• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEMPLATE-PENULISAN-MAKALAH-1 FILSAFAT ILMU

N/A
N/A
Indah Cahyani

Academic year: 2024

Membagikan " TEMPLATE-PENULISAN-MAKALAH-1 FILSAFAT ILMU"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

BERPIKIR ILMIAH

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu:

Dr. Yadi Fahmi Arifudin, M.Pd.I.

Oleh:

Kelompok 9

Farah Nurfadilah NPM. 2210631110024

Indah Cahyani NPM. 2210631110031

Nadiya Meila Farhah NPM. 2210631110043

KELAS 3B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) FAKULTAS AGAMA ISLAM (FAI)

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG TAHUN 2023

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. Yadi Fahmi Arifudin, M.Pd.I. sebagai dosen pengampu mata kuliah Filsafat Ilmu yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Karawang, 23 September 2023

Kelompok 9

(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Sub-CPMK...1

B Indikator...1

C Studi Kasus...1

BAB II PEMBAHASAN...2

A. Pembahasan 1...2

1 Sub bahasan dari bagian A...2

2 Sub bahasan dari bagian A...2

B. Pembahasan 2...3

BAB III PENUTUP...4

DAFTAR PUSTAKA...5

SOAL LATIHAN...9

DAFTAR GAMBAR

(4)

Gambar 1 Gambar di ambil dari Muslimah News...1

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. Sub-CPMK

1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar berpikir ilmiah.

2. Mahasiswa mampu memahami kewajiban berpikir dalam Islam.

3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi ciri-ciri yang membedakan berfikir ilmiah dari berfikir biasa.

4. Mahasiswa mampu memahami pengertian metode ilmiah.

5. Mahasiswa mampu menggambarkan peran bahasa, logika, matematika, dan statistika dalam berfikir ilmiah.

6. Mahasiswa mampu memahami perbedaan antara metode induksi dan deduksi.

7. Mahasiswa mampu memahami prinsip-prinsip yang harus diikuti dalam metode ilmiah.

8. Mahasiswa mampu memahami pentingnya penelitian ilmiah.

9. Mahasiswa mampu memahami langkah-langkah yang harus diikuti dalam metode ilmiah.

10. Mahasiswa mampu mengidentifikasi aspek-aspek yang mendukung berpikir ilmiah.

B Indikator

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian berpikir ilmiah.

2. Mahasiswa mampu menyebutkan kewajiban berpikir dalam Islam.

3. Mahasiswa mampu mendeskripsikan ciri-ciri yang membedakan berfikir ilmiah dari berfikir biasa.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian metode ilmiah.

5. Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana bahasa, logika, matematika, dan statistika berperan dalam berfikir ilmiah.

(6)

6. Mahasiswa mampu membedakan antara metode induksi dan deduksi.

7. Mahasiswa mampu menjelaskan prinsip-prinsip yang harus diikuti dalam metode ilmiah.

8. Mahasiswa mampu menjelaskan mengapa penelitian ilmiah penting.

9. Mahasiswa mampu menguraikan langkah-langkah yang harus diikuti dalam metode ilmiah.

10. Mahasiswa mampu menguraikan aspek-aspek yang mendukung berpikir ilmiah.

C Studi Kasus

Gambar 1 Gambar di ambil dari Muslimah News

(7)

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Berpikir Ilmiah

Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang berpikir ilmiah, penting untuk memahami arti dari setiap kata dalam frasa tersebut. Pertama, kata "berpikir" merujuk pada penggunaan akal budi untuk mempertimbangkan dan membuat keputusan tentang sesuatu. Menurut Poespoprodjo, berpikir adalah aktivitas kompleks yang melibatkan berbagai unsur dan langkah-langkah. Menurut Anita Taylor dkk., berpikir adalah proses untuk mencapai kesimpulan.

Dengan demikian, berpikir adalah suatu proses di mana logika dan akal budi digunakan untuk memahami, menganalisis, menyelidiki, menggambarkan, dan mempertimbangkan sesuatu dengan langkah-langkah yang terorganisir sehingga menghasilkan kesimpulan yang benar.

Sementara itu, kata "ilmiah" mengacu pada sifat pengetahuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, mematuhi standar ilmiah. Berpikir ilmiah berarti berpikir dengan rasionalitas dan berdasarkan realitas. Suatu pemikiran dikatakan ilmiah jika didasarkan pada kebenaran objektif yang telah diuji dan disajikan secara mendalam melalui penalaran dan analisis yang cermat.

Dengan kata lain, tidak semua jenis berpikir menghasilkan pengetahuan atau ilmu, dan juga tidak semua berpikir dapat dianggap berpikir ilmiah. Berpikir ilmiah memiliki prinsip-prinsip dan aturan khusus yang harus diikuti oleh para pemikir dan ilmuwan agar hasil pemikiran mereka dapat dianggap sebagai produk ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat dan umumnya manusia.

(8)

Referensi menggunakan body note mendeley menggunakan style APA dan Chicago Manual (Zuhri 2016).

B. Islam dan Kewajiban Berpikir

Dalam ajaran Islam, manusia dianggap sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang diberikan akal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti makanan, pakaian, dan perlindungan. Al-Qur'an sebagai pedoman hidup terdiri dari berbagai surah, dengan sebagian besar ayat berasal dari Makkah dan sisanya dari Madinah. Surah- surah Makkiyah umumnya membahas keimanan, tindakan baik dan buruk, pahala bagi orang-orang yang beriman, dan ancaman bagi yang berperilaku jahat. Sementara surah-surah Madaniyah lebih berfokus pada masalah kemasyarakatan.

Meskipun Al-Qur'an memberikan panduan moral dan etika dalam berperilaku, tidak banyak mengatur aturan hukum tentang kehidupan kemasyarakatan. Ini disebabkan oleh sifat dinamis manusia dan ketidakmungkinan untuk mengatur semua aspek kehidupan manusia secara rinci. Islam, sebagai agama terakhir, mengakui bahwa manusia harus berperan aktif dalam menentukan sistem kenegaraan, perekonomian, pertanian, dan lain sebagainya sesuai dengan perkembangan zaman.

Nabi Muhammad SAW juga pernah menyatakan bahwa manusia lebih mengerti masalah dunianya sendiri. Oleh karena itu, tugas manusia adalah menemukan dan mengembangkan berbagai aspek kemasyarakatan. Namun, Islam memberikan dasar-dasar, pedoman, dan isyarat ilmiah untuk mengatur masalah kemasyarakatan.

