TEORI – TEORI KEBENARAN
Ahmad Dzulfikar Ali Rohim 53010200133 / SPI B
1. TEORI KOHERENSI
Teori kebenaran koherensi atau konsistensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Menurut teori ini kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta dan realitas, tetapi atas hubungan antara putusan- putusan itu sendiri.
Teori ini berpendapat bahwa kebenaran ialah kesesuaian antara suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui sebagai benar. Suatu proposisi benar jika proposisi itu berhubungan (koheren) dengan proposisi-proposisi lain yang benar atau pernyataan tersebut bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Dengan demikian suatu putusan dianggap benar apabila mendapat penyaksian (pembenaran) oleh putusan-putusan lainnya yang terdahulu yang sudah diketahui,diterima dan diakui benarnya. Karena sifatnya demikian, teori ini mengenal tingkat-tingkat kebenaran. Disini derajar koherensi merupakan ukuran bagi derajat kebenaran.
Contoh : Semua manusia membutuhkan air, Ahmad adalah seorang manusia, Jadi, Ahmad membutuhkan air.
2. TEORI KORESPONDENSI
Teori Korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan- pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau keadaan benar itu apabila ada kesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju oleh
pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta.
Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya.
Contoh : Semarang ibu kota Jawa Tengah. Pernyataan ini disebut benar apabila pada kenyataannya Semarang memang ibukota propinsi Jawa Tengah.
Kebenarannya terletak pada pernyataan dan kenyataan.
3. TEORI PRAGMATISME
Pramagtisme berasal dari bahawa Yunan pragmai, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan, sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James di Amerika Serikat. Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis.
4. TEORI SINTAKSIS
Dari segi bahasa kata sintaksis di ambil dari bahasa Yunani “sun” berarti dengan, dan “tattein” menempatkan. Jadi dapat di ambil pengertian secara bahasa sintaksis adalah menempatkan bersama – sama kata – kata menjadi kelompok kata atau kalimat dan kata – kata menjadi kelompok kata atau kalimat atau bisa di artikan sebagai sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang membahas susunan atau hubungan antar-kata dalam satu kalimat.
Sedangkan yang di maksud teori kebenaran sintaksis ialah suatu teori yang mengatakan bahwa sebuah pernyataan benar jika sesui dengan kaidah gramatika atau susuan tata bahasa yang baku. Secara otomatis jika suatu pernyataan itu tidak
sesuai dengan kaidah tata bahasa maka pernyataan tersebut di katakan salah atau tidak mengandung arti.
5. TEORI SEMANTIS
Menurut teori kebenaran semantik, suatu proposisi memiliki nilai benar ditinjau dari segi arti atau makna. Apakah proposisi itu pangkal tumpuannya pengacu (referent) yang jelas? Jadi, memiliki arti maksudnya menunjuk pada referensi atau kenyataan, juga memiliki arti yang bersifat definitif.
6. TEORI KEBENARAN Non-DESKRIPSI
Teori Kebenaran Non-Deskripsi. Teori ini dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme. Jadi, menurut teori ini suatu statemen atau pernyataan itu akan mempunyai nilai benar ditentukan (tergantung) peran dan fungsi pernyataan itu (mempunyai fungsi yang amat praktis dalam kehidupan sehari-hari).
7. TEORI LOGIS BERLEBIHAN
Teori ini dikembangkan atau dianut oleh kaum logika positivistik yang di awali oleh Ayer. Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini adalah bahwa
problema kebenaran hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan pemborosan, karena pada dasarnya pernyataan atau
proposisi yang hendak dibuktikan kebenarannya telah memiliki derajat logik yang dapat dipertanggungjawabkan, dan, bahasa yang digunakan mengandung
kebenaran logis yang di dalamnya telah saling melingkupinya (atau tanpa di jelaskan maknanya telah ditunjukkan oleh eksistensi objek, objek adalah object given (yang sifatnya actual being), dengan demikian, sesungguhnya semua orang telah memberikan informasi yang maknanya telah disepakati bersama. Dan apabila, akan dibuktikan lagi kebenarannya itulah suatu perbuatan yang sifatnya logis berlebihan. Sebagai contoh, pernyataan “salju putih” pernyataan ini tak perlu dibuktikan secara logis karena semua orang sepakat demikian. Atau, pernyataan
“orang gundul tak berambut” semua orang sepakat bahwa orang gundul mesti tak berambut, sehingga apabila dibuktikan lagi kandungan kebenarannya maka itu tindakan logis berlebihan. Hal demikian, sesungguhnya karena suatu pernyataan yang hendak dibuktikan kebenarannya itu telah mengacu pada fakta yang actual being atau data yang telah memiliki evidensi, artinya bahwa objek pengetahuan itu sendiri telah menunjukkan kejelasan dalam dirinya sendiri (Gallagher, 1971).
8. TEORI KEBENARAN AGAMA
Manusia adalah makhluk pencari kebenaran, salah satu cara untuk menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dengan
karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia maupun tentang tuhan. Kalau ketiga teori kebenaran sebelumnya lebih mengedepankan akal, budi, rasio, dan reason manusia, maka dalam teori ini lebih mengedepankan wahyu yang bersumber dari tuhan. Penalaran dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah melakukan penyelidikan dan pengalaman. Sedangkan manusia mencari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama dengan jalan mempertanyakan atau mencari jawaban tentang masalah asasi dari atau kepada kitab suci, dengan demikian suatu hal itu dianggap benar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.