• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I TINJAUAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Studi Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN Prp)

N/A
N/A
MinhHN

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I TINJAUAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Studi Putusan Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN Prp)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Salah satu bentuk tindak kejahatan yang semakin hari semakin meningkat kualitas maupun kuantitasnya adalah tindak pidana pencurian. Pelaku dari tindak pidana pencurian bervariasi baik dari segi gender maupun usianya, dengan anak- anak yang menjadi salah satu golongan pelaku tindak pidana ini. Hal ini ironis karena seharusnya anak-anak yang merupakan generasi penerus bangsa memiliki peran strategis untuk melanjutkan kemajuan bangsa dan negara di masa yang akan datang (Muhammad Deniardi, M. Syukri Akub & Syamsuddin Muchtar, 2013:

337). Pada konteks yang demikian, era globalisasi informasi dan komunikasi yang semakin cepat berkembang menyebabkan anak dengan mudah mengakses suatu pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (practice) dari berbagai media massa dan elektronik yang sebenarnya belum layak untuk menjadi konsumsi anak-anak tersebut. Hal ini dapat membawa dampak negatif dalam perkembangan fisik dan mental anak, yang pada akhirnya nanti bukan tidak mungkin anak tersebut akan terjerumus untuk melakukan sebuah tindak pidana.

Banyak kasus yang ditemukan dalam interaksi sosial masyarakat dalam hal anak menjadi pelaku kejahatan tindak pidana pencurian ringan hingga pencurian dengan pemberatan. Tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak sudah sering terjadi, terutama di wilayah perkotaan yang sarat dengan problematika kehidupan sosial budaya dan ekonomi. Berdasarkan data OBH (Organisasi Bantuan Hukum) yang dihimpun BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional), terdapat 2.304 kasus anak yang terlibat dalam proses hukum selama 2020-2022, dengan demikian jumlah kasus anak sebagai pelaku pencurian menjadi yang terbanyak dengan 838 kasus (https://news.detik.com/berita/d- 6627993/kejahatan-anak-meningkat-pencurian-tertinggi-disusul-kasus-narkoba, diakses pada 24 Agustus 2023). Fenomena banyaknya anak yang terlibat sebagai pelaku merupakan sebuah gambaran urgensi perlindungan anak atas hukum yang

(2)

ada. Terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA) merupakan sebuah upaya perwujudan perlindungan anak yang terlibat dalam proses hukum.

Pertanggungjawaban pidana anak yang dilakukan melalui proses peradilan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam perundangan tersebut anak dinilai dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum apabila telah memasuki usia 12 (dua belas) tahun dan dalam proses pertanggungjawaban atau proses peradilannya menggunakan sistem peradilan pidana anak mulai dari usia 12 (dua belas) tahun hingga sebelum usia 18 (delapan belas) tahun. Faktor yang membedakan antara peradilan anak dan peradilan biasa atau peradilan yang diperuntukkan bagi orang dewasa yaitu terdapat konsep restorative justice atau keadilan restoratif dan pelaksanaan proses peradilannya. Pengertian dari konsep keadilan restoratif terdapat pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menjelaskan bahwa peradilan anak di Indonesia mengusung konsep penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga/korban, dan pihak terkait lain untuk mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pada pemulihan kembali pada keadaan semula, bukan merupakan pembalasan.

Menurut Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa segala putusan hakim selain harus memuat alasan dan dasar putusan, memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili (Kuat Puji Prayitno, 2012: 416).

Penjatuhan suatu sanksi pidana oleh hakim yang berdasarkan pada teori ratio decidendi yang dikemukakan oleh MacKenzie tentu saja akan berdimensi filsafat maupun menggambarkan motivasi hakim sebagai arbitrium judicis dalam mewujudkan hukum in concreto. Oleh karenanya, ketika pelaku tindak pidana

(3)

tersebut memiliki kualifikasi yang menepati konsepsi percobaan, konsepsi pembantuan, maupun pelaku tersebut masih di bawah umur, maka ketiga kualifikasi demikian merupakan dasar peringanan pidana yang dijatuhkan oleh hakim (Faisal, Muhammad Rustamaji, 2020: 157).

