Laporan praktek kerja lapangan
TEKNIK PEMBENIHAN IKAN BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii) DI BALAI BESAR PERIKANAN
BUDIDAYA LAUT LAMPUNG
OLEH : Yudha Winanda
NIM.200303036
PROGRAM STUDI AKUAKULTUR FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SAMUDRA
2023
Laporan praktek kerja lapangan
TEKNIK PEMBENIHAN IKAN BAWAL BINTANG (Trachinotus blochii) DI BALAI BESAR PERIKANAN
BUDIDAYA LAUT LAMPUNG
Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Kurikulum Sarjana Srata Satu pada Prodi Akuakultur Fakultas Pertanian Universitas Samudra
OLEH : Yudha Winanda
NIM.200303036
PROGRAM STUDI AKUAKULTUR FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SAMUDRA
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas berkah rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan PKL ini. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat dalam pelaksanaan PKL pada program studi Akuakultur Fakultas Pertanian Universitas Samudra. Tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan PKL ini.
Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Siti Komariah, S.Kel., M.Si selaku dosen pembimbing PKL yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.
2. Bapak Supriya, A.Pi, M.Si selaku pembimbing lapangan dalam pelaksanaan PKL yang telah membimbing saya
3. Bapak Teuku Fadlon Haser, S.Pi.,M.Pi selaku koordinator magang jurusan serta selaku kepala jurusan Akuakultur Fakultas Pertanian Universitas Samudra .
4. Bapak Syamsul Bahri, S.P., M.P selaku dekan Fakultas pertanian Universitas Samudra
Para Karyawan dan staff di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau Orang tua dan teman-teman yang ikut mendukung proses PKL sampai selesai
Akhir kata penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis dan semoga laporan PKL ini dapat menjadi bahan bacaan yang bermanfaat walaupun penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna.
Lampung, 28 Februari 2023
Yudha winanda
LEMBAR PENGESAH
Judul Proposal : Teknik Pembenihan Ikan Bawal Bintang (Trachinotus Blochii) Di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung
Nama : Yudha Winanda
Nim : 200303036
Program Studi : Akuakultur
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan PKL
(Siti Komariyah, S.Kel., M.Si) NIDN.1315128801
(Supriya, A.Pi., M.Si)
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian Koordinator Program Studi Akuakultur
(Syamsul Bahri, SP., MP) NIP.196803102012121001
(Teuku Fadlon Haser, S.Pi., M.Si) NIP.198808292020121005
iii DAFTAR ISI
Haalaman KATA PENGANTAR ...
LEMBAR PENGESAHAN ...
DAFTAR ISI ...
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I PENDAHULUAN ...
1.1 Latar Belakang ...
1.2 Pendekatan Masalah ...
1.3 Tujuan ...
1.4 Manfaat ...
1.5 Metode ...
1.6 Pengumpulan Data Primer ...
1.7 Pengumpulan Data Skunder ...
1.8 Fertilized Rate ...
1.9 Hatching Rate (HR) ...
1.10 Survival Rate (SR) ...
1.11 Waktu dan Tempat ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bawal Bintang ...
2.2 Habitat Ikan Bawal Bintang ...
2.3 Siklus Hidup Ikan Bawal ...
2.4 Teknik Pemijahan Ikan Bawal ...
2.4.1 Pengelolaan Induk Ikan Bawal Bintang ...
2.4.2 Pemijahan Ikan Bawal Bintang ...
2.5 Pakan Ikan Bawal Bintang ...
2.6 Hama dan Penyakit ...
2.7 Kualitas Air ...
2.8 DO ...
2.9 Potensi Hidrogen (pH) ...
2.10 Salinitas ...
2.11 Suhu ...
BAB III TINJAUAN UMUM TEMPAT PKL...
3.1 Sejarah Berdirinya Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung . 3.2 Visi dan Misi BBPBL Lampung ...
3.2.1 Visi ...
3.2.2 Misi ...
3.3 Sarana dan Prasarana ...
3.4 Alat ...
BAB IV PELAKSANAAN PKL ...
4.1 Persiapan Kolam ...
4.2 Seleksi Calon Induk ...
4.3 Pemilihan Induk ...
4.4 Teknik Pemijahan ...
4.4.1 Seleksi Induk ...
4.4.2 Teknik Rangsangan ...
4.4.3 Pemijan Induk ...
4.4.4 Penetasa Telur ...
4.4.5 Fertillized Rate (FR) ...
4.4.6 HR ...
4.4.7 Pemeliharaan Larva ...
4.4.8 Survival Rate (SR) ...
4.4.9 Kualitas Air ...
BAB V PEMBAHASAN ...
5.1 Persiapan Kolam ...
5.2 Pemeliharaan Induk ...
5.3 Seleksi Induk ...
5.3.1 Induk Betina ...
5.4 Teknik Pemijahan ...
5.5 Penetasan Telur ...
5.6 Fertilized Rate ...
5.7 Hatching Rate ...
v
5.8 Pemeliharaan Larva...
5.9 Survival Rate (SR) ...
5.10 Kualitas Air ...
BAB VI PENUTUP ...
6.1 Kesimpulan ...
6.2 Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN ...
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat yang Digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan ...
Tabel 2. Hasil Rata – rata Pengukuran Panjang Induk ...
Tabel 3. Hasil Rata – rata berat Induk ...
Tabel 4 Hasil pengukuran Fertilized Rate (FR) ...
Tabel 5. Jumlah telur yang menetas ...
Table 6. Hasil Kelulushidupan Larva ...
Tabel 7. Hasil Kualitas Air Kolam Induk ...
Tabel 8. Hasil Kualitas Air Kolam Larva ...
vii
DAFTAR GAMBAR\
Gambar 1. Ikan Bawal Bintang (Trachinotus blochii) ...
Gambar 2. Kolam Ikan Bawal ...
Gambar 3. Induk Ikan Bawal ...
Gambar 4. Pakan Induk Ikan Bawal ...
Gambar 5. Penetasan Telur ...
Gambar 6. Kolam Pemeliharaan Larva...
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Praktek Kerja Lapangan (PKL) ...
ix BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) merupakan salah satu spesies yang masih tergolong cukup baru dibudidayakan di Indonesia. Meskipun tergolong baru, ikan bawal bintang telah dapat menarik perhatian pembudidaya untuk melakukan kegiatan budidaya bawal bintang. Hal ini dikarenakan ikan bawal bintang (T. blochii) mempunyai pertumbuhan yang cepat, tahan terhadap penyakit, pemeliharaan yang cukup mudah, dan permintaan pasar yang cukup tinggi, mulai dari pasar lokal hingga internasional seperti Singapura, Jepang, Kanada, Taiwan, dan Hongkong (Retnani dan Nurlita, 2012).
Sarwono dkk. (2016) menyatakan bahwa permintaan pasar yang besar terhadap ikan bawal bintang diimbangi dengan harganya yang cukup tinggi yaitu sekitar Rp. 60.000- 70.000/kg untuk ikan dalam kondisi hidup, sedangkan ikan yang masih segar memiliki harga sekitar 45.000-50.000/kg. Melihat peluang yang cukup menjanjikan dari usaha budidaya bawal bintang, menyebabkannya menjadi salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya di Indonesia. Target produksi bawal bintang yang diutarakan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto pada tahun 2015 masih 1.900 ton. Akan tetapi, target ini diharapkan mengalami pertumbuhan sebesar 31,5% setiap tahunnya selama 5 tahun. Benih ikan bawal bintang (T. blochii) pada awalnya berasal dari hasil tangkapan di alam. Produksi benih yang memanfaatkan hasil dari tangkapan di alam menemui beberapa kendala, yaitu ketersediaan benih di alam yang semakin berkurang serta hasil tangkapan yang tidak menentu (Putri dkk., 2014).
Pembenihan bawal bintang secara komersial pertama kali berhasil dilakukan di Indonesia pada tahun 2007 melalui Balai Budidaya Laut (BBL) Batam, dalam rangka memenuhi kebutuhan pembudidaya terhadap benih bawal bintang dengan jumlah yang banyak dan secara berkelanjutan (Pranata dkk., 2014).
Produksi benih dalam jumlah yang banyak dapat dilakukan dengan sistem intensif. Akan tetapi, budidaya dengan sistem intensif memerlukan penggunakan
i
pakan buatan dengan jumlah yang banyak pula, dalam upaya memproduksi ikan dengan cepat. Bagi pembudidaya, pakan merupakan biaya produksi terbesar dalam kegiatan budidaya. Biaya yang digunakan untuk pemberian pakan pada ikan mencapai 60-70% dari total biaya produksi. Mahalnya harga pakan komersil menjadi salah satu kendala yang paling sering dikeluhkan oleh para pembudidaya ikan (Ardita dkk., 2015). Oleh karena itu, perlu adanya strategi pemberian pakan yang efektif dalam upaya mengurangi biaya produksi. Salah satu strategi pemberian pakan yang diharapkan mampu mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi pakan dalam kegiatan budidaya yaitu dengan cara pemuasaan secara periodik.
