkan penjara. Penjara bukan untuk anak-anak!” kata Adi tegas. (Kak Seto:182)

”Saya mohon pertimbangan yang lebih mendalam, Pak. Imam, hanya

salah seorang dari sekian banyak anak yang ada dalam lingkungan

yang buruk.”

”Saya mengerti, tapi proses hukum harus tetap berjalan.”

”Itu betul, Pak. Tapi, penjara bukan tempat tepat untuk anak-anak. Dan, Imam hanya salah seorang dari sekian ratus ribu anak yang tergelincir, harus berkonflik dengan hokum karena berada dalam lingkungan yang sangat tidak ramah anak. Dia justru diperalat oleh para preman dewasa untuk menjambret, sampai akhirnya harus terseret

ke lembah kriminal dan ada di kantor ini,” kata Adi lagi. Tegas. (Kak Seto:222)

Kasus anak-anak di jalanan cukup memprihatinkan. Kebanyakan orang tidak peduli akan hal tersebut. Namun, kakak Adi tidak tinggal diam ketika mengetahui ada anak jalanan perempuan yang diperkosa. Ia bergerak dengan cepat untuk melindungi anak tersebut dan menenangkan kondisi psikis anak itu. Setiap kali kakak Adi mengetahui ada kasus yang melibatkan anak-anak, ia segera bertindak untuk menyelamatkan anak-anak.

”Kak, ada anak jalanan perempuan, diperkosa tiga orang pemuda.” ”Gila! Umur berapa?”

”Umur dua belas tahun, Kak. Sekarang korban sudah dilarikan ke Rumah Sakit Sejahtera di Tanjung Priok.”

”Pemudanya sudah tertangkap?”

”Sudah diamankan di Polres Tanjung Priok. Tiga pemuda itu anak -anak jalanan juga. Masih remaja, sih. Umur tujuh belas tahunan. Jadi,

bagaimana?”

”Kita ke rumah sakit dulu. Kita coba menenangkan kondisi psikis

korban. Setelah itu, baru kita ke Polres. Ketiga remaja itu pun sangat

Kepedulian Adi tidak hanya pada kasus anak-anak tertentu saja, namun kepada seluruh anak dan kepada siapa saja yang membutuhkan bantuan. Kepada anak-anak berkebutuhan khusus atau anak-anak difabel, ia membuka yayasan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap anak-anak tersebut.

Pagi menjelang siang, Adi dengan pakaian batik Solo kesayangannya, sudah disibukkan oleh acara pembukaan Yayasan Kasih Ayah Bunda. Rekan-rekan Adi sudah mulai berdatangan dan mulai membantu Adi mempersiapkan segalanya. Organisasi ini dibuka dengan tujuan memberikan wadah bagi anak-anak yang membutuhkan perlakuan khusus. Acara dilaksanakan tepat pukul 10.00. berbagai media massa juga datang untuk meliput. Adi sangat bersyukur karena dapat mewujudkan mimpinya membuka tempat bimbingan dan konsultasi anak bagi anak-anak yang terlahir difabel. Ide ini muncul sewaktu Adi kali pertama menjadi pembawa acara sekaligus

koordinator acara ”Maha Karya Remaja” di televisi, karena keprihatinannya yang mendalam terhadap anak-anak yang memiliki kekurangan fisik dan mental beberapa tahun silam. (Kak Seto:205)

Bentuk kepedulian Adi juga terlihat kepada seorang bapak yang memberanikan diri datang ke rumahnya meminta bantuan kepada Adi. Adi dengan ikhlas membantu bapak tersebut yang memiliki anak kembar 3 dan ketiga anak tersebut sedang sakit dan membutuhkan bantuan dana untuk biaya pengobatan anaknya.

”Kembar tiga-tiganya? Sudah dibawa ke dokter?”

Bapak itu menundukkan wajahnya setelah mendengar pertanyaan Adi.

”Itulah, Kak Adi. Saya tidak punya uang cukup untuk membawa

ketiga-tiganya sekaligus ke dokter. Maaf, ya, kalau saya lancang. Maksud saya ke sini, saya ingin meminta bantuan Kak Adi. Apa saya

Adi kaget sejenak mendengar keberanian bapak ini untuk meminjam uang kepadanya. Namun, Adi juga senang karena ada seorang bapak yang memercayai dirinya, tanpa malu-malu berusahan dengan cara yang tetap santun untuk mengobati anak-anaknya. Adi iba, dan meminta bapak itu untuk menunggu sebentar. Adi mengambil beberapa lembar uang dari dalam dompetnya, memasukkannya ke amplop, kemudian segera kembali ke hadapan bapak itu. (Kak Seto:237-238)

2. Kerja sama dan saling membantu.

Adi yang belum pernah bekerja sebagai kuli bangunan mendapatkan bantuan dari teman-temannya. Kerja sama terjalin di antara mereka. Ketika Adi berhalangan masuk kerja atau meminta izin untuk bekerja setengah hari, teman-teman dan mandornya menolong Adi. Nilai pendidikan sosial berupa kerja sama dalam novel Kakak Batik tergambar dalam beberapa hal berikut.

