• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Ilmiah dan kebenaran ilmiah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Metode Ilmiah dan kebenaran ilmiah"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

Metode Ilmiah dan kebenaran ilmiah

BAB I PENDAHULUAN

Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang dan mengalami kemajuan, sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan cara berpikir manusia. Bangsa Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak akan bisa maju selama belum memperbaiki kualitas sumber daya manusia bangsa kita. Kualitas hidup bangsa dapat meningkat jika ditunjang dengan sistem pendidikan yang mapan. Dengan sistem pendidikan yang mapan, memungkinkan kita berpikir kritis, kreatif, dan produktif.

Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara kita ingin mewujudkan masyarakat yang cerdas. Untuk mencapai bangsa yang cerdas, harus terbentuk masyarakat belajar. Masyarakat belajar dapat terbentuk jika memiliki kemampuan dan keterampilan mendengar dan minat yang besar.

Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah

Sedangkan Kebenaran ilmiah merupakan sesuatu yang krusial dalam kehidupan ini. Sering kali dengan dalih sebuah kebenaran seseorang, kelompok, lembaga, atau bahkan negara akan menghalalkan tindakan terhadap orang lain karena dianggap sudah melakukan tindakan yang benar. Begitu pula dalam bidang pendidikan tidak mungkin seorang guru melakukan pendidikan,dan pengajaran terhadap peserta didik jika tidak meyakini sebuah kebenaran. Sebagaimana ilustrasi yang digambarkan Jujun S. Suriasumantri, yang menggambarkan seorang peserta didik yang mogok tidak mau belajar walaupun orang tuanya sudah merayunya, memberikan iming-iming hadiah, bahkan hukuman fisik agar anaknya mau belajar matematika. Ketika ditelusuri alasan anak tersebut mogok belajar karena seorang guru matematika di sekolahnya dianggap sebagai pembohong. Pada suatu hari guru tersebut mengatakan bahwa 3+ 4 = 7, pada hari berikutnya 5+2 = 7, kemudian pada hari lainnya 6+1 =7 dan seterusnya. Menurut pemikiran anak tersebut dengan keterbatasan pikirannya, guru matematika yang mengajarnya tidak konsisten dengan apa yang dikatakan sebelumnya, sehingga dianggap sebagai pembohong.

[1]

(2)

BAB II PEMBAHASAN

METODE ILMIAH DAN KEBENARAN ILMIAH

A. Metode Ilmiah

1. Pengertian Metode Ilmiah

Metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Juga dapat diartikan bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesuatu interelasi.”

[2]

Metode Ilmiah merupakan suatu cara sistematis yang digunakan oleh para ilmuwan untuk memecahkan masalah yang dihadapi.Metode ini menggunakan langkah-langkah yang sistematis, teratur dan terkontrol. Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:

a. Berdasarkan fakta

b. Bebas dari prasangka

c. Menggunakan prinsip-prinsip analisa

d. Menggunakan hipolesa

e. Menggunakan ukuran objektif

f. Menggunakan teknik kuantifikasi[3]

Adapun Pelaksanaan metode ilmiah ini meliputi tujuh tahap, yaitu :

a.

Merumuskan masalah. Masalah adalah sesuatu yang harus diselesaikan.

b.

Mengumpulkan keterangan,

yaitu segala informasi yang mengarah dan dekat pada

pemecahan masalah. Sering disebut juga mengkaji teori atau kajian pustaka.

c.

Menyusun hipotesis

.Hipotesis merupakan jawaban sementara yang disusun berdasarkan data

atau keterangan yang diperoleh selama observasi atau telaah pustaka.

d.

Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan atau penelitian.

e.

Mengolah data (hasil) percobaan dengan menggunakan metode statistik

untuk

menghasilkan kesimpulan.Hasil penelitian dengan metode ini adalah data yang objektif, tidak

dipengaruhi subyektifitas ilmuwan peneliti dan universal (dilakukan dimana saja dan oleh siapa

saja akan memberikan hasil yang sama).

f.

Menguji kesimpulan.

Untuk meyakinkan kebenaran hipotesis melalui hasil percobaan perlu

dilakukan uji ulang. Apabila hasil uji senantiasa mendukung hipotesis maka hipotesis itu bisa

menjadi kaidah (hukum) dan bahkan menjadi teori.

g.

Menulis laporan Ilmiah.

Untuk mengkomunikasikan hasil penelitian kepada orang lain

sehingga orang lain tahu bahwa kita telah melakukan suatu penelitian ilmiah.

[4]

Metode ilmiah didasari oleh sikap ilmiah. Sikap ilmiah semestinya dimiliki oleh setiap penelitian dan ilmuwan. Adapun sikap ilmiah yang dimaksud adalah :

(3)

2.

Jujur (menerima kenyataan hasil penelitian dan tidak mengada-ada)

3.

Objektif (sesuai fakta yang ada, dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi)

4.

Tekun (tidak putus asa)

5.

Teliti (tidak ceroboh dan tidak melakukan kesalahan)

6.

Terbuka (mau menerima pendapat yang benar dari orang lain)

[5]

Salah satu hal yang penting dalam dunia ilmu adalah penelitian (research). Research berasal dari kata re yang berarti kembali dan search yang berarti mencari, sehingga research atau penelitian dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mengembangkan dan mengkaji kebenaran suatu pengetahuan.

Research, menurut The Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1961) ialah penyelidikan atau pencarian yang seksama untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan.

Menurut Fellin, Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu cara sistematik untuk maksud meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat disampaikan (dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain.

Ciri-ciri riset adalah sebagai berikut, yaitu bahwa riset: (Abisujak, 1981)

a. Dilakukan dengan cara-cara yang sistematik dan seksama.

b. Bertujuan meningkatkan, memdofikasi dan mengembangkan pengetahuan (menambah

perbendaharaan ilmu pengetahuan)

c. Dilakukan melalui pencarian fakta yang nyata

d. Dapat disampaikan (dikomunikasikan) oleh peneliti lain

e. Dapat diuji kebenarannya (diverifikasi) oleh peneliti lain[6]

2. Penelitian Ilmiah

Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah. Umumnya ada lima karakteristik penelitian ilmiah, yaitu:

a.

Sistematik

, Berarti suatu penelitian harus disusun dan dilaksanakan secara berurutan

sesuai pola dan kaidah yang benar, dari yang mudah dan sederhana sampai yang kompleks.

b.

Logis

, Suatu penelitian dikatakan benar bila dapat diterima akal dan berdasarkan fakta

empirik. Pencarian kebenaran harus berlangsung menurut prosedur atau kaidah bekerjanya akal,

yaitu logika. Prosedur penalaran yang dipakai bisa prosedur induktif yaitu cara berpikir untuk

menarik kesimpulan umum dari berbagai kasus individual (khusus) atau prosedur deduktif yaitu

cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat khusus dari pernyataan yang bersifat

umum.

c.

Empirik

, artinya suatu penelitian biasanya didasarkan pada pengalaman sehari-hari

(fakta aposteriori, yaitu fakta dari kesan indra) yang ditemukan atau melalui hasil coba-coba

yang kemudian diangkat sebagai hasil penelitian.

(4)

e.

Replikatif

, artinya suatu penelitian yang pernah dilakukan harus diuji kembali oleh

peneliti lain dan harus memberikan hasil yang sama bila dilakukan dengan metode, kriteria, dan

kondisi yang sama. Agar bersifat replikatif, penyusunan definisi operasional variabel menjadi

langkah penting bagi seorang peneliti.

[7]

3. Jenis-Jenis Penelitian Ilmiah

Ada tiga tingkatan penelitian ilmiah untuk sampai kepada perwujudan ilmu/teori, yaitu :

a. Penelitian Eksploratif,Penelitian ekploratif adalah penelitian dalam untuk upaya mencari masalah/menjajagi masalah.

b. Penelitian Pengembangan c. Penelitian Verifikasi

.

B.

Kebenaran Ilmiah

1.