Oleh karena anak adalah sebagai amanah dari Tuhan Yang Maha Esa perlu dijaga, dilindungi, dan dipelihara keamanannya baik dari segi fisik maupun mentalnya, hal ini menjadi tanggung jawab kita semua khususnya bagi para orang tua di rumah dan guru di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar anak memiliki sikap dan perilaku yang baik sejak usia dini, remaja, hingga dewasa yang akhirnya nanti mampu menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab dalam rangka menyongsong keberlanjutan hidup di masa depan.

Tanpa upaya yang demikian itu maka sulit diharapkan anak memiliki prospek kehidupan yang baik, bahkan ada kemungkinan seorang anak cenderung memiliki sikap dan perilaku yang negatif serta meresahkan semua orang di sekitarnya.

Berawal dari hal yang demikian itu menjadi cikal bakal terciptanya perilaku anak yang suka berbuat salah, agar mendapat perhatian dari orang tua. Kecermatan orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak mutlak diperlukan, agar sikap dan perilaku anak tidak menjadi nakal yang kemungkinan menjerumuskan mereka untuk berbuat tindak kejahatan.

Anak yang melakukan tindak pidana dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya faktor keluarga, pergaulan, pendidikan, ekonomi dan sebagainya. Anak dalam melakukan tindak pidana pencurian dilakukan dengan berbagai cara dan pada waktu tertentu, ada yang dilakukan pada waktu pagi, siang atau bahkan malam hari, namun dalam beberapa kasus kejahatan pencurian sangat rawan dilakukan pada waktu malam hari, karena pada malam hari merupakan waktu yang tepat untuk melakukan aksi ketika masyarakat sedang lengah. Sehingga dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh anak tidak jarang disertai dengan keadaan yang memberatkan untuk mempermudah aksinya.

(4)

Misalnya kasus pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh Anak (nama disamarkan) berumur 14 (empat belas) tahun yang terjadi di sebuah toko yang juga merupakan tempat tinggal korban yang berada di wilayah Kabupaten Rokan Hulu. Anak (Nama Disamarkan) telah mencuri 3 (tiga) unit HP, dan uang yang dilakukan pada malam hari dengan cara masuk ke dalam toko dan membuka laci milik korban. Perbuatan ini miris jika dilihat dari usianya yang tergolong masih muda, dari perbuatan pelaku tersebut menyebabkan saksi korban mengalami kerugian dengan perkiraan sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah). Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian dalam Putusannya Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN Prp telah memutus dan menyatakan bahwa Anak (Nama Disamarkan) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan dijatuhi pidana penjara selama 1 (satu) bulan 14 (empat belas) hari karena telah melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-3 KUHP, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan.

Tulisan ini akan mengkaji lebih lanjut mengenai penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

Berdasarkan hal-hal tersebut, Penulis ingin menganalisa putusan hakim yang telah in kracht untuk mengetahui hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan hakim, dalam suatu penulisan hukum dengan judul:

TINJAUAN PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (Studi Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN Prp)

(5)

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangatlah penting, yaitu untuk menegaskan pokok masalah atau sebagai pedoman dari masalah yang akan diteliti sehingga mempermudah bagi Penulis dalam membahas permasalahan serta dapat mencapai sasaran, sesuai dengan apa yang diharapkan. Berpangkal pada latar belakang yang telah dikemukakan di muka, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pertimbangan hakim dalam penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan studi putusan perkara Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN Prp sudah sesuai dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak?

C. Tujuan Penelitian

Pada setiap penelitian pasti memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dan tujuan tersebut harus jelas agar dapat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian sehingga dapat menjawab permasalahan hukum yang diangkat serta memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian. Adapun tujuan yang akan dicapai terdiri dari 2 (dua) macam tujuan, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif.

