• Tidak ada hasil yang ditemukan

tindak tutur bahasa pada himpunan mahasiswa kampung

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "tindak tutur bahasa pada himpunan mahasiswa kampung"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR BAHASA PADA HIMPUNAN MAHASISWA KAMPUNG LANGGAI (HIMLAG) KENAGARIAN GANTIANG MUDIAK UTARA SURANTIH KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN DI

KOTA PADANG: SUATU KAJIAN PRAGMATIK

Jeki Aprizil Wanto, Wahyudi Rahmat, Asri Wahyuni Sari

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat jekiaprizilwanto@gmail.com

ABSTRACT

Background of this research is speect acts used by Himpunan Mahasiswa Kampung Langgai (HIMLAG) Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan in Kota Padang. This study aimed to describe the form of speech acts and meaning of speech acts used by HIMLAG (Himpunan Mahasiswa Kampung Langgai) Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan including are assertive, directive, expressive, commisive and declarative. Furthermore, this research used qualitative research methods and descriptive. Source of data in this research is all of utterance related speect acts used by students of HIMLAG that stayed in Padang. Instrument of this research is the researcher himself and also audio recorder to save the utterance.

Tecnique of data collection used simak method with cakap technique. Tecnique of data analysis used padan method proposed by Sudaryanto. Based on the result of research that found is speech acts used by students of HIMLAG. There are five things, they are: first, form of assertive found 43 utterances. Second, form of directive found 16 utterances. Third, form of expressive found 13 utterances. Fourth, form of commisive found 4 utterances. Fifth, form of declarative found 1 utterance.

Keywords: Speech acts and Student

PENDAHULUAN

Penggunaan bahasa masyarakat kampung Langgai Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan, memiliki tindak tutur yang khas.

Kekhasan bahasa yang digunakan

merupakan bahasa yang diciptakan sendiri, dipakai sendiri, dan diberi makna sendiri oleh masyarakat itu.

Ketika anggota masyarakat berkomunikasi sesama mereka, respon orang lain yang mendengar biasa saja, karena tidak mengetahui apa maksud

(2)

dari yang mereka bicarakan. Ketika ditanya mereka sama sekali tidak mengerti maksud tuturan masyarakat Langgai yang sedang berkomunikasi dengan anggota yang lain. Bahkan makna tuturan yang digunakan oleh masyarakat Langgai berbeda dengan makna tuturan yang dipahami masyarakat umum.

Kondisi berbahasa seperti ini banyak terjadi di masyarakat kampung Langgai Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan. Masyarakat kampung Langgai berasal dari berbagai ragam status sosial, ada yang berstatus petani, pelajar, pedagang, mahasiswa dan sebagainya. Masyarakat kampung Langgai yang berasal dari beragam status sosial ini dihadapkan pada tuturan yang sama-sama mereka tidak mengerti. Tuturan honggiang misalnya, awalnya dipahami masyarakat yang lain bahwa mereka akan menyungging, tetapi yang terjadi justru mereka mengambil cabai.

Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka perlu memasukkan konsep register kedalam penelitian ini karena register merupakan konsep

semantik, yang dapat didefenisikan sebagai suatu susunan makna yang dihubungkan secara khusus dengan susunan situasi tertentu dari medan, pelibat, dan sarana. Tetapi, karena register merupakan susunan makna, maka tentu saja dalam register termasuk juga ungkapan, yaitu ciri leksiko- gramatis dan fonologis, yang secara khusus menyertai atau menyatakan makna-makna ini. Kadangkala ditemukan register tertentu yang memiliki ciri-ciri penunjuk, yang berupa bentuk kata-kata tertentu, penanda gramatis tertentu, atau bahkan kadang-kadang penanda-penanda fonologis yang memiliki fungsi untuk memberi tanda kepada para pelaku bahwa inilah register yang dimaksud.

Tuturan honggiang misalnya, honggiang adalah salah satu kosakata bahasa Minangkabau yang digunakan oleh komunitas HIMLAG, bila diartikan ke dalam bahasa Indonesia mempunyai arti menyungging. Bagi masyarakat Langgai ternyata memiliki makna lain, maksudnya adalah, sejenis nama cabai (rawit). Contoh lain dapat dilihat saat mahasiswa pulang dari kampus bincang-bincang dengan

(3)

temannya, “Yo ala lai, bakataluik a ibuk tu manarangkan pelajaran tu tadi”. Kata bakataluik jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia berarti berkesenambungan , maksud bakataluik dalam tuturan mahasiswa adalah terlalu cepat.