Menurut penelitian yang pernah dilakukan terhadap ikan nila (Oreochromis niloticus) (Mulyani dkk., 2014), ikan nila merah dan ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) (Wibowo, 2011), diperoleh data pertumbuhan yang hampir sama atau tidak berpengaruh nyata antara ikan yang dipuasakan dengan ikan tidak dipuasakan. Akan tetapi, pada ikan yang dipuasakan diperoleh penghematan konsumsi pakan sebanyak 15-40% (Mulyani dkk., 2014).
Sedangkan penelitian pada ikan lele dumbo (Clarias gariepenus) diperoleh pertumbuhan yang berpengaruh nyata antara ikan yang dipuasakan dengan tanpa pemuasaan. Pertumbuhan ikan yang tanpa dilakukan pemuasaan lebih baik dibandingkan dengan yang dipuasakan (Widyantoro dkk., 2014). Sementara penelitian serupa belum pernah dilakukan pada ikan bawal bintang (T. blochii).
Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian pengaruh pemuasaan secara periodik terhadap tingkat efisiensi pakan dan laju pertumbuhan pada ikan bawal bintang
(T. blochii). Sehingga dapat diketahui pengaruh pemuasaan terhadap tingkat efisiensi pakan dan laju pertumbuhan ikan bawal bintang Trachinotus blochii.
1.2 Pendekatan Masalah
Budidaya ikan bawal bintang khususnya pembenihan, memerlukan teknis prosedural yang baik dan benar guna memenuhi kebutuhan benih yang terus meningkat setiap waktu. Benih benih yang memiliki pertumbuhan cepat, tidak mudah sakit dan memiliki persentase kelulushidupan yang tinggi perlu dihasilkan dengan serangkaian alur produksi yang benar, tepat, efektif dan efisien.
Permasalahannya kini belum dapat menghasilkan benih yang berkualitas tinggi tersebut. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut pengetahuan dan kemampuan dalam pemeliharaan benih menjadi mutlak diperlukan. Hal tersebut dapat diperoleh dengan mengikuti serangkaian kegiatan Praktek Kerja Lapangan di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung (BBPBL Lampung).
1.3 Tujuan
Tujuan dari kegiatan Praktik Kerja Lapangan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui teknik pembenihan ikan bawal bintang.
2. Mengetahui fekunditas telur dan tingkat pembuahan telur ikan bawal bintang.
3. Mengetahui hatching rate dan survival rate ikan bawal bintang.
4. Mengetahui kualitas air yang baik untuk pembenihan ikan bawal bintang.
1.4 Manfaat
Manfaat dengan kegiatan PKL ini adalah menambah khasanah keilmuan mengenai teknik pembenihan ikan bawal bintang, memperoleh kemampuan untuk melakukan prosedur pembenihan ikan bawal bintang yang nantinya dapat
iii
menghasilkan benih ikan yang berkualitas baik. Selain itu dapat melatih diri untuk memiliki kemauan dan kemampuan dalam melakukan usaha pembenihan ikan bawal bintang.
1.5 Metode
Metode yang digunakan dalam Praktik Kerja Lapangan (PKL) di BBPBL Lampung adalah metode observasi. Metode observasi merupakan analisis yang dilakukan dengan melaksanakan pengamatan, dan kegiatan (Loeb et al., 2017).
Selain itu juga dilakukan pengumpulan data primer dan sekunder. Analisa data yang telah didapat akan dianalisis dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif akan mengidentifikasi fenomena dari topik yang diteliti.
1.6 Pengumpulan data primer
Data primer dikumpulkan dengan melakukan kegiatan yang dilangsungkan pada instansi kerja tersebut. Data primer yang diambil dalam manajemen pembenihan ikan bawal bintang meliputi pematang gonad induk, proses pemijahan, penetasan telur, pemeliharaan larva, pemeliharaan benih, dan produksi pakan alami. Hasil akhir yang diperoleh adalah tingkat fekunditas, tingkat penetasan, dan tingkat kelulushidupan.
1.7 Pengumpulan data sekunder
Data sekunder diperlukan dalam mendukung data data yag diperoleh dari hasil kegiatan dan sumber publikasi pustaka serta kegatan wawancara di Balai Besar Perikanan Budidaya Perikanan Laut, Lampung.
1.8 Fertilized Rate
Pengukuran FR dilakukan dengan menggunakan
saringan untuk menghitung telur yang dihasilkan dan telur yang terbuahi. Telur
yang tebuahi memeiliki karakteristik dari telur yang tidak tebuahi. Telur tidak baik akan mengendap di dasar wadah saat aerasi dimatikan. Perhitungan dilakukan di wadah dengan sampling. Menurut Larasati et al. (2017), FR dihitung dengan rumus sebagai berikut.
1.9 Hatching Rate (HR)
Hatching rate atau tingkat penetasan dilakukan dengan menghitung telur yang ditetaskan dan larva yang menetas. Berdasarkan Larasati et al. (2017), HR dihitung dengan rumus sebagai berikut.
1.10 Survival ate (SR)
Survival rate atau tingkat kelangsungan hidup larva yang dilakukan selama pemeliharaan dilakukan dengan menghitung jumlah larva pada awal pemelihraan dan akhir pemeliharaan. Menurut Larasati et al. (2017) rumus SR adalah sebagai berikut.
SR = 𝑁𝑡
𝑁𝑂
Keterangan:
SR = Kelulushidupan (%)
Nt = Jumlah larva yang hidup pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah larva pada awal pemeliharaan (ekor)
v 1.11 Waktu dan Tempat
Praktik Kerja Lapangan ini dilakusanakan pada tanggal 18 Januari 2023 hingga 28 Februari 2023 yang berlokasi di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut, Lampung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Bawal Bintang
Ikan bawal bintang merupakan ikan golongan tulang sejati yang termasuk kedalam golongan carangidae (Ebeneezar et al., 2020). Ikan carangidae merupakan ikan yang dibedakan dari 2 duri pada sirip anal pertama dan adanya scute pada linea lateralis, namun pada trachinotus blochii tidak memiliki scute (smith-Vaniz., 1999). Pada Genus Trachinotus, dapat dibedakan dari duri pada posterior – sirip anal . Selain itu genus Trachinotus sp juga memiliki gigi yang ukurannya kecil (Tuncer et al., 2020) atau villiform (Smith-Vaniz and Walsh 2019).
Taksonomi ikan bawal bintang adalah sebagai berikut. (SNI 7901.3, 2013) Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata Class : Actinopterygii Order : Perciformes Family : Carangidae Genus : Trachinotus
Species : Trachinotus blochii
Morfologi ikan bawal bintang yang merupakan genus trachinotus memiliki ciri utama yang mudah dibedakan dari spesies di genus tersebut. Hal ini terlihat dari warna yang putih mengkilat (silver) dibagian bawah dan cenderung agak gelap di bagian atas dengan warna kuning pada siripnya. Selain itu tidak adanya spot pada bagian linea lateralis yang muncul pada spesies lain seperti pada
vii
Trachinotus baillonii, Trachinotus botla dan Trachinotus copperingi (Smith-Vaniz and Walsh., 2019). Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) juga dapat dibedakan dari tidak adanya scutes di sepanjang linea lateralis dekat ekor (smith-Vaniz., 1999). Bagian ekor ikan ini menjadi salah satu fitur utama, karena bentuknya yang forked atau cagak (Hoang 2020).
Bawal bintang memiliki bentuk badan yang terlihat oval di bagian depan dan memanjang di bagian belakang ke ekor dan badannya memipih. Berdasarkan jumlah duri, pada sirip punggung terdapat sekitar 18-23 dan sirip perut sekitar 16- 20. Pada bagian sirip pelvic berukuran lebih pendek dari sirip pectoral. Tulang predorsal pertama berbentuk oval (Smith-Vaniz 1999). Rahang dari ikan ini terlihat rendah dengan posisi mulut yang sub terminal.
Gambar 1. Ikan bawal bintang (Trachinotus blochii).
(Sumber: Dokumentasi Pribadi 2023) 2.2 Habitat Ikan Bawal Bintang
Habitat Ikan bawal bintang merupakan ikan yang mendiami perairan dengan ekosistem padang lamun dan ekosistem sekitarnya seperti daerah pesisir (Irawan et al., 2021). Ikan pelagis yang satu ini juga hidup di daerah inshore. Daerah inshore memiliki karakteristik substrat berpasir dan arus yang bergerak secara
konstan yang dapat memberikan proteksi khususnya dari predator (Junior et al., 2018). Distribusi paling banyak ditemui pada kedalaman rendah. Wilayah penyebaran geografis Trachinotus sp terbilang sangat luas karena mendiami hampir seluruh perairan khususnya pada samudera indo-pacific (Ebeneezara et al., 2019), samudera hindia (Sun et al., 2022), Asia (Hoang 2020) dan mediterania (Liu et al., 2019).
