Pendapat para ulama yang mengharamkan ini didasarkan pada ayat-ayat yang menceritakan realitas abad yang lalu, sedangkan ulama yang tidak mengharamkan salam kepada non-Muslim didasarkan pada ayat-ayat yang menjelaskan bahwa Allah SWT melimpahkan rahmat kepada alam semesta. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis berinisiatif untuk menulis dan mengkaji dengan fokus tematik dan sistematis mengenai konsep salam kepada non muslim dari sudut pandang Hamka dan M.
Fokus Kajian
Tujuan Kajian
Manfaat Kajian
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan dalam kajian kajian Islam khususnya bidang tafsir Al-Qur’an dan hadis. Secara akademis juga dapat dijadikan bahan referensi bagi para pencari ilmu dalam memberikan kontribusi di bidang keilmuan tafsir Al-Qur'an. Selain itu juga dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam mempelajari konsep sapaan.
Manfaat Praktis
Metode Penelitian
Jenis dan Pendekatan Penelitian
Objek kajian dalam kajian ini adalah ayat-ayat al-Quran dan hadis sebagai objek kajian ini, maka penulis menggunakan pendekatan sosiologi dan sejarah untuk menjelaskan konteks ayat-ayat tersebut, iaitu latar belakang ayat-ayat yang diteliti. . .
Sumber dan Tehnik Pengumpulan Data
Penulis juga menggunakan buku-buku dan literatur Islam serta artikel surat kabar yang berhubungan dengan pembahasan penulis.
Analisis Data
Definisi Istilah
Makna Salam
Salam kepada non-Muslim juga tidak kalah pentingnya, mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mencari informasi dan pendapat para ulama berdasarkan kitab klasik, Al-Quran dan hadis. Non-Muslim artinya bukan seorang Muslim atau non-Muslim yang berarti bukan penganut agama Islam.
Sistematika Penulisan
Selanjutnya skripsi berjudul “Salam Kepada Non-Muslim Dalam Perspektif Hadits” ditulis oleh Ai Popun Fatimah. Selain itu, majalah bertajuk “Hukum Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim” ditulis oleh Nur Divinen dan Ependi.
Kajian Teori
Salam Kepada Non Muslim Menurut Para Ulama
Selain itu, Ash-Siddieqy juga menambahkan, seorang muslim diperbolehkan menyapa non muslim sekaligus menjawabnya. Sedangkan menurut Abu Said sebagaimana disebutkan Imam Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar, ia mengemukakan pepatah lain yang dapat dijadikan sebagai respon salam bagi non-Muslim.
Kerangka Konseptual
Sekilas Sejarah Penulisan Tafsir al-Azhar
Di Indonesia bahkan di luar negeri, Hamka dikenal sebagai salah satu komentator pemilik karya Tafsir al-Azhar yang merupakan karya yang sangat monumental. Dari seluruh karyanya, ada dua faktor yang mendorong Hamka menulis Tafsir al-Azhar yang pertama. Karena dorongan dan semangatnya sendiri untuk menulis tafsir, semangat tersebut muncul di tengah besarnya minat generasi muda di Indonesia, khususnya di daerah berbahasa Melayu, untuk lebih memahami isi Al-Quran, adapun faktor kedua adalah dorongan dari pendakwah yang bahasa Arabnya sangat minim, karena dihamkan untuk menghasilkan tafsir yang mudah dijadikan acuan.36 Ada pula faktor lain yang mendorong Hamka menulis Tafsir ini, yaitu karena keinginannya yang mendalam untuk hengkang. Tafsir al-Azhar berawal dari ceramah atau ceramah pagi yang diberikan oleh Hamka sejak tahun 1959 di Masjid Agung al-Azhar, Kebayoran, Jakarta. Kelas tafsir setelah matahari terbit di Masjid Raya al-Azhar dapat didengar dan diikuti di seluruh Indonesia. dan disusul orang lain pada periode yang sama, tepatnya pada bulan Juli 1959, Hamka bersama KH.
Tafsir ini disebut juga Tafsir al-Azhar karena diambil dari nama masjid tempat Hamka menyampaikan ceramah tafsir, yaitu Masjid Al-Azhar yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta, sedangkan nama Al-Azhar berasal dari pemberian dari Syekh Mahmoud Syaltout yang saat itu menjadi rektor Universitas Al-Azhar. Beliau datang ke Indonesia pada bulan Desember 1960 dan mengunjungi masjid yang saat itu masih bernama Masjid Agung Kebayoran Baru, sehingga tafsir yang diterbitkan pada tahun 1967 diberi nama al-Azhar.39.
