TEORI DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN Oleh: Shofi Azzura (2016080003)
Abstrak
Al-Qur’an adalah pedoman hidup umat Islam. Al-Qur’an tidak pernah berubah, namun penafsirannya selalu berkembang dari masa ke masa. Sehingga Al-Qur’an mampu menjawab segala problematika yang ada. Al-Qur’an hadir di tengah masyarakat sebagai Problem Solver. Ia tak pernah usang dan tak termakan zaman. Hal inilah yang menjadi bukti kuat bahwa Al-Qur’an merupakan mu’jizat terbesar yang Allah SWT karuniakan kepada Baginda Rasulullah SAW. Sebagai jawaban tuntutan bermacam permasalahan yang lahir di masyarakat, berbagai model corak dan ragam kaidah penafsiran muncul sesuai paradigma mufassir itu sendiri. Salah seorang tokoh mufassir yang tersohor, sebagai pencetus Double Movement Theory (Teori Pergerakan Ganda) yakni Fazlur Rahman dengan kecerdasan dan kemampuannya yang mumpuni mengupas Al-Qur’an dengan kacamata modernitas namun tetap berpegang pada syari’at.
Kata Kunci : Fazlur Rahman, Al-Qur’an, Teori Double Movement A. Biografi Singkat Fazlur Rahman
Fazlur Rahman adalah seorang pemikir muslim, sarjana muslim kaliber dunia, guru besar University of Chicago. Pemikirannya ditandai dengan cara pikir analitis, sistematis, komunikatif, serius, jelas, dan berani dalam mencari solusi masalah umat Islam, baik di bidang pemikiran, politik, maupun hukum Islam1. Rahman dilahirkan pada 21 September 1919 di Hazara sebelum terpecahnya India yang sekarang merupakan bagian dari Pakistan. Dia berasal dari keluarga religius, ayahnya Maulana
1 Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A., Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2005), hlm.
156.
Shihabuddin adalah alumni dari sekolah menengah terkemuka di India Darul Ulum Deoband. Beliau adalah seorang ulama tradisional yang tidak seperti mayoritas ulama pada jaman itu yang menentang dan menganggap pendidikan modern dapat meracuni keimanan dan moral2. Dan bahkan bagi ayahnya, modernitas adalah suatu tantangan dan kesempatan. Di Doeband ayahnya belajar kepada beberapa tokoh yang terkemuka, diantaranya Maulana Mahmud Hasan (wafat 1920) atau yang lebih dikenal dengan Syaikh Al-Hind dan seorang fakih terkenal Maulana Rasyid Ahmad Gangohi (wafat 1905)3.
Karena dibesarkan di dalam keluarga yang religius, sejak kanak- kanak selain menempuh pendidikan formal, dirinya mendapat banyak pembelajaran ke-Islam-an dari ayahnya. Semasa kecil, ayah Rahman sering memberikan pelajaran hadist dan syari’ah, dan tampaknya juga begitu terkesan dengan pendidikan ayahnya sehingga selalu menyebut ayahnya dalam banyak tulisan4 . Pada usia 10 tahun, Rahman berhasil menghafalkan Al-Qur’an di luar kepala dan ketika berusia 14 tahun, ia mulai belajar Filsafat, Bahasa Arab dan beberapa bahasa penting lain seperti bahasa Persia, Perancis dan Jerman serta bahasa Eropa kuno seperti bahasa Latin dan Yunani. Pemikiran modern sang ayah lah yang kemudian terpatrikan dalam benak Fazlur Rahman. Hal tersebut sangat terlihat dari sikapnya yang tidak mau terjebak dalam pemikiran-pemikiran tradisionalis yang sempit dan terkungkung oleh tradisi-tradisi madzhab.
Pada umurnya yang ke-14, Rahman mulai merasakan pendidikan modern di ,Lahore pada tahun 1933 dan masih berlanjut belajar dengan ayahnya. Di Punjab University Lahore inipun Rahman lulus dengan penghargaan untuk Bahasa Arab-nya dan disana juga ia mendapat gelar MA-nya. Rahman adalah seorang pemikir yang sangat kritis sehingga ia dinilai berbeda dari orang pada umumnya. Ia mengkritisi rendahnya mutu
2 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika Al-Qur’an dan Hadist, (Yogyakarta: Elsaq Press, 2010), hlm. 61.