Pengertian Kebenaran

Kebenaran tertuang dalam ungkapan-ungkapan yang dianggap benar, misalnya hukum-hukum, teori-teori, ataupun rumus-rumus filasafat, juga kenyataan yang dikenal dan diungkapkan. Mereka muncul dan berkembang maju sampai pada taraf kesadaran dalam diri pengenal dan masyarakat pengenal.

[8]

Sebelum mencapai kebenaran yang berupa pernyataan dengan pendekatan teori ilmiah sebagaiamana kerangka ilmiah, akan lebih baik jika kita mengetahui terlebih dahulu pengetauan ini bersifat logis, rasional tidak. Sebagaimana diungkap Ahmad Tafsir dalam kerangka berfikir sebagai berikut:

a. Yang logis ialah yang masuk akal

b. Yang logis itu mencakup yang rasional dan supra-rasional

c. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam

d. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum alam.

e. Istilah logis boleh dipakai dalam pengertian rasional atau dalam pengertian supra rasional.

[9]

Beberapa definisi kebenaran dapat kita kaji bersama dari beberapa sumber, antara lain, Kamus umum Bahasa Indonesia ( oleh Purwadarminta), arti kebenaran yaitu: 1. Keadaan yang benar ( cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya), 2. Sesuatu yang benar ( sunguh-sungguh ada, betul demikian halnya), 3. Kejujuran, ketulusan hati, 4. Selalu izin,perkenan, 5. Jalan kebetulan.

[10]

Imam Wahyudi, seorang dosen Filsafat Pengetahuan dan filsafat Ilmu UGM, kebenaran dikelompokkan dalam tiga makna, yaitu kebenaran moral, kebenaran logis dan kebenaran metafisik. Kebenaran moral menjadi bahasan etika, ia menunjukkan hubungan antara yang kita nyatakan dengan apa yang kita rasakan. Kebenaran logis menjadi bahasan epistemology, logika dan psikologi, ia merupakan hubungan antara pernyataan dengan realitas objektif. Sedangkan kebenaran metafisik berkaitan dengan yang ada sejauh berhadapan dengan akal budi, karena yang ada mengungkapkan diri kepada akal budi. Yang ada merupakan dasar dari kebenaran, dan akal budi yang menyatakannya.

[11]

(5)

demikian kebenaran metafisis menjadi dasar kebenaran epistemologis, pernyataan disebut benar kalau memang yang mau dinyatakan itu sungguh ada.

Sedangkan menurut Noeng Muhajir, eksistensi kebenaran dalam aliran filsafat yang satu berbeda dengan aliran filasafat lainnya. Positivisme hanya mengakui kebenaran yang dapat ditangkap secara langsung atau tak langsung lewat indra. Idealisme hanya mengakui kebenaran dunia ide, materi itu hanyalah bayangan dari dunia ide. Sedangkan Islam berangkat dari eksistensi kebenaran bersumber dari Allah Swt. Wahyu merupakan eksistensi kebenaran yang mutlak benar. Eksisitensi wahyu merupakan kebenaran mutlak, epistemologinya yang perlu dibenahi, juga model logika pembuktian kebenarannya. Model logika yang dikembangkan di dunia Islam adalah logika formal Aristoteles dengan mengganti pembuktian kebenaran formal dengan pembuktian materil atau substansial, dan pembuktian kategorik dengan pembuktian probabilitas.

[12]

Lebih jauh Noeng Muhajir menawarkan epistemology berangkat dari dua postulat, pertama semua yang gaib ( Zat Allah, alam barzah, surga dan neraka) itu urusan Allah, bukan kawasan ilmu, sedangkan alam semesta dengan beribu galaxy yang terbentang di muka kita adalah kawasan ilmu yang dapat kita rambah. Kedua manusia itu makhluk lemah dibanding kebijakan Allah, sehingga kebenaran mutlak dari Allah tidak tertangkap oleh manusia.

[13]

Pandangan Ibnu Rushd yang menyatakan bahwa jalan filsafat merupakan jalan terbaik untuk mencapai kebenaran sejati dibanding jalan yang ditempuh oleh ahli agama, telah memancing kemarahan pemuka agama, sehingga mereka meminta kepada khalifah yang memerintah di Spanyol untuk menyatakan Ibnu Rushd sebagai atheis. Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Ibnu Rushd sudah dikemukakan pula oleh Al Kindi dalam bukunya Falsafah

El Ula (First Philosophy). Al Kindi menyatakan bahwa kaum fakih tidak dapat menjelaskan

kebenaran dengan sempurna, oleh karena pengetahuan mereka yang tipis dan kurang bernilai (Haeruddin, 2003).

[14]

Dengan menggunakan berbagai pendekatan kebenaran dalam mendapatkan pengetahuan, maka dibutuhkan berbagai kriteria kebenaran yang disepakati secara konsensus, baik dengan cara mengadakan penelitian atau mengadakan perenungan. Dalam pendekatan ini dibedakan menjadi dua pendekatan kebenaran, yaitu kebenaran ilmiah dan kebenaran non ilmiah. Kebenaran ilmiah akan dijelaskan secara rinci dalam makalah ini. Sedangkan kebenaran non ilmiah juga ada di masyarakat, akan tetapi sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan secara kajian ilmiah. Kebenaran non ilmiah antara lain:

Kebenaran karena kebetulan : kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara

ilmiah, tidak dapat diandalkan karena terkadang kita tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa

dibuktikan. Misalnya radio tidak ada suaranya, dipukul, kemudian bunyi.

Kebenaran karena akal sehat ( common sense): Akal sehat adalah serangkaian konsep yang

dipercaya dapat memecahkan masalah secara praktis. Contoh kepercayaan bahwa hukuman fisik

merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk kebenaran akal sehat. Akan tetapi

penelitian psikologi membuktikan hal tersebut tidak benar, bahkan lebih membahayakan masa

depan peserta didik.

Kebenaran intuitif: kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa menggunakan penalaran

dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan tidak bisa dibuktikan, hanya sering

dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan mendarah daging di suatu bidang.

(6)

Kebenaran spekulasi : kebenaran karena adanya pertimbangan meskipun kurang dipikirkan

secara matang, dikerjakan penuh risiko, relative lebih cepat dan biaya lebih rendah.

Kebenaran karena kewibawaan : kebenaran yang diterima karena pengaruh kewibawaan

seseorang, bisa sebagai ilmuwan, pakar, atau orang yang memiliki otoritas dalam suatu bidang

tertentu. Kebenaran yang keluar darinya diterima begitu saja tanpa perlu diuji. Kebenaran ini

bisa benar bisa salah karena tanpa prosedur ilmiah.

Kebenaran agama dan wahyu : kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan rasulnya. Beberapa

hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tetapi sebagian yang lain tidak. Manusia

memiliki keterbatasan dalam menangkap kebenaran dari Allah sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya. Al-Qur`an sebagai wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw

diyakini kebenarannya bagi kaum muslimin, tetapi tidak diyakini kebenaran bagi yang non

muslim. Begitu juga kebenaran pada kitab yang lainnya.

[15]

Dengan mengetahui kebenaran berdasarkan pendekatan non-ilmiah paling tidak kita dapat membedakan segala kebenaran yang berada di masyarakat tersebut tidak teruji secara ilmiah, sehingga sulit untuk dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Nah sekarang bagaimana kebenaran ditinjau dari pendekatan ilmiah.

2.

Kriteria Kebenaran Ilmiah

Kriteria kebenaran sebagai dasar pengetahuan yang akan dibahas dalam makalah ini, adalah kriteria kebenaran ilmiah dengan menggunakan beberapa patokan dan pijakan yang dibuat para ahli sebelumnya. Kriteria kebenaran ini juga tidak terlepas dari sejarah dan patokan apa yang dipakainya. Hal ini tidak terlepas dari sifat kajian ilmiah, jika ada penemuan terbaru dalam bidang dan hal yang sama dapat menggantikan penemuan sebelumnya. Dan ini juga tidak terlepas dari filsafat manusia yang menghasilkan pada saat itu.