Biasanya ikan akan secara berkelompok hidup dan pada saat dewasa akan menjadi soliter. Pada saat juvenile ikan cenderung bergerak ke wilayah yang salinitas lebih rendah dengan substrat yang karakteristiknya berpasir. Hal ini dilakukan oleh larva T. carolinus yang berkembang di wilayah salinitas tinggi selama 1 bulan baru kemudian ikan akan berpindah ke wilayah near-shore (Weirich et al., 2021).
2.3 Siklus Hidup Ikan Bawal
Siklus hidup ikan bawal bintang pada dasarnya sama dengan siklus hidup ikan secara umum. Hal ini dimulai dari produksi telur oleh indukan yang memiliki ukuran antara 30-45 cm (Putra et al., 2018). Telur akan dihasilkan dari proses pemijahan. Kemudian telur menetas dan berkembang menjadi larva. Berdasarkan Weirich, et al., (2021) pemijahan T. carolinus yang dilakukan dengan sistem RAS, induksi hormone dan manipulasi periode pencahayaan menghasilkan 234.000 - 302.000 telur yang dihasilkan spesies bawal bintang (T. blochii).
Larva yang baru menetas akan masih membawa cadangan makanan (yolk sac). Ukuran dari kuning telur dapat mempengaruhi daya tahan larva karena hal ini berkaitan dengan jumlah asupan makanan yang dibutuhkan (Ariska dan Irawan 2018). Pada stadia post larva, ikan bawal bintang sudah dapat memakan pakan
ix
alami seperti rotifer, naupli artemia, dan naupli artemia yang telah di perkaya dengan Nannochloropsis sp (Ma et al., 2018). Setelah sekitar 1-2 bulan ikan akan berkembang menjadi juvenil Ikan mulai dapat dipindahkan ke kolam penggelondongan. Kolam dapat ditempatkan pada land base tank konikel.
Berdasarkan Tran et al., (2021) menyatakan bahwa pemeliharaan larva T. blochii dapat dilakukan dengan sistem RAS dengan tank ukuran 250 L dapat menampung sekitar 1000 ekor m⁻³ sehingga dapat memaksimalkan output. Setelah ukuran ikan cukup besar untuk dipelihara dalam KJA maka dilakukan pembesaran.
Pembesaran bawal bintang dilakukan paling tidak selama 5-6 bulan, baru dapat dipanen dengan panjang mencapai 25 hingga 30 cm (Hidayat et al., 2019).
2.4 Teknik Pemijahan Ikan Bawal 2.4.1 Pengelolaan Induk Bawal Bintang
Indikator keberhasilan mendapatkan benih unggul yakni penggunaan induk yang baik dan memiliki tingkat pertumbuhan yang unggul pula dalam satu komunitas tersebut. Sehingga diperlukan upaya upaya untuk mendapatkan indukan yang sehat dan pertumbuhan yang optimal, salah satunya dengan manipulasi pakan, lingkungan dan manipulasi perod cahaya. Pakan yang diberikan bagi indukan sebaiknya memiliki kandungan lemak esensial baik seperti PUFA (DHA, dan EPA). EPA dan DHA dapat mensintesis hormone steroid yang berperan penting dalam kematang gonad (Xu et al., 2017). Selain itu asam lemak EPA, dan DHA membantu proses vitelogenesis (Ferosekhan et al., 2021).
Kualitas air dapat menjadi faktor pembatas dalam usaha budidaya (Zhang et al., 2020.
Morfologi reproduksi dari ikan bawal bintang matang gonad secara kasat mata hampir sulit dibedakan. Namun agar penentuan ikan yang telah matang gonad dapat efektif diketahui, maka dilakukan pemeriksaan sekunder. Pada ikan jantan, apabila telah mencapai kematang gonad maka akan mengeluarkan cairan putih saat distripping (Putra et al., 2018). Ikan betina yang matang gonad dapat ditentukan dari ukuran telur yang dihasilkan. Telur ini dapat diambil melalui selang kanula dan ukuran telur yang matang gonad umumnya telah diatas 500 μm (Weirich et al., 2021). Ukuran indukan umumnya lebih besar indukan betina, dengan bobot 2 sampai 2,5 kg dan untuk jantan 1 hingga 1,7 kg (Putra et al., 2018).
2.4.2 Pemijahan Ikan Bawal Bintang
Proses pemijahan perlu dilakukan secara benar dan tepat agar memberikan hasil yang maksimal. Pemijahan ikan bawal bintang dimulai dari induk yang telah matang gonad akan dicek kondisi gonadnya. Hal ini dilakukan dengan melihat kualitas telur dengan selang kanula (betina) dan dengan metode striping (jantan).
Pemijahan ini dapat dilakukan secara alami atau buatan. Pemijahan buatan umum dilakukan pada instalasi besar yang memiliki sarana yang lebih lengkap dan mumpuni. Namun tak terhalang kemungkinan bahwa di skala yang lebih kecil melakukan pemijahan buatan. Hal ini dikarenakan bila dilihat dari efektivitasnya pemijahan buatan dinilai lebih efektif dan efisien (Mukti et al., 2019).
Pemijahan alami dilakukan dengan menempatkan ikan dalam kolam pemijahan yang kondisinya sesuai dengan kondisi alamiahnya tanpa ada bantuan dari manusia. Pemijahan buatan dilakukan dengan memasukan input perangsang seperti penyuntikan hormon (Ovaprim, hCG, dll) untuk mempercepat proses
xi
pemijahan. Hormon hCG memiliki kemampuan merangsan steroidogenesis (Putra et al., 2017). Penyuntikan ini dilakukan secara bertahap dengan frekuensi 2 kali.
Penelitian yang dilakukan oleh Putra et al., (2018) selang waktu penyuntikan hormon pertama dan kedua pada pemijahan bawal bintang sekitar 24 jam dengan waktu latensi sekitar 11 jam. Kemudian saat ikan setelah memijah, maka dilakukan pengumpulan telur. Telur dikumpulkan dengan egg collector pada saluran keluarnya air. Penyaringan ini dengan menggunakan hapa dengan mesh size 500 μm. Telur yang terkumpul kemudian, diambil dan diletakkan pada bak bak penetasan.
2.5 Pakan Ikan Bawal Bintang
Ikan bawal bintang merupakan organisme omnivor dimana umumnya mengkonsumsi alga, ikan kecil dan udangan udangan. Larva ikan bawal bintang dapat diberi asupan mikroalga seperti Nannochloropsis sp dan rotifera serta artemia Kelebihan rotifer sebagai pakan alami, yakni menyediakan sumber pangan yang komplit karena ukuran dan nutrisi yang dikandungnya dapat memenuhi kebutuhan larva (Imani et al., 2019). Kebutuhan gizi dari larva bawal bintang di tiap tahap perkembangannya memiliki relevansi yang berbeda. Pada larva bawal bintang umur 10 hari, membutuhkan kandungan pakan dengan protein 55% dimana hal tersebut lebih besar dari larva bawal bintang umur 30 hari yakni sekitar 46% (Tran et al., 2021). Setakat dengan hal tersebut maka feeding regime yang baik diperlukan dalam manajemen pemeliharaan larva. Berdasarkan Ma et al. (2018), larva bawal bintang umur 2 hingga 12 hari dapat diberi Rotifer (Brachionus sp) 10-20 ekor L⁻¹ dan larva umur 11 hingga 27 hari dapat diberikan
naupli artemia 200 ekor L⁻¹ dengan penambahan jumlah naupli artemia seiring perkembangan umur larva.
Pada stadia juvenil hingga dewasa dapat diberikan pakan komersial seperti pellet. Selain itu dapat diberikan pakan segar seperti moluska, dan krustasea kecil (Weirich et al., 2021). Pemberian pakan dilakukan dengan FR 2-3% bobot. Pakan 1ellet komersial juga dapat diperkaya dengan enzim yang dapat memberikan efek positif. Diketahui bahwa pellet yang dicampur dengan enzim fitase mengantarkan laju pertumbuhan yang meningkat hingga 5,89% (Siburian et al., 2019). Pakan yang diberikan untuk indukan biasanya memiliki tambahan lemak baik seperti EPA/DHA yang ada pada minyak cumi sehingga berefek positif dalam percepatan pertumbuhan gonad. Pemeliharaan induk dapat diberikan ikan rucah ataupun 1ellet dengan frekuensi 2 kali sehari (Putra et al., 2017). Dosis pemberian pakan diberikan 7% dari bobot ikan (Liu et al., 2019).
2.6 Hama dan Penyakit
Penyakit pada ikan sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan, kultivan, dan vector parasite itu sendiri (Moreira et al., 2021). Dengan mengetahui ketiganya ini dapat memberikan acuan pada diagnosis penyakit yang dialami oleh kultivan dan melakukan kegiatan pencegahan dan pengobatan untuk mengurangi resiko penyebaran yang lebih luas. Namun sebelum itu perlu diketahui beberapa hama dan penyakit yang umum menyerang ikan bawal bintang.
