TINJAUAN YURIDIS TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN MELALUI MEDIA SOSIAL DI KOTA MAKASSAR
(Analisis Putusan Pengadilan Negeri Makassar NO : 182/Pid.Sus/2018/PN-M.ks)
Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh : NUR RAHMAN
4514060029
FAKULTAS HUKUM/ILMU-ILMU HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR
2018
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil’alamin, puji syukur atas berkat Allah SWT., atas limpahan rahmat, karunia, serta kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Salam dan shalawat semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi yang membawa cahaya kebenaran, yang membebaskan ummat manusia dari kebodohan dan kegelapan, Nabi Besar Muhammad SAW., kepada keluarga beliau, para sahabat dan kaum muslimin yang senantiasa istiqomah menjalankan sunnahnya hingga akhir zaman kelak amin.
Skripsi dengan judul “Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Ujaran Kebencian Melalui Media Sosial Di Kota Makassar”ini penulis hadirkan sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Bosowa Makassar, dan diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan dunia hukum secara khusus dan dunia pendidikan secara umum, demi peningkatan kecerdasan masyarakat, bangsa dan negara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa orang-orang yang digerakkan hatinya oleh Allah SWT., untuk memberikan bantuan, dukungan serta bimbingan bagi penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H.,M.H. dan Ibu Hj Suryana Hamid, S.H.,M.H.
,selaku Pembimbing serta Bapak Prof Dr. Marwan Mas S.H.,M.H. dan Ibu Hj Siti Zubaidah S.H,M.H. ,selaku Penguji yang telah rela dan sabar meluangkan waktu
vi
untuk memberikan arahan, bimbingan, tanggapan dan masukan yang berguna dalam penyelesaian skripsi ini. Teristimewa kedua orang tua penulis Ayahanda Musa Akbar S.P. dan Ibunda Tubayarti yang dengan penuh kasih sayang, merawat dan membesarkan penulis, yang tidak henti mengirimkan doa dan selalu memberikan restu kepada penulis, dan kepada kakak dan adik-adikku serta keluarga besarku yang senantiasa memberikan doa, semangat,dukungan dan kasih sayang kepada penulis.
Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang sedalam- dalamnya, penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H.Saleh Pallu, M.Eng, selaku Rektor Universitas Bosowa Makassar.
2. Bapak Dr. Ruslan Renggong S.H. M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar.
3. Ibu Hj Siti Zubaidah S.H,M.H., selaku Ketua Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar.
4. Bapak Dr. Ruslan Renggong, S.H.,M.H. dan Ibu Hj Suryana Hamid, S.H.,M.H. selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah mencurahkan waktu, perhatian, dan pikiran untuk membimbing penulis selama mengikuti proses perkuliahan di Jurusan Ilmu Hukum hingga penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Prof Dr. Marwan Mas S.H.,M.H. dan Ibu Hj Siti Zubaidah S.H,M.H. selaku Penguji I dam Penguji II
vii
6. Ibu Dr. Yulia Hasan S.H.,M.H. selaku Pembimbing Akademik sekaligus Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar yang selalu dengan ikhlas dan sabar mendengar keluh-kesah mahasiswa.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bimbingan, arahan, dan jasa-jasa beliau selama penulis berada di kampus utamanya dalam mengikuti perkuliahan.
8. Bapak IPTU Kamaluddin., Panit Cyber Crime unit IV subdit 2 DITRESKRIMSUS POLDA Sul-Sel yang telah memberikan izin,data dan masukan dalam penelitian.
9. Bapak Mustari S.H, Humas Pengadilan Negeri Makassar yang telah memberikan data kepada penulis
10. Bapak Desty Rerung S.H.,M.H. Kasubag BIN Kejaksaan Negeri Makassar yang telah bersedia wawancara dengan penulis.
11. Rekan-rekan di Jurusan Ilmu Hukum Angkatan 2014 khususnya teman seperjuangan di GRASI yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas semua waktu yang begitu berarti dalam memperkenalkan kebersamaan yang sebenarnya.
12. Terkhusus sahabat, senior dan adik seperjuangan fakultas Hukum di kampus yang selalu memberikan motivasi dan mengajarkan penulis arti persahabatan dan kebersamaan.