Menurut Roger yang dikutif Imam wahyudi, benar yang dipergunakan dalam ilmu, agama, spiritualitas, estetika adalah sama namun semuanya tidak dapat diukur dengan standar yang sama (incommensurable), tidak ada satupun yang benar-benar menunjuk pada klaim bahwa suatu penyataan adalah benar dalam suatu makna kata, namun salah pada makna lainnya. Misal kata ilmu penciptaan sebagai pemiliki kebenaran menjadi bermakna keteraturan ( kosmos) diterima sebagai ilmiah , namun tujuannya tidak ilmiah dan dua jenis kebenaran tersebut tidak sama.

[16]

Kebenaran ilmiah muncul dari hasil penelitian ilmiah, artinya suatu kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.

Sebagai gambaran perhatikan tahapan dalam penelitian untuk mendapatkan kebenaran adalah penelitian, kebenaran, ilmu pengetahuan, proses, dan hasil

Secara metafisis kebenaran ilmu bertumpu pada objek ilmu, melalui penelitian dengan dukungan metode serta sarana penelitian, maka diperoleh suatu pengetahuan. Semua objek ilmu benar dalam dirinya sendiri, karena tidak ada yang kontradiksi di dalamnya. Kebenaran dan kesalahan timbul tergantung pada kemampuan menteorikan fakta.

(7)

Sebelum membicarakan kriteria kebenaran secara ilmiah, alangkah baiknya kita melihat pada saat berkomunikasi, seseorang harus menyusun atau merangkai kata-kata yang dimilikinya menjadi suatu kalimat yang memiliki arti. Contoh kalimat yang tidak memiliki arti adalah: “5 mencintai 7.” Secara umum dapat dinyatakan bahwa kalimat adalah susunan kata-kata yang memiliki arti yang dapat berupa:

_ Pertanyataan, dengan contoh: “Pintu itu tertutup”,

_ Pertanyaan, dengan contoh: “Apakah pintu itu tertutup?”,

_ Perintah, dengan contoh: “Tutup pintu itu!”, ataupun

_ Permintaan, dengan contoh: “Tolong pintunya ditutup.”

Dari empat macam kalimat tersebut, hanya pernyataan saja yang memiliki nilai benar atau salah, tetapi tidak sekaligus benar atau salah. Meskipun para ilmuwan, matematikawan, ataupun ahli-ahli lainnya sering menggunakan beberapa macam kalimat tersebut dalam kehidupan sehari-hari mereka, namun hanya pernyataan saja yang menjadi perhatian mereka dalam mengembangkan ilmunya. Alasannya, kebenaran suatu teori ataupun pendapat yang dikemukakan setiap ilmuwan, matematikawan, maupun para ahli lainnya seperti ulama sebagai ahli agama merupakan suatu hal yang akan sangat menentukan reputasi mereka. Karenanya, setiap ilmuwan, matematikawan, ataupun ahli-ahli lainnya akan berusaha untuk menghasilkan suatu pernyataan atau teori yang benar. Suatu pernyataan (termasuk teori) tidak akan ada artinya jika tidak bernilai benar. Karenanya, pembicaraan mengenai benar tidaknya suatu kalimat yang memuat suatu teori telah menjadi pembicaraan dan perdebatan para ahli filsafat dan logika sejak dahulu kala. Beberapa nama menurut Yuyun S Suriasumantri yang patut diperhitungkan karena telah berjasa untuk kita adalah Plato (427 – 347 SM), Aristoteles (384 − 322 SM), Charles S Peirce (1839 − 1914), dan Bertrand Russell (1872 − 1970).

[18]

Paparan berikut akan membicarakan tentang kebenaran, dalam arti, bilamana suatu pernyataan yang dimuat di dalam suatu kalimat disebut benar dan bilamana disebut salah.

Kriteria kebenaran menurut Jujun S. Suriasumantri menggunakan dua teori kebenaran yaitu terori koherensi dan teori korespondensi. Teori koherensi adalah suatu teori yang menyimpulkan suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan tersebut bersifat kehoren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Bila kita mengganggap bahwa semua manusia pasti akan mati adalah suatu pernyataan yang benar, maka penyataan bahwa si pulan adalah seorang manusia dan si pulan pasti akan mati adalah benar pula, karena pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan pertama. Teori lainnya adalah teori korespondensi dengan tokohnya Bertrand Russel (1872-1970 ), pernyataan dianggap benar jika materi yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi ( berhubungan ) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Misalnya Jika “ Ibu kota Republik Indonesia adalah Jakarta” merupakan pernyataan yang benar sebab pernyataan tersebut faktual yaitu Jakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia. Dan sekiranya ada orang yang menyatakan “ Ibu kota Republik Indonesia adalah Bandung , maka pernyataan tersebut tidak benar.

[19]

Teori korespondensi ini menurut Abbas merupakan teori kebenaran yang paling awal, sehingga dapat digolongkan kepada teori kebenaran tradisional, karena Aristoteles sejak awal ( sebelum abad modern ) mensyaratkan kebenaran pengetahuan harus sesuai dengan kenyataan yang diketahuinya.

[20]

(8)

tidak dapat diindra atau non empiris? Maka dengan teori korespondensi objek non empiris tidak dapat dikaji kebenarannya.

Bagaimana dengan teori kebenaran koherensi ? Teori kebenaran koherensi yang berpandangan bahwa pernyataan dikatakan benar bila terdapat kesesuaian antara pernyataan yang satu dengan pernyataan terdahulu atau lainnya dalam suatu system pengetahaun yang dianggap benar. Sebab sesuatu adalah anggota dari suatu system yang unsur-unsurnya berhubungan secara logis. Maka teori kebenaran ini termasuk teori kebenaran tradisional menurut Imam wahyudi.

[21]

Kelemahan dari teori koherensi ini terjebak dalam validitas, di mana teorinya dijaga agar selalu ada koherensi internal. Suatu pernyataan dapat benar dalam dirinya sendiri, namun ada kemungkinan salah jika dihubungkan dengan pernyataan lain di luar sistemnya. Hal ini dapat mengarah kepada relativisme kebenaran.

Kedua teori inilah yaitu teori koherensi dan korespondensi yang dipergunakan dalam cara berfikir ilmiah untuk mendapat kebenaran ilmiah. Penalaran teoritis yang berdasarkan logika deduktif jelas mempergunakan teori koherensi ini. Sedangkan proses pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta yang mendukung suatu pernyataan tertentu menggunakan teori kebenaran yang lain yaitu kebenaran pragmatis.

Teori pragmatis menurut Jujun S. Suriasumantri bukan merupakan aliran filsafat yang mempunyai doktrin-doktrin filsafati melainkan teori dalam penentuan kebenaran. Dimana kebenaran suatu pernyataan diukur dengan apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya suatu penyataan adalah benar , jika pernyataan itu atau konsekuensi dari pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia.

[22]

Kriteria kebenaran pragmatisme ini dipergunakan para ilmuwan dalam menentukan kebenaran ilmiah dalam persepekstif waktu. Secara historis pernyataan yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin tidak lagi demikian. Dihadapkan dengan permasalahan ini maka ilmuwan bersifat pragmatis, selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan itu dianggap benar, dan sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri yang menghasilkan pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.

Menurut Rohmat Mulyana, Tidak dapat dipungkiri bahwa metode ilmiah ( scientific methods) merupakan cara yang handal untuk menemukan kebenaran ilmiah. Tingkat kebenarannya yang logis empiris membuat metode ilmiah mengembangkan ilmu pengetahuan yang semakian lama semakin maju. Bukti dari kemajuan ilmu adalah banyaknya teori baru yang semakin canggihnya teknologi. Akan tetapi semakin berkembangnya ilmu alam dan ilmu sosial serta ilmu-ilmu lainnya, tidak jarang melahirkan spesialisasi yang berlebihan. Sebagai missal, Biologi berkepentingan untuk meneliti manusia sebagai suatu organisma, bukan sebagai makhluk yang berbudaya, begitu pula ilmu Ekonomi berkepentingan dengan peningkatan kesejehateraan manusia, bukan pada peran manusia sebagai makhluk yang memiliki perasaan keagamaan. Dengan keterbatasan seperti itu membuat ilmu pengetahuan tidak dapat merangkum seluruh pengalaman, pengetahuan, cita-cita , keindahan dan kasih sayang yang terdapat dapat diri manusia. Hal ini menjelaskan bahwa tidak semua urusan manusia dapat dipecahkan melalui pendekatan ilmiah, melainkan harus dibantu oleh filsafat dan agama yang dapat menjangkau kebenaran pada wilayah yang logis dan supra logis.