3 Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan Dalam Islam, Cet.II, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 1.
4 Abdul Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer, (Yogyakarta: LKiS, 2010), hlm. 88.
pendidikan di India kala itu dan membuat Rahman memutuskan untuk mengambil program doktor di Universitas Oxford, Inggris.
Pada tahun 1946, Rahman pergi ke Oxford dengan mempersiapkan disertasi dengan Psikologi Ibnu Sina dibawah pengawasan professor Simon Van De Berg, dan di sanalah ia memperoleh gelar Ph. D.5 Setelah lulus dari Oxford, ia mengajar bahasa Persia dan Filsafat Islam di Durham University, Kanada (1950-1958). Setelah tiga tahun mengajar di Mc. Gill University, yakni pada awal tahun 1960, Fazlur Rahman kembali ke Pakistan atas permintaan Ayyub Khan (Presiden Pakistan, 1958-1969) untuk membangun negeri asalnya. Selanjutnya, pada 1962 ia diminta presiden untuk memimpin Lembaga Riset Islam dan menjadi Dewan Penasihat Ideologi Islam pada tahun 1964. Namun, pemikiran modern dari Fazlur Rahman di tentang keras oleh para ulama tradisional- fundamentalis6. Karena banyak kontroversi yang terjadi, pada tanggal 5 September 1986 Rahman resmi mengundurkan diri dan langsung dikabulkan oleh Ayyub Khan.
B. Double Movement Theory Fazlur Rahman
Kehadiran Fazlur Rahman dalam daftar nama-nama pemikir Islam membawa sesuatu yang baru terhadap pemikiran Islam, meskipun sebenarnya pembaharuan dalam Islam telah dilakukan oleh beberapa pemikir sebelumnya7. Double Movement Theory atau yang bisa disebut dengan Teori Pergerakan Ganda adalah suatu prinsip atas pemikiran Fazlur Rahman. Teori ini merupakan suatu proses penafsiran yang ditempuh melalui dua gerakan (langkah) dari situasi sekarang ke masa Al- Qur’an dan dari masa Al-Qur’an ke masa sekarang. Al-Qur’an adalah kitab suci yang tidak terbatas pada ruang dan waktu (shalih fi kulli zaman
5 Abdul Sani, Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 256-257.
6 Taufik Adnan Amal, Metode dan Alternatif Neomodern Islam, (Bandung: Mizan, 1987), hlm. 13-14.
7 Syamsudin, Op. Cit.,
wa makan), dan telah membuktikan dirinya dengan memiliki keistimwaan baik dari segi isinya, susunan kata, sastra, bahkan memiliki posisi penting dalam peradaban umat Islam8. Latar belakang munculnya teori ini salah satunya respon Fazlur Rahman atas munculnya penafsiran Al-Qur’an anomistis yakni sepotong-sepotong yang banyak di munculkan oleh para mufassir periode pertengahan.
Langkah pertama dari gerakan tersebut adalah seseorang harus memahami arti atau makna dari suatu pernyataan tertentu dengan mempelajari situasi atau problem historis yang selanjutnya akan mengaji secara umum mengenai situasi makro dalam batasan-batasan masyarakat, agama, adat istiadat, pranata-pranata, bahkan tentang kehidupan secara menyeluruh di Arabia. Dengan kata lain, langkah pertama dari gerakan ini adalah upaya sungguh-sungguh dalam memahami konteks mikro dan makro saat Al-Qur’an diturunkan, setelah itu mufassir berusaha menangkap makna asli dari ayat Al-Qur’an dalam konteks sosio-historis kenabian, dari hal itulah maka ditemukan ajaran universal Al-Qur’an yang melandasi berbagai perintah normatif Al-Qur’an9.
Langkah kedua gerakan ini, adalah melakukan generalisasi jawaban-jawaban spesifik. Langkah kedua ini berusaha menemukan ideal moral setelah adanya kajian sosio-historis yang mana kemudian ideal moral tersebut menemukan eksistensinya dan menjadi teks yang hidup dalam pranata umat Islam. Namun perlu diingat bahwa dalam proses ini, perhatian harus diberikan kepada arah ajaran Al-Qur’an sebagai suatu keseluruhan sehingga setiap arti tentu dipahami serta setiap hukum dan tujuannya kohern satu dengan lainnya.