Akal adalah anugerah Allah kepada manusia dan digunakan untuk memahami ajaran agama, menjaga keyakinan, serta mengembangkan pengetahuan. Islam mendorong berpikir sebagai sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih dalam. Dalam Al-Qur'an dan hadits Nabi, Islam mengajak manusia untuk merenung, memperhatikan tanda-tanda penciptaan Allah di alam semesta, dan mencari

(9)

pengetahuan. Untuk melandasi pemikiran ini, kami mengutipkan beberapa ayat al- Qur’an, sebagai berikut:

1. Al-Qur’an surat Ar-Ra’du ayat 3

ِنْيَج ْوَز اَهيِف َلَعَج ِت َٰرَمّثلٱ ّلُك نِمَو ۖ ا ًۭرٰـَهْنَأَو َىِس َٰوَر اَهيِف َلَعَجَو َض ْرَ ْلٱ ّدَم ىِذّلٱ َوُهَو َنوُرّكَفَتَي ٍۢمْوَقّل ٍۢتٰـَيأَـَل َكِل َٰذ ىِف ّنِإ ۚ َراَهّنلٱ َلْيّلٱ ىِشْغُي ۖ ِنْيَنْثٱ ٣

Artinya: “Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

2. Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 11:

ٍۢم ْوَقّل ًۭةَيأَـَل َكِل َٰذ ىِف ّنِإ ۗ ِت َٰرَمّثلٱ ّلُك نِمَو َبٰـَنْعَ ْلٱَو َليِخّنلٱَو َنوُتْيّزلٱَو َعْرّزلٱ ِهِب مُكَل ُتِبۢنُي َنوُرّكَفَتَي ١١

Artinya: “Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanam- tanaman, zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.”

3. Al-Qur’an surat Ar-Rūm ayat 8:

ٍۢلَجَأَو ّقَحْلٱِب ّلِإ اَمُهَنْيَب اَمَو َضْرَ ْلٱَو ِت َٰوٰـَمّسلٱ ُ ّلٱ َقَلَخ اّم ۗ مِهِسُفنَأ ٓىِف ۟اوُرّكَفَتَي ْمَلَوَأ َنوُرِفٰـَكَل ْمِهّبَر ِٓئاَقِلِب ِساّنلٱ َنّم ا ًۭريِثَك ّنِإَو ۗ ى ًّۭمَسّم ٨

Artinya: “Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan.

Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya.”

(10)

4. Hadits Nabi

Dalam sebuah hadits Nabi SAW bersabda: Artinya: “Wahai manusia pikirkanlah tentang Tuhanmu, dan saling berwasiatlah kamu dengan akal maka kamu akan mengetahui sesuatu yang diperintahkan kepadamu dan apa yang kamu dilarang padanya” (H.R. Dawud bin Muhbir)

Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa Islam merupakan agama yang sangat menganjurkan dan mendorong berpikir.

C. Ciri Berpikir Ilmiah

Terdapat setidaknya empat karakteristik utama dalam berpikir ilmiah.

Pertama, penting untuk bersifat objektif. Seorang ilmuwan harus mampu berpikir dengan objektivitas, berdasarkan data yang sahih dan diperoleh melalui metode yang benar. Data yang sahih adalah data yang sesuai dengan fenomena yang sebenarnya, tanpa penambahan atau pengurangan yang tidak tepat. Memperoleh data yang sahih bukanlah tugas yang mudah, karena ada risiko mendapatkan data palsu. Oleh karena itu, seorang ilmuwan harus sangat berhati-hati dalam memeriksa keabsahan data yang digunakan.

Kedua, berpikir ilmiah harus rasional atau menggunakan logika yang benar.

Ilmuwan dapat mengenali sebab-akibat dan mengerti bahwa segala sesuatu mengikuti aturan sebab-akibat. Jika ada suatu peristiwa, pasti ada penyebabnya, dan jika sesuatu berkembang, ada kekuatan yang mempengaruhinya. Seorang berpikir ilmiah menganggap bahwa segala sesuatu harus memiliki alasan atau sebab yang dapat dijelaskan secara logis. Jika tidak ada alasan yang jelas, itu dianggap sebagai hal yang di luar norma atau tidak wajar.

Ketiga, karakteristik penting lainnya dalam berpikir ilmiah adalah keterbukaan. Seorang berpikir ilmiah selalu terbuka terhadap masukan, baik berupa ide, pandangan, pendapat, atau bahkan data baru, dari berbagai sumber. Mereka tidak menutup diri hanya pada pandangan atau pendapat mereka sendiri, dan mereka selalu

(11)

siap menerima informasi baru dari manapun asalnya. Mereka tidak cepat menolak ide atau pandangan orang lain hanya karena berbeda dengan pandangan mereka sendiri.

Keempat, seorang berpikir ilmiah selalu berorientasi pada kebenaran, bukan sekadar menang atau kalah. Mereka bisa mengakui kesalahan jika ada dalam pemikiran mereka tanpa merasa malu atau rendah diri. Kebenaran adalah prioritas utama mereka, dan mereka tidak terlalu fokus pada kemenangan atau kekalahan.

Kebenaran menjadi tujuan utama, sehingga mereka bisa mengendalikan emosi dan tidak bersikap objektif atau tertutup dalam situasi apa pun.

D. Pengertian Metode Ilmiah

Secara etimologi, kata "metode" berasal dari bahasa Inggris "method," yang diperoleh dari bahasa Yunani "methodos." "Methodos" terdiri dari kata "meta"

(sesudah atau di belakang sesuatu) dan "hodos" (jalan yang harus diikuti). Metode ilmiah adalah serangkaian prosedur, teknik, atau cara yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang disebut ilmu. Oleh karena itu, pengetahuan dapat disebut ilmiah jika diperoleh melalui proses ilmiah yang memenuhi persyaratan ilmiah.

Ilmu adalah hasil dari pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.

Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu karena untuk memenuhi standar ilmiah, pengetahuan tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Dengan demikian, metode ilmiah adalah cara kerja pikiran yang memungkinkan manusia untuk memperbarui, mengeksplorasi, dan mengembangkan pengetahuan.

Ciri-ciri utama ilmu pengetahuan meliputi keberadaannya yang sistematis, logis (berdasarkan nalar), dan metodenya yang terstruktur.

1. Sistematis

Sistematis mengacu pada pengetahuan yang diorganisir secara baik, baik dalam hal data maupun penjelasannya, serta memiliki keterkaitan yang jelas antara berbagai komponennya.