Dari contoh tersebut, terlihat bentuk tuturan yang menggunakan istilah-istilah khusus yang mempunyai makna tersendiri bagi HIMLAG.

HIMLAG menggunakan istilah khusus yang maknanya hanya dimengerti oleh kelompok mereka saja. Dengan demikian, dibutuhkan pengertian istilah sehingga tidak terjadi kesalahpahaman apabila tuturan tersebut didengar oleh orang lain di luar kelompok.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini layak dilakukan.

Oleh sebab itu penelitian ini di beri judul “Tindak Tutur Bahasa pada Himpunan Mahasiswa kampung Langgai (HIMLAG) Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan di kota Padang: kajian Prakmatik”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk tindak tutur

ilokusi dan makna tindak tutur yang digunakan HIMLAG (Himpunan Mahasiswa Kampung Langgai) Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan yang meliputi, tindak tutur ilokusi asertif, tindak tutur ilokusi direktif, tindak tutur ilokusi ekspresif, tindak tutur ilokusi komisif dan tindak tutur ilokusi deklarasi.

Selanjutnya, Wijana (1996:3) menyatakan bahwa pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa berintegrasi dengan tata bahasa yang terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

Sedangkan Yule (2006:3) mengatakan pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Lebih lanjut menurut Yule (2006:5) pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Pragmatik melibatkan bagaimana orang saling memahami satu sama lain secara linguistik, pragmatik juga merupakan ruang lingkup studi yang mengharuskan kita untuk memahami orang lain dan apa yang ada dalam

(4)

pikiran mereka. Semantik dan pragmatik adalah cabang-cabang bahasa yang menelaah makna-makna secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah kajian bahasa yang menjelaskan aspek-aspek yang mengacu kepada pengaruh dan sebab non bahasa, pragmatik juga studi yang berintegrasi dengan tata bahasa, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

Firth dalam Wijana, (1996:5) mengemukakan bahwa kajian bahasa tidak dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan konteks situasi yang meliputi partisipasi, tindakan partisipasi (baik tindakan verbal maupun non verbal), ciri-ciri situasi lain yang relevan dengan hal yang sedang berlangsung, dan dampak-dampak tindakan tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan.sedangkan Halliday memandang studi bahasa sebagai kajian tentang sistem tanda.

Sebagai salah satu tanda menurutnya adalah sistem makna yang membentuk

budaya manusia. Sistem makna ini berkaitan dengan struktur sosial masyarakat. Kata-kata atau secara luas bahasa yang digunakan oleh manusia memperoleh maknanya dari aktivitas- aktivitas yang merupakan kegiatan sosial dengan perantara-perantara dan tujuan-tujuan yang bersifat sosial juga (Halliday, 1985).

Tindak tutur adalah makna dari bentuk kalimat yang membedakan lokusi, ilokusi, perlokusi dan mengikutkan situasi dalam penentuan makna bahasa (Chaer, 1995:65). Teori tindak tutur memusatkan perhatian pada

penggunaan bahasa

mengkomunikasikan maksud dan tujuan pembicaraan. Lalu pengertian tindak tutur lainnya di jelaskan oleh Yule (1996: 46) secara jelas,“In attempting to express themselves, people do not only produce utterance containing grammatical structures and words, they perform actions via those utterance.

Action performed via utterances are generally called speech acts.”

Dalam mengekspresikan

perasaannya, manusia tidak hanya menuturkan kalimat-kalimat sesuai dengan struktur gramatikalnya saja.

(5)

Mereka juga bertindak melalui tuturan tersebut. Tindakan yang dilakukan melalui tuturan disebut tindak tutur (speech acts).

Ada tiga jenis tingkatan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi (Searle dalam Wijana, 1996:21).

1. Tindak Lokusi

Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Tindak tutur ini disebut sebagai the act of saying something. Berikut diuraikan contoh lokusi: (1) Ikan paus adalah binatang menyusui (2) Jari tangan jumlahnya lima. Kalimat (1) dan (2) diutarakan oleh penuturnya semata-mata menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Informasi yang diutarakan adalah termasuk jenis binatang apa ikan paus dan berapa jumlah jari tangan. Bila diamati secara saksama konsep lokusi adalah konsep yang berkaitan dengan proposisi kalimat. Kalimat atau tuturan dalam hal ini dipandang sebagai satu satuan yang terdiri dari dua unsur yakni subjek/topik dan predikat/comment (Nababan dalam Wijana, 1996:18).

Tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Jadi, dari perspektif pragmatik tindak lokusi sebenarnya tidak atau kurang begitu penting peranannya untuk memahami tindak tutur. Atau dapat disimpulkan lokusi itu adalah tuturan itu sendiri.

2. Tindak Ilokusi

Wijana (1996:23) mengatakan sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu atau dapat disimpulkan bahwa ilokusi itu adalah isi dari tuturan tersebut. Tindak ilokusi disebut juga sebagai the act of doing something. Berikut diuraikan contoh tuturan ilokusi: (1) Saya tidak dapat datang. (2) Ada anjing gila. (3) Ujian sudah dekat. Kalimat (1) sampai dengan (3) cenderung tidak hanya digunakan untuk menginformasikan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu sejauh situasi tuturnya dipertimbangkan secara saksama.

(6)

Kalimat (1) bila diutarakan oleh seseorang kepada temannya yang baru saja merayakan ulang tahun, tidak hanya berfungsi untuk menyatakan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu, yakni minta maaf. Kalimat (2) yang biasa ditemui di pintu pagar atau di bagian depan rumah pemilik anjing tidak hanya berfungsi untuk memberikan informasi, tetapi untuk memberi peringatan, akan tetapi diutarakan kepada pencuri untuk menakut-nakuti. Kalimat (3) bila diucapkan oleh seorang guru kepada muridnya berfungsi untuk memberikan peringatan mempersiapkan diri. Bila diucapkan oleh seorang ayah kepada anaknya mungkin dimaksudkan untuk menasehati agar tidak hanya bepergian menghabiskan waktu secara sia-sia.

Selanjutnya, Tarigan (2009:35), juga mengatakan tindak ilokusi adalah melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu. Contohnya : dalam mengatakan X, Pa menyatakan bahwa P. Selanjutnya, Rahardi (2005:

35), menyatakan bahwa tindak tutur ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula. Misalnya, “tanganku

gatal” semata-mata dimaksudkan memberitahu si mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan itu rasa gatal sedang bersarang pada tangan penutur, namun lebih dari itu bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan rasa sakit gatal pada tangannya itu. Searle (dalam Rahardi 2005:36), menggolongkan tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima jenis yaitu: (1) arsetif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, dan (5) deklarasi.

3. Tindak Perlokusi

Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu (Chaer dan Agustina, 2004:53). Misalnya, karena adanya ucapan dokter (kepada pasiennya) “Mungkin ibu menderita penyakit jantung koroner”, maka si pasien akan panik atau sedih. Ucapan si dokter itu adalah tindak tutur perlokusi.

Sebuah tuturan yang diutarakan oleh seseorang seringkali mempunyai daya pengaruh (perlocutionary force), atau efek bagi yang mendengarkannya.

(7)

Kemudian, Wijana (1996:24) mengatakan efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi. Berikut diuraikan contoh tindak perlokusi: (1) Rumahnya jauh.

(2) Kemarin saya sangat sibuk. (3) Televisinya 20 inchi. Kalimat (1) sampai dengan (3) tidak hanya mengandung lokusi. Bila kalimat (1) diutarakan oleh seorang kepada ketua perkumpulan, maka ilokusinya adalah secara tidak lansung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif dalam organisasinya.

Adapun efek perlokusi yang mungkin diharapkan agar ketua tidak terlalu banyak memberikan tugas kepadanya.

Bila kalimat (2) diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan efek perlokusi yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya. Bila kalimat (3) diutarakan oleh seseorang kepada

temannya pada saat akan diselenggarakan siaran lansung kejuaraan tinju, kalimat ini tidak hanya mengandung ilokusi, tapi juga perlokusi yang berupa ajakan untuk menonton di tempat temannya, dengan perlokusi lawan tutur menyetujui ajakannya.

Selanjutnya, konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek fisik atau seting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Di dalam pragmatik konteks itu pada hakikatnya adalah semua latar-belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan tutur (Wijana,1996:11). Konteks ini dapat memberi makna atau informasi yang bebeda meskipun wujud ujaran yang dipergunakan sama.

