• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI HERMENEUTIKA DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN TERHADAP PEMAHAMAN AHLI KITAB DALAM AL-QUR’AN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "APLIKASI HERMENEUTIKA DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN TERHADAP PEMAHAMAN AHLI KITAB DALAM AL-QUR’AN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI HERMENEUTIKA DOUBLE MOVEMENT

FAZLUR RAHMAN TERHADAP PEMAHAMAN AHLI

KITAB DALAM AL-

QUR’AN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh :

Siti Robikah

NIM 21514015

JURUSAN ILMU AL-

QUR’AN

DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

ّٖل

ُ كِلَو

ّٖ

َّٖفّٖۖاَه ِ

لَّو مَّٖو هٌّٖةَهۡجِو

ُ

ّٖ او قِبَتۡسٱ

ّٖ

ّٖ ِتََٰرۡيَ

لۡٱ

ۡ

ّٖ

ّٖ م كِبّٖ ِت

ۡ

أَيّٖ او نو كَتّٖاَمّٖ َنۡي

أ

َ

ّٖ َللّٱ

ّٖ

ّٖ عيِ َجَ

ّٖ ا

ّٖ َنِإ

َّٖ َللّٱ

ّٖ

ّٖٞريِدَقّٖلء ۡ َشَِّٖ

ُ كََّٰٖ َعَل

١٤٨

148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya.

Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti

Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha

Kuasa atas segala sesuatu. (Al Baqarah[2]: 148).

“ Rethinking the Past, Reshaping the Future”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Untuk Ayahanda,

Untuk Sang Motivator,

Untuk Keluargaku tercinta,

(7)

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini

berpedoman padaSurat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

A. Konsonan Tunggal

Huruf

Arab Nama Huruf Latin Nama

ا

Alif tidak

dilambangkan tidak dilambangkan

ب

ba’ B be

ت

ta’ T te

ث

ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

ج

Jim J je

ح

ḥa’ ḥ ha (dengan titik di bawah(

خ

kha’ Kh ka dan ha

د

Dal D de

(8)

viii

ر

ra’ R er

ز

Zal Z zet

س

Sin S es

ش

Syin Sy es dan ye

ص

ṣad ṣ es (dengan titik di

bawah)

ض

ḍad ḍ de (dengan titik di

bawah)

ط

ṭa’ ṭ te (dengan titik di bawah)

ظ

ẓa’ ẓ zet (dengan titik di bawah)

ع

‘ain ‘ koma terbalik (di atas)

غ

Gain G ge

ف

fa’ F ef

ق

Qaf Q qi

ك

Kaf K ka

(9)

ix

م

Mim M em

ن

Nun N en

و

Wawu W we

ه

ha’ H ha

ء

Hamzah ` apostrof

ي

ya’ Y ye

B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap

ةددعتم

Ditulis Muta’addidah

ةدع

Ditulis ‘iddah

C. Ta’ Marbuah di akhir kata ditulis h

a. Bila dimatikan ditulis h

ةمكح

Ditulis Ḥikmah

ةيزج

Ditulis Jizyah

(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa

Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)

(10)

x

ءايلولاا ةمرك

Ditulis Karâmah al-auliyā`

c. Bila Ta’ Marbuah hidup dengan harakat, fatah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.

ةرطفلا ةاكز

Ditulis Zakat al-firah

D. Vokal Pendek

__

_ َ

Fatḥah Ditulis A

__

_ َ

Kasrah Ditulis I

__

_ َ

ammah Ditulis U

E.Vokal Panjang

Fatah bertemu Alif

ةيلهاج

Ditulis Ā

Jahiliyyah

Fatah bertemu Alif Layyinah

ىسنت

Ditulis Ā

Tansa

Kasrah bertemu ya’ mati

يمرك

Ditulis Ī

Karīm

ammah bertemu wawu mati

ضورف

Ditulis Ū

(11)

xi F. Vokal Rangkap

Fatah bertemuYa’ Mati

مكنيب

Ditulis

Ai

Bainakum

Fatah bertemu Wawu Mati

لوق

Ditulis

Au

Qaul

G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

متنأأ

Ditulis A`antum

تدعأ

Ditulis U’iddat

تمركش نئل

Ditulis La’in syakartum

H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah ditulis

dengan menggunkan “al

نارقلا

Ditulis Al-Qur`ān

سايقلا

Ditulis Al-Qiyās

ءامسلا

Ditulis Al-Samā`

(12)

xii

I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau pengucapannya

ضورفلا ىوذ

Ditulis Żawi al-furū

(13)

xiii ABSTRAK

Robikah, Siti. 2018. Aplikasi Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman terhadap Pemahaman Ahli Kitab Dalam Al-Qur’an. Dr. Adang Kuswaya, M.Ag.

Kata Kunci: double movement, ahli kitab, Fazlur Rahman

Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan teori hermeneutika double movement Fazlur Rahman dalam memahami term ahli kitab dalam al-Qur’an. Ahli kitab pada masa sekarang ini sering menjadi perdebatan dari berbagai pemikir Muslim. Hal ini dikarenakan adanya Surah yang menyatakan kebolehan menikahi ahli kitab (QS Al Maidah:5). Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode kualitatif berbasis pada kajian pustaka berupa kajian tematik dengan menggunakan teori tokoh tafsir era kontemporer, Fazlur Rahman. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah (1), bagaimana hermeneutika double movement Fazlur Rahman?, (2) bagaimana aplikasi hermeneutika double movement Fazlur Rahman dalam pemahaman ahli kitab dalam

al-Qur’an? dan (3) bagaimana relevansi aplikasi hermeneutika double movement Fazlur Rahman terhadap pemahaman term ahli kitab dalam konteks Indonesia? Untuk menjawab hal tersebut maka penulis menggunakan teori hermeneutika Gadamer yang berakhir pada teori aplikasinya. Hermeneutika Fazlur Rahman menurut beberapa peneliti mempunyai kemiripan dengan Gadamer.

Dalam pengaplikasikan teori Rahman harus melihat tiga komponen utama yaitu situasi sekarang kembali ke situasi masa pewahyuan dan dikembalikan ke masa sekarang sebagai sebuah jawaban. Berdasarkan penelitian ini, menghasilkan tiga komponen penting yang harus ada dalam hermeneutika double movement Fazlur Rahman. Pertama, ahli kitab masa sekarang (sebagai sebuah problem), kedua ahli kitab pra Islam dan ahli kitab masa pewahyuan. Dari ketiga komponen tersebut akan dikembalikan pada masa sekarang sebagai sebuah jawaban. Problem yang ada mengenai ahli kitab masa sekarang adalah pertanyaan mengenai masih adakah ahli kitab pada masa ini? setelah ditarik ke masa pewahyuan dimana terbagi dalam tiga komponen yang telah disebutkan.

Maka hasil akhir dari ahli kitab masa sekarang masih ada karena secara realitasnya Yahudi dan Nasrani tidak mengalami perubahan dalam hal teologis (keimanan). Nasrani masih tetap menuhankan Yesus dan Yahudi tetap pada kepercayaannya bahwa Uzair adalah anak Tuhan (at-Taubah:30). Menurut teori Rahman legal spesifik dari ahli kitab adalah masih adanya ahli kitab pada masa sekarang dan ideal moral (nilai yang dapat diambil) dari keragaman agama adalah adanya fastabiqul khoirat

(14)

xiv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikna skripsi ini yang berjudul “Aplikasi Hermeneutika

Double Movement Fazlur Rahman terhadap Pemahaman Ahli Kitab Dalam Al-Qur’an”

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang

telah menerangi dunia dari zaman jahiliyah menuju zaman terang benderang dengan

kesempurnaan agama islam.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana

Agama (S.Ag) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Keberhasilan

penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan semua pihak yang

terkait. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Salatiga.

2. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan

Humaniora (FUADAH) beserta jajarannya yang selalu memberikan dukungannya.

3. Ibunda Tri Wahyu Hidayati, M. Ag Selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

IAIN Salatiga yang tidak lelahnya mengingatkan untuk selalu bersemangat dalam

(15)

xv

4. Ayahanda Dr. Adang Kuswaya, M.Ag selaku Dosen Pembimbing dan motivator

terbaik yang telah membimbing, memberikan nasihat, arahan, serta

masukan-masukan yang sangat membangun dalam penyelesaian tugas akhir ini.