[23]

(9)

yang serupa pada kondisi yang sama akan memperoleh hasil yang ajeg ( consisten) atau koheren dengan sebelumnya. Pendekatan ilmiah ini menurut Sumardi Suryabrata, akan menghasilkan kesimpulan yang serupa bagi hampir setiap orang, karena pendekatan yang digunakan tidak diwarnai oleh keyakinan pribadi, bias, dan perasaan, penyimpulan bersifat objektif bukan subyektif. Atau kebenaran ilmiah terbuka untuk diuji oleh siapapun yang menghendaki untuk mengujinya.

[24]

Pendekatan pada kebenaran dalam ilmu alam adalah pendekatan terhadap sesuatu di luar pengenal, oleh karena itu memungkinkan dicapainya “keadaan yang sebenarnya” dari objek pengetahuan walaupun tetap memungkinkan adanya pengaruh dari pengenal. Objektivitas dalam ilmu-ilmu sosial sulit dicapai karena adanya hubungan timbal balik yang terus-menerus antara subjek pengenal dan objek yang dikenal.

Kebenaran ilmiah pada akhirnya tidak bisa dibuat dalam suatu standard yang berlaku bagi semua jenis ilmu secara paksa, hal ini terjadi karena adanya banyak jenis dalam pengetahuan. Walaupun ilmu bervariasi disebabkan karena beragamnya objek dan metode, namun ia secara umum bertujuan mencapai kebenaran yang objektif, dihasilkan melalui konsensus. Kebenaran ilmu yang demikian tetap mempunyai sifat probabel, tentatif, evolutif, bahkan relatif, dan tidak pernah mencapai kesempurnaan, hal ini terjadi karena ilmu diusahakan oleh manusia dan komunitas sosialnya yang selalu berkembang kemampuan akal budinya.

BAB III

PENUTUP

Berdasarkan uraian bahasan “Makalah Metode Ilmiah dan kebenaran Ilmiah” dapat disimpulkan bahwa :

(10)

disebut metode ilmiahesuai dengan tujuan dan fungsinya Penelitian yang dilakukan dengan metode ilmiah disebut penelitian ilmiah. Suatu penelitian harus memenuhi beberapa karakteristik untuk dapat dikatakan sebagai penelitian ilmiah

2. Sedangkan kebenaran Ilmiah adalah kebenaran yang bersifat mutlak dengan pembuktian dengan melalui beberapa tahapan atau proses menuju pencapaian kebenaran tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, H.M. 1997 “Kebenaran Ilmiah” dalam: Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan, Intan Pariwara, Yogyakarta,

Al-Thoumy Al-Syaibany, Omar Mohammad,1979, Prof.Dr., Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, cet-1.

Arikunto, Suharsini, Prof.Dr.,2006, Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik, Jakarta, Rineka Cipta.

Bertrand Russel, 2007, Sejarah Filsafat Barat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet-3.

Keraf ,Sonny dan Mikhael Dua,2002, Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Epistemologis, Kanisiusn Jakarta

(11)

Mulyana, Rohmat , Dr., 2004, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, Bandung, Alfabeta, cet-2

Sudarto, Drs. M.Hum, 2002, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta, Raja Grafindo Persada, Cet. 3.

Sukmadinata, Nana Syaodih, Prof. Dr., Metode Penelitian Pendidikan, Bandung, Remaja Rosdakarya dan Pasca Sarjana UPI.

Suriasumantri, Jujun.S.,2010, Filsafat Ilmu sebuah pengantar Populer, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, cet.22.

Suryabrata, Sumardi, Drs.BA,MA,Ed.S.,Ph.D, 2010, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada.

Tafsir, Ahmad, Prof. Dr, 2009, Filasafat Ilmu, Bandung, Remaja Rosdakarya

Tafsir , Ahmad, Dr., 1995, Epistemologi untuk ilmu pendidikan Islam, Bandung, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Gunung Djati.

Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia

Pasca Sarjana UIN SGD Bandung, 2010, Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi

Wahyudi, Imam, 2004, Refleksi Tentang Kebenaran Ilmu dalam Jurnal Filsafat, Desember, Jilid 38, Nomor 3,

www. Filsafat-Ilmu. Blogspot. Com.

www. Forumkami.com

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui apakah yang di maksud dengan metode ilmiah dan bagaimana cara membuat serta menyusunnya . Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini memuat tentang “ Pengertian Metode Ilmiahdan Kebenran Ilmiah tata cara pembuatan metode ilmiah dan hal – hal apa saja yang harus di lakukan dalam pembuatan metode ilmiah. Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen dan teman – teman kelompok yang telah banyak membantu penyusun agar dapat menyelesaikan makalah ini.

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling tinggi, dianugerahi oleh akal pikiran yang berguna bagi manusia dalam mencari dan menemukan jawaban atas berbagai permasalahan. Berpikir dikatakan menjadi bagian dari kehidupan manusia (Suwardi Endraswara, 2012: 175). Dengan kata lain semua orang sudah, sedang, dan akan melakukannya sepanjang waktu selama hidup. Dengan berpikir kita dapat mampu menarik sebuah kesimpulan atau menemukan jawaban atas permasalahan yang terjadi.

Sejak kecil manusia sudah mulai berpikir tetang segala sesuatu disekitarnya, sebagai contoh: anak kecil akan selalu bertanya: apa ini? Atau apa itu? Kepada orang tuanya tentang sesuatu yang sedang dilihat dan/atau dipikirkannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga sering mendengar ungkapan “omonganmu tidak logis” atau “kalau ngomong yang logis dong”. Kedua ungkapan tersebut menimbulkan pertanyaan apakah tidak logis sama dengan tidak masuk akal? Atau apakah yang tidak logis itu sama dengan tidak benar? Kalau berbeda apakah yang dimaksud tidak logis tersebut? Apakah yang dimaksud dengan benar itu sendiri? Apakah yang logis itu selalu benar? Bagaimana sesuatu dikatakan benar?

Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, seputar kelogisan dan kebenaran sesuatu, maka makalah ini disusun untuk memaparkan dan memberikan pengertian serta pemahaman yang jelas tentang logika dan kebenaran meliputi: pengertian logika dan kebenaran, macam-macam logika dan kebenaran, manfaat logika dalam pengembangan ilmu, dan cara penemuan kebenaran, serta kebenaran ilmiah dan non-ilmiah.

PEMBAHASAN

A. LOGIKA

1. Pengertian Logika

Dalam filsafat ilmu, logika sangat dibutuhkan untuk menjelaskan dan memahami sebuah gejala keilmuan. Hadiatmaja dan Kuswa Endah melalui Suwardi Endraswara (2012: 174) menyatakan bahwa logika adalah cabang filsafat umum yang membicarakan masalah berpikir tepat, yaitu mengikuti kaidah-kaidah berpikir yang logis.

Logika berasal dari kata Yunani yaitu “logos” yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu (Suwardi Endraswara, 2012: 173). Secara leksikal, Oxford Advanced Learner’s Dictionary mendefinisikan logika sebagai (1) the science of thinking about or explaining the reasons for something, (2) a particular method or system of reasoning, dan (3) a way of thinking or explaining something, whether right or wrong. Hal senada juga ditegaskan oleh Karomani (2009: 14) yang mendefinisikan logika sebagai suatu kajian tentang bagaimana seseorang mampu untuk berpikir dengan lurus.

Logika adalah ilmu tentang metode dan prinsip yang memelajari segenap asas, aturan dan tata cara mengenai penalaran yang benar untuk membedakan yang benar dan yang salah. Logika merupakan ilmu sekaligus keterampilan berpikir guna memeroleh argumentasi yang nalar ketika digunakan untuk memandang sebuah fenomena (Suwardi Endraswara, 2012: 175).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa logika adalah ilmu atau cara tertentu yang digunakan seseorang dalam rangka berpikir lurus guna mencari alasan, penjelasan, dan jawaban atas sebuah permasalahan.