”Hai, Di. Ayo istirahat dulu, bisa pingsan kamu nanti.”

Sebuah suara menegur Adi. Suara dari sesama kuli bangunan. Rupanya Bejo, orang yang paling ramah di antara teman-teman kuli bangunan lainnya.

”Iya, sebentar lagi, Jo. Tanggung.”

”Mending istirahat sekarang. Nasi bungkus kita sudah disiapkan,

lho! Kalau enggak langsung dimakan, nanti diambil orang atau

disimpan lagi sama Pak Bondan buat besok,” katanya lagi sambil

berbisik, kemudian tertawa.

”Bisa saja kamu, Jo. Yo wis, aku nyusul.”(Kak Seto:32)

3. Menerima orang lain dengan baik meskipun belum dikenal sebelumnya. Adi bukanlah seseorang yang dikenal Pak Dibyo sebelumnya, namun Pak Dibyo menerima Adi dengan baik pada saat pertama kalinya bertamu ke rumah Pak

Dibyo untuk memohon bergabung dengan dunia anak-anak. Dengan senang hati Pak Dibyo dan Bu Dibyo memberikan kesempatan kepada Adi untuk mengajar di Taman Kanak-Kanak yang dimilikinya dan beberapa waktu kemudian, Adi dipilih sebagai guru tetap. Pada saat Pak Dibyo mengungkapkan niatnya ingin menutup taman kanak-kanak yang dimilikinya, Adi sangat terkejut dan merasa bahwa taman bermain untuk anak tidak boleh ditutup karena anak-anak sangat membutuhkannya. Maka, ketika Adi memohon untuk melanjutkan perjuangan Pak Dibyo di dunia anak-anak, dengan senang hati Pak Dibyo memberikan kepercayaan kepada Adi untuk melanjutkan perjuangannya di dunia anak-anak.

”Baik, Dik Adi. Sore ini, adik bisa datang langsung ke Kebun

Kanak-Kanak di Taman Asri, Menteng. Di sana Adik bisa belajar bagaimana mengasuh anak-anak di taman bermain kami.” (Kak Seto:37)

”Begini, setelah melihat kegigihan Adik beberapa bulan ini dalam belajar, mengajar, dan melatih anak-anak, saya ingin mengangkat Adik sebagai guru tetap dan akan memberikan gaji tetap seperti guru-guru yang lain.

Adi hampir tidak percaya pada apa yang baru saja didengarnya. Spontan, adi meraih tangan Pak Dibyo, kemudian menciumnya.

”Terima kasih banyak, Pak.” (Kak Seto:46)

Perhatian Pak Dibyo kepada Adi tidak sebatas tentang taman kanak -kanak, tetapi juga tentang masa depan atau cita-cita Adi. Keinginan Adi yang tidak tercapai ke dua kalinya untuk menjadi dokter dihentikannya, dan memilih mengambil jurusan Psikologi atas saran Pak Dibyo.

”Tahun depan, dicoba lagi saja daftar kuliahnya. Jangan menyerah.

Belajar banyaklah dari kegagalan ini, Dik. Sambil Adik pikirkan lagi saran saya sebelumnya, ambil Jurusan Psikologi.” (Kak Seto:57)

4. Pandai bergaul dan mudah beradaptasi dengan orang-orang di sekitar.

Tokoh Adi dalam novel Kakak Batik mencerminkan sikap yang pandai bergaul dan mudah dekat dengan siapa saja. Adi seorang tokoh yang pandai menyesuaikan diri. Kepada orang yang lebih tua ia sopan dan ramah, kepada teman ia bertindak sebagai teman yang baik dan peduli, dan kepada anak-anak ia bertindak sebagai kakak yang patut dicontoh, sehingga setiap orang merasa nyaman bersamanya.

”Adi menemui pemilik toko dan meminta izin. Syukurlah, pemilik

toko memberikan izin kepada Adi asalkan Adi tidak bertingkah macam-macam kepada para pelanggan dan tidak membuat keributan di depan toko. (Kak Seto:21)

”Oh, kamu Mbak Inna-nya majalah Ceria, ya?” Tanya Adi

Inna menganggukkan kepalanya. (Kak Seto:44)

”Saya mendapat informasi dari Bu Emma bahwa di rumah ini

dibutuhkan pembantu rumah tangga sekaligus pengasuh anak. Saya sangat mencintai dunia anak-anak. Dan, berbekal pengalaman sebagai guru TK, saya selalu berusaha untuk dekat dan memahami anak,” kata

Adi. Tatapan penuh harap terlihat jelas pada raut wajahnya. (Kak Seto:49)

Dokumen terkait