• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN AHLI KITAB DARI BERBAGAI PERSPEKTIF

C. Apresiasi al- Qur’a n Terhadap Ahli Kitab

Di dalam al-Qur’an, setidaknya terdapat 31 ayat yang dengan jelas

menggunakan sebutan ahli kitab. Dari 31 ayat tersebut, 27 ayat memandang ahli kitab secara kritis, sementara yang 4 ayat sisanya memandang ahli kitab ini secara apresiatif dan simpatik. Ayat-ayat yang memandang ahli kitab secara kritis terdapat pada QS 2:105, 109; QS 3:65,59,70,71,72,75,98,99; QS 4: 153,159,17; QS 5:15, 19,59,65,68,77; QS 29:46, QS 33:26; QS 57:29; QS 59:2,11; QS 98: 1,6. Sedangkan empat ayat sisanya memandang ahli kitab secara positif dan apresiatif hanya terdapat dalam satu surat saja yakni

113

Nafis Irkhami, Keselamatan Bagi Ahlul Kitab? Menelusuri Pemahaman Al Maraghi, (Salatiga: STAIN Salatiga Press, 2006), hlm.48

73

Surat Ali Imran, ayat 64, 110, 113, dan 199. Dari uraian tersebut, logis jika mayoritas pemikir Muslim menyatakan bahwa ahli kitab adalah Yahudi dan Nasrani. Meskipun beberapa pemikir Muslim memasukkan Majusi dan

Shabi’in sebagai ahli kitab.114 Hal ini tidak menjadi problem jika hanya Yahudi dan Nasrani yang dimasukkan ke dalam kelompok ahli kitab dikarenakan secara historis, kontak antara Nabi Muhammad dengan umat Yahudi dan Nasrani lebih intensif dibandingkan dengan komunitas agama lain.

Jika disusun secara nuzuli115, ayat-ayat ahli kitab dalam tersebut mempunyai makna tersendiri. Salah satu ayat ahli kitab yang termasuk dalam Surah Makiyyah menurut Noldeke yaitu QS 29: 46;

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri"

Keadaan tersebut memperlihatkan bahwa keharusan untuk berbuat baik dengan ahli kitab yang berada di Mekah agar Islam menjadi agama yang menyebarkan kebaikan. Surah Al-‘Ankabut merupakan salah satu

Surah yang diperselisihkan masa turunnya. Mayoritas ulama berpendapat bahwa semua ayatnya turun sebelum hijrah ke Madinah, atau dengan kata

114

Umi Sumbulah, Islam & Ahli Kitab Perspektif Hadis, (Malang: UIN Maliki-Press,2012,cet.II), hlm.12

115

QS 2:105, 109; QS 98: 1,6. QS 3:65,59,70,71,72,75,98,99; QS 57:29; QS 4: 153,159,171; QS 59:2,11; QS 33:26;. QS 5:15, 19,59,65,68,77; dan QS 29:46 Makiyyah ketiga. Lihat lebih jelasnya pada Theodor Noldeke, Tarikh Qur’an, terj. Farid Yarisy Syafali, (New York: Dar Nasyr, 2000), hlm. XXXVI

74

lain Surah ini Makiyyah.116 Kemudian dilanjutkan pada periode Madinah yang diawali dari Surah Al Baqarah (2).

QS 2: 105, ayat ini mengingatkan kaum muslimin agar jangan mempercayai persahabatan pada sebagian ahli kitab.117 Hal ini dilandaskan dengan munasabah ayat sebelumnya yang menjelaskan adanya kejahatan dan keburukan orang-orang Yahudi yang hidup pada masa turunnya

al-Qur’an, maka dari itu ayat tersebut menyatakan ketidakbolehan seorang

Muslim percaya pada ahli kitab. Dalam ayat QS 2: 109, ayat ini menyatakan banyak di antara ahli kitab, bukan semuanya bukan pula kebanyakan, sebagaimana diterjemahkan oleh beberapa penerjemah. Kenyataan sejarah pada masa turunnya al-Qur’an, membuktikan bahwa banyak di antara ahli

kitab, yakni orang-orang Yahudi yang bertenpat tinggal di Madinah tidak bersimpati dengan kaum Muslimin. Sangat sedikit di antara mereka yang percaya kepada Nabi Muhammad jika dibandingkan dengan yang antipati. Keinginan ini diwujudkan dengan berbagai cara, misalnya dengan mengecam dan mengejek kekalahan orang Muslim ketika perang Uhud. Keinginan ahli kitab mengembalikan orang Muslim kepada kekafiran hanyalah angan-angan kosong, karena kepercayaan atas Islam telah tertanam dalam hati mereka.118