5. Seluruh dosen dan petugas admin Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir di IAIN

Salatiga yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung

terkhusus untuk Bapak Farid Hasan, S.Thi, M.hum, yang telah memberikan

bimbingan dalam penulisan proposal dan selalu mengingatkan agar segera

menyelesaikan tugas akhir dengan maksimal. Bu Ika, Pak Mujib dan Pak Tafin yang

selalu memberikan pelayanan terbaiknya.

6. Bapak Munawari dan Ibu Asiyah yang telah mencurahkan pengorbanan, kasih

sayang dan do’a restu yang tiada henti bagi keberhasilan studi penulis. Begitu juga

Abah Wafir Rahman dan Umi Lathifah yang selalu memberikan wejangannya agar

dapat memaksimalkan diri untuk mengaji dan kuliah.

7. Mbak Ula dan Mas Surur yang selalu memberikan dukungan agar segera

melanjutkan sekolah ke tingkat selanjutnya dan selalu direpotkan untuk translete

kebahasaannya. Ummul dan Ulil yang menyimpankan berjuta do’a untuk kesuksesan

penulis.

8. Motivator terbaik mas mk Ridwan yang tak pernah lelah memberikan pelajaran

berharga untuk tetap selalu belajar, membaca dan menulis dari mulai titik nol hingga

sekarang apa yang telah dicapai oleh penulis. Terima kasih pula untuk mbak

Khairunnisa, Tio famor, Sifa Arif, Putri SKA, Puput dan Eka SKA yang selalu

(16)

xvi

9. Keluarga besar IAT spesial untuk IAT 2014, Samsil, Day, Latep, Abrir, Fisa, Say,

Mpok, Mbak Nopita, Dek Wahyu, Nisa, Nenok, Yusta, Ucu, Layla, Aditya yang

melaju terus pantang mundur demi kesuksesan kita semua. Keluarga Mahasantri

Denok, Rima, Mba Cho, Mba Am dan Mba Ana yang selalu memberikan tambahan

asupan gizi setiap hari. Sahabat posko 101 pak ketua Ucil, Imam, Igun, Mamah,

Karin, Yulia, Uyun inces, Bu Es, Santi yang telah memberikan banyak hadiah cerita

dan tawanya. Teruntuk my twins Inay Hasanah yang selalu memberikan cerita beda

tiap harinya.

10. Teman-teman pesantrenku PPHQ Al Manshur yang selalu memberikan kesan indah

kebersamaan teruntuk Ri_ul, Yaya, Ustadzah Midah, Foajri, Bu Kunul, Nyai Mas

dan seluruh jajarannya. Terima kasih telah mau direpotkan, selalu menjadi pendengar

setia saat bercerita bersama di pesantren. Dan untuk kalian anak-anak PPRT yang

selalu mengajarkan kedewasaan dan kesabaran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan

saran yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat

bagi para Pembaca dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Salatiga, 15 Maret 2018

(17)

xvii DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

NOTA PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... vii

ABSTRAK ... xiii

KATA PENGANTAR ... xiv

DAFTAR ISI ... xvii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Kajian Pustaka ... 8

F. Dasar Pemikiran ... 14

G. Metodologi Penelitian ... 18

H. Sistematika Penulisan ... 20

(18)

xviii

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika ... 19

2. Model- model Hermeneutika ... 23

B. Hermeneutika Barat dan Tafsir al-Qur’an ... 31

1. Teori kesadaran sejarah dan teori pra pemahaman ... 32

2. Teori Fusion of Horizons dan Dirasat ma hawla al-Nashsh ... 33

3. Teori Aplikasi dan Interpretasi Ma’na cum Maghza ... 33

C. Teori Double Movement Fazlur Rahman ... 43

1. Setting Historis Rahman dan Teorinya ... 43

2. Contoh aplikasi Double Movement ... 56

BAB III : PEMAHAMAN AHLI KITAB DARI BERBAGAI PERSPEKTIF A. Terminologi Ahli Kitab ... 60

B. Pergeseran Makna Ahli Kitab ... 62

C. Apresiasi al-Qur’an Terhadap Ahli Kitab ... 72

BAB IV : APLIKASI HERMENEUTIKA DOUBLE MOVEMENT FAZLUR RAHMAN TERHADAP PEMAKNAAN AHLI KITAB A. Aplikasi Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman Terhadap Pemaknaan Ahli Kitab ... 86

1. Ahli Kitab Masa Sekarang ... 86

2. Ahli Kitab Masa Pra-Islam ... 92

3. Ahli Kitab Masa Pewahyuan ... 97

(19)

xix

b. Masa Pewahyuan di Madinah ... 101

4. Ahli Kitab Masa Sekarang Sebagai Jawaban ... 111

B. Skema Double Movement dalam Memahami ahli kitab ... 113

C. Relevansi Aplikasi Double Movement Terhadap Pemaknaan Ahli Kitab Dalam Konteks Indonesia ... 113

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Shahih li Kulli zaman wa makan” adalah salah satu tujuan terpenting atas

al-Qur’an sebagai petunjuk umat Islam. Al-Qur’an tidak akan mampu memberi

petunjuk kepada umat Islam jika umat Islam sendiri tidak tergerak untuk

mengungkap rahasia ayat-ayat al-Qur’an. Salah satu hal yang perlu diperhatikan

dalam mengungkapkan rahasia ayat al-Qur’an adalah dengan melakukan

penafsiran. Tafsir telah ada sejak Nabi Muhammad yang kemudian dilanjutkan

pada masa Sahabat sampai pada masa kontemporer saat ini. Pendekatan yang

digunakan para Mufasir dari masa klasik hingga kontemporer semakin beragam.

Belakangan ini, ada sejumlah pemikir muslim kontemporer yang ingin

memperkenalkan hermeneutika sebagai pendekatan atau bahkan pengganti Ilmu

al-Qur’an dan tafsir.1

Hermeneutika dimunculkan sebagai salah satu metode penafsiran

dikarenakan anggapan bahwa metode terdahulu tidak mempunyai variabel

kontekstualisasi. Metodologi tafsir yang dikembangkan ulama masa lalu,

diasumsikan terlalu memandang sebelah mata terhadap kemampuan akal publik,

terlalu memberhalakan teks dan mengabaikan realitas. Paradigma tafsir klasik

dianggap memaksakan prinsip-prinsip universal al-Qur’an dalam konteks

apapun ke dalam teks al-Qur’an. Akibatnya pemahaman yang muncul cenderung

1 Lihat Abdul Muqtasim-Sahiron Syamsuddin (ed), Studi Al-Qur’an Kontemporer: Wacana

(21)

2

tekstualis-literalis. Dengan demikian menurut pandangan ini, dekontruksi

sekaligus rekonstruksi metodologi penafsiran al-Qur’an adalah suatu

keniscayaan.2

Kemunculan hermeneutika sebagai metode penafsiran al-Qur’an tidak

berjalan secara mulus. Kontroversi hermeneutika semakin marak ketika banyak

dari mufasir kontemporer memunculkan metode hermeneutika sebagai metode

baru untuk menafsirkan al-Qur’an. Sebagai contoh Hassan Hanafi menjelaskan

bahwa hermeneutika bukan sekedar teori penafsiran dan pemahaman, namun ia

adalah ilmu yang menerangkan proses penerimaan wahyu sejak perkataan

sampai pada tingkat kenyataan, serta meggambarkan pemikiran Tuhan kepada

manusia. Untuk dapat memahami teks sangat diperlukan kritik kesejarahan,

guna menjamin keaslian sebuah teks atau kitab suci. Hassan Hanafi menilai

bahwa belum tentu semua teks bebas dari ketidakaslian dan tidak mengalami

distorsi kepentingan ideologis maupun politis. Mengetahui keaslian teks akan

mempermudah proses penafsiran dan menghasilkan pemahaman yang tepat.3

Berbeda dengan pernyataan Hassan Hanafi di atas, sebagian kalangan

yang menolak adanya hermenutika sebagai metode tafsir mengatakan bahwa

hermeneutika berasal dari Barat dan digunakan pada awalnya untuk mengkritisi

kitab suci Bibel. Adian Husaini sebagai salah satu dari golongan tersebut,

mengatakan terdapat tiga persoalan besar apabila hermeneutika diterapkan

2Sudarto Muwafiq, “Hermeneutika Al Quran: Kritik Atas Pemikiran Nasr Hamid Abu Zaid”,

Akademika, (Vol.9, No.1, Juni 2015), hlm.