13. Teman-teman penulis selama berada di jenjang SD sampai SMA yang selalu memberikan bantuan dan motivasi dalam menyelesaian skripsi ini.
viii
14. Sahabat-sahabat yang selalu ada setiap saat memberikan motivasi dan saran kepada penulis saat mengalami hambatan dalam menyelesaian skripsi ini dan sahabat yang tidak pernah bosan mendengarkan keluhan penulis dan selalu memberikan semangat.
15. Sahabat, saudara, motivator penulis, St Marwani Rizky, yang selalu setia dan sabar menemani, mendukung dan menasihati penulis sejak tahun 2012 sampai detik ketika kalimat ini dibuat.
16. Teman-teman seperjuangan KKN-TEMATIK Angk. II Tahun 2017 LAPAS KLAS 1 Makassar yang telah menjadi bagian dari perjalanan penulis dalam proses menyelesaikan pendidikan, yang memberi banyak pengalaman berharga.
17. Serta semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu per satu. Semoga bantuan, motivasi dan bimbingan dapat bernilai ibadah.
ix
Akhirnya tidak ada gading yang tak retak, tak ada ilmu yang memiliki kebenaran mutlak, tak ada kekuatan dan kesempurnaan, semuanya hanya milik Allah SWT. Karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun guna penyempurnakan skripsi ini senantiasa dengan penuh keterbukaan. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat kepada para pembaca. Amin.
Wassalam.
Makassar, Agustus 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……….…..i
HALAMAN PENGESAHAN………ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………iii
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI……….…..iv
KATA PENGATAR...v
DAFTAR ISI...x
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah... 8
1.3 Tujuan danManfaatPenelitian... 9
1.4 MetodePenelitian... 9
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PengertiandanUnsur-UnsurTindakPidana... 12
2.2 PengertiandanUnsur-UnsurTindakPidanaUjaranKebencian... 28
2.3 AspekHukum Media Sosial………... 35
BAB 3 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 3.1.PertanggungjawabanPelakuUjaranKebencian... 42
3.2.KendalaPihakKepolisiandalamMengungkapTindakPidanaUjaranKebencia nmelalui Media Sosial... 59
BAB 4 PENUTUP 4.1.Kesimpulan... 64
4.2.Saran... 65
DAFTAR PUSTAKA... 66
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah salah satu Negara demokrasi terbesar didunia.Oleh karena itu, kemerdekaan mengemukakan pendapat merupakan salah satu hak yang harus dijamin oleh Negara.Untuk membahas pengertian kemerdekaan mengemukakan pendapat, ada baiknya jika dikaji secara etimologis (kebebasan).Secara etimologis kemerdekaan berarti keadaan bebas tanpa tekanan.Adapun pendapat secara umum diartikan sebagai gagasan atau buah pikiran.Berpendapat berarti mengemukakan gagasan atau mengeluarkan pikiran. Dengan demikian, kemerdekaan mengemukakan pendapat adalah keadaaan bebas dari tekanan untuk menyampaikan gagasan atau buah pikiran, baik secara tertulis maupun tidak tertulis.
Hukum dan masyarakat bagaikan dalam satu keping uang logam, berbeda akan tetapi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain atas keberadaan hukum tanpa adana masyarakat tidaklah berguna, begitu pula sebaliknya, keberadaan masyarakat tanpa adanya hukum dapat menghancurkan masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang beragam tentu menimbulkan munculnya kepentingan-kepentingan yang beragam pula.
Karena itulah dalam masyarakat diperlukan adanya pengaturan berbagai kepentingan yang ada, agar kepentingan-kepentingan itu tidak saling berbenturan satu dengan yang lain. Di sinilah hukum berperan, hukum
dibuat dalam rangka menciptakan kepastian, keadilan dan kemanfaatan bagi masayarakat. Kepastian hukum tanpa didasarkan pada sendi-sendi keadilan akan menimbulkan ketidakpuasan dan mengundang banyak reaksi.
Di zaman sekarang ini media sosial sudah menjadi kebutuhan pokok bagi sebagian orang, mereka seperti orang kecanduan yang akan merasa aneh bila sehari saja tidak menggunakan situs berbagi informasi ini. Saat ini media sosial sudah banyak sekali jenisnya, bahkan saking banyaknya akan membuat para penggunanya bingung dalam memilih media sosial apa yang cocok untuknya. Tapi pada intinya sosial media hanya memiliki satu fungsi yaitu untuk menjalin komunikasi secara online.Saat teknologi internet dan mobile phone makin maju maka media sosial pun ikut tumbuh dengan pesat.