Corak Penafsiran Tafsir Al-Azhar
Ketika menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an, ketika diberi kesempatan untuk membahas persoalan-persoalan yang ada di masyarakat, Hamka akan menggunakan kesempatan tersebut untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk dari Al-Qur'an guna menyelesaikan permasalahan dan penyakit masyarakat. pada saat dia menulis penafsirannya. Bila disebutkan bahwa tafsir al-Azhar bercorak sosial budaya, bukan berarti kitab tafsir ini tidak membahas hal-hal lain yang biasa terdapat pada tafsir lain, seperti fiqh, tasawuf, ilmu pengetahuan, filsafat dan lain sebagainya. Dalam penafsirannya terhadap al-Azhar, Hamka juga membahas tentang fiqh, namun lebih untuk memperjelas makna ayat-ayat yang ditafsirkan, serta untuk mendukung tujuan utama yang ingin dicapainya, yaitu menyampaikan petunjuk-petunjuk dari Al-Qur'an yang bermanfaat bagi umat manusia. kehidupan orang-orang.
Hal ini dapat dirujuk ketika Hamka menjelaskan makna nazar dalam tafsir surah al-Insan ayat tujuh.42.
Salam Kepada Non Muslim Perspektif Hamka
Quraish Shihab, Menetapkan fungsi al-Qur’an dan peranan wahyu dalam kehidupan bermasyarakat (Bandung: Mizan, 1995), 7. Quraish Shihab, Menetapkan fungsi al-Qur’an dan peranan wahyu dalam kehidupan bermasyarakat. (Bandung: Mizan, 1995), 6. Quraisy Shihab mendapat ijazah M.A (Sarjana Sastera) dalam bidang Tafsir al-Qur'an.
61 Mahfudz Masduki, Tafsir Al-Misbah Quraish Shihab, Kajian Amtsal Al-Qur'an (Yogyakarta: Pustaka, 2011), 11. Quraish Shihab merupakan orang Asia Tenggara pertama yang diberikan status istimewa tersebut, dengan demikian resmi menyandang gelar gelar doktor di bidang tafsir Al-Qur'an.63.
Sekilas Sejarah Penulisan Tafsir Al-Misbah
Tafsir al-Misbah ditulis oleh Beliu pada hari Jumat tanggal 4 Robiul Awwal 1420 H atau tanggal 18 Juni 1999 M, tempatnya di kota Saqar dimana saat itu ia masih menjabat sebagai Duta Besar RI di Kairo dan Tafsir kitab al- Misbah. selesai di Jakarta hari itu juga. Pada hari Jumat tanggal 5 September 2003, menurut pengakuannya, ia menyelesaikan tafsirnya dalam waktu empat tahun, rata-rata ia membutuhkan waktu tujuh jam sehari untuk menyelesaikan tafsir tersebut.65 Meski ditunjuk sebagai duta besar untuk Mesir, pekerjaannya tidak terlalu sibuk. , jadi dia punya banyak waktu untuk menulis di negeri seribu menara M ini.
Corak Penafsiran Tafsir Al-Misbah
Quraish Shihab tidak pernah lupa mencantumkan makna kosa kata, munāsabah antar ayat dan asbāb al-Nuzūl. Quraish Shihab sependapat dengan pendapat ulama minoritas yang meyakini al-Ibrah bi Khuṣūṣ al-Sabab yang menekankan perlunya analogi qiyas untuk mengambil makna dari ayat-ayat yang berlatar belakang asbāb al-Nuzūl, namun dengan peringatan bahwa qiyas tersebut memenuhi persyaratan. Pemahaman Quraish Shihab terhadap asbāb al-Nuzūl dapat diperluas mencakup kondisi sosial ketika Al-Qur’an diturunkan dan pemahamannya juga dapat dikembangkan berdasarkan apa yang dikemukakan oleh para ulama sebelumnya, yaitu dengan mengembangkan pemahaman qiyas dengan prinsip al-Maṣḥah. al-Murlah dan yang memudahkan pemahaman agama, seperti yang terjadi pada zaman rasul dan para sahabat.
Quraish Shihab untuk mengembangkan deskripsi interpretatif agar pesan Al-Qur'an membumi dan dekat dengan masyarakat sasaran.
Salam Kepada Non Muslim Perspektif M. Quraish Shihab
Menurut para ulama, ada yang melarang, ada juga yang membenarkan. M. Quraish Shihab mengatakan, tidak ada salahnya beberapa fatwa haram menyapa non muslim jika dilarang. ditujukan kepada orang-orang yang khawatir keimanannya ternoda, namun tidak ada salahnya memperbolehkannya asalkan pengucapannya bijaksana dan keimanannya tetap terjaga, apalagi jika itu syarat hubungan yang harmonis. Kaum Quraish Shihab berpendapat bahwa umat Islam boleh menghadiri perayaan hari raya non-Muslim dan mengucapkan Selamat Natal dengan dalil Allah swt. Kaum Quraish Shihab juga berpendapat bahwa penggunaan kata Tabarruhum dimaknai sebagai bentuk izin Allah SWT kepada umat Islam untuk melakukan berbagai macam kebaikan kepada non-Muslim selama tidak menimbulkan hal negatif bagi umat Islam.