2. Macam-macam Logika

(14)

a. Logika tradisional atau logika naturalis atau logika kodratiah/alamiah (second order), yaitu cara berpikir sederhana berdasarkan kodrat atau naluri fitrah manusia yang sejak lahir sudah dilengkapi alat berpikir, sebagai contoh:

Makan tidak sama dengan minum. Seseorang yang lapar pasti ingin makan. Seseorang yang haus pasti ingin minum.

Logika tradisional ini sering disebut juga logika bahasa atau logika linguistik karena logika jenis ini sering berfungsi untuk menganalisa bahasa (Suwardi Endraswara, 2012: 178). Menurut Noeng Muhadjir (2011: 23-24) logika tradisional terbagi lagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Logika formil deduktif Aristoteles.

Disebut deduktif karena pembuktian diambil dari premis mayor yang dipandang mutlak benar, untuk membuktikan kasus (yang disebut premis minor) dan apabila terdapat kecocokan (dalam makna implisit) dengan premis mayor, maka kesimpulan kasus itu benar. Sedangkan disebut formil karena kebenaran diuji berdasarkan sinkrunnya proposisi-proposisi mayor-minor dan term tengahnya, bukan diuji berdasarkan kebenaran materiil. Contoh:

Semua manusia (subyek mayor) dapat mati (predikat mayor) Si Ali (term tengah) itu manusia (subyek mayor)

Jadi: Si Ali (term tengah) dapat mati (predikat mayor) 2. Logika materiil axiomatik Euclides.

Logika jenis ini disebut materiil karena pembuktian kebenaran berdasarkan bukti empiris. Kebenarannya didasarkan pada cocoknya rasio dengan bukti empiris. Logika ini juga disebut axiomatik karena pembuktian kebenaran berdasar axioma atau kebenaran universal. Contohnya:

Matahari terbit dari dari Timur dan terbenam di Barat.

b. Logika Modern atau logika artifisialis atau logika matematika/simbolik atau logika ilmiah (first order), yaitu jenis logika yang menerapkan prinsip-prinsip matematik terhadap logika tradisional dengan menggunakan lambang-lambang (non-bahasa). Dengan kata lain logika jenis ini menggunakan cara berpikir matematis. Fakta yang dipakai adalah fakta-fakta obyektif yang andal, sehingga daya tahan logika ini agak lama. Dengan kata lain logika jenis ini mempelajari hukum-hukum, prinsip-prinsip, dan bentuk-bentuk pikiran manusia yang jika dipatuhi akan membimbing manusia untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang lurus dan sah (Suwardi Endraswara: 2012: 181-186). Sebagai contoh: A > B (A lebih besar dari B)

A = C (A sama dengan C)

C > B (C lebih besar dari B) atau B < C (B lebih kecil dari C) c. Logika Linguistik atau Logika Bahasa

Telah dipaparkan sebelumnya bahwa logika bahasa/linguistik (second order) digunakan untuk mengambil kesimpulan fakta-fakta bahasa dan sastra. Terdapat dua teori terkait pemahaman bahasa dan sastra yaitu: (1) formal thinking yaitu teori bahasa platonik, bahwa manusia sebenarya dapat bepikir formal sehingga menghasilkan subyek, predikat, dan objek, dan (2) subjective thinking, yaitu teori bahasa chomsky, bahwa sesuatu yg diekspresikan berada dalam pikiran manusia (Suwardi Endraswara, 2012: 181).

Logika bahasa adalah cara berpikir menggunakan gagasan yang diawali dengan hal-hal atau fakta yang bersifat khusus yang dituangkan dalam beberapa kalimat atau berupa kalimat penjelasan berdasarkan penjelasan itu berakhir pada kesimpulan umum yang dinyatakan dengan kalimat topik. Dengan kata lain logika bahasa menggunakan alur berpikir induktif. Contohnya:

(15)

Kuda Amerika punya sebuah jantung (Penjelasan) Kuda Inggris punya sebuah jantung (Penjelasan) Setiap kuda punya sebuah jantung (Kalimat Topik)

Bahasa yang baik dan benar dalam praktik kehidupan sehari-hari hanya dapat tercipta apabila ada kebiasaan atau kemampuan dasar dari setiap orang untuk berpikir logis. Sebaliknya, suatu kemampuan berpikir logis tanpa kemampuan bahasa yang baik, maka ia tidak akan dapat menyampaikan isi pikiran kepada orang lain.

d. Logika Matematis

Logika matematika seperti telah dibahas di atas, adalah sebuah alat berpikir yang menggunakan pernyataan-pernyataan (statements) majemuk termasuk di dalamnya:

1. Bahasa untuk merepresentasikan pernyataan.

2. Notasi yang tepat untuk menuliskan sebuah pernyataan.

3. Metodologi untuk bernalar secara objektif untuk menentukan nilai benar-salah dari sebuah pernyataan.

4. Dasar-dasar untuk menyatakan pembuktian formal dalam semua cabang matematika. e. Logika Filosofis

Menurut Russell melalui Suwardi Endraswara (2012: 183-185) membagi logika ke dalam tiga tipe yaitu: logika tradisional klasik, logika evolusionisme, dan logika atomisme.

1. Logika tradisional klasik

Perhatian utama adalah para filsuf Yunani yang menekankan pasa rasio sebagai perhatian utamanya. Dengan kata lain rasio merupakan satu-satunya keabsahan yang sahih. Metode deduksi apriori digunakan dalam tipe ini untuk mengkaji fenomena yang ada. Semua realitas adalah suatu kesatuan dan tidak ada perubahan. Logika dalam bentuk ini dikonstruksikan melalui proses negasi. Dunia dibentuk oleh logika dan disempurnakan oleh pengalaman.

2. Logika evolusionisme

Logika tipe ini menekankan dan mendasarkan pada ilmu pengetahuan. Evolusionisme bukan ilmu pengetahuan yang sesungguhnya dan juga bukan metode untuk memecahkan masalah. Filsafat sesungguhnya adalah suatu yang lebih kuat sekaligus lebih longgar, menguak harapan-harapan tentang keduniaan dan membutuhkan beberapa disiplin ilmu supaya berhasil dalam mempraktikkannya.

3. Logika atomisme

Logika tipe ini mempunyai tujuan untuk mengupas habis struktur hakiki bahasa dan dunia. Tujuan ini dicapai melalui jalan analisis. Logika tipe ini, didasarkan pada pemikiran matematis.

f. Logika Pragmatik

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.

Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain.Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik.

3. Manfaat Logika

(16)

a. Logika menyatakan, menjelaskan, dan mempergunakan prinsip-prinsip abstrak yang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu pengetahuan bahkan seluruh lapangan kehidupan.

b. Logika menambah daya berpikir abstrak dan dengan demikian melatih dan mengembangkan daya pemikiran dan menimbilkan disiplin intelektual.

c. Logika mencegah kita tersesat oleh segala sesuatu yang kita peroleh berdasarkan otoritas, emosi, dan prasangka.

d. Logika membantu kita untuk mampu berpikir sendiri dan tahu membedakan yang benar dan yang salah.

e. Logika membantu orang untuk dapat berpikir lurus, tepat dan teratur karena dengan berpikir demikian seseorang dapat memeroleh kebenaran dan menghindari kesalahan.

B. KEBENARAN

1. Pengertian Kebenaran

Maksud hidup ini adalah untuk mencari kebenaran. Kebenaran ini menurut kamus besar Bahasa

Indonesia adalah keadaan (hal dsb) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya. Sementara menurut Syafi’i dikutip oleh Marwar didalam artikelnya, “Kebenaran dalam perspektif filsafat ilmu” mengatakan bahwakebenaran itu adalah kenyataan. Kenyataan yang dimaksud itu tidak selalu yang seharusnya terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk ketidakbenaran (keburukan). Jadi, ada dua pengertian kebenaran, yaitu kebenaran yang berarti nyata-nyata di satu pihak, dan kebenaran dalam arti lawan dari keburukan (ketidakbenaran).