Kini untuk mengakses facebook atau twitter misalnya, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja hanya dengan menggunakan sebuah mobile phone. Demikian cepatnya orang bisa mengakses media sosial mengakibatkan terjadinya fenomena besar terhadap arus informasi tidak hanya di dua negara-negara maju, tetapi juga di Indonesia. Karena kecepatannya media sosial juga mulai tampak menggantikan peranan media massa konvensional dalam menyebarkan berita-berita. Pesatnya perkembangan media sosial kini dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial.
Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan social media dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan.
Kita sebagai pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis dan berbagai model konten lainnya.
Kelebihan paling menonjol dari sosial media itu sendiri adalah jika kita mempunyai opini atau tulisan tak perlu repot-repot lagi diterbitkan di koran ataupun majalah agar bisa dilihat oleh orang banyak. Media sosial mewadahi hal tersebut, maka tak jarang sering ditemukan berbagai macam postingan pendapat pribadi yang banyak mendapat like bahkan menjadi viral tersebar di media sosial. Namun disisi lain, kelebihan inilah yang kadang disalahgunakan oleh para pengguna media sosial terutama untuk menjatuhkan orang lain, penyebaran berita bohong dan fitnah.
Penyebabnyapun bermacam-macam mulai dari kepentingan politik, persaingan bisnis, kebencian terhadap suatu kelompok dan bahkan sampai ada yang hanya ingin mencari sensasi.Sebagai akibat dari perkembangan yang demikian, maka lambat laun, teknologi informasi dengan sendirinya juga telah mengubah perilaku masyarakat dari peradaban manusia secara global. Namun, perkembangan teknologi tidak hanya berupa memberikan dampak positif saja, namun juga memberikan dampak negatif, tindak pidana penghinaan atau ujaran kebencian (hate speech) dan/atau penghinaan, serta penyebaran informasi di media sosial yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan antar individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Tindak pidana tersebut selain menimbulkan dampak yang tidak baik juga dapat merugikan korban dalam hal pencemaran nama baik, dengan modus operandi menghina korban dengan menggunakan kata-kata maupun gambar yang memiliki meme-meme serta video kata yang menghina dengan ujaran kebencian. Sehingga dalam kasus ini diperlukan adanya ketegasan pada tindak pidana tersebut, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang akhirnya merugikan masyarakat.
Dengan adanya Pasal 28 ayat (2) UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang menyebutkan: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompk masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama,ras, dan antar golongan (SARA). Di dalam istilah tindak pidana penghinaan yang tercantum di dalam Pasal 310 KUHP ayat (1) menentukan: Barang siapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-.Dikatakan sebagai suatu istilah umum dalam menggambarkan tindak pidana terhadap kehormatan. Tindak pidana kehormatan ini, menurut hukum pidana terdiri
dari empat bentuk, yakni: Menista secara lisan; Menista secara tertulis;
Fitnah; dan Penghinaan ringan.
Didalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) juga berisi tindak pidana lain terhadap kehormatan, yang sangat berkaitan dengan kehormatan dan nama baik, yakni: Pemberitahuan palsu; Persangkaan palsu;
dan Penistaan terhadap yang meninggal.
Kasus-kasus pencemaran nama baik yang masuk dalam ranah ujaran kebencian yang berujung pada pelaporan pidana sering dilakukan oleh mereka yang merasa dirugikan oleh para haters (pengikut jejaring sosial namun dengan komentar yang menjatuhkan bahkan menghina) dengan menggunakan pasal-pasal yang ada didalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektonik serta KUHP. Seperti kasus di Sulawesi Selatan tepatnya di Kabupaten Sidrap seorang pria bernama Mezar bin Ahmad Lusi divonis satu tahun penjara setelah menebar kebencian kepada institusi Polri dan juga menyerang pribadi Kapolres Sidrap yang diunggah di akun social media yaitu facebook.