Umpanya ujaran berupa kalimat tanya,

Tiga kali empat berapa?” jika diucapkan di ruang kelas tiga sekolah dasar ketika berlansung pelajaran metematika, maka jawabannya yang benar adalah ‘Dua belas”. Jawaban selain dari itu adalah salah. Sebaliknya kalau pertanyaan tadi diucapkan kepada pemilik toko potret di ruang kerjanya,

(8)

dia mungkin akan menjawab “Dua ratus’ atau “Dua ribu”.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Sudaryanto (1992:62) mengemukakan bahwa metode deskriptif adalah penelitian yang semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan atau dicatat berupa parian bahasa yang biasa dikatakan sifatnya seperti paparan yang apa adanya. Sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu register bahasa atau tuturan para masyarakat dengan menggunakan metode deskriptif.

Penelitian ini dilakukan terhadap mahasiswa kampung Langgai khususnya yang berdomisili di kota Padang. Data penelitian ini yaitu semua tuturan yang digunakan oleh mahasiswa HIMLAG. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah HIMLAG yang berdomisili di kota Padang.

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Oleh karena itu peneliti sebagai instrumen juga harus "divalidasi" seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan (Sugiyono, 2008). Peneliti sebagai instrumen utama dalam melaksanakan penelitian ditunjang olen instrumen lain yaitu alat rekaman yang menyimpan tuturan lisan. Ciri khas penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperan serta, namun peranan penelitilah yang menentukan keseluruhan skenarionya (Moleong, 2004). Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus melakukan persiapan-persiapan khusus. Persiapan dengan cara mengumpulkan berbagai literatur yang berhubungan dengan masalah penelitian sekaligus berbagai teori- teori yang ada keterkaitannya dengan masalah penelitian. Dalam penelitian ini, tidak asal saja memilih daerah atau lokasi penelitian yang akan digeneralisasi. Namun, lokasi penelitian tersebut tidak asing lagi bagi peneliti. Dengan maksud, bahwa wilayah-wilayah atau lokasi-lokasi tertentu yang akan dijadikan lokasi

(9)

penelitian, peneliti sangat mengenal karakteristiknya.

Selanjutnya, teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik dasar dan lanjutan, yaitu: (1) Teknik Dasar (Teknik Sadap), (2) Teknik Lanjutan Kedua Teknik Simak Bebas Libat Cakap (SBLC), (3) Teknik Lanjutan Ketiga Teknik Rekam, dan (4) Teknik Lanjutan Keempat Teknik Catat.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode padan.

Menurut Sudaryanto (1993 : 13), metode padan adalah metode analisis data yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa (langue) yang bersangkutan.

Teknik analisis data untuk mendapatkan informasi dari informan dengan menggunakan metode padan ini yaitu melalui alat bantu (1). Referensial adalah metode analisis bahasa berdasarkan referensi yang terdapat dalam tuturan bahasa, (2) Translasional adalah metode analisis data berdasarkan bahasa lain dan (3) Pragmatis adalah metode analisis bahasa dengan gunakan alat penentunya lawan bicara itu sendiri.

Teknik pengabsahan data yang digunakan untuk menguji kebenaran dalam penelitian ini adalah teknik perpanjangan keikutsertaan. Menurut Moleong (2010:327), teknik perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal dilapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai. Karena dengan memakai teknik ini peneliti akan membatasi beberapa hal sebagai berikut: (1) membatasi gangguan dari dampak peneliti pada konteks, (2) membatasi kekeliruan (biases) peneliti, dan (3) mengkonpensasikan pengaruh dari kejadian-kejadian yang tidak biasa atau pengaruh sesaat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis data mengenai bentuk tindak tutur ilokusi dan jenis-jenis tindak tutur bahasa pada himpunan mahasiswa kampung Langgai (HIMLAG) Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan di kota Padang : kajian Prakmatik”.

Tindak tutur bahasa pada himpunan mahasiswa kampung Langgai

(10)

(HIMLAG) Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan di kota Padang: kajian Prakmatik”.

Menurut Leech (1993:316), menyatakan bahwa tindak tutur ilokusi adalah tindak dalam mengatakan sesuatu. Tindakan ilokusi berkaitan dengan siapa bertutur, kepada siapa, kapan dan di mana tindak tutur di lakukan. Tindak tutur ilokusi juga terkait dengan konteks tuturan.

