• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN MENGENAI PERWINANAN SEDARAH DAN STATUS HUKUM ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "TINJAUAN MENGENAI PERWINANAN SEDARAH DAN STATUS HUKUM ANAK "

Copied!
34
0
0

Teks penuh

Pasca perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, batasan usia perempuan untuk menikah adalah 19 (sembilan belas) tahun. Mumayyis artinya orang dewasa yang bisa membedakan baik dan buruk. Apabila calon pengantin yang hendak menikah (salah satu atau keduanya) lebih muda dari usia yang ditentukan dalam Undang-Undang Perkawinan, maka kedua orang tua dapat mengajukan permohonan dispensasi nikah ke pengadilan. Demikian pula Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam yang mengatur bahwa wali perkawinan dalam perkawinan merupakan rukun yang wajib dipenuhi oleh calon mempelai yang akan menikahkannya.

Rangkuman Hukum Islam mengatur tentang saksi dalam perkawinan yaitu pada Pasal 24 ayat (1) dan (2), saksi dalam perkawinan merupakan bagian dari pelaksanaan akad nikah. Syarat-syarat perkawinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Syarat-syarat perkawinan diatur dalam Pasal 6 sampai dengan 12 UU No. 16 Tahun 2019 tentang perubahan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.

Larangan Perkawinan

Artinya: “Diharamkan bagimu (menikahi) ibumu; putri-putrimu; saudara perempuanmu, saudara perempuan ayahmu; saudara perempuan ibumu; anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu yang laki-laki; putri saudara laki-laki-. Menurut sejumlah ulama, haram hukumnya seorang laki-laki mengawini ibu mertua atau bekas ibu mertua laki-laki setelah akad dengan anaknya telah dibuat. Wanita yang dimaksud adalah mantan istri ayah saya ke atas, masing-masing mantan istri kakek saya dan seterusnya.

Artinya: 'Dan janganlah kamu menikah dengan wanita yang pernah dinikahi ayahmu, kecuali pada masa lampau. Maka jika seorang laki-laki telah melangsungkan akad nikah dengan ibunya, namun belum terjadi pembauran (qabla al dukhul), maka ia boleh mengawini anak perempuan isterinya. Artinya: “Dan anak-anak istrimu yang berada dalam pengasuhanmu dari wanita yang kamu campuri.

Termasuk juga dilarang berkahwin dengan bekas isteri cucu kepada anak lelaki atau perempuan, dan sebagainya. Maksudnya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”. Artinya: “Pada mulanya (penyusuan) yang menjadikan seorang mahram dalam al-Qur’an adalah yang masyhur sepuluh kali penyusuan.

Maksudnya: “Menyusui itu tidak mendapat mahram, melainkan apa yang diisi oleh bayi semasa menyusu, dan dilakukan sebelum menyapih.” Juga pada ketika ini adalah anak perempuan kepada anak lelaki atau perempuan kepada ibu yang menyusu (jarum). 4) Menampilkan ibu saudara perempuan dan nenek sebelah ibu di atas. Iaitu, kakak kepada wanita menyusu (makcik susu sebelah ibu menyusu) dan juga adik kepada suami ibu susuan (makcik menyusu sebelah bapa susuan). 5) Dengan anak yang dipelihara oleh isteri dan keturunannya.

Dalam hal ini, termasuk anak yang disusukan oleh isteri (anak perempuan perempuan menyusu), ibu yang disusukan oleh isteri (ibu mertua yang menyusu).

Pembatalan Perkawinan

Pegawai yang dilantik, perenggan (2) Perkara 16 Akta ini dan mana-mana orang yang mempunyai kepentingan undang-undang secara langsung dalam perkahwinan tersebut, tetapi hanya selepas perkahwinan itu rosak. Menurut hukum syarak, perkahwinan dianggap sah sekiranya syarat dalam akad nikah dipenuhi dan tiada unsur larangan antara pasangan pengantin. Lebih-lebih lagi, perkahwinan itu adalah terbatal dan tidak sah kerana rukunnya belum ditunaikan dan perkahwinan yang belum dipenuhi syaratnya adalah fasad (pecah).