Penyakit yang umum menimpa indukan bawal bintang salah satunya parasit seperti monogenea merupakan salah satu masalah yang menjadi tantangan bagi para pembudidaya bawal bintang. Parasit yang satu ini bertanggung jawab atas banyak kematian pada kultivan yang terinfeksi. Hal ini dikarenakan monogenea
xiii
seperti Neobenedenia girellae menyebabkan luka karena menempel pada inang (Nam et al., 2020). Gejala kultivan yang terinfeksi yakni seperti letalergi, adanya luka, inflamasi, dan insang berwarna lebih pucat serta abnormal berenang.
Perendaman dengan air tawar dan acriflavin diketahui dapat membantu mengobati infeksi.
Penyakit dari golongan virus yang menyerang bawal bintang adalah iridovirus (Amanu et al., 2016). Penyakit ini memberikan persentase kelulushidupan yang sangat indah apabila telah terinfeksi. Kemunculan gejala eksternal yang jarang karena tidak mengakibatkan lesi menyebabkan sulit dideteksi. Gejala lainnya pada ikan yang terinfeksi yaki abnormalitas gerakan renang, letalergi, badan menjadi lebih gelap, dan pembengkakan limpa serta kematian mendadak.
2.7 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diukur meliputi DO,pH, salinitas, suhu dan ammonia. Pengukuran kualitas air dilakukan dengan interval 2 kali pada pagi dan sore.
2.8 DO
DO atau dissolved oxygen dapat diukur dengan Water Quality Checker (WQC) (Putra et al., 2017). Penggunaan WQC dapat dilakukan dengan proses kalibrasi dan pengaplikasian pada media pemeliharaan. Proses kalibrasi perlu dilakukan untuk menyesuaikan alat yang digunakan dengan tujuan menghasilkan nilai yang akurat dan mengurangi ketidakpastian perhitungan. Hal ini dilakukan dengan cara mencelupkan detector pada larutan kalibrasi. Alat yang telah dikalibrasi dapat digunakan kedalam media budidaya.
2.9 Potensial Hidrogen (pH)
Pengukuran pH dilakukan dengan mengggunakan pH meter (Desmira et al., 2018). Penggunaan pH meter dilakukan dengan mencelupkannya di air tawar terlebih dahulu agar lebih akurat. Setelah itu dapat di uji pada media di kolam budidaya dengan memasukan alat ke kolam.
2.10 Salinitas
Pengukuran salinitas dapat dilakukan dengan refraktometer (Li et al., 2018). Cara penggunaan refraktometer adalah dengan melakukan kalibrasi.
Klaibrasi dilakukan dengan meneteskan air tawar paad detector. Kalibrasi dengan air tawar akan mengatur tanda pada 0 satuan, yang berarti salinitas 0 atau tawar dan siap digunakna. Selanjutnya, alat yang telah dikalibrasi dapat digunakan dengan meneteskan air pada kolam ke detekor kemudian ditutup dengan penutup yang sudah tersambng dengan alat tersebut. Salinitas dapat di ukur dengan meneropong refraktometer dan melihat jarum menunjuk pada salinitas tertentu.
Setelah selesai digunakan, maka perlu dilakukan kalibrasi kembali dengan air tawar.
2.11 Suhu
Suhu dapat diukur dengan Water Quality Checker (WQC) Demetillo et al.
(2019). Hal ini dilakukan dengan mencelupkan detector pada kolam, kemudian menyalakan alat. Alat tersebut akan membaca suhu yang ada pada kolom air.
xv BAB III
TINJAUAN UMUM TEMPAT PKL
3.1 Sejarah Berdirinya Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung merupakan Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan Perikanan, yang didirikan pada awal tahun 1982 dalam bentuk Proyek Pengembangan Teknis Budidaya Laut. Balai Budida ya Laut (BBL) Lampung secara resmi disahkan pada tanggal 5 Agustus 1986 berdasarkan SK Menteri Pertanian No.347/KPTS/OT.210/8/1986 yang di tetapkan berdasarkan menteri SK Menteri Pertanian No.347/KPTS/OT.210/5/1994 tanggal 6 Mei 1994 dan disempurnakan lagi dengan SK Menteri Kelautan dan Perikanan No.26F/MEN/2001.
Tanggal 1 Januari 2006 Balai Besar Perikanan Budidaya Laut Lampung yang sebelumnya bernama Balai Budidaya Laut berubah menjadi Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.07/MEN/2006 tentang organisasi dan tata kerja BBPBL Lampung dan pada tanggal 3 Februari tahun 2014 berdasarkan menteri kelautan dan perikanan Republik Indonesia No. 6/PERMEN-KP/2014 Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung kembali berubah menjadi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut hingga sekarang.
3.2 Visi dan Misi BBPBL Lampung
Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung elah menetapkan visi, misi, dan tujuan sebagai berikut:
3.2.1 Visi
Visi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung pada pembangumn sektor perikanan adalah mewujudkan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung sebagai institusi rujukan nasional utama dalam pengembangan teknolog budidaya laut.
3.2.2 Misi
Misi Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung adalah menghasilkan teknologi budidaya hut yang adaptif guna mendukung peningkatan produksi perikananbudidaya.
3.3 Sarana dan Prasarana
Kegiatan produksiBalai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung didukung oleh beberapa sarana dan prasarana pokok yang menunjang kelancaran kegiatan yaitu: kantor, unit pelayanan publik, divisi budidaya, divisi perbenihan, laboratorium kesehatan ikan dan lingkungan, laboratorium kualitas air, laboratorium ikan hias, laboratorium kuda laut, empat unit gudang pakan, tandon air laut, tandon air tawar, rumah filter, pos satuan pengamanan, tiga unit asrama, 44 unit perumahan karyawan, koperasi, masjid, ruang pelatihan, perpustakaan, toilet, area parkir, gedung auditorium seluas 504 m2, tiga unit rumah blower 6 m2, ruang uji kompetensi dan rumah generator.
3.4 Alat
Alat yang diperlukan dalam kegiatan pembenihan bawal bintang pada Praktek Kerja Lapangan disusun pada Tabel.
xvii
Tabel 1. Alat yang Digunakan dalam Praktek Kerja Lapangan
NO ALAT KEGUNAAN
1. Bak pemeliharaan induk Wadah pemeliharaan induk 2. Bak pemeliharaan larva Wadah pemeliharaan larva 3. Bak pendederan Wadah pemeliharaan benih 4. Bak pakan alami Wadah pemeliharaan pakan alami
5. Timbangan Alat pengukurat berat
6. Tandon Alat penampung air yang sudah di filtrasi 7. Sistem filter Alat penyaring air
8. Aerator Alat penambah oksigen dalam air 9. Water Quality Checker Alat pengukur DO dan suhu 10 Refraktometer Alat pengukur salinitas
11. pH meter Alat pengukur pH
12. Ammonia test kit Alat pengukur ammonia
13. Scoop net Alat pencaduk
14. Selang aerasi Alat penyalur oksigen
15. Batu aerasi Alat mengeluarkan gelembung oksigen 16. Egg collector Alat pengumpul telur
17. Filter bag Alat penyaring air yang masuk ke bak pemeliharaan
18. Plastik penutup bak Alat untuk mempertahankan suhu pada bak larva
19. Ember Alat menampung pakan alami
20. Gayung Alat menuang pakan alami
21. Sikat Alat untuk membersihkan bak
xix BAB IV
PELAKSANAAN PKL 4.1 Persiapan Kolam
Berdasarkan pembenihan ikan bawal bintang (Trachinotus blochii) pada kegiatan Praktek Kerja Lapangan di BBPBL Lampung dapat dijabarkan bahwa kolam yang digunakan adalah kolam fiber bulat yang berukuran diameter 3,5 m dan tinggi 1,6 m yang berkapasitas 15,4 m³. Kolam diletakkan pada ruangan dengan atap dan dilengkapi dengan pipa inlet dan outlet serta di gunakan penutup jaring dengan mata jaring 2 in.
Gambar 2. Kolam ikan bawal (Sumber :Dokumentasi pribadi 2023)
Persiapan kolam untuk pemeliharaan induk dilakukan dengan menyurutkan air kemudian membersihkan lumut yang ada pada dinding dan dasar kolam menggunakan sikat. Kolam yang sudah bersih dari lumut kemudian di desinfeksi menggunakan kaporit dengan dosis 100 sampai 250 mg L⁻¹.
Penggunaan kaporit kolam dilakukan dengan melarutkannya pada wadah ukuran 20 L kemudian dibasuhkan ke dinding dan dasar kolam tersebut. Kolam yang sudah diberikan kaporit kemudian didiamkan selama satu hari. Setelah itu kolam
18 disikat dan dibilas agar dinding dan dasar kolam bebas dari kaporit. Pengisian air dapat dilakukan setelah kolam di Diamkan selama satu hari setelah penyikatan tersebut. Kolam yang sudah bersih dilakukan pengisian air sebanyak 80% dari kapasitas kolam. Aerasi dipasang di 10 titik berbeda pada tiap kolam dan air harus dialirkan selama 24 jam dengan debit air 1 L detik⁻¹.
Kolam indukan dilengkapi dengan pipa yang mengalirkan telur ke bak penampungan telur. Pipa tersebut berukuran 2 in dengan panjang sekitar 1 m. Pipa yang mengalirkan telur dipasang dengan ketinggian 1,3 m diatas dasar kolam.