(12)

2. Logis

Logis menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan harus dapat diterima oleh akal dan pemikiran manusia, baik melalui pendekatan induktif maupun deduktif.

3. Metode

Metodis menekankan bahwa penelitian untuk memperoleh pengetahuan ilmiah tidak dapat dilakukan secara acak, tetapi memerlukan penggunaan metode tertentu yang dikenal sebagai metode ilmiah.

Soemargono Soejono (1978) juga mengidentifikasi ciri-ciri pokok ilmu sebagai berikut:

1. Sistematis

Sistematis, yang berarti pengetahuan ilmiah tersusun secara lengkap dan menghubungkan berbagai aspek objek penelitian.

2. Bersifat umum

Bersifat umum, yang menyiratkan bahwa ilmu pengetahuan memiliki cakupan yang luas dalam pembahasan, tidak terbatas pada kasus individu, dan dapat digunakan oleh berbagai orang.

3. Rasional

Rasional, yang berarti ilmu pengetahuan berdasarkan pemikiran yang masuk akal berdasarkan fakta yang dapat diamati.

4. Objektif

Objektif, yang mengindikasikan bahwa ilmu pengetahuan bebas dari emosi, prasangka individu, dan sentimen pribadi.

5. Variabel

Variabel, yang berarti pengetahuan ilmiah dapat dibuktikan dan diuji ulang oleh para ilmuwan.

(13)

6. Komunal

Komunal, artinya ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang dimiliki secara kolektif, tidak hanya untuk individu atau kelompok tertentu.

Dengan demikian, ciri-ciri ini menggambarkan sifat ilmu pengetahuan yang terorganisir, didasarkan pada akal sehat, dan terstruktur, yang memiliki sifat universal dan dapat diandalkan.

E. Sarana Berpikir Ilmiah

Pada dasarnya, manusia memiliki dorongan alami untuk terus berpikir dan ingin terus menjelajahi serta mempelajari hal-hal baru, termasuk ilmu pengetahuan.

Agar dapat mengembangkan suatu disiplin ilmu yang baru dengan cara yang sistematis, logis, dan dapat diterima oleh akal, serta memberikan manfaat bagi orang lain, penting untuk mengadopsi metode ilmiah yang efektif. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan alat atau sarana yang digunakan sebagai pendekatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan utama adalah memiliki kemampuan menggunakan metode ilmiah yang sesuai. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan menguasai keterampilan berpikir ilmiah dengan baik, terutama bagi mereka yang melakukan penelitian ilmiah, yang sering disebut sebagai ilmuwan.

Untuk dapat melakukan berpikir ilmiah secara efektif, dibutuhkan alat-alat seperti bahasa, logika, matematika, dan statistika.

1. Bahasa

Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia, meskipun sering dianggap biasa seperti bernafas atau berjalan. Namun, bahasa memiliki pengaruh luar biasa dan membedakan manusia dari makhluk lain. Ernst Cassirer bahkan menyebut manusia sebagai "Animal Symbolicum," yaitu makhluk yang menggunakan simbol.

(14)

Bahasa adalah sarana komunikasi yang esensial; tanpanya, komunikasi sulit terjadi, dan manusia sulit dianggap sebagai makhluk sosial.

Kemampuan bahasa memungkinkan seseorang untuk memperluas cakrawala berpikir mereka tanpa batasan. Sebagaimana yang diungkapkan Wittgenstein, "batas bahasaku adalah batas duniaku." Bahasa memungkinkan manusia untuk bertanya tentang esensi bahasa itu sendiri, fungsinya, dan perannya dalam berpikir ilmiah.

Banyak ahli bahasa memberikan definisi bahasa yang berbeda, tetapi intinya adalah bahasa adalah sistem simbol vokal arbitrer yang digunakan untuk berkomunikasi dalam kelompok sosial. Fungsi bahasa mencakup koordinasi kegiatan sosial, ekspresi pemikiran, perasaan, dan emosi, serta menyampaikan informasi.

Ada juga pandangan yang mengaitkan bahasa dengan berpikir ilmiah. Bahasa adalah alat penting dalam berpikir ilmiah karena memungkinkan seseorang untuk menyampaikan pemikiran mereka secara sistematis dan teratur. Fungsi bahasa dalam konteks ilmiah mencakup berbagai aspek, seperti instrumen untuk mencapai tujuan materi, pengatur perilaku, interaksi sosial, pencurahan perasaan, pemecahan masalah, dan ekspresi imajinasi. Dengan bahasa, seseorang dapat merangkai pengetahuan dan memahaminya secara lebih dalam. Bahasa juga berperan dalam memfasilitasi komunikasi ilmiah, dimana pesan disampaikan secara jelas dan objektif.

Jadi, bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga alat penting dalam berpikir ilmiah, memfasilitasi pemahaman yang mendalam dan penyampaian pengetahuan secara efektif.

Ciri-ciri Bahasa Ilmiah

Bahasa ilmiah memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan bahasa sehari-hari dan bahasa sastra. Berikut adalah ciri-ciri bahasa ilmiah:

(15)

a. Bahasa ilmiah bersifat jelas dan lugas, tanpa penyisipan konotasi.

b. Bahasa ilmiah tidak mengandung ungkapan emosional, sehingga tidak menyertakan perasaan seperti kesedihan, kebahagiaan, kemarahan, atau situasi emosional lainnya.

c. Bahasa ilmiah sangat efisien dalam menyampaikan pesan.

d. Bahasa ilmiah menghindari makna yang ambigu.

2. Logika

Manusia adalah makhluk yang istimewa dengan kemampuan unik. Sementara makhluk lain cenderung merespons stimulus luar dan dorongan instingtif, manusia memiliki kebebasan untuk membuat pilihan dan bertindak sesuai kehendaknya.

Manusia juga mampu berpikir, melakukan penalaran, dan mengambil keputusan berdasarkan pengertian yang diperoleh melalui pengamatan dan pemikiran.

Pengamatan dengan indera manusia, seperti penglihatan dan pendengaran, memungkinkan kita untuk memahami dunia di sekitar kita dengan lebih baik. Selain itu, manusia juga mampu mengidentifikasi, mengelompokkan, dan mengabstraksikan pengertian tentang berbagai hal. Ini membantu kita memahami unsur-unsur yang menjadi bagian dari suatu pengertian dan menentukan cakupan pengertian tersebut.

