PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pane, “Tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur akibat perkosaan ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif” (Skripsi, UIN Sultan Thaha Saifudin Jambi, 2019). Tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur akibat perkosaan dari sudut pandang hukum Islam dan hukum positif. Tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur akibat perkosaan dari sudut pandang hukum Islam dan hukum positif.
Fokus Penelitian
Tujuan Penelitian
Untuk menggali pengetahuan lebih dalam mengenai pemeriksaan hukum tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam kasus pemerkosaan inses dari sudut pandang hukum positif dan hukum Islam, maka kajian terhadap putusan nomor: 6/Pid.Sus-Anak/2018 /PT.JMB . Untuk mengetahui efektivitas pertanggungjawaban perbuatan hukum dalam kasus tindak pidana aborsi yang pelakunya masih di bawah umur, lihat Putusan Nomor 06/pid.sus-anak/2018/PT.JMB.
Manfaat Penelitian
16 Helmi Muyassaroh, “Pertanggungjawaban pidana atas tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur ditinjau dari hukum positif dan hukum Islam” (Disertasi, UIN KHAS Jember, 2022). Persamaan pembahasan tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur dari sudut pandang hukum Islam dan hukum positif. Tinjauan hukum menurut Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam tentang tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur (Keputusan Studi Nomor: 06/PID.SUS-ANAK/2018/PT.JMB.
Definisi Istilah
Sistematika Pembahasan
Selanjutnya kajian teori mencakup pembahasan teori yang lebih luas untuk mengkaji permasalahan yang ingin dipecahkan mengenai tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Kesimpulan disini diperoleh dari keseluruhan pembahasan yang menyimpulkan untuk merangkum jawaban permasalahan yang diteliti, sedangkan bagian saran memuat hasil temuan penelitian dari pembahasan dan kesimpulan akhir penelitian.
KAJIAN PUSTAKA
Kajian Terdahulu
Kajian Teori
- Tinjauan Terhadap Tindak Pidana Aborsi
- Tinjauan Terhadap Anak Di Bawah Umur
Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU-KIHP) disahkan. Dalam hal ini kriminalisasi aborsi di sini menguntungkan korban perkosaan dan pelecehan seksual, namun dengan kriteria yang sudah ditetapkan namun belum ada dalam undang-undang ini. Yang dimaksud dengan anak di bawah umur menurut undang-undang adalah anak yang menurut undang-undang masih belum memenuhi syarat-syarat menjadi dewasa, yaitu anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas tahun).
Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak dijelaskan pada ayat (1) ayat (3) sebagai berikut: “Anak adalah anak yang berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 tahun. bukan, yang disangkakan melakukan tindak pidana.”32. Dalam kasus anak di bawah umur (anak yang belum berumur 18 tahun menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak), kasus tersebut juga sering dijumpai. 48 Namun dengan adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, perlindungan anak dalam kasus kejahatan anak dapat dilaksanakan sehingga hak-hak anak dapat terlindungi.
Mengingat tindak pidana aborsi sendiri juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang melarang siapa pun melakukan aborsi berdasarkan Pasal 75. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dikukuhkan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Perlindungan Anak (UUPA) Tahun 2002, yang menjadi payung perlindungan anak dalam berbagai kasus yang melibatkan anak di bawah umur. Namun dalam hal undang-undang ini, terjadi peningkatan jumlah kasus yang dilakukan oleh anak dari tahun ke tahun, sehingga berdampak pada kurang efektifnya undang-undang ini.
Sebab sudah melampaui batas usia kehamilan yaitu 40 hari sesuai Pasal 76 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Dan Jenis Penelitian
- Jenis Penelitian
- Pendekatan Penelitian
Penelitian normatif pada hakikatnya mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang.38 Di sini peneliti menggunakan penelitian normatif berupa peraturan perundang-undangan dan teori-teori hukum (studi literatur).39. Pendekatan diartikan sebagai upaya dalam penelitian untuk menjalin hubungan dengan yang diteliti atau metode untuk memperoleh wawasan mengenai masalah penelitian. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) menggunakan undang-undang atau peraturan perundang-undangan (undang-undang), yang dijadikan acuan dan dapat dijadikan solusi terhadap permasalahan hukum yang diangkat oleh peneliti.
Pendekatan kasus, dalam hal ini pendekatan kasus lebih mendekati fakta-fakta berupa orang, tempat, waktu, dan segala sesuatu yang menyertainya sepanjang tidak terbukti sebaliknya, yang menjadi acuan dalam penelitian yang diteliti oleh peneliti. . .40.
Sumber Bahan Hukum
- Bahan Hukum Primer
- Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum tersebut bukanlah dokumen resmi seperti bahan hukum primer, melainkan mendukung teori dan pendirian baru dimana bahan hukum sekunder yang digunakan berupa buku, artikel dan jurnal ilmiah terkait aborsi dan perlindungan anak di bawah umur dalam hukum positif. dan hukum pidana Islam. .
Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik Analisis Bahan Hukum
Keabsahan Bahan Hukum
- Inses (Hubungan Sedarah)
- Pelaku Aborsi Karena Adanya Tindak Pemerkosaan Inses
Ingatlah ketentuan hukum mengenai tindak pidana aborsi yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 346-350, yang berdampak pada tindak pidana aborsi, baik yang melakukan aborsi maupun pihak yang ikut membantu dalam hal tersebut. perbuatan aborsi yang menjadi dasar keberadaannya, sanksi dan hukuman bagi pelaku tindak pidana aborsi. Larangan melakukan aborsi diperkuat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 194 yang berbunyi: “Barangsiapa dengan sengaja melakukan aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal 75 ayat 2, diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp satu miliar rupiah).”46 Pada saat yang sama, sanksi dan hukumannya sendiri juga diupayakan lebih mudah diringankan dibandingkan dengan hukuman yang ditetapkan, mengingat pelakunya adalah anak-anak. yang belum berumur 18 tahun, yang menurut undang-undang diperuntukkan bagi seseorang yang belum berumur 18 tahun, anak di bawah umur yang belum dapat dianggap dewasa.