Pada kolam penampungan telur memiliki saluran yang berasal dari kolam induk dan saluran outlet. Wadah penampungan telur menggunakan kolam beton dengan ukuran 0,8 m × 0,8 m × 1 m. Dalam kolam penetasan telur dipasang egg collector atau pengumpul telur yang berukuran 80 cm × 50 cm × 55 cm. Egg collector yang digunakan memiliki kerapatan mata jaring 300 - 400 µm
4.2 Seleksi Calon Induk
Berdasarkan kegiatan pembenihan ikan bawal bintang pada Praktik Kerja Lapangan di BBPBL Lampung, Kegiatan seleksi calon induk dilakukan dengan merujuk pada kriteria tertentu. Calon induk yang diseleksi dalam kondisi yang sehat, tidak cacat dan dan sudah menunjukkan tanda-tanda adanya kematangan gonad. Kegiatan seleksi dimulai dari pemilihan ikan yang ada pada keramba jaring apung. Jaring keramba akan di diangkat sebagian agar memudahkan dalam pengambilan calon indukan untuk selanjutnya dipindahkan pada bak pembiusan.
Pada bak pembiusan digunakan bak fiber bulat yang diisi dengan air laut yang ditambah dengan minyak cengkeh. Ikan yang berasal dari keramba kemudian dimasukkan ke dalam bak fiber tersebut dan ditunggu selama beberapa menit agar
xxi
ikan lebih tenang sehingga mempermudah melihat kematangan gonad ikan. Induk betina yang diseleksi memiliki ciri tubuh yakni perut bagian bawah terlihat membesar dan lembek saat ditekan. Induk jantan memiliki ciri tubuh yang lebih lonjong dibandingkan induk betina dan saat di stripping keluar cairan. Setelah ikan diseleksi kemudian dilakukan pemeliharaan induk.
Gambar 3. Induk ikan bawal (Sumber: Dokumentasi Pribadi 2023)
Tabel 3. Hasil Rata - Rata Pengukuran Panjang dan Berat Calon Induk
NO Parameter Jantan Betina
1. Panjang (cm) 45 47
2. Berat (kg) 1,3 1,7
4.3 Pemeliharaan Induk
Berdasarkan kegiatan pembenihan ikan bawal bintang pada Praktik Kerja Lapangan di BBPBL Lampung, indukan dipelihara dalam bak fiber dengan kepadatan 3 - 4 kg m³. Pada kolam pemeliharaan induk jantan dan betina terdapat perbandingan 3 : 2 ekor. Indukan ini sebelumnya telah diseleksi dari keramba
jaring apung. Pada pemeliharaan induk, pemberian pakan dilakukan selama dua kali sehari yakni pada pagi 08.00 dan siang hari 14.00. Induk diberi pakan buatan berupa pelet dan pakan segar berupa cumi. Kandungan nutrisi pada pelet sangat menentukan dari kualitas gonad induk tersebut.
Gambar 4 Pakan indukan ikan bawal bintang (Sumber: Dokumentasi Pribadi 2023)
Pengaturan kualitas air pada pemeliharaan induk bawal bintang dilakukan dengan menggunakan sistem flow through atau air mengalir. Pada sistem air mengalir, pipa inlet akan terus mengalirkan air dan pipa outlet akan terus menjaga.
4.4 Teknik Pemijahan 4.4.1 Seleksi Induk
Kegiatan seleksi induk dilakukan untuk melihat kematangan gonad pada induk bawal bintang. Kematangan gonad pada ikan bawal bintang, dilakukan dengan melihat lubang genital pada induk jantan dan betina. Namun hal ini perlu diperhatikan dengan cermat, karena lubang genital ini tidak dapat dilihat secara langsung karena tertutup di bagian bawah perut ikan. Oleh karena itu, perlu dilakukan stripping agar dapat dilihat dengan jelas. Hal pertama kali yang perlu dilakukan dalam kegiatan seleksi adalah menyiapkan alat dan bahan. Proses
xxiii
seleksi ini membutuhkan bak pembiusan dengan diberi minyak cengkeh sebanyak 30 ml dan scoopnet untuk memindahkan ikan. Ikan dari bak induk, dipindahkan ke dalam bak pembiusan menggunakan scoopnet. Ikan yang telah terbius akan terlihat terbalik dan pergerakannya melemah. Ikan yang telah terbius kemudian dilakukan pengamatan induk. Pada induk betina yang telah matang gonad, dapat dilihat dengan menggunakan kanulasi. Telur yang terambil dari selang kanula tersebut kemudian diidentifikasi. Telur yang yang baik akan terlihat seragam, berwarna kekuningan, dan terlihat tidak menggumpal. Induk jantan yang telah matang gonad akan dapat dilihat dari keluarnya cairan sperma berwarna putih saat dilakukan pengurutan.
Tabel 4. Hasil Rata - Rata Pengukuran Panjang dan Berat Induk
NO Parameter Jantan Betina
1. Panjang (cm) 58 61,5
2. Berat (kg) 4,1 4,3
4.2. Teknik Rangsangan
Kematangan gonad dapat dirangsang dengan pemberian pakan dan penyuntikan. Pakan yang ditambah dengan vitamin E dapat merangsang kematangan gonad. Pemberian pakan dengan vitamin E dilakukan selama 2 minggu sekali. Kematangan gonad juga dirangsang dengan proses penyuntikan.
Penyuntikan ini dilakukan dengan menginjeksi hormon hCG. Frekuensi penyuntikan dilakukan 2 kali dengan jeda tiap suntikan 24 jam. Penyuntikan pertama, induk akan diberi hormon sebanyak 100 IU kg⁻¹ dan pada penyuntikan kedua sebanyak 150 IU kg⁻¹.
4.4.3 Pemijahan Induk
Pemijahan akan terjadi setelah proses penyuntikan kedua. Penyuntikan dilakukan pada pagi hari, sehingga pemijahan terjadi pada malam hari atau selang 23 waktu sekitar 12 jam. Pemijahan dilakukan secara massal dalam 1 kolam.
Induk yang digunakan dalam pemijahan ini yakni sebanyak 6 ekor jantan dan 4 ekor betina. Pada proses pemijahan ini, ikan akan sangat peka terhadap rangsangan cahaya dari luar. Sehingga lampu pada ruangan pemijahan akan dimatikan. Ikan akan mengeluarkan telurnya pada malam hari dan telur tersebut akan mengambang pada kolom air. Oleh karena itu, pipa outlet pada bak induk akan mengalirkan telur telur yang telah dipijahkan ke bak penampungan telur yang telah dipasang egg collector.
4.4.4 Penetasan Telur
Berdasarkan kegiatan pembenihan ikan bawal bintang pada Praktik Kerja Lapangan di BBPBL Lampung, telur dipanen pada pagi hari yakni sekitar pukul 6.00. Telur yang telah terkumpul pada egg collector akan dipindahkan pada wadah penetasan (akuarium). Hal ini dilakukan dengan memasukan telur ke dalam ember berisi air dengan scoopnet. Proses ini perlu dilakukan secara teliti dan cepat agar telur tidak rusak dan tidak terbuang.
Gambar 5. Penetasan telur (Sumber: Dokumentasi Pribadi 2023)
xxv
Telur yang telah dipindahkan dari bak pemijahan kemudian dibawa ke hatchery dan dipindahkan dalam akuarium. Akuarium yang digunakan berukuran 100 L. Akuarium tersebut perlu dibersihkan sebelum digunakan. Akuarium 24 tersebut, sebelumnya harus telah berisi air dan diberi aerasi di beberapa titik.
Media untuk penetasan telur juga ditambahkan dengan Elbayaou yang memiliki kandungan Nifurstyrenat-Sodium. Telur yang terbuahi memiliki karakteristik berwarna transparan dan berbentuk bulat serta mengapung pada permukaan air.
Telur yang tidak terbuahi akan mengendap di dasar akuarium dan berwarna putih susu. Penyiponan telur yang tidak terbuahi dilakukan pada jam 9.00 atau sekitar 3 jam dari pemanenan telur. Telur yang tidak terbuahi akan ditampung dalam wadah dan diberi aerasi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan telur tersebut. Anggapannya adalah telur yang tersipon juga membawa telur telur yang terbuahi, sehingga dapat secara maksimal dalam memanen telur. Telur yang ditebar akan menetas dalam waktu 18 jam.
4.4.5 Fertilized Rate
Data jumlah telur terbuahi dapat diketahui dengan menghitung persentase telur terbuahi dari jumlah telur yang dihasilkan. Pengambilan data dilakukan secara acak pada 5 titik aquarium. Data perhitungan telur yang dihasilkan dan data jumlah telur yang terbuahi diambil pada jam diambil 12 jam setelah pemijahan berlangsung atau pada jam 08.00 WIB.