Dalam kegiatan berpikir, manusia menggabungkan pengertian-pengertian, melakukan penalaran, dan membuat kalimat keputusan. Kalimat keputusan mengandung unsur subjek, predikat, dan kata penghubung. Term, sebagai pengertian yang digunakan dalam kalimat keputusan, dapat menjadi singular (menunjuk pada satu hal tertentu), partikular (menunjuk pada sebagian dari hal yang dimaksud), atau universal (menunjuk pada seluruh hal yang dimaksud).

Pengambilan kesimpulan melibatkan penyimpulan berdasarkan pengetahuan yang telah ada. Kalimat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk pengambilan kesimpulan disebut premis, sedangkan pengetahuan baru yang diperoleh dari

(16)

kesimpulan disebut kesimpulan. Melalui penalaran, manusia membangun pengetahuan yang lebih dalam dan sistematis tentang dunia di sekitarnya.

Dengan cara ini, manusia mampu mengembangkan pemahaman yang kompleks dan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan mereka.

3. Matematika

Dalam struktur pengetahuan filsafat yang ada saat ini, ada tiga bidang utama yang terbagi, yakni filsafat sistematis, filsafat khusus, dan filsafat keilmuan.

Matematika termasuk dalam ranah filsafat keilmuan, berdampingan dengan filsafat fisika, biologi, linguistik, psikologi, dan ilmu-ilmu sosial. Matematika telah ada sejak zaman kuno seperti peradaban Yunani Kuno, Romawi Kuno, Mesir Kuno, dan tetap relevan hingga saat ini.

Menurut Jujun Suriasumantri, matematika adalah bahasa yang berusaha untuk menghilangkan aspek kompleksitas dan emosional yang terkandung dalam bahasa verbal. Matematika pada dasarnya merupakan bahasa yang menggambarkan makna melalui rangkaian pernyataan yang ingin disampaikan, dan simbol-simbol matematika adalah bahasa buatan yang memiliki makna setelah diberi tafsir.

Pada era perkembangan ilmu dan teknologi saat ini, kita memiliki akses cepat ke berbagai informasi dari seluruh dunia. Namun, tugas kita bukanlah untuk mempelajari semua informasi yang ada karena jumlahnya yang sangat besar dan tidak semuanya relevan. Untuk menghadapi tantangan ini, kita memerlukan kemampuan untuk mencari, memilih, dan mengolah informasi dengan baik. Dalam hal ini, sumber daya yang handal dan kemampuan berkompetisi secara global diperlukan. Untuk mengembangkan kemampuan ini, kita perlu berpikir secara kritis, sistematis, logis, kreatif, dan memiliki kemauan untuk bekerja sama. Matematika adalah alat yang efektif untuk mengembangkan cara berpikir seperti ini, karena memiliki struktur yang terkait erat dan pola pikir deduktif yang konsisten.

Matematika digunakan untuk memperjelas dan menyederhanakan situasi atau masalah melalui abstraksi, idealisasi, atau generalisasi. Matematika memiliki peran

(17)

penting dalam berbagai aspek kehidupan, seperti penyelesaian masalah sehari-hari yang melibatkan perhitungan dan pengukuran. Aritmetika dan geometri adalah fondasi dari matematika, dan dalam era teknologi modern, studi trigonometri sangat relevan.

Matematika juga memungkinkan kita untuk menyampaikan informasi dengan lebih efisien melalui bahasa matematika, seperti diagram, persamaan matematika, grafik, dan tabel. Bahasa matematika ini menjadi bagian penting dalam komunikasi dalam masyarakat. Dengan demikian, matematika memainkan peran penting sebagai sarana berpikir ilmiah, yang melibatkan berbagai kemampuan seperti penggunaan algoritma, manipulasi matematika, pengorganisasian data, pemahaman simbol, pengenalan pola, penarikan kesimpulan, pembuatan model matematika, interpretasi geometri, pemahaman pengukuran, dan penggunaan alat hitung dan perangkat lainnya.

Kesimpulannya, matematika bukan hanya alat untuk memecahkan masalah matematika tetapi juga alat untuk berpikir ilmiah dalam berbagai aspek kehidupan, pendidikan, dan pekerjaan.

4. Statistika

Statistika memiliki akar dari teori peluang dan menjadi landasan utama dalam dunia statistika. Saat ini, hampir semua bidang ilmu menggunakan statistika, seperti pendidikan, psikologi, linguistik, biologi, kimia, pertanian, kedokteran, hukum, politik, dan farmasi. Ilmu-ilmu yang tidak menggunakan statistika cenderung mengadopsi pendekatan spekulatif.

Statistika adalah kumpulan metode yang digunakan untuk membuat keputusan berdasarkan pengujian-pengujian. Ini adalah alat untuk menggambarkan aspek kuantitatif dari masalah dalam bentuk angka-angka. Ilmu statistik mencakup metode untuk mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan, menyimpulkan, dan membuat keputusan berdasarkan data.

(18)

Untuk mengambil kesimpulan, penting untuk memulai dari hasil observasi.

Ada tiga jenis pencatatan ciri yang digunakan, yaitu mencatat ciri positif yang menyebabkan gejala, mencatat ciri negatif yang tidak menunjukkan gejala, dan mencatat variasi gejala untuk melihat perubahan. Kesimpulan yang ditarik harus sesuai dengan ciri dan sifat-sifat umum yang berlaku (Soemargono, 1980).

Statistika memiliki dasar dalam teori peluang dan digunakan secara luas di berbagai bidang ilmu. Ini membantu dalam pengujian berbagai masalah dan pernyataan ilmiah dengan fakta-fakta konkret. Statistika memungkinkan kita untuk menguji dan menyatakan berbagai pernyataan ilmiah secara faktual. Melalui pengumpulan data yang relevan dengan rumusan hipotesis, kita dapat menguji validitas hipotesis tersebut. Jika fakta-fakta empiris mendukung hipotesis, maka hipotesis tersebut diterima sebagai kebenaran; sebaliknya, jika bertentangan, hipotesis tersebut ditolak.

Pengujian statistik melibatkan penarikan kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual, menggunakan logika induktif. Logika induktif adalah sistem penalaran yang mencari prinsip-prinsip penarikan yang sah dari kasus- kasus khusus ke kesimpulan umum yang bersifat mungkin. Ini merupakan logika berdasarkan kenyataan, dan kesimpulan yang dihasilkan bersifat "mungkin benar"

selama tidak ada bukti yang menyangkalnya.