Selanjutnya, Leech (1993:164), menggolongkan jenis-jenis tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif diantaranya sebagai berikut: (a) tindak tutur asertif adalah tuturan yang mengikat kebenaran atas hal-hal yang dikatakannya, seperti menyatakan, menuntut, mengakui,

melaporkan, menunjukan,

menyebutkan, memberi kesaksian dan mengkalim.

Bentuk tuturan asertif ditemukan sebanyak 43 tuturan. Dari 43 tuturan tersebut yang paling dominan yang dituturkan oleh anggota HIMLAG adalah menyatakan. (b) tindak tutur direktif, tindak tutur direktif adalah

bentuk tuturan yang dimaksudkan untuk membuat pengaruh agar sang mitra tutur melakukan tindakan-tindakan yang dikehendakinya, seperti memaksa, mengajak, meminta, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah dan memberi aba-aba atau menentang.

Bentuk tuturan direktif ditemukan sebanyak 16 tuturan. Dari 16 tuturan tersebut yang paling dominan yang dituturkan oleh anggota HIMLAG adalah menyuruh. (c) tindak tutur ekspresif, Ekspresif adalah tuturan yang berfungsi menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan tertentu, seperti memuji, berterimakasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, memberi selamat dan menyanjung. Bentuk tuturan ekpresif ditemukan sebanyak 13 tuturan. Dari 13 bentuk tuturan tersebut yang paling dominan yang dituturkan oleh anggota HIMLAG adalah memuji.

(d) tindak tutur komisif, Komisif adalah tuturan yang digunakan untuk menyatakan janji atau penawaran tertentu, seperti berjanji, bersumpah, mengancam dan menawarkan sesuatu.

Bentuk tuturan komisif yang ditemukan

(11)

sebanyak 4 tuturan yaitu bentuk tuturan menawarkan sesuatu. dan (e) tindak tutur deklaratif, Deklarasi adalah tuturan yang menghubungkan antara isi tuturan dengan kenyataan, seperti melarang, berpasrah mengesahkan, mengizinkan, mengangkat, memberi nama dan membatalkan janji. Bentuk tuturan deklaratif yang ditemukan sebanyak 1 tuturan yaitu bentuk tuturan berpasrah.

KESIMPULAN

Berdasrakan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ditemukan jenis-jenis tindak tutur ilokusi yaitu tindak tutur asertif yang paling banyak digunakan yaitu sebanyak 43 tuturan, tindak tutur direktif 16 tuturan, ekspresif 13 tuturan, komisf 4 tuturan, dan tindak tutur deklaratif sebanyak 1 tuturan.

Kesimpulannya, berdasarkan penelitian yang berjudul tindak tutur bahasa pada himpunan mahasiswa kampung Langgai (HIMLAG) Kenagarian Gantiang Mudiak Utara Surantih Kecamatan Sutera Kabupaten Pesisir Selatan di kota Padang : kajian Prakmatik”. Dapat disimpulkan bahwa

sangat pentingnya tindak tutur supaya mahasiswa yang satu dengan yang lain bisa memahami satu sama yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2008. Semantik Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung:

Sinar Baru Algensindo.

Alwi, Hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Alwi, Hasan. 2000. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum.

Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer dan Agustina 2004.

Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.

Jakarta: Rineka Cipta.

D.S, Riccy. 2008. Register Sopir dan Kondektur Bus Kota Jurusan Pasar Raya-Tabing. Padang : UPT. Perpustakaan Universitas Bung Hatta.

Halliday Dan Ruqaiya Hasan. 1992.

Bahasa, Konteks Dan Teks.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Moleong, Lexy J. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Pt Remaja Rosdakarya.

Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

(12)

Sudaryanto. 1992. Metode Linguistik.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar- Dasar Pragmatik. Yogyakarta : Andi Offset.

Yule, George. 2006. Pragmatik.

Yogyakarta : Pustaka Belajar

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal keadilan restoratif berkaitan dengan kejahatan badan dan penyelesaiannya menitik beratkan terhadap korban.Apabila pelaksanaan diversi terhadap anak sebagai

Dari hasil analisis tindak tutur dan peristiwa tutur pada interaksi pedagang dan pembeli, dapat disimpulkan bahwa memahami tindak tutur dan peristiwa tutur dalam satu situasi