Surat edaran merupakan surat yang isinya menyangkut pemberitahuan secara resmi didalam instansi, lembaga, organisasi, atau merupakan pemberitahuan resmi yang diedarkan secara tertulis dan ditujukan untuk berbagai pihak tertentu saja. Surat edaran berisikan penjelasan mengenai suatu hal, Misalnya kebijakan baru dari pimpinan instansi, berisikan suatu peraturan dan lain-lain. Biasanya surat edaran ditujukan untuk kalangan umum, akan tetapi didalam ruang lingkup tertentu,
contohnya Surat Edaran (SE) yang dikeluarkan oleh Kapolri yaitu Nomor SE/06/X/2015 kepada seluruh anggota Polri tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) yang ditandatangani Kapolri Badrotin Haiti pada tanggal 08 Oktober 2015 sebagai pejabat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut Kapolri) yang menjadi pimpinan tertinggi dalam organisasi Kepolisian. Polri juga telah mensosialisasikan Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 kepada seluruh anggota Polri tentang Penanganan Ujaran Kebencian (hate speech) dengan tujuan agar anggota Polri memahami dan mengetahui bentuk-bentuk ujaran kebencian diberbagai media dan penanganannya.
Surat edaran Kapolri ini merujuk pada beberapa perundang- undangan antara lain; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang- Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri, Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik, Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, serta Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Nomor 2 huruf (f) Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 menyebutkan bahwa,“Ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain: 1) Penghinaan; 2) Pencemaran nama baik; 3) Penistaan; 4) Perbuatan
tidak menyenangkan; 5) Memprovokasi; 6) Menghasut; dan 7) Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik social”. Selanjutnya pada huruf (g) Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 disebutkan “Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat, dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek: 1) Suku; 2) Agama; 3) Aliran keagamaan; 4) Keyakinan atau kepercayaan; 5) Ras; 6) Antar golongan; 7) Warna kulit; 8) Etnis; 9) Gender;
10) Kaum difabel; dan 11) Orientasi seksual.”. Pada huruf (h) Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 disebutkan bahwa “Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain: 1.
Dalam orasi kegiatan kampanye; 2. Spanduk atau banner; 3. Jejaring media sosial; 4. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi); 5. Ceramah keagamaan; 6. Media masa cetak atau elektronik; 7. Pamflet.”
Dengan memperhatikan pengertian ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan atau penghilangan nyawa.
Persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan perhatian masyarakat baik nasional maupun internasional seiring dengan semakin meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia
(HAM), karenanya tidak heran jika Kapolri mengeluarkan surat edaran tersebut. Potensi terbesar dan merupakan sumber terbesar pemicu ujaran kebencian (hate speech) yaitu melalui media sosial seperti twitter, facebook, dan blog-blog independent, yang keberadaanya merupakan inovasi terbesar pada awal abad 21 ini. Media sosial tidak hanya sebagai media penghubung dan berbagi, media sosial juga mampu melakukan sebuah perubahan besar yang sering digunakan dalam bidang politik dan bidang yang lainnya. Atas dasar pemikiran yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji, meneliti, menganalisis masalah ini dalam skripsi yang berjudul:
“Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Ujaran Kebencian Melalui Media Sosial di Kota Makassar”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, penulis dapat mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana pelaku ujaran kebencian menurut Pasal 28 ayat (2)UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?
2. Kendala apakah yang dihadapi pihak kepolisian dalam mengungkap tindak pidana ujaran kebencian melalui media sosial ?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku ujaran kebencian menurut Pasal 28 ayat (2)UU No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam mengungkap tindak pidana ujaran kebencian melalui media sosial.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau bahan pertimbangan bagi praktisi hukum, khususnya para aparat Penegak Hukum;
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat terkait aturan hukum mengenai ujaran kebencian di media sosial.
1.4 Metode Penelitian A. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian yaitu di POLDA SUL-SEL di Makassar, dengan dasar pertimbangan bahwa lokasi kejadian Tindak Pidana Ujaran Kebencian melalui penyebaran video tersebut berada di Makassar.
B. Jenis dan Sumber Data 1) Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu:
a) Data Primer, yaitu data yang diperoleh dari penelitian lapang yang berhubungan langsung dengan kasus tindak pidana ujaran kebencian.
b) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui penelusuran studi kepustakaan dengan cara mempelajari peraturan perundang- undangan ataudokumen, literatur serta karya ilmiah yang berkaitan dengan masalah dan objek penelitian yang diteliti.