F. Hubungan antara Sarana Ilmiah Bahasa, Logika, Matematika, dan Statistika

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, untuk berpikir ilmiah secara efektif, kita memerlukan alat-alat seperti bahasa, logika, matematika, dan statistik. Bahasa adalah alat komunikasi lisan yang digunakan sepanjang proses berpikir ilmiah. Ini bukan hanya berfungsi sebagai alat berpikir, tetapi juga sebagai alat untuk menyampaikan pemikiran kepada orang lain. Dalam konteks berpikir ilmiah, kita menggabungkan berpikir deduktif dan berpikir induktif.

(19)

Penalaran ilmiah mengandalkan logika deduktif dan logika induktif.

Matematika memainkan peran penting dalam berpikir deduktif, sementara statistik memiliki peran krusial dalam berpikir induktif. Oleh karena itu, keempat alat ilmiah ini saling terkait dan memiliki peran yang penting dalam menjalankan berpikir ilmiah yang efektif.

G. Metode Berpikir Ilmiah

Pada dasarnya, berpikir secara ilmiah melibatkan kombinasi antara penalaran deduktif dan induktif. Kedua jenis penalaran ini terkait erat dengan rasionalisme dan empirisme. Namun, perlu diakui bahwa baik rasionalisme maupun empirisme memiliki kelemahan, karena kebenaran dalam konteks berpikir ini bersifat relatif dan tidak absolut. Oleh karena itu, seorang ilmuwan atau sarjana harus memiliki sifat rendah hati dan menyadari bahwa kebenaran mutlak tidak selalu dapat dicapai melalui cara berpikir ilmiah.

Untuk mencapai kebenaran, diperlukan metode. Metode ini adalah cara sistematis yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks ilmiah, metode ilmiah umumnya dapat dibagi menjadi dua jenis: Metode Induksi dan Metode Deduksi.

1. Metode Induksi

Aristoteles mengemukakan bahwa metode Induksi adalah cara untuk mengangkat informasi dari kasus-kasus khusus ke dalam kesimpulan yang lebih umum. Menurut Keraf, metode induktif adalah proses berpikir yang dimulai dari fenomena individual atau lebih dan kemudian digunakan sebagai dasar faktual untuk merumuskan kesimpulan yang umum.

Dalam metode induktif, fakta-fakta khusus digunakan sebagai landasan untuk menyusun kesimpulan yang mencakup semua informasi khusus tersebut. Secara sederhana, metode Induktif adalah cara berpikir yang digunakan untuk menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus khusus.

(20)

2. Metode Induksi

Metode Deduksi adalah kebalikannya. Jika induksi bergerak dari hal-hal yang spesifik ke yang umum, deduksi melibatkan bergerak dari yang umum (universal) ke yang spesifik. Ini didasarkan pada premis mayor dan minor sebelumnya dalam membuat konklusi, seperti yang dicontohkan dalam silogisme klasik Aristoteles.

Namun, penting untuk dicatat bahwa antara induksi dan deduksi, meskipun tampaknya berlawanan, memiliki hubungan erat. Hubungan ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa kesimpulan umum yang diperoleh melalui induksi dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis deduktif. Ini sejalan dengan pernyataan John Stuart Mill, yang mencatat bahwa setiap tangga besar dalam deduksi memerlukan deduksi dalam membangun pemikiran tentang apa yang akan terjadi sebagai hasil dari eksperimen dan penelitian. Jadi, keduanya bukanlah bagian yang terpisah tetapi saling mendukung seperti halnya air dengan tanah.

Namun, metode ilmiah ini juga telah mendapatkan kritik, terutama terkait dengan klaim kebenaran umum, yaitu kesimpulan umum yang diperoleh dari metode berpikir induktif. David Hume, seorang filsuf Skotlandia, menekankan bahwa tidak ada keharusan logis bahwa apa yang selalu berlaku di masa lalu akan selalu berlaku di masa depan. Oleh karena itu, menurutnya, tidak pernah mungkin untuk mencapai kebenaran umum (general truth) hanya melalui metode induksi.

Kritik ini kemudian dijawab oleh Karl R. Popper, seorang filsuf Inggris abad ke-20, yang berpendapat bahwa sesuatu bukanlah ilmiah karena telah dibuktikan, tetapi karena dapat diuji. Jika suatu teori dapat bertahan saat diuji, maka kebenarannya diperkuat (corroboration).

Selanjutnya, filsafat memiliki karakteristik dasarnya sendiri yang menjadi prinsip dan landasan bagi berbagai usaha manusia dalam memahami dan mengembangkan eksistensinya. Karakteristik-karakteristik pemikiran tersebut mencakup:

(21)

a. Berpikir Rasional: Filsafat adalah bentuk berpikir yang sangat rasional dan tidak bergantung pada perasaan subjektif, imajinasi, atau keyakinan semata. Ini mengedepankan pemikiran yang logis dan kritis.

b. Berpikir Radikal: Filsafat berusaha menggali akar dari fenomena atau ide, mencari dasar-dasar pemikiran secara mendalam, dan mengintegrasikannya ke dalam pemahaman yang utuh.

c. Berpikir Universal: Filsafat mencari gagasan-gagasan pemikiran yang bersifat universal, yang berlaku di seluruh konteks manusia, dan bukan hanya dalam konteks terbatas.

d. Berpikir Abstrak: Pemikiran filsafat adalah pemikiran yang abstrak, berfokus pada konsep, ide, dan gagasan, bukan hanya pada fakta-fakta konkret.

e. Berpikir Spekulatif: Pemikiran filsafat mencari pemahaman yang lebih dalam dan lebih luas tentang fenomena, bukan hanya mengikuti pemikiran yang dangkal.

f. Berpikir Kontemplatif: Pemikiran filsafat melibatkan introspeksi diri, refleksi, dan penilaian diri, untuk memahami diri sendiri dan dunia dengan lebih baik.

g. Berpikir Humanistik: Filsafat selalu mempertimbangkan nilai-nilai dan tujuan-tujuan kemanusiaan, dan bertujuan untuk memberikan pertanggungjawaban pada tugas-tugas kemanusiaan.

h. Berpikir Kontekstual: Filsafat mempertimbangkan konteks kehidupan manusia secara konkret dalam pemikiran dan pemahaman.

i. Berpikir Eksistensial: Pemikiran filsafat mencerminkan eksistensi manusia, dengan semua harapan, kecemasan, dan kerinduan yang terkait dengannya.

j. Berpikir Kontemplatif: Filsafat melibatkan refleksi mendalam, kesadaran diri, dan pemahaman diri.