1. Tujuan Subjektif

a. Menambah wawasan dan pemahaman Penulis dalam bidang Hukum Acara Pidana, khususnya tentang Pertimbangan Hakim dan Sistem Peradilan Pidana Anak.

b. Menerapkan ilmu dan kemampuan analisis yang Penulis telah dapatkan dalam kegiatan perkuliahan.

c. Memenuhi persyaratan akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Strata 1 (S1) di Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

(6)

2. Tujuan Objektif

Untuk mengetahui kesesuaian pertimbangan hakim dalam penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan studi putusan perkara Nomor 4/Pid.Sus- Anak/2021/PN Prp jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian dalam penulisan hukum diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pengetahuan terutama ilmu hukum baik secara teoretis maupun praktis. Adapun manfaat yang diharapkan Penulis dalam penulisan hukum ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Mengembangkan ilmu pengetahuan hukum serta memberikan suatu pemikiran di bidang hukum pada umumnya yang didapat atau diperoleh dari perkuliahan dengan praktek di lapangan dalam bidang Hukum Acara Pidana, khususnya dalam Tindak Pidana Anak.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk mencocokkan bidang ilmu yang telah diperoleh dalam teori dengan kenyataan yang ada dalam praktik.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukkan serta pengetahuan bagi para pihak yang berkompeten dan berminat pada hal yang serupa.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam suatu penelitian ilmiah merupakan suatu faktor yang sangat penting. Suatu penelitian dapat dipercaya kebenarannya apabila menggunakan metode yang tepat sehingga akan mempermudah mendapatkan

(7)

sumber yang sesuai dengan tujuan penelitian. Selain itu penggunaan metode yang tepat akan menghasilkan sumber dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, valid, relevan dan lengkap untuk menganalisis permasalahan secara sistematis dan konsisten. Metode yang digunakan oleh Penulis dalam penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menentukan kebenaran koherensi, yaitu menentukan apakah aturan hukum yang ada sudah sesuai dengan norma hukum, apakah norma hukum yang berupa perintah dan larangan itu sudah sesuai dengan prinsip hukum dan apakah tindakan seseorang sudah sesuai dengan norma hukum atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2023: 47).

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun penelitian ini adalah penelitian normatif (normative research). Menurut Peter Mahmud Marzuki, semua penelitian yang berkaitan dengan hukum (legal research) adalah selalu normatif, hanya saja pendekatan dan bahan- bahan hukum yang digunakan harus dikemukakan (Peter Mahmud Marzuki, 2023: 55-56). Berdasarkan definisi tersebut, maka jenis penelitian yang dilakukan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian hukum normatif, karena peneliti menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber utama untuk menganalisis kasus, dan peneliti tidak melakukan penelitian lapangan.

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian preskriptif, adapun tujuannya adalah mempelajari tujuan hukum, nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep hukum, dan norma hukum. Sifat preskriptif inilah yang membedakan ilmu hukum dengan ilmu sosial yang lain. Penelitian ilmu hukum bertujuan untuk memecahkan masalah atau isu hukum yang diajukan dan dapat diterapkan. Oleh karena itu Penulis berusaha untuk memecahkan isu hukum, dalam hal ini Penulis

(8)

akan mencoba memecahkan masalah bagaimana dasar pertimbangan yang dipergunakan oleh hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terhadap perkara tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak dan apakah putusan Hakim Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian dalam perkara Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN Prp sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

3. Pendekatan Penelitian

Peter Mahmud Marzuki mengemukakan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum antara lain: pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2023: 133). Adapun berdasarkan isu hukum yang diangkat oleh peneliti berkaitan dengan alasan-alasan atau pertimbangan hukum hakim (ratio decidendi) yang disampaikan oleh hakim untuk sampai pada putusannya. Sehingga pendekatan yang dipilih adalah pendekatan kasus (case approach), Penulis menggunakan pendekatan kasus (case approach) dengan cara studi dokumen dan kasus.

Mengutip pendapat Peter Mahmud Marzuki pendekatan kasus merupakan telaah beberapa kasus untuk referensi bagi suatu isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2023: 134).