Hermeneutika Gerakan ganda ini sesuai dengan kaidah Al-Qur’an yakni mengambil pelajaran atau hukum dari keumuman lafadz, bukan dari
8 Muhammad Ali Mustofa Kamal “Konsep Tafsir, Ta’wil dan Hermeneutika: Paradigma Baru Menggali Aspek Ahkam Dalam Penafsiran Al-Qur’an”. Syari’ati Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum Vol. I No. 01, 2015, hlm. 1, Diakses dari
http://syariati.unsiq.ac.id/index.php/syariati_j/article/download/1/1 9 Mustaqim, Op. Cit., hlm. 183.
kekhususan sebab10. Bukan berarti seseorang mengabaikan pendekatan linguistik ketika memaknai dengan metode ini, seperti nahwu shorof, filologis, dan balaghah. Menurut Rahman, pendekatan linguistik tetap penting digunakan, namun harus menduduki tempat kedua dan ayat-ayat Al-Qur’an tetap harus dinilai dengan pemahaman Al-Qur’an itu sendiri11.
Contoh sederhana dari teori Double Movement Fazlur Rahman dalam masalah poligami Q.S. An-Nisa’ ayat 3.
Pada langkah pertamanya, Rahman mencoba mengaitkan aspek historis dengan sosio-kultural yang berkembang kala ayat tersebut turun.
Menurutnya, kehidupan masa itu didominasi oleh kaum laki-laki dan perempuan menempati posisi yang rendah. Dengan mengambil nilai universal mengenai kesamaan kedudukan waktu itu, Rahman melanjutkan pada langkah yang kedua. Menurut Rahman, akan sangat pelik mempertahankan keadaan berdasarkan ayat-ayat tersebut bahwa masyarakat tetap seperti masyarakat abad ke-7M. Rahman mengatakan bahwa poligami merupakan perkawinan yang bersifat kasuistik dan spesifik untuk menyelesaikan masalah yang ada pada saat itu, yaitu tindakan para wali yang tidak rela mengembalikan harta kekayaan anak yatim setelah anak itu menginjak usia cukup umur atau baligh. Lantas Alquran membolehkan mereka (para wali) mengawini perempuan yatim itu dijadikan istri sampai batas empat orang. Tujuan Al-Qur’an di sini adalah untuk menguatkan bagian-bagian masyarakat yang lemah, seperti, orang-orang miskin, anak-anak yatim kaum wanita, budak-budak, dan orang-orang yang terjerat hutang, sehingga tercipta sebuah tatanan masyarakat yang etis.
C. Kesimpulan
10 Ramli Abdul Wahid, MA., Ulumul Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hlm.
81.
11 Mustaqim, Op. Cit., hlm. 183.
Fazlur Rahman adalah seorang pemikir muslim yang mempunyai daya kritis yang tinggi. Ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga yang religius sehingga dimasa kanak-kanak nya ia telah mampu memahami berbagai ilmu- ilmu dasar Ke-Islam-an atas bimbingan sang ayah dan berhasil menyelesaikan hafalan Al-Qur’an di usianya yang ke-10 tahun. Berbagai pergolakan sosial dan keagamaan kala itu yang banyak mempengaruhi paradigma nya sebagai seorang mufassir. Teori nya yang sangat terkenal yakni Double Movement Theory atau yang biasa disebut dengan teori gerakan ganda.
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Taufik Adnan. 1987. Metode dan Alternatif Neomodern Islam, Bandung:
Mizan.
Azra, Azyumardi. 2005. Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru.
Kamal, Muhammad Ali Mustofa. “Konsep Tafsir, Ta’wil dan Hermeneutika:
Paradigma Baru Menggali Aspek Ahkam Dalam Penafsiran Al-Qur’an”. Syari’ati Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hukum Vol. I No. 01, 2015, hlm. 1, Diakses dari http://syariati.unsiq.ac.id/index.php/syariati_j/article/download/1/1 pada 3 Mei 2018.
Mustaqim, Abdul. 2010. Epistemologi Tafsir Kontemporer, Yogyakarta: LkiS.
Rahman, Fazlur. 2001. Gelombang Perubahan Dalam Islam, Cet.II, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Sani, Abdul. 1998. Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syamsuddin, Sahiron. 2010. Hermeneutika Al-Qur’an dan Hadist, Yogyakarta:
Elsaq Press.
Wahid, Ramli Abdul. 2002. Ulumul Qur’an, Jakarta: Raja Grafindo Persada.