3 Reflita, “Kontroversi Hermeneutika Sebagai Manhaj Tafsir(menimbang Penggunaan

(22)

3

dalam tafsir al-Qur’an. Pertama, hermeneutika menghendaki sikap yang kritis

dan bahkan cenderung curiga. Sebuah teks bagi seorang hermeneut tidak bisa

lepas dari kepentingan-kepentingan tertentu, baik dari si pembuat teks maupun

budaya masyarakat pada saat teks itu dilahirkan. Kedua, hermeneutika

cenderung memandang teks sebagai produk budaya (manusia) dan mengabaikan

hal-hal yang sifatnya transenden (illahiyyah). Ketiga, aliran hermeneutika sangat

plural, karenanya kebenaran tafsir ini menjadi sangat relatif, yang pada

gilirannnya menjadi repot untuk diterapkan.4Hal tersebut tidak menjadi hal yang

perlu diperdebatkan karena jika dilihat pada masing-masing golongan

mempunyai landasan atas apa yang diungkapkannya.

Pada masa kontemporer ini, bisa dilihat bahwa problematika yang

dihadapi oleh umat Islam semakin beragam dan memang harus ada pembaharuan

metode penafsiran yang memperhatikan konteks kehidupan di masa sekarang.

Maka dari itu, meskipun terdapat pro dan kontra atas hermeneutika tidaklah

menjadi kekeliruan ketika umat Islam menggunakan metode tersebut untuk

menafsirkan al-Qur’an. Salah satu tokoh yang telah menerapkan hermeneutika

sebagai metode tafsir al-Qur’an yaitu Fazlur Rahman. Salah satu tokoh

pembaharu dalam Islam kelahiran Pakistan, menawarkan satu metode tafsir

dalam memahami teks al-Qur’an yang dinamai dengan double movement theory,

dimana gerakan pertama merupakan penjabaran dari tiga pendekatan penafsiran

al-Qur’an yaitu pendekatan historis, kontekstual dan sosiologis. Sedang gerakan

4 Reflita, “Kontroversi Hermeneutika Sebagai Manhaj Tafsir(menimbang Pen

(23)

4

kedua merupakan upaya merumuskan prinsip, nilai, dan tujuan al-Qur’an yang

telah disistematisasikan melalui gerakan pertama terhadap situasi atau kasus

aktual saat ini.5 Dalam hal ini penulis mencoba mengaplikasikan hermeneutika

Fazlur Rahman (selanjutnya akan ditulis Rahman) untuk memahami term ahli

kitab dalam al-Qur’an yang berimplikasi pada problem pernikahan beda agama.

Pernikahan beda agama menjadi sebuah problem yang masih

diperbincangkan sampai saat ini. Dapat dilihat dalam Fatwa Majelis Ulama

Indonesia Nomor: 4/MUNAS VII/ MUI/8/2005 memutuskan bahwa pernikahan

beda agama antara laki-laki muslim dengan ahli kitab menurut qaul mu’tamad

adalah tidak sah (haram).6 Hal ini juga dijelaskan dalam al-Qur’an Q.S. Al

221. dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang

5 Labib Muttaqin, “Aplikasi Teori Double Movement Fazlur Rahman Terhadap Doktrin

Kewarisan Islam Klasik”, Al Manahij:Jurnal Kajian Hukum Islam, (Vol.VII, No.2, Juli 2013), hlm.196

6

(24)

5

musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.

Ayat tersebut menjelaskan secara tekstual jika tidak diperbolehkannya

orang Islam (laki-laki) menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka

beriman. Berbeda dengan ayat diatas, jika melihat dalam QS Al Maidah:5

menjelaskan bahwa adanya kebolehan menikahi ahli kitab bagi orang Islam.

5. pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang merugi.

Dari kedua ayat tersebut menjadi penyebab adanya perbedaan pendapat

(25)

6

adalah membedakan antara wanita musyrik (yang dilarang untuk dinikahi) dan

Ahli kitab (yang boleh dinikahi). Maka dari itu menjadi kegelisahan penulis

untuk mencari masih adakah ahli kitab yang dimaksudkan dalam ayat tersebut

dengan mencoba mengaplikasikan hermeneutika Fazlur Rahman dalam

memecahkan problematika nikah beda agama di kalangan umat Islam.

Ada beberapa alasan akademik penulis memilih riset dengan tema

hermeneutika oleh tokoh Fazlur Rahman dan diaplikasikan untuk memahami

term Ahli kitab bukan yang lain. Pertama, Rahman adalah salah satu garda

depan pencetus hermeneutika yang digunakan untuk menafsirkan al-Qur’an.

Kedua, Hermeneutika Rahman menarik untuk diteliti dikarenakan konsep yang

dicetuskan sistematis dan mudah dipahami. Ketiga, pemahaman atas term Ahli

kitab masih penting untuk diperjelas karena menimbulkan banyaknya perbedaan

pendapat di kalangan umat. Maka dari itu penulis ingin menerapkan

hermeneutika Rahman untuk memahami term Ahli kitab yang implikasinya pada

problem pernikahan beda agama.

B.Batasan dan Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep hermeneutika Fazlur Rahman?

2. Bagaimana Aplikasi Hermeneutika Double Movement Fazlur Rahman

terhadap pemahaman term Ahli kitab dalam al-Qur’an?

3. Bagaimana Relevansi Aplikasi Hermeneutika Double Movement Fazlur

(26)

7 C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Untuk mengetahui konsep hermeneutika Fazlur Rahman.

2. Untuk mengetahui Aplikasi Hermeneutika Fazlur Rahman terhadap

pemahaman term ahli kitab dalam al-Qur’an.

3. Untuk Mengetahui Relevansi Aplikasi Hermeneutika Double Movement

Fazlur Rahman terhadap pemahaman term Ahli kitab dalam Konteks

Indonesia.

D. Manfaat dan Kontribusi

Sebuah karya akademik harus memiliki manfaat dan kontribusi dalam

pengembangan keilmuan Islam, dalam konteks ini adalah studi al-Qur’an.

Secara umum penelitian ini bermanfaat untuk mencari pengertian yang jelas

tentang term ahli kitab dalam al-Qur’an dengan metode hermeneutika Fazlur

Rahman. Secara terperinci manfaat dan kontribusi penelitian ini, sebagai berikut:

1. Memperluas kajian seputar metodologi penafsiran al-Qur’an sebagai

salah satu sarana untuk menjawab problematika di era kontemporer ini

salah satunya dengan metode hermeneutika.

2. Penelitian ini diharapkan dapat memperbarui mindset umat Muslim

mengenai term-term al-Qur’an yang masih menimbulkan kontroversi

di antara pendapat para Ulama’.

3. Memberikan wawasan tentang double movement theory yang

diaplikasikan pada term ahli kitab dalam al-Qur’an dan menemukan

(27)

8 E. Kajian Pustaka

Disertasi yang telah dibukukan karya Ahmad Syukri pada tahun 2007

dengan judul “Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer Dalam Pemikiran

Fazlur Rahman” menjelaskan bahwa: pertama, metode tafsir Rahman muncul

disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam menafsirkan al-Qur’an, metode klasik

dan modern tidak lagi kondusif bagi kehidupan umat Islam dewasa ini. Para

pakar modern belum mampu menawarkan metode tafsir yang sistematis dan

setia pada ajaran al-Qur’an dalam menghadapi persoalan kontemporer. Maka

dari itu, menurut Rahman perlunya rancangan sebuah metode tafsir yang dapat

berlaku adil terhadap tuntunan intelektual dan integritas moral yang mengacu

pada kritik sejarah dalam pengertian yang lebih luas. Metode yang diusulkannya

berbeda dengan para mufasir sebelumnya, dimana ia mengusulkan pendekatan

sejarah dan hermeneutika yang diserap dari sumber klasik dan modern Islam

serta Barat kontemporer.

Kedua, proses perumusan metode ini berlangsung tidak kurang dari 12

tahun. Gagasan pertama dengan nama metode penafsiran sisitematis, kemudian

disempurnakan dengan dua gerakan pemikiran hukum, yaitu pemikiran dengan

berangka dari yang khusus kepada yang umum, kemudian dari umum ke khusus.