Keluarga-keluarga tersebut berada dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dan berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Para pihak yang mengetahui adanya cacat rukun dan syarat-syarat perkawinan menurut syariat Islam dan peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 67. Batal demi hukum (KHI merujuk pada istilah batal), yaitu perkawinan yang dinyatakan batal karena sebab-sebab (batal) yang bertentangan dengan hukum Islam.

Perkawinan yang berstatus dapat dibatalkan, yaitu perkawinan yang sebenarnya dilakukan secara sah, tetapi setelah perkawinan itu dilangsungkan diketahui apa yang menyebabkan batalnya perkawinan itu. Dengan kata lain, perkawinan itu tidak serta-merta batal, melainkan diajukan terlebih dahulu ke pengadilan dan pemohon harus dapat membuktikan dalilnya barulah perkawinan itu dapat dibatalkan.

Pengertian Perkawinan Sedarah

Inses terlarang adalah hubungan biologis antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang mempunyai hubungan darah, bertentangan dengan ketentuan undang-undang dan dilakukan dengan sengaja.

Anak

Kedua, perkawinan antara dua laki-laki dan seorang perempuan adalah inses karena mereka tidak mengetahui larangan perkawinan.60 b. Pengertian anak sah menurut peraturan perundang-undangan tertuang dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada Pasal 42 yang menyebutkan bahwa anak sah adalah anak yang lahir dari atau akibat perkawinan. pernikahan yang sah. Dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam juga disebutkan bahwa anak adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah, hasil pembuahan yang sah antara laki-laki dan perempuan di luar kandungan dan dari perempuan yang dilahirkannya.

Lafaz artikel boleh dilukis sebagai garis undang-undang sebagai kriteria yang mana seseorang kanak-kanak boleh dikatakan sebagai anak yang sah. Pertama, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang sah, dan kedua, anak yang sah adalah anak yang lahir dari hasil perkawinan yang sah.64 Firman Allah SWT dalam Surat Q.S, Al-Ahqaf ( 46) ayat 15 . Maksudnya: “Kami perintahkan lelaki itu berbuat baik kepada dua orang ibu bapanya, ibunya susah mengandung. 63 Apong Herlina, dkk., Perlindungan Anak berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Unicef, Jakarta, 2003 , hlm.

Maksudnya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua ibu bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan yang semakin lemah dan telah membuatnya layu dalam masa dua tahun. Syariat Islam berpendapat bahawa sebarang persetubuhan di luar nikah sama ada dilakukan oleh seseorang yang masih bujang atau sudah berkahwin, sama ada mengakibatkan kehamilan atau tidak adalah zina, dan perbuatan zina itu adalah dosa besar, faham. Dalam Perkara 100 Intisari Undang-Undang Islam menjelaskan bahawa anak luar nikah hanya mempunyai pertalian keturunan dengan ibu dan keluarga ibunya.

Dilihat dari bunyi pasal di atas, maka dapat diketahui bahwa anak luar nikah (anak haram, dalam Islam disebut anak thabi’iy) adalah anak yang dilahirkan di luar nikah dan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya, sedangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 mengatur Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berbunyi: Anak yang dilahirkan di luar nikah , ia hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya dan dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum. Setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012 tentang status anak haram, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa nomor 11 tahun 2012 tanggal 10 Maret 2012 tentang kedudukan anak akibat perzinahan dan perbuatannya. Perlakuan, dalam fatwa Majelis Ulama dapat dipahami bahwa Majelis Ulama Indonesia menginginkan adanya pembedaan antara istilah hubungan keperdataan dan hubungan gender. Terlihat dari diktumnya, bahwa hubungan keperdataan berarti adanya ikatan keperdataan antara anak dan ayah kandungnya ditinjau dari tugas ayah kandungnya untuk melindungi, memberikan pendidikan, memberi penghidupan, menjamin kesehatan dan anak untuk menjamin kelangsungan hidupnya. 67 Sedangkan anak luar kawin yang melakukan hubungan seksual tidak mempunyai hubungan keturunan dengan anak kandungnya. ayah, termasuk tidak mewarisi satu sama lain, tidak dapat menjadi wali perkawinan apabila anak yang dilahirkan bukan perempuan, dan anak seorang anak tidak diperbolehkan menggunakan nama ayah kandungnya sebagai anak laki-laki atau anak laki-lakinya 68.