QS 98:1,6, ayat ini menjelaskan sebelum kedatangan Nabi Muhammad saw, orang-orang Yahudi yang bermukim di Madinah sering

116

M. Quraish Shihab, Tafzir Al Misbah, Vol. 10, hlm. 3 117

M. Quraish Shihab, Tafzir Al Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002, Vol.1), hlm. 344 118

75

bermohon kepada Allah: “Wahai Tuhan! Menangkanlah kami atas musuh -musuh kami, demi Nabi yang kami nantikan datang, kami akan menyambut dan mempercayai dan kami akan mengalahkan kalian (2):98. Dalam perjanjian lama Kitab Ulangan 18:18, dinyatakan bahwa Tuhan berfirman:

“Seorang Nabi akan Ku bangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka

seperti engkau ini. aku akan mernaruh firman-Ku dalam mulutnya dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Ku perintahkan kepadanya.”

Demikian juga dalam perjanjian Baru (Yohanes 14:16) ditemukan juga

pertanyaan berikut dari Isa yaitu “Aku akan meminta kepada Bapa dan Dia

akan memberikan kepadaku seorang penolong yang lain supaya ia menyertai kamu selama-lamanya. Menurut pernyataan ini maka Yahudi dan

Nasrani selalu mengatakan bahwa “kami baru akan meninggalkan tuntunan

agama yang selama ini kami percayai jika Nabi yang dijanjikan ini datang

mengajari kami”. Masyarakat umat manusia sebelum diutusnya Nabi

Muhammad berada dalam kegelapan. Musyrik Mekah yang mengaku pengikut Nabi Ibrahim, menyembah berhala yang justru diperangi Nabi Ibrahim. Orang Yahudi yang mengaku mengikuti Nabi Musa juga mengalami hal yang sama. Nilai-nilai spiritual mereka abaikan, sambil membenarkan diri dan menganiaya selain kelompoknya. Begitu pula Nasrani yang mengikuti Nabi Isa telah tenggelam dalam pengkultusan Nabi agung hingga menjadikannya anak Tuhan. Allah kemudian mengutus Nabi yang membawa ajaran, meluruskan kesesatan dan kekeliruan umat manusia. Akan tetapi sayangnya sebagian mereka menerimanya dan sebagian lainnya

76

berlarut bahkan meningkat kesesatannya justru telah datangnya bukti yang nyata.119

QS 3: 64, ayat ini sebagai salah satu ayat yang menilai ahli kitab secara positif. Dalam tafsir al- Mizan karya Thaba’thaba’i kata As-sawa’

adalah sebuah masdar, meskipun pada lazimnya digunakan sebagai kata sifat untuk menunjukkan sesuatu yang kedua sisinya sama. Yang lazim antara kami dan kamu mengakui, menghargai dan mengamalkannya.

Dikatakan bahwa “kata yang lazim” merujuk kepada apa yang al-Qur’an,

Taurat dan Injil yang pada umumnya serukan dengan satu suara dan itu adalah Tauhid. Jika propoorsisi, ide atau indikasi ini benar maka, maka

kata-kata berikutnya “bahwa kita tidak akan menyembah kecuali Allah...” akan berfungsi sebagai penjelasan yang akurat tentang kata yang lazim antara Muslim dan ahli kitab, itu mengajak ahli kitab untuk meninggalkan interpretasi sendiri mengenai keesaan Tuhan. Sebagai contoh interpretasi mengenai kepemilikan seorang putra, pemujaan akan pendeta-pendeta mereka dan uskup-uskup mereka.120 Hal ini menjelaskan bahwa antara ahli kitab dan Muslim haruslah menjadi satu kesatuan yang mempercayai keesaan Tuhan, yang pada intinya ahli kitab dan Muslim mempunyai Tuhan yang satu. Inilah apa yang dikatakan oleh ayat ini bahwa kita tidak akan menyembah dan beribadah kepada apa dan siapapun kecuali kepada Allah.

119

M. Quraish Shihab, Tafzir Al Misbah, Vol. 15, hlm. 520

77

Hal ini senada dengan kutipan Allah pada ucapan Yusuf dalam QS Yusuf : 39-40,

Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (39) Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui"(40). Juga dalam firman Allah QS At Taubah: 31. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.121

Dari ayat-ayat tersebut memberikan penguatan pada penjelasan bahwa Tuhan hanya satu yaitu Allah dan perintah menyembah tidak dimulai ketika masa Nabi Muhammad atau masa kedatangan Islam.

QS 3: 65, ahli kitab berdebat di antara mereka sendiri tentang Ibrahim as. Argumen yang mana keinginan kedua kelompok memperlihatkan kebenarannya. Kaum Yahudi ingin mengatakan: Ibrahim adalah dalam kebenaran yang mendapatkan sedemikian banyak pujian dari Allah, adalah dari kami, sebuah klaim yang kiranya disanggah oleh kaum Nasrani dengan perkataan: Ibrahim adalah dalam kebenaran, sedangkan kebenaran itu telah terejawentahkan melalui kedatangan Isa. Argumen ini kemudian berubah menjadi kebekuan dan kefanatikan dan kebekuan. Yahudi kemudian mengklaim bahwa Ibrahim adalah seorang Yahudi, sedangkan orang-orang nasrani juga mengklaim demikian bahwa Ibrahim

78

adalah seorang Nasrani. Namun demikian fakta yang termasyhur memperlihatkan bahwa Yudaisme dan Kristianitas datang setelah pewahyuan Taurat dan Injil, dan kitab-kitab ini diturunkan jauh setelah Nabi Ibrahim as. Mana mungkin Ibrahim beragama Yahudi ataupun Nasrani, yang dapat dikatakan sebenanrya Ibrahim adalah hamba yang patuh kepada Allah, tulus mengikuti kebenaran dan jauh dari kesesatan.122

Dari ayat-ayat ahli kitab dalam surah Ali Imran dapat disimpulkan bahwa golongan ahli kitab adalah Yahudi dan Nasrani meskipun dalam sebuah hadis menempatkan kaum Zoroastian sebagai ahli kitab (dalam arti bahwa mereka mempunyai kitab khusus mereka sendiri dan memiliki salah satu kitab yang disebutkan oleh al-Qur’an. Tetapi dalam hal ini, al-Qur’an

tidak merujuk kepada mereka dan juga tidak menyebut kitab mereka. Avastha yang mereka miliki tidak disebutkan dalam al-Qur’an sama sekali dan mereka tidak mengakui kitab lain. Maka dari itu ketika al-Qur’an

menyebutkan ahli kitab maka yang dimaksudkan olehnya adalah kaum Yahudi dan Nasrani.123

Surah selanjutnya yaitu Surah An-Nisa’ ayat 153 yang menjelaskan

perihal ahli kitab yang menginginkan diturunkannya kitab suci yang serupa dengan kitab yang diturunkan kepada Musa. Seperti apa yang dijelaskan dari asbaab an Nuzulnya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Muhammad bin

122Muhammad Husein Thabathaba’i, Al Mizan fi Tafsir al-Qur’an, Vol. VI, hlm.146, lihat juga Aksin Wijaya, Sejarah KeNabian Dalam Perspektif Tafsir Nuzuli Muhammad Izzat Darwazah, (Bandung, Mizan, 2016), hlm.434

79

Ka’ab Al Qurazhi bahwasanya ia berkata, “beberapa orang dari agama

Yahudi datang menemui Rasulallah dan berkata “Sesungguhnya Musa

diutus kepada kami dengan membawa lembaran-lembaran dari Allah. Maka

datangkanlah lembaran seperti itu agar kami mempercayaimu.” Maka Allah

menurunkan firman-Nya. Hal ini memperlihatkan adanya keinginan ahli kitab untuk mempercayai kenabian Muhammad dengan adanya penurunan lembaran yang sama dengan Nabi Musa. Ayat 171, Allah masih memberikan larangan secara tegas kepada ahli kitab agar mereka tidak mempercayai adanya Tuhan yang tiga (Trinitas) dan percaya bahwa Isa hanyalah utusan Allah. Kemudian pada ayat terakhir QS 5: 19 dijelaskan bahwa Allah telah mengutus seorang Rasul untuk menjelaskan isi Al Kitab yang telah mereka sembunyikan kebenarannya.124

Dalam beberapa ayat mengenai ahli kitab yang telah tersusun secara

nuzuli tersebut, maka kemudian penulis memetakan fase-fase ahli kitab di Mekah dan Madinah. Menurut Surah yang diturunkan di Mekah, jika ada sebuah perdebatan di antara Muslim dan ahli kitab maka ajaklah mereka untuk berdebat dengan cara yang paling baik. Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan Islam dengan cara yang halus agar dapat diterima di semua kalangan masyarakat. Berbeda dengan Surah yang diturunkan di Madinah yang mana apa yang disampaikan Allah melalui ayat-ayatNya lebih mempertegas agar berhati-hati terhadapa ahli ktab dan di Madinah juga, Allah menjelaskan perihal penyimpangan-penyimpangan yang

124

80

dilakukan oleh umat Yahudi maupun Nasrani. Berbeda dengan hal tersebut, beberapa ayat yang dianggap memberikan apresiasi dan simpati terhadap ahli kitab yaitu Surah Ali Imran. Salah satunya ayat 113:

Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang) (113). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh (114) Dan apa saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menenerima pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang bertakwa (115).