4. Sumber dan Jenis Bahan Hukum

Untuk memecahkan suatu isu hukum dan memberikan preskripsi mengenai apa, perlu adanya sumber-sumber penelitian. Menurut Peter Mahmud Marzuki, sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa bahan-bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder (Peter Mahmud Marzuki, 2023: 181). Sumber adalah tempat ditemukannya, maka ketika membahas sumber bahan hukum artinya membicarakan tentang tempat

(9)

ditemukannya bahan hukum, berdasarkan jenisnya bahan hukum terdiri atas 2 macam, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Adapun secara rinci bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat otoritatif yang artinya memiliki otoritas, bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki, 2023: 181). Bahan hukum yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah:

a. Bahan Hukum Primer, yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;

2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak;

3) Undang-Undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;

4) Putusan Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN Prp.

b. Bahan Hukum Sekunder merupakan salah satu jenis dari sumber bahan hukum, yang terdiri dari buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum. Selain bahan hukum yang disebutkan sebelumnya, bahan hukum sekunder juga dapat berbentuk kamus-kamus hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2023: 195-196). Penulis juga menggunakan sumber dari media internet dan publikasi terkait dengan isu hukum yang Penulis angkat dalam penelitian hukum ini untuk menunjang analisis isu hukum yang dibahas.

(10)

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh bahan hukum yang sesuai guna menjawab permasalahan yang sedang diteliti. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan oleh Penulis adalah dengan cara studi kepustakaan (library research) atau studi dokumen. Teknik pengumpulan bahan hukum ini melalui cara mengumpulkan dan menganalisis bahan hukum yang berkaitan dengan hukum pidana anak dan permasalahan yang diteliti oleh Penulis.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan oleh Penulis dengan mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang diperoleh untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan hukum dengan metode silogisme deduktif. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor, kemudian diajukan premis minor. Berdasarkan kedua premis ini kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2023: 89).

Pada penelitian ini, sebagai premis mayor Penulis menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Sedangkan dalam premis minor Penulis menggunakan fakta hukum konkrit mengenai tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak di wilayah hukum Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian sebagaimana tertuang dalam Putusan Nomor 4/Pid.Sus- Anak/2021/PN Prp.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan hukum disajikan untuk memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai pembahasan yang akan dirumuskan sesuai dengan kaidah

(11)

atau aturan baku dalam penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum (skripsi) terdiri dari 4 (empat) bab, adapun tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian hukum ini. Sistematika penulisan hukum tersebut adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum (skripsi).

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini Penulis menyampaikan kerangka teori dan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan judul dan pokok permasalahan yang diambil berdasar literatur yang sesuai dan selaras dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Bab ini memuat 2 (dua) sub bab yaitu:

a. Kerangka Teori b. Kerangka Pemikiran

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini Penulis akan menjelaskan mengenai hasil penelitian berdasarkan Putusan Nomor 4/Pid.Sus- Anak/2021/PN Prp. Dalam penulisan hukum ini yang menjadi pokok pembahasan masalah yaitu mengetahui kesesuaian pertimbangan hakim dalam penerapan sanksi pidana terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan studi putusan perkara Nomor 4/Pid.Sus-Anak/2021/PN Prp jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(12)

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan dari pembahasan atas isu hukum atau permasalahan yang telah dibahas dalam bab- bab sebelumnya, selain kesimpulan bab ini juga berisi saran dari Penulis kepada pihak yang berkaitan dengan isu hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul: TINJAUAN PROSES PERSIDANGAN DAN PERTIMBANGAN HAKIM MENJATUHKAN PIDANA PEMBINAAN TERHADAP ANAK

Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan pidana dan rehabilitasi terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika.. Pembahasan dan

dalam menjatuhkan putusan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian. dengan pemberatan dan untuk mengetahui kesesuaian putusan hakim

Permasalahan dalam skripsi ini adalah Pertama Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana pencurian

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat peneliti simpulkan bahwa kesesuaian pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana 3 bulan penjara kepada pelaku

Wawancara dengan Desbenneri Sinaga, Hakim PN Sidoarjo tanggal 17 Mei 2013.. 10 hakim berhak memberikan pertimbangan sebagai alasan pemberat bagi terdakwa. Tindak pidana

4 Keadaan sosial ekonomi terdakwa Dalam konsep KUHP yang baru, bahwa pembuat, motif dan tujuan dilakukannya tindak pidana, cara melakukan tindak pidana, sikap batin pembuat, sikap, dan

Dengan mempertimbangkan bahwa anak adalah generasi penerus bangsa, walaupun anak menjalani sanksi pidana tentu anak masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai anak