Akhirnya, metode ini hadir dalam bentuknya yang final dengan nama gerakan

ganda. Ketiga, gerakan ganda didefinisikan sebagai sebuah metode yang

bertolak dari situasi sekarang menuju masa al-Qur’an diturunkan lalu kembali

pada masa sekarang. Keberadaan metode Rahman merupakan kontribusi yang

(28)

9

kontemporer. Metode Rahman menjadikan asbab al-nuzul dan konteks

historis-sosiologis masyarakat di mana al-Qur’an diturunkan sebagai pertimbangan

dalam menggali prinsip-prinsip umum dan mengajukan model penafsiran yang

memperlihatkan keterkaitan aspek teologi, etika, dan hukum yang merupakan

manifestasi syariat Islam.7

Aplikasi Teori Double Movement Fazlur Rahman Terhadap Doktrin

Kewarisan Islam Klasik” artikel yang ditulis oleh Labib Muttaqin dalam jurnal

Al Manahij Vol. VII, No.2, Juli 2013 berisi tentang tawaran Rahman terhadap

suatu metode penggalian hukum agar prinsip-prinsip umum dan semangat teks

al-Qur’an tetap tertanam dalam suatu hukum. Metode yang dikembangkan oleh

Rahman mengupayakan agar al-Qur’an tidak hanya dipahami sebagai doktrin

normatif semata, tetapi juga harus dikembangkan menjadi konsepsi operatif,

sehingga tetap adanya kesinambungan dan relevansi dari suatu teks al-Qur’an

dengan realitas sosial yang terus berlangsung. Berkembangnya suatu peradaban

dan tatanan sosial adalah sebuah keniscayaan. Hal ini juga berlaku pada

eksistensi dan peran perempuan pada saat ini baik dalam ranah publik maupun

domestik. Realitas inilah yang kemudian dijadikan indikator bagi Rahman dalam

menafsirkan kembali teks-teks kewarisan yang ada dalam al-Qur’an. Dalam

re-interpretasinya, Rahman menggunakan teori double movement dengan

pendekatan historis-kontekstual yang pada akhirnya menyimpulkan bahwa

7 Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir Al Quran Kontemporer dalam Pemikiran Fazlur

(29)

10

ketentuan pembagian waris antara laki-laki dan perempuan yang tadinya

dipahami 2:1 menjadi 1:1. 8

Dr. Sa’dullah Assa’idi dalam bukunya “Pemahaman Tematik Al-Qur’an

menurut Fazlur Rahman” yang diterbitkan oleh Pustaka pelajar pada November

2013 memusatkan pembahasannya pada telaah metodologis atas Major Themes

of the Qur’an karya Fazlur Rahman. Metodologi yang dimaksud merupakan

suatu analisis dan pengaturan yang sistemik mengenai prinsip dan proses

rasional serta eksperimental, dan mengarah pada penyelidikan ilmiah.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

yang berlandaskan pada filsafat rasionalisme. Langkah yang ditempuh selalu

dimulai dengan berfikir menggunakan rasio, karena yang menjadi objek

penelitian itu berasal dari pemahaman intelektual yang dibangun di atas

kemampuan argumentasi secara logis.

Studi tentang pemikiran tafsir atas Major Themes of the Qur’an karya

Fazlur Rahman mempunyai muatan kontributif terhadap bidang keilmuan

sumber ajaran Islam, yaitu ilmu-ilmu al-Qur’an (Ulum al-Qur’an) terutama ilmu

tafsir al-Qur’an. Paradigma Rahman tentang pandangan al-Qur’an yang kohesif

mengenai alam semesta dan kehidupan memberikan perluasan misi “tafsir”,

bukan sekedar berarti menjelaskan ayat al-Qur’an, akan tetapi justru

menafsirkannya dalam arti memberikan petunjuk. Studi tafsir al-Qur’an

menggunakan paradigma Rahman dapat memberikan kontribusi dalam

8 Labib Muttaqin, “Aplikasi Teori Double Movement Fazlur rahman Terhadap Doktrin

(30)

11

pengembangan ilmu-ilmu Islam. Jadi, buku ini merupakan book review karya

Fazlur Rahman Major Themes of the Qur’an.

Tulisan Mawardi “Hermeneutika al-Qur’an Fazlur Rahman (Teori

Double Movement” dalam buku Hermeneutika al-Qur’an dan Hadis yang

diterbitkan oleh eLSAQ Press pada tahun 2010 berisi tentang teori double

movement terdiri dari dua gerakan. Pertama, dari arti khusus (partikular) ke

umum (general). Artinya sebelum seorang mufasir mengambil kesimpulan

hukum, ia harus mengetahui terlebih dahulu arti yang dikehendaki secara

tekstual dalam suatu ayat dengan meniliti alasan hukumnya, baik yang disebut

eksplisit maupun implisit. Gambaran setting sosial masyarakat Arab baik yang

berkenaan dengan adat kebiasaan, pranata sosial, maupun kehidupan keagamaan

saat al-Quran diturunkan, juga harus diperhatikan secara serius oleh seorang

mufasir. Setelah itu, dilakukan generalisasi terhadap pesan yang ingin

disampaikan oleh al-Qur’an. Adapun mengenai ayat-ayat teologis-metafisis,

Rahman menawarkan sebuah pendekatan sintesis logis, yaitu pendekatan dengan

mengevaluasi ayat-ayat yang berhubungan dengan tema yang akan dibahas dan

yang berhubungan tidak selalu berbicara tentang tema yang sama.9

Artikel jurnal Al-Dzikra dengan judul “Konsep Ahlul al-kitab dalam

Al-Qur’an Menurut Penafsiran Muhammed Arkoun dan nurcholish Madjid” yang

ditulis oleh Andi Eka Putra Dosen Fakultas ushuluddin IAIN Raden Intan

Lampung diterbitkan pada Vol.X,No.1, Januari-Juni tahun 2016 ini menjelaskan

9

(31)

12

tentang konsep ahli kitab dalam perspektif Arkoun dan Nurcholish Madjid.

Keduanya melihat komunitas Ahli kitab tidak hanya pada agama Yahudi dan

Nasrani saja akan tetapi bagi mereka yang menganut kitab suci berdasarkan

keyakinan mereka masing-masing. Dalam hal ini Cak Nur dan Arkoun

menawarkan model penafsiran baru dengan memasukkan pertimbangan relasi

antar umat beragama yang semakin inklusif dan dialogis. Perbedaannya jika Cak

Nur tetap menggunakan kata ahli kitab akan tetapi Arkoun mengubahnya

menjadi masyarakat kitab. Implikasi dari tafsiran Cak Nur dan Arkoun mengenai

ahli kitab dalam al-Qur’an memberikan wawasan baru seputar hubungan antar

umat beragama. Keduanya menawarkan konsep yang bermuara pada rethinking

Islam, memikirkan kembali Islam dalam menerima keberadaan agama lain.

Konsep Ahli kitab dalam al-Qur’an pada prinsipnya mengajak umat beragama

untuk saling menyapa, berdialog dan hidup dalam kedamaian dan ketentraman

bersama.10

Waryono Abdul Ghafur menuliskan dalam bukunya yang berjudul

“Persaudaraan Agama-Agama, Millah Ibrahim dalam Tafsir Al Mizan”

diterbitkan oleh mizan pada November 2016 juga menjelaskan perihal ahli kitab

dalam tafsir Al Mizan. Dia membagi Ahli kitab menjadi dua bagian yaitu ahli

kitab yang mukmin dan Ahli kitab yang kafir. Dalam buku ini pembahasan ahli

kitab hanya secara singkat dengan mencari ayat yang berhubungan dengan ahli

10Andi Eka Putra,”Konsep Ahlil al-Kitab dalam Al Quran Menurut Penafsiran Muhammed

(32)

13

kitab kemudian menafsirkannya dengan menggunakan tafsir Al Mizan karya

Thabathaba’i.11

Artikel Ali Masrur dengan judul “Ahli kitab Dalam Al-Qur’an (Model

Penafsiran Fazlur Rahman)”. Dalam tulisannya, Masrur menjelaskan

keselamatan ahli kitab dalam perspektif Fazlur Rahman, yang pada akhir

tulisannya tersebut, Masrur memberikan kritikan terhadap pemikiran Fazlur

Rahman. Menurutnya, dalam menafsirkan ayat mengenai keselamatan ahli kitab

Rahman lebih menekankan pada esensi dan substansi ajaran Islam. Masrur juga

menyimpulkan dari pemikiran Rahman mengenai ahli kitab bahwa ahli kitab

tidak hanya terbatas pada Yahudi dan Nasrani akan tetapi semua agama yang

mempunyai seorang utusan pembawa berita.

