II.
Tindak
Pidana
Korupsi
Pengertian Tip ikor Menurut KBBI,
korupsi adalah penyelewenga n atau
penyalahgunaa n uang negara
(perusahaan d an sebagainya) un tuk keuntungan
pribadi atau or ang lain.
A
korupsi sebagai suatu tindak pidana yang berhubungan dengan penyuapan, manipulasi,
dan perbuatan lainnya sebagai perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan dan perekonomian negara, serta merugikan
kesejahteraan dan kepentingan umum.
–Baharuddin Lopa
Landasan flosofs,
yuridis sosiologi dan
s
B
Landasan Filosofs
Hukum pidana telah biasa dipakai sebagai instrumen dan upaya penanggulangan kejahatan. Pada konteks ini, hukum pidana adalah suatu kebijakan yang ditujukan untuk mencegah, mengendalikan dan mananggulangi suatu kejahatan.
Di dalam filsafat kantianisme, pidana atau hukuman harus dijatuhkan seberat- beratnya, tidak dibenarkan untuk mengunakan alasan guna menjatuhkan pidana yang lebih ringan kepada pelaku hanya karena pelaku tindak pidana mau bekerjasama.
Filsafat hukum pembalasan inilah yang menjadi dasar utama atau pijakan dasar dari teori hukum retributive. Prinsipnya adalah, siapa melakukan kasalahan maka dia harus menerima hukuman, siapa telah mencuri uang maka ia pantas dihukum, siapa yang melakukan tindak korupsi maka pengembalian uang hasil tindak korupsinya tidak serta merta dapat menghapuskan hukuman atas tindak pidananya.
Berpijak pada perspektif inilah, pemberantasan korupsi tidak hanya menekankan aspek represif semata tetapi secara sengaja membangun sistem pencegahan yang didalamnya juga termuat aturan mengenai pengembalian aset dan kerjasama internasional selain masalah gratifikasi.
Landasan Yuridis
Hukum positif Indonesia sudah mengenal aturan pemberantasan korupsi sejak tahun 1957. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang sudah mengkategorikan beberapa perbuatan seperti penggelapan dan kejahatan yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Pada tahun 1960 ditetapkan Undang-undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi; Tahun 1971 diterbitkan Undang-undang Nomor 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; Tahun 1999, pasca reformasi bergulir di Indonesia disahkan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang kemudian diubah melalui Undang- undang Nomor 20 tahun 2001. Indonesia terhitung pada tahun 2003 telah menandatangani United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) atau Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melawan Korupsi untuk selanjutnya diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006. Posisi Indonesia sebagai salah satu negara pihak memberikan kewajiban untuk menyesuaikan dan mengimplementasikan norma UNCAC dalam hukum positif Indonesia. Adanya perubahan kondisi politik, sosial dan perubahan paradigma hukum yang relatif mendasar pada UNCAC ternyata tidak mungkin ditampung lagi dalam undang-undang yang lama. Selain itu semangat standarisasi norma hukum Internasional dalam pemberantasan korupsi seperti yang terdapat dalam UNCAC itulah yang menjadi salah satu latar belakang argumentasi dibutuhkannya sebuah Undang- Undang tentang Pemberantasan Korupsi yang baru
Landasan Filosofs
Praktek Korupsi pada faktanya telah merampas hak-hak politik dan ekonomi masyarakat, yang akhirnya meminggirkan kepentingan dan kesejahteraan umum. Ketika korupsi mengganggu
tanggungjawab negara dalam pemenuhan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, dan menjamin kebebasan individu, maka terjadilah ketidakadilan distribusi sumber daya yang ada.
Sikap Indonesia untuk memberantas korupsi sesungguhnya tidak boleh terpisah dari sikap dunia Internasional melawan korupsi. UNCAC merupakan produk hukum Internasional yang menegaskan posisi negara-negara dunia dalam melawan korupsi. Konvensi ini menghendaki adanya penyamaan standar aturan, strategi kelembagaan dan peran serta masyarakat yang intens dalam
pemberantasan korupsi. Akibat korupsi yang sudah disadari masyarakat Internasional ternyata berakibat jauh lebih buruk dari sekedar angka-angka riset keadaan korupsi di Indonesia. Seperti yang diungkapkan mantan Sekretaris Jenderal PBB, Kofi Annan, korupsi telah melukai dan menyakiti kaum miskin melalui ketidak-proporsionalan/ketimpangan alokasi pendanaan, menurunkan
kemampuan pemerintah untuk melakukan pelayanan mendasar terhadap warga negaranya, menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan, serta berpengaruh buruk terhadap investasi dan dana bantuan luar negeri.
Norma seperti Konflik kepentingan (conflict of interest), perolehan penghasilan yang tidak pantas dan tidak sah (illicit enrichment), korupsi di sektor swasta (corruption in private sector), memperdagangkan pengaruh (trading in influence) setidaknya menjadi 4 isu utama yang perlu diatur pada perundang-undangan anti korupsi yang baru.
AZAS C
HUKUM DALAM TIPIKOR
UU TTP U No.
8 Tahun
2010
yaitu jika terdakwa tidak dapat membuktikan asal usul harta kekayaannya, maka terdakwa dapat dipersalahkan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.
merupakan UU khusus yang mengatur tentang pencucian uang yang mepunyai peraturan tersendiri baik penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, putusan
terdakwa harus membuktikan asal usul dana atau harta kekayaan yang dimiliki untuk membuktikan kehalalan hartanya tersebut, tetapi melalui penetapan hakim.
praduga bersalah (Pasal 35)
Pasal 68 : Asas Lex
Specialis,Undan g-Undang TPPU
Asas Pembuktian
Terbalik Pasal 77
dan 78 ayat 1
dan 2
D.Subjek pidana
dalam tipikor
terdapat secara kh usus dida lam pasal-pas al tertent u bahwa
subyekny a adalah pegawai
negeri, se hingga su byek huk um dalam tin dak pidan a korups i
meliputi :
1. Pega wai Nege ri atau penyelen ggara ne gara;
2. Setia p orang a dalah ora ng perseora ngan term asuk
korporas i.
Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf c, Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang
melakukan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak
pidana korupsi
ll
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu- satunya pengadilan yang
berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi .
F. Lembaga
yang berwe nang memeriksa ,
mengadili, dan memutus
perkara tipi kor
Secara gamblang dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, tindak pidana korupsi di jelaskan dalam 13 pasal. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 7 (tujuh) bentuk / jenis tindak pidana korupsi, yaitu: Kerugian uang negara, Suap Menyuap, Penggelapan dalam jabatan, Pemerasan, Perbuatan curang, Benturan kepentingan dalam pengadaan dan Gratifikasi.
Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi.