Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 29
TEORI KECERDASAN DALAM MODERASI BERAGAMA (LIBRARY- RESEARCH)
Drs. Taufik Sakni M.Pd.I
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Yayasan Pendidikan Islam (STIT-YPI) Lahat Jalan Letnan Munandar Talang Kapuk Lahat
E-mail: [email protected]
Abstract
Kecerdasan manusia adalah kombinasi dari berbagai kemampuan umum dan spesifik. Umumnya, masyarakat lebih mengenal macam kecerdasan seperti kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yang ketika ketiga nya ini dimiliki atau dibangun maka akan sangat berguna bagi kehidupan manusia baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Selain itu, moderasi beragama digadang-gadang sedang menjadi topik hangat yang diulas oleh berbagai pihak, terkhusus di dunia Pendidikan. Tak dapat dipungkiri, Pendidikan adalah salah satu wadah bagi terbentuknya ketiga kecerdasan tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis (studi kepustakaan (library research). Hasil yang didapat menunjukkan bahwa dengan menguasai ketiga jenis kecerdasan tersebut paham radikalisme, fanatisme, intolerant tidak akan melekat pada pribadi anak didik di lingkungan yang majemuk ini. Sehingga kekacauan akibat perbedaan pendapat, paham dan prinsip dapat dihindarkan dan menciptakan masyarakat yang sehat dan cerdas secara pikiran, mental dan spiritual.
Kata kunci: teori kecerdasan, moderasi beragama
I. Latar Belakang
Setiap manusia diberkahi dengan kecerdasan, baik itu kecerdasan intelektual maupun non-intelektual. Kecerdasan intelektual (IQ) berkaitan erat dengan keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk ber-adaptasi pada pengalaman hidup serta belajar dari pengalaman hidup sehari-hari (Santrock, 2010). Sedangkan kecerdasan non-intelektual lebih kepada kecerdasan secara emosional dan spiritual. Menurut Goleman (2006) kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan impuls emosional, kemampuan untuk membaca perasaan orang lain, dan kemampuan untuk membina hubungan yang baik dengan orang lain.
Kemudian, kecerdasan spiritual (SQ) Menurut Danah Zohar Dan Ian Marshall dalam buku Abdul Wahab (2011), kecerdasan spiritual (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks dan makna yang lebih luas dan kaya,
Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 30
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lainnya.
Sebagai makhluk sosial dan beragama, manusia tidak dapat lepas dari hubungan dengan manusia lainnya, manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan hubungan timbal balik antar individu. Dalam proses interaksi tersebut tak jarang tercipta suatu perbedaan pandangan dan kepentingan yang harus dikelola sedemikian rupa, dengan tujuan agar semua aspirasi dapat tersalurkan sebagaimana mestinya. Demikian halnya dalam beragama, konstitusi kita dijamin kemerdekaan umat beragama dalam memeluk dan menjalankan ajaran agama sesuai dengan kepercayaan dan keyakinan masing- masing.1 Perbedaan kepercayaan dan keyakinan ini terkadang menjadi pemicu aksi ekstrimisme, intoleransi, dan radikalisme. Masyarakat hendaknya menumbuhkan visi dan solusi yang dapat menciptakan kerukunan dan kedamaian dalam menjalankan kehidupan keagamaan, yakni dengan mengedepankan moderasi beragama.
Di Indonesia, moderasi beragama dikenal dengan istilah moderasi Islam atau Islam moderat. Hal ini sering dipersoalkan segelintir kalangan umat muslim sendiri. Bagi mereka, Islam moderat. Bagi mereka Islam hanyalah Islam; tidak ada moderasi Islam atau Islam moderat. Moderasi Islam adalah sebuah pandangan atau sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang.2
Sebagai sarana untuk mengenalkan dan menanamkan pemahaman moderasi, dan nilai-nilai yang terkandung dalam moderasi serta mencerdaskan kehidupan bangsa, Pendidikan berperan sangat penting. Sebagaimana menurut UU No 20 Tahun 2003 Pasal 3 yang menyatakan Pendidikan nasional berfungsi sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan peserta didik di kehidupan bangsa, bertujuan untuk
1 Lukman Hakim Saifuddin, Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2019), hlm.5.
2 Abd. Rauf Muhammad Amin, Prinsip dan Fenomena Moderasi Islam dalam Tradisi Hukum Islam, (Makasar: Jurnal Al-Qur‘an 20, Desember 2014), hlm. 24, Diakses jurnalqalam.or.
id/index.php/Al-Qur‟an/articel/download/339/254. Pada kamis 13 Agustus 2020.
Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 31
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pendidikan merupakan suatu aspek yang sangat penting bagi manusia.3
Berkaitan dengan hal ini, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) diperlukan dalam moderasi beragama. Anak didik dituntut tak hanya cerdas dalam bidang intelektual, tapi juga harus cerdas secara emosional dan spiritual. Namun, pada kenyataannya, sebagian besar dunia Pendidikan hanya menekankan Pendidikan pada kecerdasan intelektual (IQ). Anak didik dituntut agar berhasil secara maksimal pada bidang sains dan ilmu pengetahuan lainnya yang melibatkan daya intelegensi, sehingga kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) yang semestinya tetap di tonjolkan seakan tertutupi dengan tuntutan kecerdasan intelektual (IQ).
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka diperlukan adanya pemahaman tentang teori kecerdasan dalam moderasi beragama.
II. Landasan Teori 2.1. Teori kecerdasan
Kecerdasan manusia adalah kombinasi dari berbagai kemampuan umum dan spesifik. Ada berbagai macam kecerdasan yang umum kita dengar dan lihat seperti kecerdasan intelektual atau IQ, kecerdasan emosional atau EQ dan kecerdasan spiritual atau SQ.
2.1.1. Kecerdasan Intelektual (IQ)
Istilah Intelligence Qoutient (IQ) mula-mula diperkenalkan oleh alferd binter, ahli psikologi dari perancis pada awal abad ke-20. Menurut David Wechsler (1958:215), intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Secara garis besar dapat disimpulkan
3 Departemen Pendidikan Nasional, BNSP Tahun 2003 Nasional, http//id.m.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pendidikan.
Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 32
bahwa intelegensi adalah kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.
Berdasarkan pengertian dari ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektual (IQ) adalah kemampuan seseorang untuk berpikir secara rasional dan terarah dalam menghadapi masalah dilingkungan.
2.1.2. Kecerdasan Emosional (EQ)
Goleman (2007) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk dapat memotivasi diri sendiri dan tetap gigih ketika menghadapai kondisi frustasi, mengontrol dorongan dan menunda rasa puas diri, mengatur mood dan menekean kesulitan dari hilangnya kemampuan berpikir, berempati, dan berharap. Goleman menjelaskan bahwa kemampuan kognitif seperti berpikir besar dan visi jangka panjang juga tidak kalah pentingnya. Namun, berdasarkan perhitungan rasio antara kemampuan teknis, IQ, dan kecerdasan emosional sebagai faktor-faktor dalam performa kinerja yang baik, kecerdasan emosional terbukti dua kali lebih penting dari kedua faktor lainnya dalam setiap level pekerjaan.
Berdasarkan pengertian ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional (EQ) adalah kemampuan seseorang untuk memotivasi diri sendiri agar terhindar dari frustasi, sombong, dan perihal negatif lainnya.
2.1.3. Kecerdasan Spiritual (SQ)
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk membangun spiritual capital. Spiritual capital adalah kekayaan, kekuatan, dan pengaruh yang didapatkan individu dengan bertindak dari kesadaran arti yang paling dalam, nilai terdalam setiap individu, dan kesadaran akan tujuan yang lebih tinggi, serta semua hal tersebut diekspresikan melalui kehidupan yang dicurahkan untuk melayani (Zohar & Ian, 2007).
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan seseorang untuk memaknai segala sesuatu merupakan ibadah, memiliki prinsip semua nya hanya karena Allah.
Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 33 2.2. Moderasi Beragama
Pada buku karangan Kementrian Agama RI, dijelaskan bahwa kedamaian didapatkan dengan moderasi beragama yang berarti cara beragama jalan tengah (Kementrian Agama RI 2019). Kata jalan tengah dapat dipahami bahwa tidak ada pola pikir yang membenarkan salah satu agama atau keyakinan dan menyalahkan agama atau keyakinan yang lain. Sebagai contoh melakukan jihad karena alasan membela umat dengan melakukan pengeboman di tempat ibadah umat lain sebagai salah satu tindakan yang tidak mencerminkan moderasi beragama. Masih dengan referensi yang sama, dalam buku saku kemenag RI (Kementrian Agama RI 2019, 4) dijelaskan bahwa proses moderasi beragama dapat dilakukan melalui tahap memahami ajaran agama, sekaligus mengamalkannya dengan adil dan seimbang. Hal ini dilakukan untuk menghindari perilaku yang berlebihan dalam mengamalkan suatu hal. Pemahaman yang kurang tepat adalah mengartikan moderasi beragama sebagai memoderasi agama. Hal tersebut dianggap kurang sesuai karena dalam agama sudah mengandung prinsip moderasi melalui ajaran untuk berlaku adil dan seimbang. Karena sejatinya setiap agama pasti mengajarkan kebaikan pada umatnya. Sehingga apa yang dimaksud dengan moderasi beragama bukanlah memoderasikan agamanya, namun lebih pada perilaku beragamanya. Perilaku tersebut dapat dilakukan dengan menghindari perkataan atau perbuatan yang ekstrem, tidak adil, dan berlebih-lebihan.
Kodratnya, manusia adalah makhluk yang memiliki pengetahuan yang terbatas dan memerlukan esensi kebenaran pengetahuan Tuhan yang luas sehingga tidak terkurung dalam pola pikir yang sempit. Keragaman tafsir terkait suatu hal, termasuk tafsir tentang ajaran agama, biasanya muncul sebagai dampak dari upaya manusia untuk memahami teks ajaran agama.
Pada hakikatnya, kebenaran yang sesungguhnya hanyalah milik Allah, sedangkan kebenaran dari penafsiran manusia sifatnya hanya relatif (Kementrian Agama RI 2019, ii-iii). Hal itu menjadi alasan kuat untuk mengajarkan moderasi beragama pada setiap individu terutama anak-anak, karena mereka masih belajar bagaimana cara menghargai teman sejawat yang
Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 34
berbeda agama, berbeda mazhab bahkan berbeda pola pikir tentang penafsiran dari sebuah agama.
III. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan (library-research). Dalam tulisan ini mengkaji tentang teori kecerdasan dalam moderasi beragama. Fokus pembahasannya adalah urgensi dalam pencegahan pengaksesan radikalisme pada anak dan tahapan mengajarkan nilai-nilai pancasila yang sesuai dengan moderasi keberagamaan di lingkungan tempat tinggal.
IV. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka tulisan ini mengkaji tentang teori kecerdasan dalam moderasi beragama. Fokus pembahasannya adalah urgensi dalam pencegahan pengaksesan radikalisme pada anak dan tahapan mengajarkan nilai-nilai pancasila yang sesuai dengan moderasi keberagamaan di lingkungan tempat tinggal.
Beberapa penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian ini salah satunya dilakukan oleh Edi Sutrisno, yang hasilnya menyatakan moderasi membawa keadilan bagi umat beragama dan menjaga persatuan dan kesatuan (Edy 2019). Sedangkan apabila dikaji dari segi pendidikan, penelitian Edy Sutrisno yang berjudul “Aktualisasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan” menunjukkan hasil dalam upaya mewujudkan moderasi beragama di masyarakat multikultural, yang perlu dilakukan adalah menjadikan lembaga pendidikan sebagai basis laboratorium moderasi beragama dan melakukan pendekatan sosio-religius dalam beragama dan bernegara. Kemudian, penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Fahri dan Zainuri pada tahun 2019 dengan fokus penelitian “Moderasi Beragama di Indonesia” (Fahri & Zainuri 2019, 95-100). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa radikalisme atas nama agama dapat diberantas melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif.
Moderasi beragama dapat ditunjukkan melalui sikap tawazun (berkeseimbangan), i’tidal (lurus tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (musyawarah), islah (reformasi), aulawiyah (mendahulukan
Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 35
yang prioritas), dan tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif). Kemudian, penelitian dengan judul “peran ibu dalam mengajarkan moderasi beragama pada anak di masa pandemi covid 19” menyebutkan bahwa pencegahan mengakses literasi yang mengandung radikalisme pada anak adalah dengan cara mengajarkan nilai-nilai pancasila yang sesuai dengan moderasi keberagamaan di lingkungan tempat tinggal (Kusmawati & Surachman, 2021).