Dengan adanya pencarian penelitian ataupun artikel sebelumnya, maka

didapati bahwa penelitian ini mempunyai kesamaan pada pembahasan teori

double movement Fazlur Rahman dengan mengkonsentrasikan pembahasan

yang berbeda-beda. Ahmad Syukri dan Mawardi mengkonsentrasikan

pembahasan secara mendalam pada metodologi teori double movement Fazlur

Rahman. Dalam tulisannya, Labib Muttaqin menjelaskan aplikasi double

movement pada problem kewarisan Islam. Kemudian, Dr. Sa’dullah yang

membahas tentang metode yang digunakan Fazlur Rahman dalam bukunya

Major Themes of the Quran. Artikel yang membahas tentang ahli kitab seperti

Andi Eka dan Waryono akan tetapi memiliki perbedaan pada penggunaan

11

Waryono Abdul Ghofur, Persaudaraan Agama-Agama;Millah Ibrahim dalam Tafsir Al

(33)

14

metodenya. Penelitian Ali Masrur yang berfokus pada ahli kitab dengan metode

penafsiran Fazlur Rahman sebenarnya mempunyai kesamaan yang signifikan,

akan tetapi tulisan ini mengfokuskan pada aplikasi gerakan ganda Fazlur

Rahman yang akan menghasilkan sebuah pembahasan mengenai ahli kitab masa

sekarang, ahli kitab pra-Islam dan ahli kitab masa pewahyuan. Ketiga aspek ini

merupakan tahapan-tahapan dalam teori double movement Fazlur Rahman, yang

mana hal tersebut tidak tersentuh dalam artikel Ali Masrur. Meskipun telah

banyak yang membahas mengenai double movement dan ahli kitab akan tetapi

tidak ada kesamaan dengan tulisan ini.

F. Dasar Pemikiran

Dalam penelitian ilmiah, kerangka teori sangat diperlukan untuk

membantu memecahkan dan mengidentifikasi masalah yang hendak diteliti

sebagai acuan dalam melakukan analisis pada konteks masalah yang hendak

dicarikan jawabannya. Sehingga dalam penelitian aplikasi double movement

theory Fazlur Rahman ini menggunakan teori application Hans Goerge Gadamer

sebagai teori inti.

1. Teori “Penerapan/Aplikasi” Gadamer (Anwendung, application) Awalnya tradisi hermeneutik dibedakan menjadi problem atau seluk

beluk pemahaman (understanding, substilitas intelegendi), dan problem

penafsiran (interpretation, substilitas explicandi.) Baru kemudian dalam

(34)

15

(application, substilitas applicandi).12Dengan menekankan elemen ketiga

itu, yang belum masuk dalam konsep hermeneutik Schleiermacher

maupun Dilthey, Gadamer ingin menekankan bahwa penafsiran bukan

suatu elemen tambahan yang bisa kadang-kadang saja dilakukan setelah

pemahaman dilakukan.13

Penggabungan batin pemahaman dan penafsiran –seperti dalam

hermeneutika Schleiermacher dan Post-Romantik ditegaskan bahwa

adanya satu kesatuan dalam dua elemen-- menyebabkan unsur ketiga

dalam masalah hermeneutik, penerapan, sepenuhnya menjadi terputus dari

hubungan apapun dengan hermeneutika. Di dalam perjalanan refleksi kita

harus melihat bahwa pemahaman selalu melibatkan sesuatu seperti

penerapan terhadap teks untuk dipahami oleh situasi penafsir sekarang.

Jadi, penerapan merupakan bagian dari satu proses terpadu dalam

hermeneutika dan sebagai bagian integral dari tindakan hermeneutika

sebagaimana pemahaman dan penafsiran.14

Dalam sejarahnya, tugas hermeneutika adalah untuk menyesuaikan

makna sebuah teks dengan situasi konkret dimana ia bicara. Sebagai

seorang penafsir kitab suci, mereka tidak hanya bertugas memproduksi

kembali apa yang dikatakan oleh penerjemah akan tetapi mengungkapkan

apa yang niscaya baginya dalam mempertimbangkan situasi yang real saat

12 Hans Gorge Gadamer, Truth and Method, terj. Ahmad Sahidah, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar,2004), hlm.370 13

Richard E Palmer. Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, terj. Musnur Hery dan Damanhuri Muhammed. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005). Hlm.187

14

(35)

16

ini. Hubungan yang orisinil dari bentuk-bentuk hermeneutika ini

tergantung pada pengakuan terhadap aplikasi sebagai sebuah unsur

integral dari semua pemahaman. Di dalam hermeneutika teologis dan

hukum terdapat ketegangan antara teks yang dituliskan –dari hukum atau

penyataan—di satu sisi, di sisi lain, pengertian dicapai oleh penerapannya

di dalam peristiwa penafsiran khusus, baik dalam pertimbangan maupun

ajaran. Hukum di sini tidak dipahami secara historis akan tetapi secara

konkret dianggap sahih melalui penafsiran. Dengan cara yang sama,

sebuah pernyataan religius tidak dipahami semata-mata sebagai dokumen

historis, akan tetapi dipahami dengan cara bagaimana ia menunjukkan

pengaruh penyelamatannya. Ini meliputi fakta bahwa teks, apakah hukum

ataupun kitab suci, jika dipahami dengan tepat, yakni menurut apa yang

dibuat klaim pada setiap peristiwa, di dalam setiap situasi khusus, cara

baru dan berbeda maka hal tersebut yang disebut dengan aplikasi.15

Pokok dari pemahaman, sebagaimana yang terjadi dalam ilmu-ilmu

kemanusiaan, secara esensial bersifat historis, yakni sebuah teks dipahami

dengan cara yang berbeda di setiap waktu. Struktur historitas di dalam

pemahaman mensugestikan pentingnya sebuah faktor yang telah lama

diabaikan dalam hermeneutika, aplikasi, fungsi interpretasi dalam

hubungannya dengan makna teks terhadap situasi kekinian.16

15

Hans Gorge Gadamer, Truth and Method, terj. Ahmad Sahidah, hlm.371 16

(36)

17

2. Fusion of Horizons Gadamer dan Double Movement Theory Rahman Menurut Gadamer dalam menafsirkan, seorang penafsir harus selalu

berusaha merehabilitasi pra pemahamannya. Hal ini berkaitan dengan teori

“penggabungan atau asimilasi horison”, dalam arti bahwa proses penafsiran

seseorang harus sadar bahwa dalam proses penafsiran seseorang harus sadar

bahwa ada horison, yakni cakrawala (pengetahuan) atau horison di dalam

teks dan cakrawala (pemahaman) atau horison pembaca. Soerang pambaca

teks memulainya dengan cakrawala hermeneutika, namun dia juga

memperhatikan bahwa teks juga mempunyai horison sendiri yang mungkin

berbeda dengan horison yang dimiliki pembaca.17

Horison teks atau disebut dengan weltanschauung (pandangan

dunia) hanya dapat diketahui dengan melakukan apa yang disebut al-Khulli

dengan dirāsāt mā fî n-nashsh (studi atas apa yang ada di dalam teks) dan

dirāsāt mā hawla n-nashsh (studi atas sesuatu yang melingkupi teks). Studi

apa yang ada di dalam teks dilakukan antara lain dengan menganalisis aspek

kebahasaan teks, sedangkan studi atas sesuatu yang melingkupi teks berupa

analisis terhadap aspek historis yang melingkupinya, seperti aspek historis

mikro (asbaab an-nuzul) dan aspek historis makro yakni kondisi bangsa

Arab saat al-Qur’an diturunkan. Setelah seorang penafsir melakukan

analisis-analisis di atas, maka dia akan mendapatkan Weltanschauung atau

horison teks secara baik.18

17

Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran (Edisi Revisi dan Perluasan), (Yogyakarta:Baitul Hikmah Press, 2017), hlm.81

18

(37)

18

Pemikiran Gadamer fusion of horizons dianggap menginspirasi

Rahman dalam pemikiran double movement theorynya, meskipun secara

tegas Rahman menampik jika ia terpengaruh oleh hermeneutika Gadamer,

bahkan mengklaim bahwa pemikirannya sama sekali berbeda dengan

pemikiran Gadamer.19 Dari keduanya mempunyai kemiripan ketika

membahas dua horison yang perlu diperhatikan ketika akan menafsirkan

sebuah teks. Dalam teori double movementnya, Rahman juga mengatakan

bahwa dibutuhkannya dua gerakan yang saling berkaitan dan tidak dapat

dipisahkan demi mendapatkan pesan yang sebenarnya (pokok) akan

disampaikan oleh teks (al-Qur’an).