(22)

Semua karakteristik ini mencerminkan pendekatan filsafat yang komprehensif dan holistik dalam memahami dunia dan eksistensi manusia. Ini adalah bentuk pemikiran yang mencari pemahaman yang lebih dalam, lebih luas, dan lebih abstrak tentang kenyataan dan makna kehidupan.

H. Prinsip-prinsip Metode Ilmiah

Ciri utama dari pengetahuan ilmiah adalah rasionalitas dan pengujian.

Berdasarkan kedua karakteristik ini, metode ilmiah mengarahkan proses penyusunan pengetahuan agar memenuhi kriteria tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh T.H.

Huxley, metode ilmiah menggabungkan unsur berpikir deduktif dan induktif untuk membangun kerangka pengetahuan.

Berfokus pada berpikir induktif, ini memberikan fondasi logis bagi pengetahuan dan memastikan keselarasannya dengan informasi yang telah dikumpulkan sebelumnya. Dengan konsistensi dan koherensi ini, ilmu memberikan penjelasan yang rasional terhadap objek yang diteliti. Namun, penting untuk dicatat bahwa kebenaran yang didasarkan pada pemikiran rasional bersifat sementara sebelum diuji. Oleh karena itu, kita mengembangkan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap pertanyaan yang dihadapi, yang disusun secara deduktif dengan memanfaatkan premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang telah ada. Pendekatan ini memungkinkan konsistensi dalam pengembangan ilmu secara keseluruhan dan berkontribusi pada perkembangan pengetahuan ilmiah secara bertahap.

Metode ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi, di mana induksi memainkan peran kunci dalam menguji hipotesis melalui data empiris.

Dalam tahap ini, kita mengevaluasi apakah hipotesis didukung oleh fakta empiris atau tidak. Hasil pengujian ini menentukan apakah suatu teori ilmiah dapat diterima secara ilmiah atau tidak.

(23)

Penelitian ilmiah adalah kegiatan yang harus mengikuti prinsip-prinsip etika tertentu. Dalam penelitian, kita harus mematuhi nilai-nilai etis berikut:

1. Rasa Hormat

Semua yang terlibat dalam penelitian, termasuk informan, harus diperlakukan dengan hormat.

2. Konsekuensi Baik

Penelitian harus menghasilkan konsekuensi positif yang berada dalam batas moral dan etika.

3. Kejujuran

Semua tahapan penelitian harus dilakukan secara jujur.

4. Integritas

Peneliti harus mengikuti norma-norma yang berlaku dan bertindak secara bertanggung jawab, terbuka, dan jujur terhadap kolega dan masyarakat.

Ada beberapa panduan umum dalam penelitian ilmiah:

1. Mencari Kebenaran

Penelitian bertujuan untuk menemukan pengetahuan baru dengan cara yang jujur, sistematis, dan terdokumentasi.

2. Kebebasan Akademis

Peneliti harus memiliki kebebasan untuk memilih topik, metodologi, pelaksanaan riset, dan publikasi hasil penelitian.

3. Kualitas

Penelitian harus memiliki kualitas akademis yang tinggi, dan peneliti harus kompeten dalam merancang dan melaksanakan penelitian.

(24)

4. Kesediaan Tanpa Paksaan

Partisipasi dalam penelitian harus bersifat sukarela, tanpa paksaan, dan didokumentasikan.

5. Kerahasiaan

Informasi pribadi subjek riset harus dijaga kerahasiaannya.

6. Netralitas

Peneliti harus menjaga netralitas dan menghindari konflik kepentingan.

7. Integritas

Peneliti bertanggung jawab atas kejujuran dalam penelitiannya dan tidak boleh terlibat dalam praktik seperti fabrikasi, falsifikasi, atau plagiasi.

8. Praktik Referensi yang Baik

Peneliti harus mengikuti praktik referensi yang baik.

9. Kolegial

Peneliti harus saling menghormati dan patuh pada praktik baik terkait kepemilikan dan berbagi data, authorship, publikasi, peer review, dan kerjasama.

10. Tanggung Jawab Kelembagaan

Lembaga riset juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan penelitian sesuai dengan etika.

11. Ketersediaan Hasil

Hasil penelitian harus tersedia untuk publik.

12. Tanggung Jawab Sosial

Peneliti memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa penelitian mereka memberi manfaat dan tidak menimbulkan bahaya.

(25)

13. Tanggung Jawab Global

Pengetahuan dari penelitian harus diinformasikan secara luas, termasuk kepada mereka yang ekonominya terbatas.

14. Hukum dan Peraturan

Penelitian harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku, baik lokal maupun global.

I. Tentang Penelitian Ilmiah

Penelitian yang menggunakan metode ilmiah disebut sebagai penelitian ilmiah. Agar dapat dianggap sebagai penelitian ilmiah, sebuah penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik khusus. Biasanya, terdapat lima karakteristik utama yang harus ada dalam penelitian ilmiah ini:

Pertama, penelitian harus dilakukan secara sistematik. Ini berarti bahwa penelitian harus dirancang dan dilaksanakan secara teratur sesuai dengan pedoman yang benar, dimulai dari yang sederhana dan mudah hingga yang lebih kompleks.

Kedua, penelitian harus bersifat logis. Artinya, penelitian dianggap benar jika dapat dijelaskan secara rasional dan didukung oleh fakta empiris. Upaya mencari kebenaran harus mengikuti prosedur atau aturan logika. Proses penalaran dapat menggunakan pendekatan induktif, yaitu membuat kesimpulan umum dari kasus- kasus individual atau pendekatan deduktif, yaitu menarik kesimpulan khusus dari pernyataan yang bersifat umum.

Ketiga, penelitian harus bersifat empiris. Ini berarti bahwa penelitian biasanya berdasarkan pengalaman sehari-hari (dikenal sebagai fakta aposteriori), yang ditemukan melalui pengamatan atau eksperimen, dan kemudian dianggap sebagai hasil penelitian.

Keempat, penelitian harus bersifat objektif. Ini berarti penelitian tidak boleh dipengaruhi oleh aspek subjektif atau nilai-nilai etis. Penelitian harus berusaha menjaga objektivitasnya.

(26)

Kelima, penelitian harus dapat direplikasi. Artinya, penelitian yang telah dilakukan harus dapat diuji kembali oleh peneliti lain, dan jika dilakukan dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama, harus menghasilkan hasil yang serupa.

Dalam hal ini, definisi operasional variabel yang digunakan menjadi langkah penting bagi seorang peneliti.