2) Sumber Data
Adapun sumber data dari penulisan ini, yaitu:
a) Sumber Data Primer, yaitu sumber data utama yang diperoleh langsung dari lokasi penelitian yaitu kota Makassar.
b) Sumber Data Sekunder, yaitu sumber data pelengkap yang diperoleh dari hasil mempelajari atau menelaah beberapa literatur dan sumber bacaan lainnya yang dapat mendukung penulisan skripsi ini.
3) Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini akan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Wawancara (Interview), yang dilakukan penulis untuk memperoleh informasi dan data yang dibutuhkan dari responden atau informan yaitu dengan menggunakan cara wawancara langsung dengan Pihak dari Kepolisian dan masyarakat pengguna media sosial.
b. Studi dokumentasi, dilakukan melalui penelitian kepustakaan, di mana penulis akan mengumpulkan data dengan cara mempelajari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelit iniani, selanjutnya penulis akan menelaah peraturan-peraturan dan kasus-kasus yang juga berkaitan dengan penelitian ini.
4) Teknik Analisis Data
Semua data yang diperoleh dari hasil penelitian akan disusun dan dianalisis secara kualitatif untuk selanjutnya data tersebut diuraikan secara deskriptif dengan cara menjelaskan, menguraikan dan menggambarkan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana A. Tinjauan Yuridis
Tinjauan yuridis yang dimaksud adalah tinjauan dari segi hukum, sedangkan hukum yang penulis kaji disini adalah hukum menurut ketentuan pidana hukum materil, khusus dalam tulisan ini pengertian tinjauan yuridis adalah suatu kajian yang membahas mengenai apa itu delik, siapa pelakunya, terpenuhi atau tidaknya unsur-unsur delik, pertanggung jawaban pidana serta penerapan sanksi terhadap terdakwa pelaku tindak pidana. Tinjauan yuridis disini berarti hukum pidana materi.
Hukum pidana materil adalah isu atau subtansi dari hukum pidana, dimana hukum pidana materil mengandung petunjuk-petunjuk dan uraian tentang strafbaarfeit (delik; perbuatan pidana; tindak pidana) peraturan tentang syarat-syarat strafbaarheid (hal dapat di pidanya seseorang), penunjuk orang yang dapat di pidana dan ketentuan tentang pidanya; hukum pidana materil menetapkan siapa dan bagaimana orang itu dapat dipidana. Menurut Van Hattum hukum pidana materil yaitu semua ketentuan dan peraturan yang menunjukkan tentang tindakan- tindakan yang mana adalah merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dipertanggungjawabkan terhadap
orang tersebut, disebut juga dengan hukum pidana yang abstrak.
(Lamintang, 1997: 10) B. Hukum Pidana
Pendeskripsian tentang hukum pidana secara jelas masih sangat dipengaruhi oleh doktrin para pakar hukum, maka suatu pengertian yang di berikan para ahli tentang pengertian hukum pidana akan berkaitan dengan cara pandang, batasan dan ruang lingkup dari pengertian tersebut. Tidak heran jika dijumpai banyak sekali pengertian hukum pidana yang dikemukakan oleh para ahli hukum pidana yang berbeda satu dengan yang lain.
Perbedaan hukum pidana materiil dan hukum pidana formil(Van Bemmelen,2014:2) yaitu Hukum pidana materiil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana yang diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang harus diperhatikan pada kesempatan itu.
Wirjono Prodjodikoro(1992:13)menjelaskan Hukum pidana materiil dan formil sebagai berikut.
“isi hukum pidana adalah:
1. Penununjukan dan gambaran dari perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukum pidana,
2. Penunjukan syarat umum yang harus dipenuhi agar perbuatan itu merupakan perbuatan yang pembuatnya dapat di hukum pidana.
3. Penunjukan orang atau badan hukum yang pada umumnya dapat dihukum pidana, dan 4. Penunjukan jenis hukuman pidana yang dapat dijatuhkan. Hukum pidana berhubungan erat dengan
diadakannya hukum pidana oleh karena itu, merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan hukum pidana.” (Wirjono Prodjodikoro,1962:13).
Pada hakikatnya, hukum pidana materil berisi tentang larangan atau perintah yang jika tidak dipatuhi diancam dengan sanksi. Adapun hukum pidana formil adalah aturan yang mengatur cara menegakkan hukum pidana materiil.