Tabel 5. Jumlah telur yang menetas NO Jumlah telur yang dihasilkan
(butir)
Jumlah telur yang terbuahi (butir)
FR (%)
1. 702.000 476.000 68
4.4.6 HR
Data derajat penetasan telur atau hatching rate dapat diketahui dengan menghitung persentase jumlah telur yang menetas dengan jumlah total telur yang terbuahi. Hasil HR tersaji pada tabel.
Tabel Hasil pengukuran Hatching Rate (HR).
NO Jumlah telur yang terbuahi (butir)
Jumlah telur yang menetas (butir)
HR (%)
1. 476.000 423.360 89
Berdasarkan hasil, dapat diketahui bahwa jumlah telur yang terbuahi sebanyak 476.000 butir dan jumlah telur yang menetas sebanyak 423.360 butir.
Oleh karena itu dapat diketahui nilai HR yakni 89 %.
4.4.7 Pemeliharaan Larva
Berdasarkan kegiatan pembenihan ikan bawal bintang pada Praktik Kerja Lapangan di BBPBL Lampung, kegiatan pemeliharaan larva dilakukan pertama kali adalah persiapan kolam. Kolam untuk larva menggunakan kolam beton dengan ukuran 5 m × 2m × 1m. Kolam yang akan digunakan, terlebih dahulu dibersihkan. Proses ini meliputi dari pembersihan dengan menyikat dinding dan dasar kolam, desinfeksi kolam, pembilasan dan pengeringan. Desinfeksi kolam, dilakukan dengan menggunakan kaporit 100 - 200 mg L⁻¹ yang dilarutkan dalam 20 L air tawar. Larutan kaporit tersebut kemudian di balurkan pada dinding dan dasar kolam. Kolam yang telah diberi kaporit di diamkan selama 24 jam dan kemudian kolam dibersihkan dan digosok dengan sikat. Setelah itu, kolam dibilas dengan air hingga kaporit hilang dan dikeringkan.
xxvii
Gambar 6. Kolam pemeliharaan larva (Sumber: Dokumentasi Pribadi 2023)
Kolam yang sudah bersih, selanjutnya diisi dengan air hingga ¾ volume kolam dan diberi aerasi di 28 titik berbeda. Kolam diberi antibiotik dengan dosis 5 mg L⁻¹ sebelum penebaran larva. Penebaran larva dilakukan saat telur setelah menetas secara sempurna. Telur yang menetas sempurna setidaknya memiliki umur di atas 20 jam. Penebaran dilakukan pada saat sore hari. Hari ini dilakukan dengan memindahkan telur dari wadah penetasan ke kolam pemeliharaan larva menggunakan baskom. Teknik pemindahan ini, dari baskom ke kolam pemeliharaan larva dilakukan dengan menenggelamkan terlebih dahulu ½ bagian 27 baskom ke dalam kolam kemudian memiringkannya ke salah satu sisi baskom dan menuangkannya perlahan. Setelah larva di tebar, pada bagian atas olam ditutupi oleh penutup plastik.
Pakan berikan pada larva saat kuning telur sudah habis. Pada larva DOC 1 (Day of Culture), pakan belum diberikan karena masih mengandal kuning telur.
Setelah larva DOC 2 (Day of Culture), diberikan rotifera jenis Brachionus plicatilis sebanyak 5 - 15 individu mL-1. Rotifera diberikan hingga larva berumur 15 hari dengan frekuensi sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Selama
hal tersebut, fitoplankton jenis Nannochloropsis sp juga perlu ditambahkan pada kolam larva sebagai pakan untuk rotifera. Nannochloropsis sp diberikan pada pagi dan sore hari sebanyak 8 - 16 L dengan kepadatan 300.00 - 500.000 sel mL⁻¹.
Pada larva DOC 11, diberikan naupli artemia hingga DOC 22 (Day of Culture).
Pemberian artemia dilakukan sebanyak 2 kali pada pagi dan sore hari. Pakan buatan baru akan diberikan saat larva DOC 11 dengan ukuran pakan buatan menyesuaikan bukaan mulut larva. Pada larva DOC 11 hingga DOC 17 diberikan pakan buatan dengan ukuran 198 um dan saat larva DOC 17 hingga DOC 21 diberikan pakan buatan ukuran 308 um. Pengamatan pertumbuhan larva dilakukan dengan sampling. Panjang Larva saat DOC 1 adalah 0,28 cm, pada DOC 5 28 adalah 0,33 cm, DOC 10 adalah 0,6 cm, DOC 15 adalah 0,64 cm dan DOC 20 adalah 1,04 cm.
4.4.8 Survival Rate (SR)
Data tingkat kelulushidupan dapat diketahui dengan menghitung persentase larva pada saat awal pemeliharaan dengan larva saat akhir pemeliharaan.
Tabel 6. Hasil Tingkat Kelulushidupan Larva No Jumlah larva yang hidup
pada awal pemeliharaan (ekor)
Jumlah larva yang hidup pada akhir pemeliharaan
(ekor)
SR (%)
1. 423.360 58.800 14
Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah larva pada awal pemeliharaan adalah 423.360 ekor dan pada akhir pemeliharaan yakni 58.800 ekor. Oleh karena itu, nilai tingkat kelulushidupan (SR) larva yakni 14 %.
xxix 4.4.9 Kualitas Air
Perhitungan nilai kualitas air dilakukan pada pagi hari yakni pukul 09.00 WIB. Pada bak induk, pengecekan kualitas air dilakukan selama 2 minggu sekali dan pada bak larva dilakukan 1 minggu sekali.
Tabel 7. Hasil Kualitas Air Kolam Induk
Parameter Nilai Referensi (SNI 7901-2-
2013)
Suhu (ºC) 29,9 28 – 32
pH 8,65 7,5 - 8,5
Salinitas 28,8 28 – 33
DO (mg L⁻¹) 5,62 Minimal 5
Tabel 8. Hasil Kualitas Air Kolam Larva
Parameter Nilai Referensi (SNI 7901-4-
2013)
Suhu (ºC) 28,6 28 - 32
pH 8,41 7,5 - 8,5
Salinitas 29 Minimal 28
DO (mg L⁻¹) 5,04 Minimal 5
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Persiapan Kolam
Persiapan kolam perlu dilakukan sebagai prosedur awal dalam proses pembenihan ikan. Proses persiapan kolam meliputi pembersihan kolam dan memasang alat pendukung yang dapat menunjang kegiatan pembenihan tersebut.
Kolam dibersihkan dari kotoran dan lumut serta hewan lain yang menempel pada dinding dan dasar kolam. Kegiatan pembersihan kolam bertujuan agar mencegah timbulnya penyakit dan menjaga kualitas air. Kolam yang sudah di bersihkan di desinfeksi menggunakan larutan kaporit. Larutan kaporit berguna dalam meminimalisir hewan atau tumbuhan penempel yang dapat menurunkan tingkat kualitas air. Kolam yang telah didesinfeksi kemudian dikeringkan selama 1 hari.
Tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan senyawa yang beracun (Mustajib et al., 2018).
Kolam yang telah dibersihkan kemudian dipasang alat alat penunjang dari kolam tersebut. Alat penunjang tersebut meliputi saluran inlet dan outlet. Saluran outlet terdapat 2 jenis, yakni outlet untuk pembuangan limbah yang ditempatkan pada bagian tengah dasar kolam dan outlet untuk mengumpulkan telur yang dihasilkan saat pemijahan yang dipasang di bagian atas dinding kolam.
Pemasangan outlet di bagian atas dinding kolam dikarenakan telur ikan bawal bintang akan mengambang di permukaan air, sehingga untuk memudahkan dalam proses pemanenan. Telur dari kolam indukan tersebut akan mengalir ke kolam penampungan telur. Kolam penampungan telur ikan bawal bintang ini perlu terhubung dengan kolam induk. Pada penelitian Kusumanti et al (2022), telur
xxxi
yang bersifat melayang dapar dipanen dengan metode resirkulasi sehingga telur dapat terbawa dari kolam induk ke kolam penampungan telur.
Pada kolam penampungan telur dipasang jaring atau egg collector. Jaring pada egg collector yang digunakan perlu menyesuaikan dari ukuran telur. Hal ini dikarenakan agar telur tidak terbuang karena ukuran diameter jaring yang terlalu besar. Media yang digunakan pada kolam indukan yakni menggunakan air laut yang telah diendapkan. Pengendapan ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas air. Proses pengendapan termasuk langkah awal yang penting dalam meminimalisir bibit patogen yang dapat menginfeksi kultivan (Akmal et al., 2020).