Quraish Shihab, Lentera Al-Quran Kisah Dan Hikmah Kehidupan, 28. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jilid 4, 520. Maka dapat disimpulkan bahawa dalam konteks mentafsir salam kepada orang bukan Islam menurut M. Quraish Shihab adalah apabila larangan itu ditujukan kepada mereka yang dikhuatiri akan terjejas akidahnya, tetapi tidak salah membenarkannya asalkan dia bercakap dengan bijak dan tetap memelihara imannya lebih-lebih lagi jika itu adalah tuntutan keharmonian dalam perhubungan bukan .86 .
Perbedaan Dan Persamaan Konsep ISalam Kepada Non Muslim IPerspektif Hamka Idan M. Quraish Shihab
Kurejsh Shihab berkata, perbezaan pendapat dalam konteks memberi salam kepada orang bukan Islam tidak terpakai kepada isu teologi dan hanya terpakai kepada isu sosiologi, menghormati dan menerima pihak yang berbeza. Menurut ulama, ada yang mengharamkannya dan ada yang membenarkannya.M. Kurejsh Shihab berkata bahawa tidak salah dari beberapa fatwa yang melarang memberi salam kepada orang bukan Islam sedangkan larangan itu ditujukan kepada orang yang bimbang akidahnya tercemar, tetapi ia adalah juga tidak salah. izinkan selagi dibicarakan dengan hikmah dan hikmahnya, imannya tetap terpelihara lebih-lebih lagi jika ia adalah permintaan keharmonian dalam perhubungan. 92. Quraish Shihabi mengatakan bahawa tidak salah daripada beberapa fatwa yang melarang memberi salam kepada orang bukan Islam sedangkan larangan itu ditujukan kepada mereka yang bimbang mencemarkan akidah, tetapi tidak salah juga membenarkan mereka selagi mereka berakal dan masih. mengekalkan kepercayaan mereka, terutamanya jika ia adalah permintaan untuk keharmonian dalam perhubungan .93.
Quraish Shihab mengatakan ayat ini memberikan pemahaman bahwa Islam adalah agama damai yang tidak hanya menciptakan kedamaian bagi pemeluknya, namun Islam juga menciptakan kedamaian bagi seluruh umat manusia bahkan seluruh makhluk, baik hewan maupun tumbuhan. M. Quraish Shihab juga mengatakan bahwa Islam adalah agama yang Rahmah mampu memenuhi hawa nafsu manusia, memenuhi hawa nafsu batin manusia, mencapai kedamaian, ketentraman dan pengakuan akan eksistensi, hak-hak. Dengan demikian dapat kita simpulkan bahwa dalam konteks penafsiran salam kepada non muslim menurut M. Quraish Shihab, jika larangan tersebut ditujukan kepada orang-orang yang dikhawatirkan merusak agamanya, namun tidak mengapa jika dibiarkan selama sebagai pengucapan yang arif dan arif serta terpelihara keimanan mereka, apalagi jika itu syarat keharmonisan hubungan .101. Kedua Quraish Shihab menggunakan metode tahlili, yaitu metode yang dimaksudkan untuk menjelaskan seluruh aspek isi ayat-ayat Al-Qur'an.104 Dalam konteks sapaan kepada non-Muslim, baik Hamka maupun M.
Quraish Shihab mengatakan, perbedaan pendapat dalam menyapa non-Muslim tidak berlaku pada persoalan teologis dan hanya berlaku pada persoalan sosiologis, menghargai dan menerima pihak lain yang berbeda.
Saran
Salam Non-Muslim (Analisis Teks Hadis Al-Qur'an, Asbabul Wurud dan Implikasi Hukum)", Jurnal Akademik. Ensiklopedia Adab Islam Menurut Al-Quran dan Sunnah, Jakarta: Pustaka Imam Ash-Syafi'i. Quraish Shihab , menyemai risalah ketuhanan al-Quran dan dinamisme kehidupan masyarakat (Jakarta: Lentera Hati, 2006).
Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur'an Kajian Arus Tafsir dari Masa Klasik, Abad Pertengahan hingga Modern dan Kontemporer, Yogyakarta: Idea Press. Konsep Salam dalam Al-Qur'an dengan Pendekatan Toshihiko Izutsu”, skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.