Selain pembagian hukum pidana diatas, hukum pidana atas hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif.Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku atau hukum pidana positif yang disebut Ius Poenale.Hukum pidana dalam arti subjektif adalah hak dari Negara untuk mengaitkan pelanggaran terhadap suatu peraturan dengan hukuman, yang disebut ius poenindi.
Ada juga pembagian hukum pidana atas hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.Hukum pidana umum dibuat dan berlaku untuk semua orang, sedangkan hukum pidana khusus dibuat untuk hal- hal tertentu.Misalnya, tindak pidana korupsi, tindak idana narkotika, tindak ppidana pencusian uang dll.Tindak pidana yang tumbuh, sedemikian banyaknya sehingga cenderung berkembang kearah sektoral, seolah-olah terlepas dari sistem.
C. Pengertian Tindak Pidana
Istilah seperti juga perkataan adalah referensi dari suatu referent.
Tetapi juga sering dikatakan orang bahwa istilah itu dianggap merupakan suatu perjanjian antara orang-orang yang menggunakannya tentang apa yang dimaksud atau yang berkaitan dengan suatu istilah.
Dalam hal suatu istilah diadakan terlebih dahulu, lalu diperjanjikan atau ditentukan pula apa yang dimaksud dengan istilah itu maka persoalannya tidak terlalu sulit (Sianturi, 2002 :204).
Ada pula istilah asing yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, menggunakan istilah yang berbeda dan pada pengertiannya pun terdapat perbedaan.
Demikian istilah (term) “Het strafbare feit” telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.
1) Perbuatan yang dapat/boleh dihukum 2) Peristiwa pidana
3) Perbuatan pidana
4) Tindak pidana. (Sianturi, 2002: 204)
Secara Umum Tindak Pidana adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap Undang- Undang (Marpaung, 2012: 7).
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu perbuatan tertentu.Perumusan
tindak pidana formil tidak memerlukan dan/atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya.Misalnya pada pencurian Pasal 362 untuk selesainya pencurian digantung pada selesainya perbuatan mengambil.
Tindak pidana materil,inti larangan adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu, siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.Begitu juga untuk selesainya tindak pidana materil, tidak bergantung pada sejauh mana wujud perbuatan yang dilakukan, tetapi sepenuhnya tergantung pada syarat timbulnya akibat terlarang tersebut.Misalnya wujud membacok telah selesai dilakukan dalam hal pembunuhan, tetapi pembunuhan itu belum terjadi jika dari perbuatan itu belum atau tidak menimbulkan akibat hilangnya nyawa korban, yang terjadi hanyalah percobaan pembunuhan. (Ilyas, 2012; 29).
Berikut beberapa pendapat ahli mengenai pengertian tindak pidana, antara lain :
1. Moeljatno lebih menggunakan istilah perbuatan pidana, yang didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut
2. Pompe merumuskan bahwa suatu strafbaarfeit itu sebenarnya tidak lain adalah daripada suatu tindakan yang menurut sesuatu rumusan
undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum
3. Vos merumuskan bahwa straafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan Dapat dikatakan pengertian tindak pidana menurut Vos merupakan perbuatan manusia yang dilakukan bertentangan dengan Undang- Undang. Tindak pidana menurut Vos ini hampir sama halnya dengan definisi dari Moeljatno.
4. R. Tresna menyatakan walaupun sangat sulit untuk merumuskan atau memberi definisi yang tepat perihal peristiwa pidana, namun juga beliau juga menarik suatu definisi, yang menyatakan bahwa, peristiwa pidana adalah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.
5. J. E Jonkers, yang merumuskan peristiwa pidana ialah perbuatan yang melawan hukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan dan kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.(http://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2015/06 /pengertian-tindak-pidana-menurut-para.html. diakses pada tanggal 23 Januari 2018, pukul 19.06 WITA)
Menurut Simons (Prasetyo. 2014:217) “Kelakuan yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan
dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab”.Menurut Teguh Prasetyo (2014:217) “Perbuatan yang melanggar hukum dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggung jawab dan pelakunya diancam dengan pidana”.Sedangkan menurut Penulis tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh subjek hukum yang bertentangan dengan hukum Formil maupun hukum Materil,yang apabila dilanggar mendapat nestapa.
D. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Dalam hukum pidana terdapat aliran-aliran yang menguraikan tentang unsur-unsur tindak pidana, sebagai berikut:
1. Aliran Monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsip-prinsip pemahaman, bahwa didalam pengertian perbuatan atau tindak pidana sudah tercakup didalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggung-jawaban pidana atau kesalahan (Criminal responbility).
Adapun unsur-unsurnya adalah a. Suatu perbuatan
b. Melawan hukum c. Diancam dengan sanksi d. Dilakukan dengan kesalahan
e. Oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan. (Prasetyo, 2014:
218):
2. Aliran Dualistis berbeda dengan pandangan Monistis yang melihat kesalahan syarat adanya pidana telah melekat pada perbuatan pidana, pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana (Uddin76 2010. Pengertian tindak pidana dan. Diakses di http://uddin76.blogspot.co.id/2010/07 /pengertian-tindak-pidana-dan.html. diakses pada tanggal 23 Januari 2018, pukul 19.45 WITA). adapun unsur-unsurnya adalah :
a. Suatu perbuatan b. Melawan hukum
c. Diancam dengan sanksi Pidana(Prasetyo, 2014:218)
Adapaun Unsur-unsur tindak pidana adalah sebagai berikut:
1. Unsur Subjektif
Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi:
a. Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).
b. Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain.
(Poernomo, 1992; 91)
c. Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau poging (Pasal 53 KUHP). Niat sama dengan sengaja
dalam semua corak (sengaja sebagai maksud; sengaja sebagai kepastian; dan sengaja sebagai kemungkinan). (Zubaidah, 2011; 5)
d. Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain
e. Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan rencana (Pasal 342 KUHP).
(Wiyanto. 2012; 160) 2. Unsur Objektif
a. Suatu perbuatan
- Perbuatan aktif adalah tindak pidana yang dilakukan dengan menggunakan otot, Contoh: pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan biasa.
- Perbuatan Pasif adalah suatu perbuatan yang dilakukan tanpa menggunakan otot, Contoh: Delik Pembiaran Pasal 164 KUHP.
b. Suatu akibat c. Suatu keadaan
d. (ketiganya dilarang dan diancam pidana). (Zainal A.Farid, 2010:
221) 3. Unsur Formil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu.
Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Unsur-unsur tindak pidana formil yaitu:
a. Perbuatan manusia. Perbuatan tersebut harus dipahami dalam arti luas, artinya tidak berbuat juga termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia.
b. Melanggar peraturan pidana. Hal ini terkait dengan asas legalitas, artinya perbuatan manusia akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan jika belum diatur dalam undang-undang.
c. Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa suatu perbuatan pidana dilakukan dengan melanggar aturan pidana yang mempunyai sanksi pidana.
d. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana suatu perbuatan manusia memenuhi unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat
perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang- undang.
e. Perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia yang mampu bertanggung jawab. Misalnya orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.
4. Unsur Materil
Unsur-unsur tindak pidana materil adalah unsur dari perbuatan tindak pidana yang sifatnya bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar- benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan itu tidak patut dilakukan oleh siapapun. Sehingga, unsur tindak pidana materil suatu perbuatan manusia meskipun perbuatan itu telah memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Contah dari unsur tindak pidana materil:Perbuatan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif, misal membunuh (dalam Pasal 338 KUHP), menganiaya (dalam Pasal 351 KUHP). (Hamzah, 2004; 88).
Jika dilihat dari perbuatan manusia terdapat unsur melawan hukum. Jadi setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat
melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.
E. Pertanggung Jawaban Pidana 1) Kemampuan Bertanggung Jawab
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di seluruh dunia pada umumnya tidak mengatur tentang kemampuan bertanggung jawab.
Yang diatur ialah kebalikannya, seperti isi pasal 44 KUHPidana Indonesia, yang masih memakai pasal 37 lid 1 W.v.S. Netherland tahun 1886 yang berbunyi (terjemahan secara harfiah penulis):
“Tidak dapat dipidana ialah barangsiapa yang mewujudkan suatu peristiwa, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kekurangsempurnaan atau ganguan sakit kemampuan akalnya”
(Zainal A.Farid, 2010: 260).
