• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relevansi Aplikasi Double Movement Terhadap Pemaknaan Ahli Kitab Dalam Konteks Indonesia Dalam Konteks Indonesia

RAHMAN TERHADAP PEMAKNAAN AHLI KITAB

C. Relevansi Aplikasi Double Movement Terhadap Pemaknaan Ahli Kitab Dalam Konteks Indonesia Dalam Konteks Indonesia

Indonesia adalah Negara yang menjunjung tinggi rasa toleransi antar umat beragama. Bermacam-macam agama hidup di Indonesia, meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam tidak memungkiri agama lain untuk tetap berkembang dan bernafas bebas di Indonesia. Namun toleransi beragama yang ada di Indonesia belumlah sampai pada kebebasan menikahi mereka yang berada di luar agamanya (pernikahan beda agama). Banyak fatwa yang dimunculkan dalam kajiannya mengenai pernikahan beda agama. Sebenarnya dalam al-Qur’an telah dijelaskan dalam QS Al Maidah: 5 menyatakan bahwa kebolehan laki-laki Muslim menikahi wanita-wanita

114

yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu (ahli kitab). Meskipun al-Qur’an telah menjelaskan hal

tersebut akan tetapi masih menjadi permasalahan yang belum menemukan titik temunya.

Yayasan wakaf Paramadina—sebuah yayasan yang didirikan oleh Nurcholis Madjid dkk—berijtihad mengenai masalah pernikahan beda agama. Dalam pandangan Paramadina, setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan semestinya diberikan kebebasan untuk menikah dengan non-muslim, apapun agamanya dan aliran kepercayaan yang dianutnya. Ijtihad ini didasarkan pada dua asumsi yaitu pertama, hanya musyrik Arab yang haram dinikahi, sementara hampir bisa dipastikan jika kepercayaan itu sudah tidak ada. Kedua, seluruh agama dan aliran kepercayaan yang ada saat ini merupakan agama samawi dan penganutnya disebut ahli kitab. Ijtihad ini lebih tertuju pada pertimbangan muamalah, yakni terciptanya kerukunan antar umat beragama.182 Apa yang telah diusulkan oleh Yayasan Wakaf Paramadina tersebut, sejalan dengan apa yang telah ditemukan oleh penulis dalam memahami makna ahli kitab dengan mengaplikasikan teori hermeneutika double movement Fazlur Rahman.

Dengan mengaplikasikan teori hermeneutika double movement,

penulis menemukan bahwa penganut semua agama secara teologis mempunyai keyakinan (keimanan) yang tidak berubah. Melalui penelurusan

182Iffah Muzammil, “ Telaah Gagasan Paramadina Tentang Pernikahan Beda Agama” ,

115

secara historis, Yahudi meyakini bahwa Uzair adalah anak Tuhan dan Nasrani berkeyakinan bahwa Yesus adalah Tuhan mereka sudah sejak awal pra-Islam. Sebelum Nabi Muhammad diutus oleh Allah sebagai Nabi terakhir, Yahudi dan Nasrani telah mengakui kebenaran atas keimanannya tersebut. Mereka tetap mempertahankan atau tidak merubah keimanannya meskipun telah dikirimkan seorang utusan oleh Allah—Muhammad—yang menyempurnakan ajaran kitab-kitab sebelumnya. Dalam al-Qur’an jika

ditelusur melalui ayat-ayat ahli kitab memang secara spesifik hanya menjelaskan agama Yahudi dan Nasrani. Menurut Nurcholish Madjid hal tersebut dikarenakan pada zaman Nabi Muhammad berdakwah tidak ada agama lain yang berskala besar kecuali Yahudi dan Nasrani, maka akan menjadi hal yang kurang wajar ketika nama-nama agama lain dimunculkan dalam al-Qur’an.

Jika konsep ahli kitab ditarik ke dalam konteks Indonesia yang mengakui banyak agama sebagai warga negaranya, maka pertanyaan yang

akan muncul “apakah ahli kitab hanya terbatas kepada Yahudi dan Nasrani?”. Hal ini masih menjadi perdebatan antar ulama dan para pemikir

Muslim. Sebenarnya, jawaban tersebut dapat dilihat dari apa sebenarnya definisi ahli kitab bahwa semua komunitas yang mempercayai kitab suci yang diturunkan Allah melalui Nabi dan RasulNya, merekalah yang dianggap sebagai ahli kitab. Maka di Indonesia, ahli kitab mencakup semua agama yang hidup dan berkembang sampai saat ini.

116

Dengan double movement Fazlur Rahman maka akan ditemukan ideal moral (tujuan dasar moral yang dipesankan oleh al-Qur’an) dari

banyaknya agama dalam konteks Indonesia yaitu adanya persatuan (kalimatun sawa) dan berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiq al khairat). Maka relevansi adanya pengaplikasian hermeneutika double movement Fazlur Rahman dengan menemukan ideal moral al-Qur’an

mengenai ahli kitab, pernikahan beda agama diperbolehkan dengan catatan hal tersebut akan membawa kebaikan dan akan mempersatukan di antara kedua pihak yang bersangkutan.

117 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap teori hermeneutika double movement Fazlur Rahman, maka dalam rangka memberikan jawaban rumusan masalah dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Konsep hermeneutika Fazlur Rahman terlihad dalam mekanisme

Double movement (gerakan ganda), pertama bertolak dari situasi kontemporer menuju ke era al-Qur’an diwahyukan, dalam

pengertian bahwa perlu dipahami arti dan makna dari suatu pernyataan dengan cara mengkaji situasi atau problem historis di mana pernyataan al-Qur’an tersebut hadir sebagai jawabannya.