G.Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif yang menitik

beratkan pada telaah kepustakaan( library research) dengan analisis

deskriptif. Penulis mengumpulkan tulisan atau buku yang bersangkutan

kemudian mengaplikasikan pemikiran tokoh tersebut untuk menjawab

sebuah problem yang menjadi latar belakang adanya penelitian.

2. Kebutuhan dan Sumber data

Penulisan ini merupakan penulisan kepustakaan, karenanya data

yang digunakan adalah buku-buku atau tulisan yang disusun oleh Fazlur

Rahman. Selain itu penulis juga melakukan pengumpulan data dengan

19 Mu’amar Zayn Qadafy,

(38)

19

jalan mempelajari literatur dari buku-buku lain yang mendukung

pendalaman analisis.

Secara garis besar sumber data terbagi mejadi dua yaitu

a). Sumber pilihan (Primer)

Sumber data primer dalam penelitian ini meliputi karya-karya Fazlur

Rahman yang dipakai bahan analisis, seperti:

1. Fazlur Rahman, Major Themes of the Quran,(Chicago: The

University of Chicago,2009)

2. Fazlur Rahman, Islam, (Chicago :The University of

Chicago,1979)

3. Fazlur Rahman, Revival and reform in Islam, Terj. Aam

Fahmia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2000).

4. Fazlur Rahman, Metode dan Altertif Neomodernisme Islam,

Penyunting Taufik Adnan Amal, (Bandung: Mizan,1989).

5. Fazlur Rahman, Islam and Modernity, Transformation of an

Intelectual Tradition, (Chicago: The University of Chicago

Press,1982).

b). Sumber Tambahan ( Sekunder)

Data sekunder merupakan pendukung karya yang ditulis oleh para

tokoh yang berkaian dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian

(39)

20

1. Waryono Abdul Ghofur, Persaudaraan

Agama-Agama;Millah Ibrahim dalam Tafsir Al Mizan,

(Bandung:PT. Mizan Pustaka,2016).

2. Abd A’la, Dari Neomodernisme Ke Islam Liberal, (Jakarta:

Dian Rakyat,2009).

3. Ahmad Syukri, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer

dalam Pemikiran Fazlur Rahman, (Badan Litbang dan

Diklat Depag RI, 2007).

4. Sa’dullah Assa’idi, Pemahaman Tematik al-Qur’an

Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar,2013).

5. Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas:

Studi Atas Pemikiran Hukum Fazlurrahman, (Bandung:

Mizan, 1996).

3. Teknik Pengumpulan data

Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan studi pustaka

yaitu dengan mencari literatur baik berupa buku atau jurnal yang berkaitan

dengan penelitian.

H.Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini terdiri dari 5 (lima) bab. Yang mana setiap bab saling

berkaitan satu sama lain. Sistematika penulisan laporan penelitian ini bertujuan

agar pembahasan dalam laporan penelitian ini tersusun secara sistematis supaya

(40)

21

Bab pertama Pendahuluan; berisi hal-hal yang berkaitan dengan penelitian

ini yang menguraikan pemikiran latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan dan kegunaan penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian sebagai

cara metodologis dalam penulisan dan sistematika penulisan. Bab pertama

merupakan gambaran awal tentang penulisan laporan penelitian ini.

Bab kedua Hermeneutika al-Qur’an Fazlur Rahman. Bab ini meliputi

pengertian, macam-macam dan hubungan hermeneutika umum dengan

penafsiran al-Qur’an yang kemudian dilanjutkan pembahasan pada

hermeneutika double movement Fazlur Rahman dan beberapa contoh penerapan

metode hermeneutika tersebut.

Bab ketiga Pemahaman terma ahli kitab dari berbagai perspektif. Dalam

bab ini dijelaskan beberapa pengertian ahli kitab baik secara kebahasaan maupun

secara luas. Pengertian ahli kitab juga diperluas dengan adanya

pendapat-pendapat dari para tokoh Muslim. Bab ini akan menghasilkan pengertian yang

luas mengenai terma ahli kitab.

Bab keempat Aplikasi Hermenutika Double Movement Fazlur Rahman

Terhadap Pemaknaan Ahli kitab. Pada bab ini, akan diketahui bagaimana

penggunaan teori double movement Fazlur Rahman dalam memahami terma ahli

kitab dan relevansinya dalam konteks Indonesia.

Bab kelima penutup yang berisi simpulan seluruh rangkaian yang telah

dikemukanan dan merupakan jawaban atas permasalahan yang ada. Bab ini juga

berisi saran-saran yang bisa direkomendasikan dan menunjukan hasil akhir dari

(41)

22 BAB II

HERMENEUTIKA AL QUR’AN FAZLUR RAHMAN

A.Hermeneutika Barat

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Hermeneutika

Secara etimologis, kata hermeneutika diambil dari bahasa Yunani,

yakni hermeneuein, yang berarti “menjelaskan”. Kata hermeios dan kata

kerja yang lebih umum hermeneuein dan kata bensa hermenia diasosiasikan

pada Dewa Hermes. Tepatnya, Hermes diasosiasikan dengan fungsi

transmisi apa yang ada di balik pemahaman manusia ke dalam bentuk yang

dapat ditangkap oleh intelegensia manusia.20 Pada suatu ketika Hermes

dihadapkan dengan sebuah masalah bagaimana menyampaikan pesan Zeus

yang menggunakan “bahasa langit” kepada manusia yang menggunakan

“bahasa bumi”. Akhirnya, dengan kebijaksanaannya, Hermes menafsirkan

bahasa Zeus ke dalam bahasa manusia dalam bentuk teks suci.21

Pengasosiasian hermeneutik dengan Hermes secara sekilas

menunjukkan adanya tiga unsur yang menjadi variabel utama pada kegiatan

manusia dalam memahami. Pertama, adanya tanda, pesan atau teks yang

menjadi sumber atau bahan dalam penafsiran yang diasosiasikan dengan

pesan yang dibawa oleh Hermes. Kedua, adanya perantara atau penafsir

yaitu Hermes dan ketiga, penyampaian pesan oleh seorang perantara agar

dapat dipahami dan sampai kepada yang menerima. Beberapa kajian

20

Richard E Palmer. Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, terj. Musnur Hery dan Damanhuri Muhammed, hlm.15

21 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu: Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma dan Kerangka

(42)

23

menyebutkan bahwa hermeneutika adalah proses mengubah sesuatu atau

situasi ketidaktahuan menjadi tahu dan mengerti.22

Kata tersebut kemudian diserap ke dalam bahasa Jerman Hermeneutik

dan bahasa Inggris hermeneutics. Sebagai sebuah istilah, kata tersebut

didefinisikan secara beragam dan bertingkat. Hermeneutika adalah seni

praktis, yakni techne yang digunakan dalam hal-hal seperti berceramah,

menafsirkan bahasa-bahasa lain, menerangkan dan menjelaskan teks-teks,

dan sebagai dasar dari semua ini (ia merupakan) seni memahami, sebuah

seni yang secara khusus dibutuhkan ketika makna sesuatu (teks) itu tidak

jelas.23

Dengan makna ini pulalah F. Schleiermacher mengartikan istilah

tersebut dengan seni memahami secara benar bahasa orang lain, khususnya

bahasa tulis (the art of understanding rightly another man’s language,

particularly his written language). Selain sebagai seni, hermeneutika pada

masa modern, menurut Gadamer diartikan sebagai art of exegesis (seni

menafsirkan), melainkan lebih dari itu sebagai disiplin yang membahas

aspek-aspek metodis yang secara teoritis dapat menjustifikasi aktivitas

penafsiran. Definisi hermeneutika sebagai gabungan antara aktivis dan

metode penafsiran ini juga didapati pada definisi yang dikemukakan oleh

Franz-Peter Burkard yaitu “seni menafsirkan teks dan dalam arti yang lebih

luas hermeneutika adalah refleksi teoritis tentang metode-metode dan

22Fahruddin Faiz, Hermeneutika Al-Qur’an Tema-tema Kontroversial,

(Yogyakarta:Kalimedia,2015), hlm.5

23Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, (Yogyakarta:

(43)

24

syarat-syarat pemahaman. Definisi tersebut dengan jelas memasukkan

aktivitas penafsiran dan metodenya ke dalam istilah hermeneutika.24

Hermeneutika berbicara tentang pemahaman bukan untuk

menciptakan kembali hal yang dibaca. Hermeneutika bukan hanya

mengeluarkan kembali sesuatu yang sudah tersimpan lama akan tetapi

sebagai sebuah seni yang bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman.