J. Langkah-langkah Metode Ilmiah

Untuk memperoleh pengetahuan secara ilmiah, diperlukan serangkaian langkah yang harus diikuti dengan urutan tertentu dalam pelaksanaannya, dengan setiap langkah dilakukan secara terkendali dan terstruktur. Berikut adalah langkah- langkah metode ilmiah:

1. Identifikasi Masalah

Tahap ini melibatkan penentuan masalah yang akan diteliti dengan jelas menetapkan ruang lingkup dan batasan. Keterbatasan dan cakupan masalah harus terdefinisi dengan baik, karena kejelasan ini akan memudahkan langkah selanjutnya, yaitu perumusan kerangka masalah.

2. Perumusan Kerangka Masalah

Langkah penting dalam penelitian, di mana masalah dideskripsikan dengan lebih rinci. Ini melibatkan identifikasi faktor-faktor yang terkait dengan masalah, membentuk kerangka masalah yang menggambarkan fenomena yang sedang diteliti, sehingga penelitian memiliki landasan yang logis.

3. Penyusunan Hipotesis

Pada tahap ini, peneliti menyajikan penjelasan awal yang berdasarkan pada teori yang relevan, meskipun belum didukung oleh data empiris. Hipotesis ini berasal dari penalaran induktif dan menggunakan pengetahuan yang sudah ada.

(27)

4. Deduksi dari Hipotesis

Langkah perantara untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Deduksi ini mencakup identifikasi fakta-fakta dalam dunia fisik yang berhubungan dengan hipotesis yang telah diajukan.

5. Pengumpulan Data untuk Membuktikan Hipotesis

Tahap ini melibatkan pengumpulan fakta-fakta yang relevan, sebagaimana diidentifikasi sebelumnya. Untuk membuktikan hipotesis, penting untuk memeriksa apakah fakta-fakta tersebut ada dalam realitas empiris.

6. Penerimaan Hipotesis sebagai Teori Ilmiah

Hipotesis yang telah terbukti kebenarannya akan diterima sebagai pengetahuan baru dan menjadi bagian dari ilmu atau teori ilmiah. Dengan demikian, teori ilmiah dapat digunakan sebagai acuan bagi penelitian selanjutnya.

Melalui langkah-langkah metode ilmiah di atas, proses mendapatkan pengetahuan secara ilmiah memerlukan pengikuti seluruh tahap ini. Meskipun langkah-langkahnya terstruktur, kebenaran hipotesis harus didukung oleh fakta-fakta empiris. Jika hipotesis tidak terbukti, maka kebenarannya akan ditolak, dan peneliti harus mencari hipotesis yang lebih sesuai dengan fakta-fakta yang ditemukan dalam kehidupan sekitar kita.

K. Aspek Pendukung Metode Ilmiah

Selain langkah-langkah dalam berpikir ilmiah, terdapat faktor-faktor lain yang juga memiliki peran penting dalam mendukung metode berpikir ilmiah.

Pertama, pentingnya adanya permasalahan. Dalam konteks penelitian ilmiah, permasalahan muncul ketika terdapat ketidaksesuaian antara apa yang seharusnya ada (das Sollen) dengan apa yang ada dalam kenyataan (das Sein). Keberadaan permasalahan adalah landasan awal dalam penelitian ilmiah; tanpa permasalahan,

(28)

tidak akan ada pengembangan ilmu, sehingga permasalahan menjadi langkah pertama dalam proses penelitian ilmiah.

Kedua, pentingnya memiliki sikap ilmiah yang terdiri dari enam karakteristik, yaitu: (i) rasa ingin tahu yang kuat, (ii) kemampuan untuk berspekulasi guna merumuskan hipotesis (dengan pendekatan deduktif) sebagai langkah awal mencari solusi, (iii) objektivitas dalam mengakui subjektivitas dalam menilai apa yang dianggap benar, (iv) keterbukaan terhadap berbagai masukan yang relevan terkait permasalahan yang sedang diteliti, (v) kemampuan menunda penilaian sehingga tidak terburu-buru mengambil kesimpulan tanpa bukti yang cukup, dan (vi) sikap yang bersifat tentatif, yaitu tidak bersikap dogmatis terhadap hipotesis atau kesimpulan, dan selalu membuka diri untuk meninjau kembali apa yang diyakini sebagai kebenaran.

Ketiga, aktivitas ilmiah. Ini merujuk pada langkah-langkah yang dilakukan oleh ilmuwan dalam menjalankan riset atau penelitian ilmiah.

(29)

BAB III PENUTUP

3.1Kesimpulan

Dalam berpikir ilmiah, kita telah memahami bahwa ini adalah suatu kemampuan intelektual yang penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Berpikir ilmiah melibatkan proses analisis, penelitian, dan pemahaman terhadap berbagai fenomena di sekitar kita. Dalam lingkup ini, kita telah menemukan beberapa hal penting:

1. Ajaran Islam mendorong pengikutnya untuk mencari pengetahuan, memahami alam semesta, dan mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang ajaran agama. Berpikir ilmiah memiliki relevansi yang signifikan dalam kerangka pemahaman Islam.

2. Ciri-ciri berpikir ilmiah melibatkan ketidakbiasan, skeptisisme, kejujuran, dan kemampuan untuk memahami kompleksitas fenomena. Ini adalah prinsip-prinsip yang penting dalam berpikir secara ilmiah.

3. Metode ilmiah melibatkan proses berpikir deduktif dan induktif, dengan logika, matematika, dan statistika sebagai alat yang penting dalam menganalisis data dan mengambil kesimpulan.

4. Bahasa, logika, matematika, dan statistika adalah alat komunikasi dan analisis yang penting dalam berpikir ilmiah. Mereka saling terkait dan berperan penting dalam menjalankan berpikir ilmiah yang efektif.

5. Identifikasi masalah, perumusan kerangka masalah, penyusunan hipotesis, deduksi dari hipotesis, pengumpulan data, dan penerimaan hipotesis sebagai teori ilmiah adalah langkah-langkah kunci dalam menerapkan metode ilmiah.

Dengan memahami konsep-konsep ini, kita dapat mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih kritis, analitis, dan ilmiah. Hal ini akan memberikan

(30)

kontribusi positif dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia di sekitar kita. Berpikir ilmiah adalah landasan penting dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kompleks dan memahami fenomena yang ada di sekitar kita secara lebih baik.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Zuhri, H. 2016. Studi Islam Sebuah Pengantar. Penerbit FA PRESS Prodi Aqidah Dan Filsafat Islam, Fak. Ushuluddin Dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Semua rujukan-rujukan yang diacu di dalam isi makalah harus didaftarkan di bagian Daftar Pustaka. Isi daftar pustaka minimal harus memuat pustaka-pustaka acuan yang berasal dari sumber yang direkomendassikan oleh dosen pengampu mata kuliah.