Kebenaran adalah kenyataan yang benar-benar terjadi. Pernyataan ini pasti, dan tidak dapat dipungkiri lagi. Manusia selalu ingin tahu kebenaran, karena hanya kebenaranlah yang bias memuaskan rasa ingin tahu, dengan kata lain tujuan pengetahuan ialah mengetahui kebenaran.

Kita manusia bukan hanya sekedar ingin tahu, tetapi ingin mengetahui kebenaran. Kita juga selalu ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya.

2. Macam-macam Kebenaran

Terdapat banyak pandangan mengenai teori kebenaran dalam kaitannya dengan pengembangan ilmu, di antaranya adalah kebenaran empiris, kebenaran rasional, kebenaran ilmiah, kebenaran intuitif,dan kebenaran relegius.

a. Kebenaran empiris.

Empiris adalah suatu keadaan yang bergantung bukti atau konsekuensi yang teramati oleh indera.Data empiris yang dihasilkan dari percobaan atau pengamatan (Wikipedia).Jadi, empiris itu artinyakelihatan jelas, ada pembuktiannya, bias kita dengar, sentuh, berdasarkan pada hal-hal yang kelihatandan sudah diuji kebenarannya. Merupakan hal yang

dapat diinderawi, hal yang

dirasakan oleh manusiadengan inderanya. Secara lebih jelas dengan contoh berikut ini: 1. Api itu panas.

2. Es itu dingin. 3. Daun itu hijau. b. Kebenaran Rasional.

(17)

Manusia merupakan makhluk hidup yang dapat berpikir, sehingga kemampuannya tersebut dapatmenangkap ide atau prinsip tentang sesuatu yang pada akhirnya sampai kepada kebenaran, yaitukebenaran rasional. Sebagaicontohberikut:

Ketika TV kita tidak berfungsi dengan baik maka dapat dipikir bahwa dan dipastikan kalau ada komponen di dalam TV yang rusak atau sudah perlu diganti. Pemikiran tentang ada sesuatu yang tidak beres ini merupakan suatu hal rasional yang timbul dari fenomena TV dan dapat dipastikan pikiran rasional ini benar.

c. Kebenaran Ilmiah.

Kebenaran ilmiah merupakan kebenaran yang muncul dari hasil penelitian ilmiah dengan melalui prosedur baku berupa tahap-tahapan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yang berupa metodologi ilmiah yang sesuai dengan sifat dasar ilmu.

Oleh karena itu, kebenaran ilmiah sering disebut sebagai kebenaran nisbi atau relatif. Sifat kebenaran ini sesuai dengan sifat keilmuan itu sendiri yang dapat berubah sesuai dengan perkembangan hasil penelitian, karena suatu teori pada masa tertentu bisa jadi merupakan kebenaran, tetapi pada masa berikutnya bisa jadi sebuah kesalahan besar. Contoh kebenaran ilmiah:

1. Bumi itu bulat dan tidak datar. 2. Air mendidih pada 100°C d. Kebenaran Intuitif.

Intuitif merupakan suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Unsur utama bagipeng etahuan adalah kemukinan adanya sesuatu bentuk penghayatan langsung (intuitif) Bergson dalamMuslih (2004: 68). Pendekatan ini merupakan pengetahuan yang diperoleh tanpa melalui proses penalaran tertentu.

Intuisi bersifat personal dan tidak bias diramalkan.

Bahwa intuisi yang dialami oleh seseorang bersifat khas, sulit atau tidak bisa dijelaskan, dan tidak bisa dipelajari atau ditiru oleh orang lain. Bahkan seseorang yang pernah memperoleh intuisi sulit ataubahkan tidak bias mengulang pengalaman serupa,

misalnya, seorang yang sedang menghadapi suatumasalah secara tiba-tiba menemukan jalan pemecahan dari masalah yang dihadapi atau secara tiba-tibaseseorang memperoleh informasi mengenai peristiwa yang akan terjadi.

e. Kebenaran Religius.

Kebenaran religius ialah kebenaran Ilahi, kebenaran yang bersumber dari Tuhan. Kebenaran inidisampaikan melalui wahyu. Manusia bukan semata makhluk jasma ni yang ditentukan oleh hokum alamdan kehidupan saja, ia juga makhluk rohaniah sekaligus, pendukung nilai.

Kebenaran tidak cukup diukur dengan interes dan rasio individu,

akan tetapi harus bisa menjawabkebutuhan dan memberi keyakinan pada seluruh umat. Karena itu kebe naran haruslah mutlak, berlakusepanjang sejarah manusia. Contoh kebenaran religius:

1. Tentang madu. 2. Alkitab atau Alquran.

PENUTUP

(18)

kesadaran dan dan nalar yang jernih dalam segala hal. Logika yang nalar harus didukung oleh konfirmasi, artinya ada penjelasan dan pemahaman mendalam. Konfirmasi dapat menjadi jalan mencapai kebenaran ketika didukung oleh strategi berpikir logis.

Kebenaran menjadi cita-cita tertinggi yang dikejar oleh filsafat ilmu. Kebenaranpun perlu didukung oleh fakta-fakta (data). Kebenaran yang didukung oleh fakta (data), diperoleh melalui aplikasi berpikir metodologis. Dengan kata lain, fakta (data) merupakan modal untuk menemukan kebenaran yang logis. Kebenaran dan fakta selalu menggunakan logika.

.

Definisi, Sifat Ilmiah, Kedudukan, Hubungan dengan Ilmu Lain, dan

Manfaat Logika

1. Definisi Logika

Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata benda logos. Kata logos, berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata, percakapan, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos, berarti mengenal kata, mengenai percakapan atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa logika adalah suatu ungkapan pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.

Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.

Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.

(19)

Logika induktif adalah sistem penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah dari sejumlah hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi. Logika ini sering disebut juga logika material, yaitu berusaha menemukan prinsip-prinsip penalaran yang bergantung kesesuaiannya dengan kenyataan, oleh karena itu kesimpulannya hanyalah keboleh-jadian, dalam arti selama kesimpulannya itu tidak ada bukti yang menyangkalnya maka kesimpulan itu benar, dan tidak dapat dikatakan pasti.

2. Sifat Ilmiah Logika :

Rasional atau masuk akal maksudnya logika memiliki akal sehat tabg mendasari penelitian ilmiah dengan berbagai alasan yang berasal dari pemikiran manusia itu sendiri. Rasional atau masuk akal adalah mengetahui dan kecakapan yang mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan kedalam tindakan.

 Disengaja

Disengaja maksudnya logika dalam pengetahuannya telah berdasarkan rencana untuk mencari tahu suatu hal. Terbuka untuk diuji kembali secara sengaja dan terperinci.

 Persis

Persis maksudnya pemikiran yang muncul harus persis karena manusia biasanya memiliki pemikiran yang beragam dan berubah.

 Objektif

Objektif maksudnya tidak semua gejala sosial dapat dibuktikan secara empiris dan dapat ditangkap panca indra dalam suatu relatif yang pendek.

 Terbukti

Terbukti maksudnya pemikiran yang disimpulkan merupakan fakta dalam kenyataan.

3. Kedudukan logika dengan ilmu yang lain :

Kaitannya dengan ilmu pengetahuan, logika merupakan suatu keharusan, tidak ada pengetahuan yang tidak didasarkan suatu logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah mencapai kebenaran ilmiah. Aristoteles mengatakan, logika benar-benar merupakan alat bagi seluruh pengetahuan. Karena itu, logika adalah ilmu bantu terhadap ilmu-ilmu positif karena tidak akan pernah mencapai suatu

kebenaran ilmiah jika tidak didasarkan logika. Oleh karena itu logika adalah kunci untuk membuka semua pintu masuk berbagai disipilin ilmu pengetahuan yang benar.

Jadi kedudukan logika dan ilmu ialah logika mencari jalan untuk mencapai ilmu yang benar dan ilmu yang benar membutuhkan logika. Ilmu logika ialah ilmu yang benar yang dikatakan ilmu dari segala ilmu.