Kedua, dari masa al-Qur’an di turunkan (setelah menemukan prinsip-prinsip umum) kembali lagi ke masa sekarang. Dalam pengertian bahwa ajaran-ajaran (prinsip) yang bersifat umum tersebut harus ditubuhkan dalam konteks sosio historis konkret sekarang. Dari gerakan pertama akan menemukan respon

Qur’ani dari ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad,

bagaimana sebenarnya sebuah ayat menjawab problematika pada saat ayat diturunkan. Dari gerakan pertama tersebut akan ditemukan dua analisa yaitu legal spesifik dan ideal moral. Legal spesifik yaitu ketentuan hukum yang diterapkan secara khusus

118

dan ideal moral adalah tujuan dasar moral yang dipesankan

al-Qur’an. Setelah ditemukan keduanya kemudian ditarik kembali

ke masa sekarang sebagai jawaban atas problematika yang sedang terjadi.

2. Aplikasi hermeneutika Fazlur Rahman terhadap pemahaman term ahli kitab dalam al-Qur’an terbagi dalam tiga kelompok yaitu ahli kitab masa sekarang, ahli kitab pra-Islam dan ahli kitab masa pewahyuan. Jika melihat secara realitas yang ada, ahli kitab—Yahudi dan Nasrani- pada masa ini adalah mereka yang menuhankan Yesus (Nasrani) dan Yahudi yang juga mengubah kitab suci mereka. Melihat realitas tersebut jika dikembalikan ke masa dahulu pra-Islam maka keadaan Yahudi dan Nasrani berada dalam kegelapan. Orang Yahudi yang mengaku mengikuti Nabi Musa juga mengalami hal yang sama. Nilai-nilai spiritual mereka abaikan, sambil membenarkan diri dan menganiaya selain kelompoknya. Begitu pula Nasrani yang mengikuti Nabi Isa telah tenggelam dalam pengkultusan Nabi agung hingga menjadikannya anak Tuhan. Allah kemudian mengutus Nabi yang membawa ajaran, meluruskan kesesatan dan kekeliruan umat manusia. Akan tetapi sayangnya sebagian mereka menerimanya dan sebagian lainnya berlarut bahkan meningkat kesesatannya justru setelah datangnya bukti yang nyata. Langkah selanjutnya menentukan jawaban spesifik dari

119

ayat tersebut bahwa ahli kitab masih ada sampai sekarang. Kemudian ideal moral yang dapat diambil dari adanya banyaknya agama adalah fastabiq al- khoirot berlomba-lomba dalam kebaikan dan kalimatun sawa (satu kesatuan). Dan menjadi sebuah jawaban bahwa pada masa ini masih ada ahli kitab karena keimanan mereka dari pra-Islam, masa pewahyuan hingga sekarang tetap sama.

3. Relevansi aplikasi hermeneutika double movement Fazlur Rahman terhadap pemahaman term ahli kitab dalam konteks Indonesia adalah adanya pembaharuan hukum pernikahan beda agama. Kebolehan pernikahan beda agama dalam hal ini disebabkan karena ditemukannya ideal moral dari banyaknya agama yang ada di Indonesia yaitu fastabiq al khairat dan

kalimatun sawa. Dengan adanya kedua prinsip tersebut maka akan menghindarkan ketidakadilan, ketidakrukunan ataupun ketidakharmonisan dalam keluarga. Menjadi tugas tersendiri bagi mereka yang menginginkan adanya pernikahan beda agama untuk senantiasa berlomba-lomba dalam kebaikan dan menemukan persamaan (persatuan) dalam berumah tangga. B. Saran

Apa yang telah digagas Fazlur Rahman adalah sebuah gerakan pembaharuan dari adanya kejumudan pemikiran intelektual Muslim masa klasik. Keberhasilan Fazlur Rahman menjadi sebuah metode baru berupa

120

hermeneutika double movement (gerakan ganda), telah menjadi bukti adanya kemajuan pemikiran Islam kontemporer. Metode penafsiran yang ditawarkan oleh Rahman dipahami secara komprehensif, kontekstual dan memperhatikan konteks sosio historis ayat yang ditafsirkan. Mengingat adanya kebutuhan untuk menjawab tantangan problem kontemporer, maka diperlukan adanya sebuah metode kontekstual dalam pembacaan kembali

reinterpretasi” al-Qur’an sebagai kitab petunjuk umat Muslim.

Dalam menyemarakkan geliat pengembangan metode penafsiran al-Qur’an, karya ini hanyalah sebagian kecil atas pengembangan studi

al-Qur’an. Dunia studi al-Qur’an masih memungkinkan melahirkan banyak

lapangan penelitian yang tidak pernah kering dan berakhir. Maka dari itu, ke depannya masih dibutuhkan banyak karya untuk mengembangkan pemikiran intelektual Muslim Fazlur Rahman dalam metode baru tafsir

al-Qur’an. Atau melakukan kajian kritik-konstruktif demi menyempurnakan gagasan pemikiran serta membangun metodelogi yang relatif baru. Akhirnya, penulis mengajak para pembaca untuk tidak secara serampangan dalam menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan metode yang tepat

121