Menurut Schleiermacher terdapat dua masalah universal dalam

hermeneutika yaitu penjumpaan dengan sesuatu yang asing dan

kemungkinan salah paham manakala harus memahami lewat kata-kata.25

Maka dengan adanya hermeneutika, pemahaman atas sebuah teks

diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman dan dapat dicapai makna

objektif-orisinil.26

Problem dasar yang diteliti hermeneutika adalah masalah penafsiran

teks secara umum, baik berupa teks historis maupun teks keagamaan. Oleh

karenanya, yang ingin dipecahkan merupakan persoalan yang sedemikian

banyak lagi kompleks yang terjalin sekitar watak dasar teks dan

hubungannya al-turats di satu sisi, serta hubungan teks dengan

pengarangnya di sisi lain. Yang terpenting di antara sekian banyak persoalan

di atas adalah bahwa hermeneutika mengkonsentrasikan diri pada hubungan

mufasir dengan teks. Konsentrasi atas hubungan mufasir dengan teks

24 Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, hlm. 6 25 W. Poespoprodje, Hermeneutika, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 24

26

(44)

25

merupakan titik pangkal dan persoalan serius bagi hermeneutik.27 Jika

dilihat dalam berbagai pembahasan, interpretasi dan pemahaman –dimana

pemahaman adalah hal yang menjadi tujuan hermeneutika—erat terjalin.

Setiap masalah interpretasi adalah masalah pemahaman, dengan alasan

bahwa pemahaman dicapai melalui interpretasi.

Memahami teks melalui interpretasi menurut hermeneutika tidak bisa

lepas dari konteks sejarah dimana teks itu muncul, kepada siapa teks itu

berdialog, mengapa teks itu dibuat dan seterusnya, yang pasti tidak lepas

dari ruang yang mengintarinya. Teks adalah produk kebudayaan yang

mengintarinya sehingga harus dipahami secara kritik historis. Menurut

Schleiermacher, karya sastra atau seni merupakan manifestasi pribadi

sehingga membaca teks adalah suatu dialogia dengan pengarang atau

seniman. Teks bukanlah objek mati, bukan sekedar benda yang merentang

dalam ruang dan waktu (res extensa).28

2. Model-Model Hermeneutika

Sebagai sebuah metode penafsiran, hermeneutika terdiri atas tiga

bentuk atau model. Pertama, hermeneutika objektif yang dikembangkan

tokoh-tokoh klasik, khususnya F. Schleimacher, W. Dilthey, dan Emilio

Betti. Menurut model ini, penafsiran berarti memahami teks sebagaimana

yang dipahami pengarangnya, sebab apa yang ada di dalam teks adalah

ungkapan jiwa pengarangya, sehingga apa yang disebut makna atau tafsiran

27Nasr Hamid Abu Zayd, Isykaliyat al-Qira’ah wa Aliyyat at-Ta’wil, terj. Muhammad

Mansur, (Jakarta: ICIP, 2004), hlm. 3

(45)

26

atasnya tidak didasarkan pada kesimpulan pembaca melainkan diturunkan

dan bersifat instruktif.29 Untuk dapat mencapai tingkatan itu, menurut

Schleiermacher, ada dua cara yang dapat ditempuh, dengan bahasanya yang

mengungkapkan hal-hal baru atau lewat karakteristik bahasanya yang

ditransfer kepada kita. Ketentuan ini didasarkan atas konsepnya tentang

teks. Menurut Schleiermacher, setiap teks mempunyai dua sisi yaitu

pertama, sisi linguistik yang merujuk pada bahasa yang memungkinkan

proses memahami menjadi mungkin dan kedua, sisi psikologis yang isi

pikiran si pengarang yang termenifestasi pada gaya bahasa yang digunakan.

Dua sisi ini mencerminkan pengalaman pengarang yang mana pembaca

mengkontruksikannya dalam upaya memahami pikiran pengarang dan

pengalamannya.30

Untuk memahami maksud pengarang –dengan gaya bahasa yang

berbeda- maka tidak ada jalan lain bagi mufasir kecuali harus keluar dari

tradisinya sendiri untuk kemudian masuk ke dalam tradisi dimana si penulis

teks tersebut hidup, atau paling tidak membayangkan seolah dirinya hadir

pada zaman itu. Dengan masuk ke dalam dunia pengarang, memahami dan

menghayati budaya yang melingkupinya, mufasir akan mendapatkan makna

objektif sebagaimana yang dimaksud si pengarang.31

29 Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics, (London: Roudege & Kegars Paul,1980),

hlm.29 30

Nasr Hamid Abu Zayd, Isykaliyat al-Qira’ah wa Aliyyat at-Ta’wil, terj. Muhammad Mansur, hlm.11

31

(46)

27

Scheleimacher juga telah mempelopori tokoh-tokoh setelahnya,

terutama Dilthey dan Gadamer. Dilthey memulai pembahasannya dalam

wilayah yang mana Schelemacher berhenti, yakni pembahasan tentang

penafsiran dan pemahaman yang benar dalam bidang ilmu-ilmu humaniora.

Usaha Dilthey terfokus pada pemisahan antara disiplin ilmu alam, sejarah

dan humaniora. Dilthey menolak metode kalangan positivisme yang

mengatakan bahwa penyelamatan satu-satunya bagi ketertinggalan ilmu

humaniora dan ilmu-ilmu alam adalah dengan menerapkan metode

eksperimental ilmu-ilmu eksakta dalam ilmu-ilmu humaniora, sebagai

upaya untuk mencapai aturan umum yang pasti dan untuk menghindari

subjektivitas dan kedangkalan ilmu humaniora.32

Dilthey berusaha membangun ilmu sosial dengan landasan metode

yang berbeda dengan ilmu alam. Menurutnya, perbedaan diantara keduanya

terletak pada persoalan materinya, materi ilmu sosial (akal manusia) bukan

merupakan bentukan di luar dirinya sebagaimana materi ilmu alam adalah

derivasi dari alam.

Kedua, hermeneutika subjektif yang dikembangkan oleh tokoh

modern Hans Georg Gadamer dan Jacques Derida. Menurut model ini,

hermeneutika bukan sebuah usaha untuk menemukan makna objektif yang

dimaksud penulis melainkan memahami apa yang tertera dalam teks itu

sendiri.33 Stressing mereka adalah isi teks itu sendiri secara mandiri bukan

32

Nasr Hamid Abu Zayd, Al-Qur’an, Hermeneutika dan kekuasaan, terj. Dede Iswadi, (Bandung:RqiS), hlm.47

(47)

28

pada ide awal penulis. Inilah yang membedakan antara hermeneutika

subjektif dan objektif. Dalam pandangan subjektif, teks bersifat terbuka dan

dapat diinterpretasikan oleh siapapun, ia telah berdiri sendiri dan tidak lagi

berkaitan dengan penulis. Karena itu, teks tidak harus dipahami berdasarkan

ide penulis melainkan berdasarkan materi yang ada dalam teks itu sendiri.

seseorang menafsirkan teks berdasarkan apa yang dimiliki saat ini

(vorhabe), apa yang dilihat (vorsicht), dan apa yang diperoleh kemudian

(vorgriff).34 Menurut pendapat Gadamer, ketiga unsur tersebut, yang disebut

dengan lingkaran hermeneutika, didiskusikan oleh Heidegger bukan sebagai

usaha pemahaman praktis, melainkan dimaksudkan untuk memberikan

deskripsi cara pencapaian pemahaman melalui interpretasi. Heidegger

menjelaskan bahwa jika ingin memahami sesuatu, maka seseorang haruslah

membawa latar belakang tradisi yang telah ia miliki sebelumnya. Unsur

pertama dalam lingkaran hermeneutika disebut dengan vorhabe(fore-have).