Dari ayat tersebut memberikan keterangan bahwa ahli kitab tidaklah monolitik. Terdapat dua varian tentang ahli kitab yakni ahli kitab yang konsisten dan ahli kitab yang tidak konsisten. Ahli kitab sebagaimana dijelaskan dalam QS Ali Imran ayat 113 memang bermacam-macam salah satunya kelompok yang qa’imah adalah kelompok yang konsisten dalam iman dan ketaatan. Dalam ayat selanjutnya Allah memberikan beberapa predikat penting terkait kelompok ahli kitab yang konsisten yaitu iman,

amar ma’ruf nahi mungkar, bersegera dalam melakukan kebaikan dan memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang saleh yaitu ahli shirat al-mustaqim, dan kelompok para Nabi, orang-orang yang jujur dan para

Syuhada’. Hal ini sesuai dengan firman Allah QS Al Fatihah: (6-7) dan QS An-Nisa’: 69.125

125

81

Contoh sikap konsisten didapatkan pada Abdullah bin salam126. Tokoh karamistik dan rahib Yahudi ini langsung menyatakan keimanannya kepada Muhammad tatkala ia mengetahui Nabi yang dijanjikan hijrah dan tiba di Madinah. Sikap Abdullah tersebut merupakan komitmen keimanannya terhadap Taurat yang memberitakan kehadiran dan menyebutkan nama Nabi akhir zaman. Di kalangan Nasrani, sikap serupa didapatkan pada seorang Negus. Raja Ethiopia yang shalih ini sebelum sempat mengintrogasi rombongan hijrah kaum Muslimin yang dipimpin

oleh Ja’far bin Abi Thalib. Setelah dikethuinya common platform antara Islam dan Nasrani sebagai agama wahyu, ia pun menerima dan melindungi kaum muslimin dan bahkan menurut Ibnu Katsir, Abdullah Ibn Salam akhirnya masuk Islam.127

Orang-orang Yahudi dan Nasrani yang konsisten menjalankan Injil dan Taurat sebagaimana yang diturunkan kepada Musa dan Isa maka ia akan mendapat anugerah Allah yang banyak. Hal ini pararel dengan pernyataan QS Al-A’raf [7]: 96, bahwa:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa

mereka disebabkan perbuatannya.”

Ahli kitab yang seperti itulah, menurut Thabathaba’i ketika

menjelaskan QS al-Maidah [5]: 66, yang akan muncul sebagai ummatan

126

Umi Sumbulah, Islam & Ahli Kitab Perspektif Hadis, (Malang: UIN

Maliki-Press,2012,cet.II), hlm.14, hlm.191, lihat juga pada Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci, hlm. 207,

lihat Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama, hlm.191 127

82

muqtashidah, yakni umat yang adil dalam persoalan agama dan pasrah kepada perintah Allah. Sebaliknya jika kedua kelompok tersebut dan kitab-kitab lain yang pernah ada, maka mereka dianggap tidak berpegang kepada sesuatu yang semestinya mereka pegangi dalam menegakkan agama Allah.128

Tampak kontras secara diametral contoh di atas dengan kelompok kedua yaitu kelompok ahli kitab yang tidak konsisten. Ketika figur Abdullah ibn Salam beriman dan masuk Islam, kalangan Yahudi menjadi lebih sengit dalam melancarkan permusuhannya terhadap Nabi dan para pengikutnya. Permusuhan yang sangat sengit, menurut Muhammad Husein Haekal, disebabkan kedengkian Yahudi terhadap Nabi yang bukan berasal dari golongan mereka. Nabi terakhir itu semula diperkirakan dari bangsa Israel, namun ternyata berasal dari bangsa Arab yang telah lama menjadi seteru mereka. Di antara pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi adalah mengkorupsi kitab suci, menyimpang dari ajaran tauhid yang lurus dan sebenarnya.129 Dalam QS 2:75, QS 4:46, QS 5:13 dan QS 5:41, keempat ayat ini menjelaskan bahwa adanya pemalsuan kitab yang dilakukan oleh

Yahudi. Kata “yuharrifuna” dalam keempat ayat di atas menurut beberapa mufasir klasik Jamal al-Din al-Qasimi, Ibn Katsir dan Ibn Jarir al-Tabari

menjelaskan bahwa maka kata “yuharrifuna” adalah menafsirkan (kalam

Ilahi) berbeda dengan makna yang sebenarnya. Sementara At-Tabari

128

Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama, hlm.192 129

83

menjelaskan makna “yuharrifunahu” dengan mereka menukar makna dan

penafsirannya, dan mengubahnya. Setelah menjelaskan mengenai makna kata yuharrifunahu yang mempunyai perbedaan di antara para mufasir, sebenarnya tidak secara kesuluruhan diubah oleh tangan-tangan kelompok Yahudi.130 Pembahasan ini masih mengalami perdebatan sampai saat ini.