5.2 Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk merupakan proses yang meliputi manajemen wadah, pakan dan kualitas air. Indukan dipelihara dalam bak fiber dengan ukuran 15,4 m³ yang ditempatkan dalam ruangan semi outdoor. Pada kolam tersebut Induk jantan dan betina dipelihara dalam satu kolam yang sama dengan kepadatan yang berbeda-beda tergantung dari berat masing-masing ikan. Kepadatan kolam induk yang digunakan pada kegiatan pembenihan ini adalah 3 - 4 kg m⁻³. Rata-rata pada kolam induk memiliki perbandingan jantan dan betina yakni 3 : 2. Menurut SNI 7901-2-2013 bahwa kepadatan untuk calon induk ikan bawal bintang adalah 4 - 6 kg m⁻³. Pakan yang diberikan pada indukan perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas dari gonad. Indukan bawal bintang yang dipelihara diberi pakan buatan berupa pelet dan pakan segar berupa cumi. Selain itu pakan juga ditambahkan vitamin E dengan metode coating. Vitamin E merupakan salah satu vitamin yang dapat larut dalam lemak. Komponen mikronutrien seperti vitamin E
ini sangat diperlukan dalam pekan karena penting dalam sistem reproduksi. Selain perannya dalam sistem reproduksi vitamin E merupakan salah satu vitamin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan, sehingga dapat melindungi membran sel dan komponennya dari radikal bebas. Vitamin E yang ditambahkan dalam pakan berfungsi untuk meningkatkan kematangan gonad, mempercepat sekresi hormon reproduksi dan mengurangi stres (Tahapari et al,2019). Pada pakan indukan, kandungan protein yang diberikan cukup tinggi yakni 50%. Diketahui bahwa protein merupakan nutrisi esensial yang sangat penting dalam perkembangan vitelogenesis. Pada proses vitelogenesisberlangsung, protein bertanggung jawab dalam pertumbuhan oosit dan mensintesis protein khusus vitelogenin yang fungsinya untuk menyediakan suplaienergi pada embrio ikan (Chen et al., 2022).
Kualitas air dalam pemeliharaan indukan juga sangat penting karena dapat mempengaruhi kualitas hidup dari kultivan tersebut. Pada pemeliharaan indukan bawal bintang menggunakan sistem air mengalir. Sistem air mengalir adalah sebuah sistem yang digunakan dengan Mengalirkan air ke wadah pemeliharaan dan air tersebut akan langsung keluar dari wadah ke saluran outlet. Tujuan dari sistem ini adalah untuk meningkatkan kualitas air karena sisa-sisa metabolisme langsung dikeluarkan melalui outlet tanpa ada endapan yang dihasilkan pada dasar kolam. Sisa metabolisme sangat beracun bagi kultivan karena dapat menurunkan parameter kualitas air seperti oksigen. Berdasarkan pernyataan Setijaningsih dan Umar (2015) bahwa fungsi dari sistem air mengalir ini adalah untuk meningkatkan kandungan oksigen pada wadah pemeliharaan.
xxxiii 5.3 Seleksi Induk
Seleksi induk merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam pembenihan ikan karena dapat mempengaruhi hasil telur yang dihasilkan.
Pengamatan secara visual dapat dilakukan dengan mengamati bentuk tubuh dan karakteristik dari telur ataupun sperma. Pengamatan menggunakan mikroskop digunakan untuk mengetahui ukuran sel yang telah siap atau matang dan selanjutnya dapat memasuki proses pemijahan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Putra et al. (2018) karakteristik induk bawal bintang yang siap memijah adalah sebagai berikut.
5.3.1 Induk Betina
1. Memiliki bentuk tubuh yang membulat dan ukuran tubuhnya lebih besar daripada jantan.
2. Berdasarkan pengamatan secara visual, karakteristik telur yang dihasilkan oleh ikan yang siap memijah adalah Berwarna kekuningan dan terlepasnya antar telur serta cairan perekatnya akan lebih sedikit jika diraba.
3. Ukuran sel telur berdiameter maksimal 0,9 - 1,01 mm. Induk Jantan 1.
Memiliki bentuk tubuh yang ramping dan memanjang serta ukuran tubuhnya lebih kecil daripada betina. 2. Apabila di striping Akan keluar sperma berwarna putih dan apabila dipegang akan terasa lengket. 3.
Ukuran sel sperma yakni setelah memasuki tahap spermatozoa. ada proses seleksi induk, sebelumnya indukan bawal bintang harus dibius menggunakan larutan minyak cengkeh. Minyak cengkeh merupakan salah satu senyawa alami yang secara umum digunakan sebagai anestesi ikan (Malik et al., 2021). Diketahui bahwa anestesi menggunakan minyak
cengkeh dapat menenangkan ikan serta mengurangi aktivitas ikan tersebut.
Hal ini dikarenakan minyak cengkeh memiliki kandungan eugenol yang dapat berguna dalam fungsi anestetik (Madyowati et al., 2021)
5.4 Teknik Pemijahan
Teknik pemijahan yang dilakukan di BBPBL Lampung adalah pemijahan buatan. Pemijahan buatan merupakan pemijahan yang dilakukan dengan 34 memberikan induksi hormonal. Proses pemijahan akan berlangsung secara sendiri yang artinya ikan yang telah disuntik dengan hormon akan memijah dalam kurun waktu tertentu tanpa ada proses striping. Indukan bawal bintang akan diinduksi menggunakan hormon reproduksi. Tanda ikan yang telah matang gonad dapat dilihat dari lubang genital. Ciri indukan betina yang telah matang gonad dapat lihat ukuran telur menggunakan kateter. Pemijahan buatan dilakukan dengan menginduksi hormon hCG. Hormon hCG atau human chorionic gonadotropin merupakan hormon yang dapat menginduksi kematangan gonad dan proses ovulasi. Hal ini dikarenakan hormon HCG berperan dalam proses ovulasi akibat adanya hormon LH dan berperan dalam proses pematangan gonad akibat adanya hormon FSH (Putra dan Mutmainah 2019). Penyuntikan hormon pada induk ikan bawal bintang dilakukan di bagian belakang dari sirip depan. Pada penyuntikan pertama dilakukan pada pagi hari dan penyuntikan kedua juga dilakukan pada pagi hari. Terdapat selang waktu 1 hari dari penyuntikan 1 dan 2. Waktu latensi ikan yang telah disuntik dosis kedua adalah sekitar 12 jam. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putra et al. (2018) bahwa hormon hCG Memiliki hasil fekunditas terbaik di antara hormon WOFA-FH dan Ovaprim serta hCG Polaris dalam pemijahan ikan bawal bintang.
xxxv 5.5 Penetasan Telur
Penetasan telur ikan bawal bintang akan terjadi Sekitar 24 jam dari proses pemijahan. Penanganan telur yang dihasilkan tersebut perlu dilakukan agar mengurangi tingkat kegagalan dalam kegiatan pembenihan tersebut. Hal ini dilakukan dengan mengelola kualitas air yang nantinya akan digunakan dalam 35 proses penetasan telur. Telur yang telah dipanen kemudian dimasukkan ke dalam wadah akuarium ukuran 100 liter dengan kondisi kualitas air yang optimal.
Kualitas air pada media untuk penetasan telur perlu dalam kondisi optimal. Hal ini dikarenakan apabila kualitas air kurang baik maka dapat menurunkan kualitas telur tersebut. Menurut penelitian Ariska dan Irawan (2018) bahwa telur ikan bawal bintang sangat sensitif terhadap adanya suhu air yang berfluktuatif dan tingkat toleransi terhadap perbedaan suhu lingkungan rendah.
Karakteristik telur yang terbuahi berwarna transparan dan mengapung dalam air. Sedangkan telur yang tidak terbuahi memiliki karakteristik berwarna putih dan tenggelam pada dasar wadah. Telur yang telah terbuahi tersebut perlu dipisahkan dari telur yang tidak terbuahi. Kondisi media selama proses penetasan telur, harus dalam kondisi yang selalu teraerasi. Suhu juga menjadi faktor yang penting dalam penetasan telur. Hal ini dikarenakan pada suhu tinggi, telur akan menetas namun dalam kondisi yang belum seharusnya menetas (prematur) sehingga tingkat kematian larva akan tinggi karena tidak dapat bertahan hidup (Muslim et al., 2021).
5.6 Fertilized Rate
Berdasarkan hasil yang telah didapat pada kegiatan pembenihan, telah diketahui nilai derajat pembuahan atau fertilized rate. Metode yang digunakan
untuk mengetahui nilai derajat pembuahan adalah dengan mengamati menghitung jumlah telur yang dihasilkan. Pengamatan telur yang terbuahi dan telur yang tidak terbuahi dapat diketahui dengan melihat karakteristik telur tersebut. Telur yang telah terbuahi memiliki karakteristik mengambang di permukaan dan telur yang tidak terbuahi akan berada pada dasar wadah. Hasil perhitungan dari jumlah telur yang dihasilkan adalah 702.000 butir telur. Perhitungan jumlah telur yang terbuahi adalah 476.000 butir telur dan jumlah telur yang tidak terbuahi adalah 226.000 butir telur. Nilai FR yang dihasilkan dari perbandingan jumlah telur yang dihasilkan dengan jumlah telur yang terbuahi adalah 68%. Menurut SNI 7901-2- 2013 Bahwa nilai derajat pembuahan minimal adalah 70%.