Maka dengan demikian, terhadap kasus anak di bawah umur yang melakukan tindak pidana aborsi, maka dalam hukum positif sendiri seperti diatas tetap akan diterapkan upaya hukum untuk memberikan jaminan dan perlindungan terhadap anak, yaitu dengan pengalihan atau pengurangan pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. hukum. undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang hukum pidana anak.49. Efektifitas pertanggungjawaban upaya hukum dalam kasus tindak pidana aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur akibat perkosaan (inses) (putusan penelitian nomor: 06/pid.sus-anak/2018/pt.jmb). Dalam hal ini, hukum positif di Indonesia telah melahirkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mengatur tentang keberadaan hak asasi manusia dalam berbagai pasal dalam undang-undang ini.62 Undang-undang ini merupakan tonggak awal setelah adanya hak asasi manusia. Perjanjian. 1990.
Upaya hukum terhadap aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang melibatkan hubungan sedarah (incest) adalah diversi, yaitu pengurangan pidana karena pelakunya adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (anak di bawah umur). Selain itu, aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur dapat membahayakan orang yang melakukan aborsi. Larangan melakukan aborsi diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 346-450 yang mengatur tentang hukuman yang diberikan kepada pelaku dan penolong atau orang yang membantu melakukan aborsi, dan juga diatur dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan. telah menegaskan dalam pasal 75 ayat (1) dan (2) adanya pengecualian aborsi bagi korban perkosaan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 75, jelas memberikan pengecualian bagi korban perkosaan, namun dengan kriteria yang ditetapkan, yakni usia kehamilan belum mencapai 40 hari. Dilakukan oleh anak di bawah umur dalam sudut pandang hukum Islam dan hukum positif.” Skripsi, Universitas Islam Negeri KH. Analisis hukum pidana Islam mengenai aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur (kajian terhadap putusan Pengadilan Negeri Gresik.
Ke-efektifan upaya hukum pertanggung jawaban tindak pidana aborsi yang
- Perlindungan Hukum Anak Di bawah Umur
- Ke-efektifan pertanggung jawaban upaya hukum
PENUTUP
Kesimpulan
Aborsi merupakan suatu bentuk perbuatan tercela yang tidak boleh dilakukan kecuali ada indikasi medis karena keadaan darurat. Hukum Islam juga mengecualikan hukuman ujaran kebencian bagi aborsi korban perkosaan. Dalam studi kasus putusan nomor: 06/pid.sus-anak/2018/pt.jmb, pelaku aborsi yang masih di bawah umur karena menjadi korban pemerkosaan inses menurut hukum pidana Islam, sudah menuruti sendiri. dengan apa yang dinyatakan. dalam hadis Nabi Muhammad SAW untuk tidak memberikan hukuman kepada korban perkosaan, padahal dalam hukum positif keberadaan putusan tersebut harus mengesampingkan aturan yang ada pada peraturan nomor 36 tahun ini.
Aborsi yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam putusan nomor 06/Pid.Sus-Anak/2018/PT.JMB banyak ditemukan pertimbangan dan permasalahan dimana banyak yang menyayangkan tidak adanya pengadilan dalam menjatuhkan hukuman terhadap anak di bawah umur karena adanya unsur pemerkosaan. dilakukan oleh kakak laki-lakinya sendiri. Namun, mengingat pengaduan anak tersebut diterima, perlu ditegaskan bahwa perlu ada undang-undang baru yang lebih diterapkan kepada pelaku tindak pidana aborsi, khususnya terhadap korban perkosaan.
Saran-saran
Pemerintah harus menyoroti keberadaan undang-undang yang mengatur tindakan diskriminasi terkait pemerkosaan anak yang mengakibatkan kehamilan. Hal ini sama saja dengan membuat peraturan baru yang akan mengurangi efek jera bagi pelakunya, bahkan bagi masyarakat umum. Jika hal ini memang perlu diperbaiki, maka Pasal 75 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan patut diubah karena mengingat adanya surat dari Lembaga Reformasi Peradilan Pidana sebagai Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) yang berjudul “Jangan memvonis”. Korban Pemerkosaan” yang kemudian oleh Forcimi yang didukung Hakim harus menjadi rujukan awal kasus aborsi karena ada unsur pemerkosaan.
Namun ditegaskan kembali, karena keputusan tersebut, keputusan tersebut tidak hanya berlaku bagi anak di bawah umur, namun juga bagi seluruh perempuan yang pernah mengalami pemerkosaan. Dan yang terakhir, pengaturan inses dalam peraturan hukum di sini belum sepenuhnya jelas, karena pelaku pemerkosaan dalam kategori inses ini masih masuk dalam ranah kejahatan seksual dalam bentuk pemerkosaan. Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Sekretariat Negara Republik Indonesia, Peraturan Menteri Republik Indonesia No. 3 Tahun 2016 Tentang Pelatihan dan Pelayanan Aborsi Atas Indikasi Kedaruratan Medis dan Kehamilan Akibat Pemerkosaan. Perlindungan terhadap anak sebagai korban inses dalam hukum Indonesia." Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Hukum II, no. "Tentang Delik Aborsi Dalam Sistem Peradilan Pidana (Studi Pengadilan Tinggi Jambi Nomor 6/pid.sus-anak/2018)" .
Apabila di kemudian hari ternyata hasil penelitian ini mengandung unsur plagiarisme dan terdapat tuntutan dari pihak lain, saya siap diperlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.