Sangat dianjurkan untuk menggunakan sumber acuan atau literatur yang diterbitkan selama 10 tahun terakhir.

Penulisan Daftar Pustaka sebaiknya menggunakan aplikasi manajemen referensi seperti Mendeley atau References Ms. Word. Bentuk font yang digunakan adalah Times New Roman ukuran 12 pt. Spasi untuk daftar referensi adalah 1 spasi. Daftar pustaka ditulis dengan model paragraf Hanging. Format penulisan yang digunakan adalah sesuai dengan format APA 6th Edition (American Psychological Association).

Berikut adalah contoh penggunaan beberapa referensi.

Catatan: Penjelasan ini tidak perlu dimasukkan dalam penulisan daftar pustaka yang sebenarnya. Demikin juga dengan tulisan bertanda *) tidak perlu dimasukkan pada daftar pustaka sebenarnya.

Buku 1 Penulis*)

Sunarto, K. (2004). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Buku 2 Penulis*)

Tubagus, A, & Wijonarko. (2009). Langkah-Langkah Memasak. Jakarta: PT Gramedia.

(32)

Buku 3 Penulis*)

Leen, B., Bell, M., & McQuillan, P. (2014). Evidence-Based Practice: a Practice Manual. USA: Health Service Executive.

Buku Lebih Dari Satu Edisi*)

Prayitno, & Amti, E. (2012). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Edisi ke-10).

Jakarta: PT Rineka Cipta.

Penulis Dengan Beberapa Buku*)

Soeseno, S. (1980). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer. Jakarta: PT Gramedia.

Soeseno, S. (1993). Teknik Penulisan Ilmiah-Populer: Kiat Menulis Nonfiksi untuk Majalah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nama Penulis Tidak Diketahui / Lembaga*)

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2003). Panduan Teknis Penyusunan Skripsi Sarjana Ekonomi. Jakarta: UI Press.

Buku Terjemahan*)

Gladding, S. T. (2012). Konseling: Profesi yang Menyeluruh (6th ed.). (Terj. P.

Winarno, & L. Yuwono). Jakarta: PT. Indeks.

Buku Kumpulan Artikel/Memiliki Editor*)

Ginicola, M. M., Filmore, J. M., Smith, C., & Abdullah, J. (2017). Physical and Mental Health Challenges Found in the LGBTQI+ Population. In M. M.

Ginicola, C. Smith, & J. M. Filmore (Eds.), Affirmative Counseling with LGBTQI+ People (pp. 75 - 85). Alexandria, VA: American Counseling Association.

(33)

Artikel Jurnal / Ensiklopedi*)

Ruini, C., Masoni, L., Otolini, F., & Ferrari, S. (2014). Positive Narrative Group Psychotherapy: The Use of Traditional Fairy Tales to Enhance Psychological Well-Being and Growth. Journal Psychology of Well-Being, 4 (13), 1-9.

Artikel Jurnal dengan Lebih dari 7 Penulis*)

Gilbert, D. G., Mcclernon, J. F., Rabinovich, N. F., Sugai, C., Plath, L. C.,Asgaard, G., … Botros, N. (2004). Effects of quitting smoking on EEG activation and attention last for more than 31 days and are more severe with stress, dependence, DRD2 Al allele, and depressive traits. Nicotine and Tobacco Research, 6, 249—267

Artikel Jurnal dengan DOI*)

Herbst-Damm, K. L., & Kuhk, J. A. (2005). Volunteer support marital status, and the survival times of terminally ill patients. Health Psychology, 24, 225-229. doi:

10.1037/0278-6133.24.2.225

Artikel dalam Prosiding Online*)

Herculano-Houzel, S., Collins, C. E., Wong, R, Kaas, J. H., & Lent R. (2008). The basic nonuniformity of the cerebral cortex. Proceedings of the National Academy of Sciences, 105, 12593—12598. doi:1 0. 1 073/pnas.Q80541 7105

Artikel dalam Prosiding Cetak*)

Katz, I., Gabayan, K., & Aghajan, H. (2007). A multi-touch surface using multiple cameras. In J. Blanc-Talon, W. Philips, D. Popescu, & P. Scheunders (Eds.), Lecture Notes in Computer Science: Vol. 4678. Advanced Concepts for intelligent Vision Systems (pp. 97—108). Berlin, Germany: Springer-Verlag.

(34)

Majalah*)

Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17.

Majalah Online*)

Susanta, R. (Juni 2010). “Ambush Marketing”. Marketing, 140 (2), 15-17. Diakses dari: http//majalahmarketing.com//

Surat Kabar*)

Irawan, A. (24 September 2010). “Impor Beras dan Manajemen Logistik Baru”.

Koran Tempo, A11.

Skripsi/Tesis/Disertasi Tidak Terpublikasi*)

Nurgiri, M. (2010). Antropologi Indonesia (Skripsi Tidak Terpublikasi). Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jakarta.

Skripsi/Tesis/Disertasi dari Sumber Online*)

Haryadi, R. (2017). Pengembangan Model Evidence-Based Community Counseling untuk Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis pada Subyek Eks-Pecandu NAPZA di Kota Semarang (Tesis, Pascasarjana Universitas Negeri Semarang). Diakses dari: http//pps.unnes.ac.id//tesis/rudiharyadi/

Video*)

American Psychological Association. (Produser). (2000). Responding therapeutically to patient expressions of sexual attraction [DVD]. Tersedia di http://www.apa.org/videos/

(35)

SOAL LATIHAN

A Soal Pilihan Ganda, pilihlah jawaban yang tepat dari pertanyaan berikut ini!

1 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

2 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

3 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

4 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

5 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

(36)

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

6 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

7 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

8 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

9 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

(37)

10 Soal menggunakan format yang sama dengan makalah di atas, adalah….

A Pilihan 1 B Pilihan 2 C Pilihan 3 D Pilihan 4 E Pilihan 5

Gambar

Gambar  1 Gambar di ambil dari Muslimah News

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan analisis dan pengujian hipotesis tentang ada dan tidaknya perbedaan sikap berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia dan bidang studi eksakta dan non eksakta

Sebuah karya ilmiah (skripsi) dibangun atas dasar kepercayaan dan sikap percaya ini hanya dapat dijaga jika tata nilai dalam perilaku ilmiah dijunjung tinggi.