4. Hubungan logika dengan pengetahuan yang lain :

Hubungan logika dengan ilmu bahasa :

(20)

 Bahasa yang baik dan benar dalam praktik kehidupan sehari-hari hanya dapat tercipta apabila ada kebiasaan atau kemampuan dasar dari setiap orang untuk berpikir logis.

 Sebaliknya, suatu kemampuan berpikir logis tanpa kemampuan bahasa yang baik, maka ia tidak akan dapat menyampaikan isi pikiran kepada orang lain.

Bahasa merupakan alat berpikir, apabila dikuasai dan digunakan dengan tepat, maka akan dapat membantu kita memperoleh kecakapan berpikir, berlogika dengan tepat.

Funsi bahasa :

 Fungsi ekspresif

 Fungsi direktif

 Fungsi normatif

1. Hubungan logika dengan ilmu metafisika :

Logika berfungsi untuk menyelidiki hal-hal ada dan mungkin ada dengan metafisika. Maka logika mempunyai fungsi untuk menyelidiki tentang pengertian kebenaran yang ada dibalik semesta.

 Metafisika mempelajari hakikat realitas

 Hakikat realitas dapat dicari dan ditemukan dibalik yang tampak dan nyata

 Metafisika selalu mencari kebenaran realitas dibalik yang tampak dan nyata

 Hukum-hukum logika bagi metafisika bukan apa yang telah dirumuskan yang akan menjadi hakikat kebenaran, tetapi apa yang ada dibalik rumusan tersebut.

 Semakin mampu berpikir logis, orang tidak akan tertipu akan kebenaran yang tampak. 5. Manfaat mempelajari logika :

Rpart, (1996:15), mengemukakan paling tidak ada empat kegunaan dengan belajar logika. Yaitu :

1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tertib, metodis, dan koheren

2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif

3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri 4. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.

KEBENARAN, LOGIKA DAN TEORI PENGETAHUAN

PENDAHULUAN

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran, tanpa melaksanakan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin dan konflik psikologis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang selalu ditunjukkan oleh kebenaran.

(21)

mengandung tujuan hidup manusia dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan manusia. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran. Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

PEMBAHASAN

A.Pengertian Kebenaran Dan Tingkatannya

Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tanpa kebenaran. Berdasarkan potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi:

1.Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama yang dialami manusia

2.Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera, diolah pula dengan rasio

3.Tingkat filosofis, rasio dan pikiran murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya

4.Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.

Keempat tingkat kebenaran ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenaran itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra. Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebenaran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.

•Ukuran Kebenarannya :

– Berfikir merupakan suatu aktifitas manusia untuk menemukan kebenaran – Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain – Oleh karena itu diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran

•Jenis-jenis Kebenaran :

– Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)

– Kebenaran Ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/diadakan) – Kebenaran Semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata) B.Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1.Teori Corespondence

Masalah kebenaran menurut teori ini hanyalah perbandingan antara realita obyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika ide atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.

Teori korespondensi (corespondence theory of truth) menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu keadaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut. Kebenaran adalah kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang selaras dengan realitas yang serasi dengan situasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang diperlukan yaitu :

(22)

2. Persesuaian (agreemant) 3. Situasi (situation) 4. Kenyataan (realitas) 5. Putusan (judgements)

Kebenaran adalah fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya Plato, Aristoteles dan Moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di abad skolatik, serta oleh Berrand Russel pada abad modren.

Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran meniru korespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan moral bagi anak-anak ialah pemahaman atas pengertian-pengertian moral yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai moral ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.

Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai moral itu. Bahkan anak harus mampu mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai moral itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laku harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.

2.Teori Consistency

Teori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap reliable jika kesan-kesan yang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain. Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenaran bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh karena itu pemahaman subyek yang satu tentang sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain. Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khususnya di dalam bidang pengukuran pendidikan.

Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi adalah pendalaman dan kelanjutan yang teliti dari teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedangkan teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran.

3.Teori Koherensi (the coherence theory of truth)

Teori koherensi menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Rumusan kebenaran adalah truth is a sistematis coherence dan truth is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C.

Logika matematik yang deduktif memakai teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jika premis-premis yang digunakan juga benar. Teori ini digunakan oleh aliran metafisikus rasional dan idealis. Teori ini sudah ada sejak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggap benar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yang benar atau dengan teori lama yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.

4.Teori Pragmatisme

Pragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal para pendidik sebagai metode project atau metode problem solving di dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar jika mereka mampu

(23)

dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.

Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jika ia membuat segala sesuatu menjadi lebih jelas dan mampu mengembalikan kelangsungan pengajaran, jika tidak, teori ini salah. Jika teori itu praktis, mampu memecahkan problem secara tepat barulah teori itu benar. Yang dapat secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).

Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memiliki kebenaran bila memiliki kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia. Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) dapat dikerjakan (workobility) dan akibat yang memuaskan (satis faktor consequence). Oleh karena itu tidak ada kebenaran yang mutlak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.

Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis adalah : 1. Sesuai dengan keinginan dan tujuan

2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen

3. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis

Teori ini merupakan sumbangan paling nyata dari pada filsuf Amerika tokohnya adalah Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859). Wiliam James misalnya menekankan bahwa suatu ide itu benar terletak pada konsekuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsekuensi tidaklah terletak di dalam ide itu sendiri, melainkan dalam hubungan ide dengan konsekuensinya setelah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara langsung (teori korepondensi) atau cara tak langsung melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuatu sesuai dengan praktek yang ada di dalam program solving.

C.Pengertian Logika

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.

D.Dasar-Dasar Logika

Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.

Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif kadang disebut logika deduktif. Deduktif adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.

Contoh argumen deduktif:

•Setiap mamalia punya sebuah jantung •Semua kuda adalah mamalia

•Setiap kuda punya sebuah jantung

Penalaran induktif kadang disebut logika induktif. Induktif adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.

Contoh argumen induktif:

(24)

•Kuda Amerika punya sebuah jantung •Kuda Inggris punya sebuah jantung •Setiap kuda punya sebuah jantung E.Macam-Macam Logika

1.Logika alamiah

Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum

dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir. Logika ini bisa dipelajari dengan memberi contoh penerapan dalam kehidupan nyata.

2.Logika ilmiah

Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap

pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah, dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

F.Kegunaan Logika

1.Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.

2.Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.

3.Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri. 4.Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis 5.Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpikir, kekeliruan, serta kesesatan.

6.Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.

7.Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis dan analitis sebagaimana tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.

G.Teori Pengetahuan

Teori pengetahuan sebenarnya adalah salah satu cabang dari struktur filsafat, selain teori hakikat dan teori nilai. Teori pengetahuan ini membahas tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan. Sehingga lebih banyak berbicara tentang hakikat pengetahuan, cara berpikir, dan hukum berpikir yang mana harus dipergunakan agar kita mendapatkan hasil pemikiran yang kemungkinan benarnya lebih besar. Teori pengetahuan terbagi menjadi:

a.Empirisme

John Locke, seorang bapak empirisme dari Britania mengatakan bahwa manusia dilahirkan akalnya merupakan jenis buku catatan yang kosong. Didalam buku catatan itulah dicatat

pengalaman-pengalaman indrawi. Dan lebih lanjut lagi John Locke mengatakan, seluruh sisa pengetahuan kita peroleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama dan sederhana itu. Singkat cerita, pengetahuan yang didapat dengan empirisme ini lebih banyak dikarenakan pengalaman-pengalaman yang pernah dilalui, seberapa rumitnya pengetahuan dapat dilacak dengan pengalaman-pengalaman indrawi.

b.Rasionalisme

(25)

c.Fenomenalisme

Fenomenalisme adalah sebuah paham untuk mencari pengetahuan berdasarkan gejala yang terjadi. Seorang Immanuel Kant, bapak fenomenalisme membuat uraian tentang pengalaman, bahwa sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Dan karena itu pula, seorang fenomenalis tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu yang terjadi seperti keadaannya sendiri, melaikna hanya tentang sesuatu yang menampak, dan inilah yang disebut dengan gejala.