Pun, penelitian yang dilakukan oleh Fathurahman dan Umah (2022) dalam karya ilmiahnya “Membangun Nalar Kritis Bagi Anak dan Implementasinya dalam Praktik Moderasi Beragama”. menemukan bahwa pengajaran nalar kritis pada anak adalah sebagai wujud pensikapan terhadap dinamika kehidupan yang kompleks. Dengan adanya perbedaan dalam latar belakang apapun tidak manjadikan hal ini sebagai ancaman, akan tetapi justru menjadi ajang untuk saling melengkapi dalam memajukan bangsa Indonesia. Di samping itu, mengajari anak usia dini untuk berpikir kritis sejatinya memberi kesadaran sejak dini kepada mereka bahwa kehidupan yang kelak dijalani sangat memungkinkan heterogen dan majemuk. Oleh sebab itu membekali anak usia dini agar segera mempersiapkannya sedini mungkin adalah cara yang sangat tepat.
Dalam hal ini, dapat peneliti simpulkan bahwa berpikiran kritis tak hanya melibatkan kecerdasan intelektual, namun juga kecerdasan emosional dan spiritual. Ketiga jenis kecerdasan inilah yang akan membawa anak didik menjadi pribadi yang siap menghadapi moderasi beragama.
V. Penutup
Berdasarkan teori kecerdasan dan penelitian yang dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) erat kaitannya dalam pengaplikasian moderasi beragama. Dengan menguasai ketiga kecerdasan tersebut paham radikalisme, fanatisme, intolerant tidak akan melekat pada pribadi masyarakat yang majemuk ini. Hendaknya lingkungan Pendidikan dan tempat tinggal mengedepankan ketiga jenis kecerdasan ini secara berintegrasi. Sehingga kekacauan akibat perbedaan pendapat, paham dan prinsip dapat dihindarkan
Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 36
dan menciptakan masyarakat yang sehat dan cerdas secara pikiran, mental dan spiritual.
References
Amin, Abd, R.M. (2014). Prinsip dan Fenomena Moderasi Islam dalam Tradisi Hukum Islam, (Makasar: Jurnal Al-Qur‘an 20, Desember 2014), hlm. 24,
Diakses jurnalqalam.or. id/index.php/Al-
Qur‟an/articel/download/339/254. Pada kamis 13 Agustus 2020.
Departemen Pendidikan Nasional, BNSP Tahun 2003 Nasional, http//id.m.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pendidikan.
Fahri, M. & Zainuri, A. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia. Jurnal Intizar, 25(2), 2019. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/intizar
Fathurahman, M. & Umah, R.Y.H. (2022). Membangun nalar kritis bagi anak dan implementasinya dalam praktik moderas beragama. Jurnal Ibriez:
Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains, 7(1), 2022. Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
Goleman, D. (2007). Emotional Intelligence: Mengapa EI lebih penting daripada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Kementrian Agama RI. (2019). Tanya Jawab Moderasi Beragama. Jakarta:
Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI.
Kusmawati, Heny & Surachman., Anista., Ika. (2021). Peran Ibu Dalam Mengajarkan Moderasi Beragama Pada Anak Di Masa Pandemi Covid 19. Jurnal eL-Tarbawi 14(2), 2021.
Saifuddin, L. M. (2019). Moderasi Beragama, (Jakarta: Kementrian Agama RI).
Sutrisno, Edy. (2019). Aktualisasi Moderasi Beragama di Lembaga Pendidikan. Jurnal Bimas 12(1). https://doi.org/10.37302/jbi.v12i2.113 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Sistem pendidikan Nasional, Pasal 6,
ayat (3).
Wechsler. D. (1958). The Measurement and Appraisal of Adult Intelligence.
4th edition, Baltimore: The Williams and Wilkins Company
Wahab, Abd. & Umiarso (2011) Kepemimpinan Pendidikan Dan Kecerdasan Spiritual. Jogjakarta: Ar-Ruzz. h. 47
Zohar, Danah & Marshall, Ian. (2007). Kecerdasan Spiritual (SQ) Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berpikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: Mizan
Al-Hikmah: Jurnal Pendidikan page 37