Selanjutnya dalam menafsirkan, orang itu dibimbing oleh cara pandang

tertentu. Maka dari itu dalam melakukan proses pemahaman ia selalu

didasari oleh apa yang telah dilihat sebelumnya yang disebut pada unsur

kedua dengan vorsicht (fore-sight). Unsur selanjutnya yaitu Vorgiff

(fore-conception) yang menjadi syarat pemahaman adalah konsep-konsep yang

memberi kerangka awal. Ketiga unsur tersebut menjadi syarat pemahaman

dalam lingkaran hermeneutik yang bertitik tolak dari konsep ontologis

Heidegger yang lebih mendasar pada being there dari Dasein yang terikat

34

(48)

29

temporalitasnya. Menurut penjelasan Gadamer bahwa lingkaran

hermeneutika mengandung kapasitas primordial pemahaman manusia yang

positif karena adanya pra-pengertian.35

Ketiga, hermeneutika pembebasan yang dikembangkan oleh tokoh

Muslim kontemporer yaitu Hassan Hanafi dan Farid Esack. Pada model ini

hermeneutika tidak hanya berarti ilmu interpretasi akan tetapi lebih pada

aksi.36 Hassan Hanafi biasanya dianggap sebagai filosof dibandingkan

dengan hermeneutikus, namun disertasinya merupakan sebuah pengkajian

hermeneutik Islam yang sangat komprehensif dan sangat disayangkan jika

diabaikan begitu saja. Dia juga menulis beberapa artikel yang berisi tentang

hermeneutika al-Qur’an dan juga karya eksegetis meskipun dalam

pengertian tradisionalnya bukan merupakan kitab tafsir. Menurutnya,

hermeneutika bukan hanya sebuah seni interpretasi dan teori pemahaman,

namun juga merupakan ilmu yang menjelaskan penerimaan wahyu dari

tingkat kata ke tingkat realitas, dari logos ke praksis. Dia mengusulkan

sebuah hermeneutika al-Qur’an yang spesifik (juz’i), tematik, temporal dan

realistik, dia juga lebih menekankan makna dan tujuan ketimbang kata-kata

dan huruf. Hermeneutika al-Qur’an haruslah berdasarkan atas pengalaman

hidup, dimulai dengan kajian atas problem-problem manusia. Teori

hermeneutikanya terutama didasarkan atas pengertian asbaab an nuzul

dalam pengertian realitas selalu mendahului wahyu. Interpretasi haruslah

35Agus Darmaji, “Dasar-Dasar Ontologis Pemahaman Hermeneutik Hans-Georg Gadamer”,

Refleksi, (Vol.13,No.4,2013),hlm.473

36 Hassan Hanafi, Liberalisasi, Revolusi, Hermeneutik, terj. Jajat Firdaus,

(49)

30

mengambil titik berangkatnya dari realitas, dalam problem-problem di mana

manusia mendapatkan dirinya, kemudian kembali kepada wahyu

(al-Qur’an) untuk mendapatkan sebuah jawaban teoritis. Jawaban teoritis ini

haruslah kemudian diterapkan dalam praksis. Interpretasi selalu berakhir

dalam praksis.37

Farid Esack, seorang intelektual Muslim Afrika Selatan dan aktivis

hak asasi manusia, mengusulkan sebuah hermeneutika al-Qur’an tentang

plularisme religius untuk pembebasan. Yang didasarkan atas konteks dan

pengalaman hidup di Afrika Selatan, yang pernah dibentuk oleh politik

aparteid, ketidakadilan dan penindasan. Dia lebih menekankan

hermeneutika penerimaan yang biasanya didiskusikan dalam konteks

fungsionalisme. Yang sentral dalam hermeneutika adalah pertanyaan

mengenai bagaimana teks al-Qur’an diterima oleh masyarakat Muslim

Afrika Selatan. Demikian pula koteks spesifik di mana teks

al-Qur’anditerima dan dialami, dan bukannya konteks universal, adalah titik

dimana interpretasi apapun dimulai. Dalam hal ini masyarakatlah yang

berhak menginterpreatsi wahyu Allah bukanlah Ulama.38

Dengan demikian, terdapat tiga model hermeneutika. Pertama,

hermeneutika objektif yang berusaha memahami makna asal dengan cara

mengajak kembali ke masa lalu; Kedua, hermeneutika subjektif yang

memahami makna dalam konteks kekinian dengan menepikan masa lalu;

37

Moch. Nur Ichwan, Meretas Kesarjanaan Kritis Al-Qur’an, (Jakarta:TERAJU, 2003), hlm.40

38

(50)

31

Ketiga, hermeneutika pembebasan yang memahami makna asal dalam

konteks kekinian tanpa menghilangkan masa lalu dan yang terpenting

pemahaman tersebut tidak sekedar berkutat dalam wacana melainkan

benar-benar mampu menggerakan sebuah aksi dan perubahan sosial.39

B. Hermeneutika Barat dan Tafsir al-Qur’an

Mengenal hermeneutika Barat bermula dari hermeneutika yang

dikenalkan oleh Schleiermacher—yang kemudian dikenal sebagai bapak

hermeneutika—kemudian dilanjutkan oleh para tokoh setelahnya. Dhitley,

Gadamer dan Jorge Gracia sebagai deretan nama yang berada setelah

Schleiermacher. Pada era kontemporer ini, banyak tokoh intelektual Islam

yang mengadopsi pemikiran hermeneutika Barat untuk memahami kitab

suci al-Qur’an. Salah satunya pemikiran Fazlur Rahman yang banyak

mengadopsi pemikiran Gadamer, meskipun Fazlur Rahman tidak

mengakuinya secara keseluruhan. Jika dilihat secara spesifik maka terlihat

dari teori kedua tokoh—fusion of horizon dan double movement-- tersebut

terdapat keterkaitan di antara keduanya.

Kesesuaian hermeneutika Gadamer dan penafsiran al-Qur’an terlihat

pada setiap teori yang dia kemukakan.

39Muhammad Aji Nugroho, “Hermeneutika al

-Qur’an Hassan Hanafi; Merefleksikan Teks

(51)

32

1. Teori kesadaran sejarah dan teori pra pemahaman dalam menafsirkan

al-Qur’an

Inti dari teori pra pemahaman adalah bahwa seorang penafsir harus

berhati-hati dalam menafsirkan teks dan tidak menafsirkan sesuai

kehendaknya semata-mata hanya terpengaruh pada pengetahuan awal. Teori

ini sangat jelas adanya keterkaitan dengan ilmu tafsir al-Qur’an. Dalam

hadis Nabi dijelaskan bahwa “Barang siapa yang menafsirkan al-Qur’an

dengan ra’y-nya, maka bersiaplah untuk menempati nereka.” Kata ra’y

dalam hadis tersebut diartikan sebagai “akal”, sebab kata akal mengandung

arti berfikir secara positif, sebagaimana telah tertera dalam surah

al-Qur’an.40 Kata ra’y diatas lebih tepatnya diartikan dengan “dugaan” atau

pra pemahaman yang tidak atau belum diuji ketepatannya. Seperti dalam

istilah Gadamer yaitu ‘vorverstaendnis’.41Dalam hadis lain dikatakan

bahwa man fassara l-Qur’ana bi ghairi ‘ilm (siapapun yang menafsirkan

al-Qur’an tanpa ilmu pengetahuan). Dengan demikian penafsiran yang

dilarang oleh Nabi adalah penafsiran yang tidak didasarkan pada ilmu

pengetahuan yang dibutuhkan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an saat

penafsiran dan hanya didasarkan pada ‘subyektivitas’ penafsir semata.42

40

Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, Edisi Revisi dan Perluasan, hlm. 84

41

Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Quran, Edisi Revisi dan Perluasan, , hlm. 84

42

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 1830 Lotka mengatakan bahwa penulis yang berkontribusi dalam satu artikel adalah 60% dari total penulis yang memberikan kontribusi. Itu berarti semakin banyak

Hasil penelitian menunjukkan: konsumsi gula pasir masyarakat kota Medan meningkat setiap tahun dari tahun 2001 sampai dengan 2011 dengan persentase sebesar 1,006%;

Zona target merupakan lapisan Z2230 yang berada pada Formasi Talang Akar dengan litologi perselingan sandstone dan shale.. Hasil analisa sensitifitas menunjukkan

Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk meneliti beban-penurunan pada pondasi tiang bor akibat pembebanan aksial berdasarkan hasil uji beban

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk melakukan suatu keputusan orang akan melalui suatu proses tertentu, demikian pula pada hal keputusan memilih produk atau merek

Persentase perkecambahan, jumlah tu- nas, jumlah daun dan tinggi tanaman dipengaruhi oleh perlakuan faktor tunggal konsentrasi media MS dan konsentrasi media dengan

Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensif bertujuan untuk memberikan asuhan bagi pasien dengan penyakit berat yang potensial reversible, memberikan

Sekolah dan para guru memegang peran dan tanggungjawab yang lebih besar dalam pembelajaran peserta didik, tidak hanya ditunjukkan untuk me- menuhi harapan agar