Ayat penyembunyian pertama yang muncul dalam al-Qur’an adalah

QS 2:42 “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.” Ayat ini diulang dengan redaksi yang hampir sama dalam QS 2:71. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa yang pertama di tunjukkan kepada Bani Israel sementara yang kedua kepada ahli kitab. Ketika menafsirkan hal ini Rasyid Rida menjelaskan bahwa kitab suci ahli kitab berisi tentang munculnya Nabi-Nabi palsu di antara mereka yang mampu memperlihatkan tindakan-tindakan ajaib dan janji Tuhan ke tengah mereka seorang Nabi dari keturunan Ismail. Tetapi, Para Pendeta dan pemimpin mereka menyangkal kenabian Muhammad dengan angkuh untuk menyesatkan orang lain bahwa Muhammad termasuk salah satu Nabi palsu.131

Penyembunyian kebenaran Islam yang dilakukan oleh kaum ahli kitab juga banyak dikaji oleh pemikir Muslim. Sebenarnya, seluruh kitab suci terdahulu telah menjelaskan akan datangnya utusan Tuhan yang dalam

130Mun’im Sirry, Polemik kitab Suci, terj. Cecep Lukman Yasin, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013), hlm. 172

84

Injil Yohane terdapat ayat “Paraclete” yang dipahami oleh orang Kristen

sebagai Ruh Kudus. Ibn Ishaq berpendapat bahwa Paraclete ditafsirkan sebagai al-Muhanahhamana yang dalam bahasa Suryani berarti

‘Muhammad”, dan kata tersebut dalam bahasa Yunani adalah al-Baraqlitis (Paraclete). Dalam QS 61:6, al-Qur’an menyatakan bahwa Isa memberikan

kabar baik kepada pengikutnya tentang Nabi yang akan datang setelahnya, yang bernama Ahmad. Banyak kalangan Muslim percaya bahwa Ahmad adalah Muhammad dan beberapa di antara mereka mengaitkannya dengan Paraclete.132

Rasyid Rida mendiskusikan panjang lebar mengenai karakteristik penyembunyian ahli kitab tentang kabar kedatangan Muhammad. Ia memulai tafsirnya dengan penafsiran ahli kitab yang keliru dari kata

“Paraclete” (al-faraqlit). Dalam menjelaskan hal ini Rida bersandar pada pemikiran Abduh yang memandang ayat ini sebagai argumentasi terhadap orang-orang kafir secara umum dan orang Yahudi secara khusus, terkait dengan penolakan mereka pada keNabian Muhammad. Tuhan mensifati

mereka sebagai telah “menyembunyikan apa yang telah diwahyukan mengenai Muhammad” karena mereka menyatakan bahwa Nabi

sebelumnya tidak menjelaskan kedatangan Muhammad dari kalangan bangsa Arab, anak cucu Ismail, dan tidak ada ayat dalam kitab suci mereka yang menyebutkan agama dan kitab sucinya.133 Penyembunyian ahli kitab

132Mun’im Sirry, Polemik kitab Suci, terj. Cecep Lukman Yasin, hlm.203 133Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci, hlm.210

85

dengan cara menghilangkan deskripsi tentang Muhammad dan karakteristiknya dari kitab suci mereka.134

Rida menarik kesimpulan bahwa “ ayat tentang penyembunyian

kabar Muhammad memiliki aplikasi yang bersifat umum dalam arti bahwa siapapun yang menyembunyikan ayat-ayat Tuhan dan petunjuknya dari

orang banyak, maka ia layak mendapat laknat Tuhan.”135

Maka dari itu kesalahan terbesar ahli kitab menurut al-Qur’an yaitu

adanya penyembunyian kabar berita kedatangan Muhammad dari kitab mereka masing-masing dan bagi Nasrani adanya kepercayaan akan trinitas dan menuhankan Yesus. Begitu pula Yahudi yang menyimpang dari ajaran yang lurus.

134Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci, hlm.210 135Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci, hlm.211

86 BAB IV

APLIKASI HERMENEUTIKA DOUBLE MOVEMENT FAZLUR