Immanuel Kant mengemukakan tentang fenomenalis, karena mengkritik salah seorang pemikir yang mengkritik sumber ilmu pengetahuan berasal dari hal yang bersifat empiris dan rasional. Karena menurut Kant, seorang empirisme benar apabila pengetahuan didasarkan pada pengalaman, meskipun hanya sebagian dan seorang rasionalis juga benar, karena akalnya memaksakan bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.

d.Instuisionisme

Intuisi adalah hal yang bersifat alamiah, pengetahuan simbolis yang pada dasarnya bersifat analitis dan memberikan kepada kita keseluruhan yang bersahaja, yang mutlak tanpa suatu ungkapan, teremahan atau deskripsi secara simbolis. Intusionalisme adalah suatu aliran atau faham yang menganggap bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi Intuisi adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berfikir tertentu dan sering bercampur aduk dengan perasaan.

Menurut Henry Bergson,filsuf asal Prancis, intuisi adalah suau sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat

menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Seorang instuisif memperoleh pengetahuan dengan cara mengetahui beberapa bagian dari suatu peristiwa namun tidak mengalami keseluruhannya.

e.Metode Ilmiah

Ada suatu perbedaan antara ilmu pengetahuan dengan filsafat, jikalau ilmu membicarakan kenyaataan yang sebenarnya, maka filsafat bicara tentang bagimana cara memperoleh jawaban. Sehingga munculah metode ilmiah sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan. Metode ilmiah dimulai dengan

pengamatan-pengamatan dan berakhir dengan pengamatan pula. Sehingga pengamatan adalah hal yang pasti terukur.

Dalam metode ilmiah ini kita akan mengenal sebuah hipotesa. Hipotesa berarti usulan penyelesaian yang berupa saran dan sebagai sebuah konsekuensi yang harus dipandang sementara dan memerlukan verifikasi dan biasanya akan memungkinkan adanya sejumlah saran. Dalam prosesi menemukan

hipotesa, dikatakan bahwa kegiatan akal bergerak keluar dari penglaman yang ada, mencari bentuk, dan didalamnya terdapat fakta-fakta yang telah diketahui dalam menyusun kerangka tertentu. Dan berharap bahwa fakta-fakta yang dikumpulkan cocok dengan hipotesa yang dibangun (proses verifikasi). Ramalan terhadap hipotesa dimulai dengan ramalan yang dilakukan secara hati-hati, sistematis, dan dengan sengaja terhadap ramalan-ramalan yang disimpulkan dari hipotesa tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Dalam kehidupan manusia kebenaran adalah fungsi rohaniah. Jenis-jenis kebenaran adalah kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan), kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan) dan kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata). Ada banyak teori kebenaran menurut filsafat diantaranya yaitu teori korespondensi, teori konsistensi, teori koherensi dan teori pragmatisme.

(26)

cinta akan kebenaran. Jika dikaitkan, kebenaran, logika dan pengetahuan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kaitan ketiganya membuat mereka sulit untuk terpisahkan. Sama halnya dengan kebenaran, pengetahuan juga memiliki teori yaitu empirisme, rasionalisme, fenomenalisme, instuisionisme dan metode ilmiah.

B.Saran

1.Perlunya kajian lebih dalam bagi pembaca tentang kebenaran, logika dan pengetahuan karena ketiga hal ini tidak terlepas bagi kehidupan manusia.

2.Perlunya referensi yang memadai jika ingin menganalisa hal yang sama (bagi peneliti lain) DAFTAR PUSTAKA

Dikutip dari Wikipedia Bahasa Indonesia. 2012. Kebenaran, Logika dan Pengetahuan. Jakarta Hendrik jan Rapar. 1996. Pengantar Logika, Asas-Asas Penalaran Sistematis. Jakarta: Kanisius Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Surip Muhammad, Mursini. 2010. Filsafat Ilmu Pengembang Wawasan Keilmuan Dalam Berfikir Kritis. Medan: Citra Pustaka

KEBENARAN, PENEMUAN DAN

TEORI-TEORI KEBENARAN

A. PENGERTIAN KEBENARAN

Apakah kebenaran itu? Inilah pertanyaan yang kebih lanjut harus dihadapi dalam filsafat

ilmu. Hal kebenaran sesungguhnya memang merupakan tema sentral didalam filsafat ilmu.

Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah untuk mencapai kebenaran.

Rasanya lebih tepat kalau pertanyaan kemudian dirumuskan menjadi apakah pengetahuan yang

benar itu?

Problematika mengenai kebenaran, seperti halnya problematika tentang pengetahuan,

merupakan masalah-masalah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat

ilmu. Apabila orang memberikan prioritas kepada peranan pengetahuan, dan apabila orang

percaya bahwa dengan pengetahuan itu manusia akan menemuakan kebenaran dan kepastian,

maka mau tidak mau orang harus berani menghadapi pertanyaan tersebut,, sebagai hal yang

mendasar dan hal yang mendasari skap dan wawasannya..

Dalam kamus umum bahasa Indonesia menurut purwadarminta ditemukan arti kebenaran

diantaranya yaitu keadaan sesuatu yang benar, dan sungguh-sungguh ada. Kebenaran merupakan

tema sentral didalam filsafat ilmu. Secara umum orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah

untuk mencapai kebenaran.

(27)

Kita manusia bukan hanya sekedar ingin tahu, tetapi ingin mengetahui kebenaran. Kita juga

selalu ingin memiliki pengetahuan yang benar. Kebenaran ialah persesuaian antara pengetahuan

dan obyeknya. Pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang sesuai dengan obyeknya.

B. CARA MENEMUKAN KEBENARAN

Cara untuk menemukan kebenaran berbeda-beda. Dari berbagai cara untuk menemukan

kebenaran dapat dilihat cara yang ilmiah dabn non ilmiah. Cara-cara untuk menemukan

kebenaran sebagai mana diuraikan oleh Hartono Kasmadi, dkk.,(1990) sebagai berikut:

1.

penemuan secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan Yaitu penemuan yang berlangsung tanpa disengaja.

Dalam sejarah manusia, secara kebetulan itu banyak juga yang berguna walaupun terjadinya

tidak dengan cara yang ilmiah, tidak disengaja,dan tanpa rencana.Cara ini tidak dapat diterima

dalam metode keilmuan untuk menggali pengetahuan atau ilmu.

2.

penemuan’ coba dan ralat’(trial and error)

Penemuan cobadan ralat terjadi tanpa ada kepastian akan berhasil atau tidak berhasil

kebenaran yang dicari. Memang ada aktivitas mencari kebenaran, tetapi aktivitas itu

mengandung unsur

Referensi

Dokumen terkait

Khususnya Debit sungai di DAS Belawan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan akibat dari perubahan tata guna lahan yang tidak dijaga sesuai dengan fungsinya,

The data distillation phase includes extracting features for unstructured text, combining disparate data sources, filtering for populations of interest, selecting relevant features

Agar subsektor kerajinan dapat menjadi efisien maka yang harus dilakukan adalah dengan menaikkan target pasar (PDB) dari subsektor kerajinan sebesar 38,84%, hal

12 Selain karena hemodialisis, pada pasien dengan penyakit ginjal kronik juga akan terjadi anemia karena kehilangan darah yang disebabakan oleh perdarahan saluran cerna.. Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan referensi bagi akademisi, khususnya mahasiswa jurusan Hubungan Internasional yang mengkaji isu serupa terkait

Metode yang juga memperhatikan nilai waktu dari uang, dimana yang dihitung adalah tingkat bunga yang akan menjadikan jumlah nilai sekarang dari tiap proceed yang didiskontokan

Dalam penelitian ini akan dilakukan kajian mengenai pengaruh asam sitrat sebagai pengganti asam borat dalam larutan Watts dan menganalisis pengaruh

Pembelajaran kelas gabungan atau juga disebut Pembelajaran Kelas Rangkap atau dalam istilah lain yaitu multigrade Teaching adalah suatu bentuk pembelajaran