Hak-Hak Anak

Nasab berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti keturunan atau saudara atau orang yang mempunyai hubungan darah, secara terminologi diartikan sebagai ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan darah sebagai salah satu hasil perkawinan yang sah, nasab adalah sahnya hubungan kekerabatan terdekat berdasarkan tentang pertalian darah antara seseorang dengan orang lain sebagai salah satu akibat perkawinan yang sah. 69. Dalam kajian fikih Islam, para ulama sepakat bahwa hubungan seseorang dengan ibunya timbul karena kehamilan dan akibat hubungan biologis antara ibu dan laki-laki, baik kehamilan itu terjadi karena perkawinan yang sah atau karena perkawinan yang sah. melalui pernikahan. Luqman (31) ayat 14.71 Hubungan keturunan menimbulkan akibat hukum bagi anak dan orang tuanya, yaitu terciptanya hubungan hukum yang menjamin saling mewarisi, ayah berhak menjadi wali perkawinan apabila anak tersebut perempuan, selain itu, anak berhak menggunakan nama ayahnya di belakang namanya.72.

Yang dimaksud dengan perwalian dalam pasal di atas hanya terbatas pada perwalian terhadap anak yang belum dewasa, yaitu anak yang belum berumur 18 tahun dan belum pernah kawin, serta terhadap dirinya sendiri. Permasalahan perwalian timbul apabila orang tua kandung anak tersebut tidak mampu melaksanakan tanggung jawabnya, atau menolak melaksanakan tanggung jawabnya (refusal of tanggung jawab), atau lalai dalam melaksanakan tanggung jawabnya, atau gagal (wanprestasi) memenuhi tanggung jawabnya terhadapnya. anak akibat faktor seperti kemiskinan atau faktor lain yang menyebabkan anak terlantar dalam hidupnya.74. Penitipan anak adalah istilah yang digunakan untuk tugas mengasuh, mengasuh, mengasuh, mendidik dan mengasuh anak yang belum mumayyiz atau orang yang tidak cakap karena cacat jiwa.

Yang dimaksud dengan 'hak asuh anak' juga merupakan kewajiban yang dibebankan kepada orang tua atau orang yang ditunjuk oleh keputusan pengadilan untuk memikul tanggung jawab terhadap seorang anak. Sedangkan ruang lingkup hak asuh anak mencakup berbagai aspek hukum yang berkaitan dengan anak, yaitu hak asuh atas diri anak dan harta benda.75. Kompilasi Hukum Islam yang Berlaku Bagi Umat Islam Indonesia pada Pasal 171 Huruf (C) disebutkan bahwa ahli waris adalah seseorang yang pada waktu meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak cakap. menjadi ahli waris karena hukum.

Ketentuan pasal ini menjelaskan bahwa hak mewaris yang satu dengan yang lain hanya dapat timbul apabila ahli waris dan ahli waris mempunyai hubungan darah atau perkawinan, hubungan darah biasa disebut hubungan keturunan atau hubungan kekerabatan yaitu ke atas, ke bawah, dan ke samping. 76 Dalam hal perkawinan yang dimaksud adalah perkawinan yang sah dan sah yang memenuhi norma agama sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan memenuhi norma hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.77. Dalam ajaran Islam, status anak dibedakan menjadi dua macam saja, yaitu anak sah dan anak haram atau anak hasil zina, anak sah adalah anak yang lahir dari perkawinan, sedangkan anak hasil zina.

Referensi

Dokumen terkait

Energy Sources Coal, oil, gas Nuclear Combustion Boiler HEAT Potential Energy Mechanical energy Turbin Electricity Generator Light Calor Termal Rotor