Nilai FR dapat dipengaruhi salah satunya oleh tingkat stress yang dialami indukan sebelum proses pemijahan. Pada kegiatan pemijahan yang dilakukan pada ada praktek kerja lapangan ini didapatkan bahwa sebelum pemijahan dilakukan indukan ikan bawal bintang mengalami proses tagging. Proses tagging yang Dimaksud adalah proses memotong sedikit pada bagian ekor untuk menandai ikan bawal jantan dan betina. Selain itu sebelum pemijahan ikan mengalami penyuntikan hormon. Pada kedua kegiatan tersebut dilakukan tidak serentak namun terdapat jeda beberapa hari. Hal ini menyebabkan indukan mengalami stress sebelum pemijahan. Menurut pernyataan Tortolero et al. (2016) bahwa respon stres seperti menurunnya derajat pembuahan dapat terjadi akibat penyuntikan hormon.
5.7 Hatching Rate
Berdasarkan hasil yang telah didapat dari kegiatan pembenihan dapat diketahui nilai derajat penetasan telur atau hatching rate ikan bawal bintang.
xxxvii
Metode yang digunakan untuk mengetahui nilai hatching rate adalah dengan membandingkan nilai jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang terbuahi. Pengamatan pada jumlah telur yang menetas dilakukan dengan mengambil sampel larva pada wadah kemudian diamati menggunakan mikroskop.
Selain itu pengamatan pada telur yang menetas dapat diketahui dari 2 jam setelah pemijahan. Larva ikan bawal bintang akan menetas setelah 20 jam setelah pemijahan. Hasil perhitungan nilai Hatching Rate yang didapat adalah 89%.
Menurut SNI 7901-2-2013 bahwa nilai derajat penetasan minimal adalah 80%.
Nilai HR dapat dipengaruhi oleh kualitas dari telur yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil, nilai HR tergolong tinggi apabila dibandingkan dengan standar minimal yang tercantum pada SNI 7901-2-2013. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas telur adalah nutrisi yang diberikan selama proses pemeliharaan induk sampai pemijahan. Pakan yang didukung dengan penambahan suplemen vitamin dapat meningkatkan kualitas dari telur tersebut . Pakan yang baik dalam proses perkembangan induk yakni mengandung Protein lebih dari 50%, lemak 10 sampai 25% dan karbohidrat 16 sampai 20% serta berbagai macam vitamin dan mineral. Pakan dengan nutrisi yang yang baik akan dapat meningkatkan kualitas dari telur tersebut sehingga memiliki daya tetas yang baik dan larva yang dihasilkan dalam keadaan yang sehat (Ochokwu and Oshoke, 2015).
5.8 Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva menjadi salah satu kegiatan yang sangat penting karena pada stadia larva, merupakan stadia kritis. Akibatnya tingkat kelulushidupan pada larva cenderung rendah. Pemeliharaan larva yang baik dan
sesuai dengan standar diharapkan dapat mampu meningkatkan tingkat kelulushidupan tersebut. Larva meliputi kegiatan pemberian pakan dan 38 pengelolaan kualitas air. Pakan pada larva diberikan setelah berumur lebih dari 1 hari. Larva berumur satu hari masih mengandalkan kuning telur. Pada larva umur dua hari pakan mulai diberikan sesuai dengan kebutuhan nutrisi dan bukaan mulut larva. Setelah larva DOC 2, diberikan rotifera jenis Brachionus plicatilis sebanyak 5 - 15 individu mL⁻¹. Pemberian Brachionus plicatilis Larva diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi setelah kuning telur tersebut habis. Keuntungan dari pemberian Brachionus plicatilis pada fase awal larva yakni memiliki pergerakan yang lambat dan dapat dicerna dengan mudah. Pada Larva berumur 11 hari diberikan naupli artemia dan pakan buatan. Naupli artemia yang digunakan sebagai pakan hidup Larva ikan bawal bintang memiliki kandungan nutrisi yang baik seperti kadar protein yang mencapai 50%, karbohidrat yang mencapai 15%
dan lemak mencapai 15 hingga 20% dapat mencukupi kebutuhan dari larva.
Pemberian naupli artemia pada Larva ikan bawal bintang dilakukan hingga larva berumur 22 hari. Pakan buatan yang diberikan pada larva umur 11 hari perlu menyesuaikan dari bukaan mulut. Pakan yang diberikan berukuran 198 µ.
Pemberian pakan buatan di umur Larva ke-17 hari dilakukan dengan pakan yang lebih besar ukurannya yakni 308 µ. Berdasarkan pernyataan Taufiqurahman et al.
(2017) bahwa pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan akan mengakibatkan lambatnya pertumbuhan dan kelulushidupan yang rendah sehingga perlu dalam manajemen pemberian pakan yang optimal.
Pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan larva meliputi penggantian air dan penyiponan. Pergantian air pada kolam larva dilakukan secara berkala dengan
xxxix
volume yang berbeda beda tiap tahapan perkembangan larva. Pada larva umur 1 - 6 hari tidak perlu melakukan pergantian air. Pergantian air akan dimulai pada saat 39 larva DOC 7. Pada saat larva umur 7 - 10 hari pergantian air dilakukan sebanyak 10 - 20 % yang dilakukan 2 kali sehari. Larva berumur 11 - 16 hari pergantian air sebanyak 50 - 75 % dan dilakukan satu kali sehari. Pada larva umur 17 - 22 hari, mulai menggunakan sistem air mengalir. Kegiatan penyiponan dilakukan 1 kali seminggu dari larva umur 12 hari. Kegiatan pergantian air ini dilakukan dengan membuang endapan kotoran pada dasar kolam agar lingkungan dalam kondisi optimal (Rasa et al., 2018).
5.9 Survival Rate (SR)
Tingkat kehidupan atau survival rate dapat diketahui dengan menghitung jumlah pada awal kegiatan dengan jumlah larva pada akhir kegiatan. Berdasarkan pengamatan jumlah larva yang hidup pada awal pemeliharaan didapatkan nilai 423.360 ekor dan jumlah larva yang hidup pada akhir pemeliharaan yakni 58.800 ekor. Didapatkan nilai SR yakni 14%. Menurut SNI 7901-4-2013 bahwa nilai tingkat kelulushidupan pada larva umur 25 - 30 hari minimal adalah 10%.
Tingkat kelulushidupan larva dari kegiatan pembenihan bawal bintang ini telah memenuhi ambang batas minimum dari standar yang telah dijabarkan. Nilai dari tingkat penghidupan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah pakan. Akan menjadi salah satu faktor penting dikarenakan pada fase Larva, merupakan tahapan yang kritis karena adanya peralihan dari endogenous feeding ke fase exogenous feeding. Endogenous feeding merupakan fase dimana ikan memperoleh pakan dari dalam tubuhnya sedangkan pada exogenous feeding merupakan fase dimana ikan memperoleh pakan dari luar tubuh. Pakan yang
diberikan harus sesuai dengan kebutuhan dari larva tersebut. Menurut pernyataan Agustina et al. (2015) bahwa Jenis pakan dan pergantian pakan pada larva perlu disesuaikan dengan umur dan ukuran larva tersebut karena apabila tidak sesuai maka pertumbuhan akan terganggu.
5.10 Kualitas Air
Berdasarkan kegiatan pembenihan yang telah dilakukan, dapat diketahui nilai kualitas air pada kolam pemeliharaan induk dan kolam pemeliharaan larva.
Pengukuran kualitas air dilakukan dua minggu sekali pada pagi hari. Hasil pengukuran pada kolam pemeliharaan induk yakni memiliki suhu 29,9 ℃ dan pada kolam pemeliharaan larva yakni 28,6 ℃. Nilai derajat keasaman pada kolam pemeliharaan induk adalah 8,605 dan pada kolam pemeliharaan larva adalah 8,41.
Nilai salinitas pada kolam pemeliharaan induk adalah 28,8 dan pada kolam pemeliharaan larva adalah 29. Nilai oksigen terlarut atau DO pada kolam pemeliharaan induk adalah 5,62 dan pada kolam pemeliharaan larva adalah 5,04.
Menurut SNI 7901-2-2013 parameter kualitas air yang optimal pada pemeliharaan induk yakni memiliki suhu 28 - 32 ℃, derajat keasaman 7,5 - 8,5, salinitas 28 - 33 dan oksigen terlarut minimal 5 mg L⁻¹. Pada SNI 7901-4-2013 parameter kualitas air yang optimal pada pemeliharaan larva yakni memiliki suhu 28 - 32 ℃, derajat keasaman 7,5 - 8,5, salinitas minimal 28 dan oksigen terlarut minimal 5 mg L⁻¹.
Nilai kualitas air dapat mempengaruhi pertumbuhan dari kultivan, salah satunya adalah oksigen terlarut. Nilai kualitas air yang dapat berubah dapat terjadi akibat adanya perubahan kondisi seperti penumpukan sisa pakan dan lainnya sehingga mempengaruhi nilai kualitas air tersebut. Oksigen terlarut pada badan air 41 perlu dalam rentang nilai yang optimal untuk mendukung dari proses
xli
metabolisme. Oksigen yang yang rendah akan mengakibatkan stres pada ikan sehingga berdampak pada aktivitas biologisnya. Menurut pernyataan Wafi et al.
(2021) bahwa nilai oksigen terlarut secara umum dipengaruhi oleh eh beberapa faktor yakni pH, temperatur dan salinitas.