Jika diuraikan menurut Farid, A contrario pasal 44 KUHPidana memuat beberapa unsur:
a. Seseorang yang kemampuan jiwanya:
1) Tidak terganggu penyakit baik secara sementara maupun terus menerus
2) Tidak cacat dalam pertumbuhan
3) Tidak dalam keadaan mengigau, demam, mabuk tidak sadarkan diri.
4) Seseorang yang keadaan jiwanya:
a. Seseorang yang dapat menginsafi hakikat dari perbuatannya
b. Seseorang yang mengetahui apakah perbuatan itu baik dilaksanakan atau tidak baik dilaksanakan
c. Seseorang yang mengetahui atau menginsafi akibat atau ketercelaan dari perbuatannya. (Zainal A.Farid, 2010:
260).
2) Kesengajaan (Dolus; Opzet)
Menurut Utrecht opzet adalah:Opzet (sengaja) itu adalah maksud untuk membuat sesuatu atau tidak membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan. Defenisi semacam itu adalah sesuai dengan pengertian sengaja menurut Hukum Adat Indonesia dan Hukum Pidana Anglo-Saxon, termasuk Amerika Serikat. (Zainal A.Farid. 2010: 266).
Menurut Memori Van Toelichting (MVT) “sengaja” (Dolus atau opzet) adalah menghendaki suatu perbuatan beserta akibatnya, sedangkan menurut Wills (teori kehendak) mengatakan bahwa sengaja itu kalau ada akibat itu memang dikehendaki dan dapat dibayangkan sebagai tujuan. Teori membayangkan (Voortellings theory) dari Frank, mengatakan bahwa suatu perbuatan hanya dapat di kehendaki, sedangkan suatu akibat hanya dapat dibayangkan.
3) Error, Dwaling (kehilafan)
Error atau kekhilafan ataupun kesalahpahaman menurut Satochid Kertanegara terbagi atas :
a. Kesalahpahaman sebenarnya (error in facti) b. Kesalahpahaman hukum (error in law)
Menurut ketentuan umum, kehilafan tentang fakta atau keadaan terdapat dalam dua hal :
a. Pembuat delik tidak menyadari beberapa unsure-unsur mutlak delik yang dilakukannya seperti ditetapkan oleh pembuat undang-undang;
b. Ia secara keliru mengaggap bahwa keadaan-keadaan tertentu ada, yang bilamana betul-betul ada, perbuatan demikian diizinkan.
Dalam hal demikian, maka pembuat delik tidak dapat dipidana (Farid, 2010: 318)
Apakah errorinfacti berpengaruh terhadap kesengajaan?
Menjawab pertanyaan ini sebagai berikut “apabila opzet ditujukan terhadap sesuatu kejahatan atau pelanggaran memiliki unsur yang diliputi oleh opzet, maka apabila salah paham mengenai salah satu unsur itu, maka si pelaku tidak dapat dihukum”.
Error in Juris, atau khilaf pada hukum ada pada pembuat delik, bilamanaia telah terbukti melakukan delik, namun ia tidak mengetahui bahwa perbuatan demikian dilarang oleh undang-undang pidana. Ia harus dipidana sekalipun ia tidak mengetahui adanya larangan itu, oleh karena adanya fiksi hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui undang-undang.
Ada juga dikenal error in objecto dan error in persona.Error in persona ketika pembuat salah tentang orang, sedangkan error in objeco ketika pelaku salah tentang objek.
Error in persona harus dibedakan dengan aberatio ictus.
Aberatio Ictus umpanya terdapat bilamana pembuat delik tidak mengenai sasaran tembaknya, tetapi mengenai orang lain yang kebetulan berada dekat sasaran dalam hal ini tidak ada dwaling atau kekhilafan, tetapi afdwaling peluru yang ditembakkan dari senjata
api pembuat delik, dalam hal ini tidak terjadi pembunuhan dengan sengaja terhadap orang yang kena tembak, tetapi delik culpa menurut pasal 359 KUHP yaitu karena salahnya (keaalpannya) mengakibatkan matinya orang lain.
Error in objecto terdapat bilamana pembuat delik bermaksud untuk mencuri perhiasan emas tetapi perhiasaan yang diambilnya ternyata imitasi emas, error in objecto adalah kekhilafan tentang barang yang menjadi tujuan perbuatan pembuat delik.
4) Culpa Lata (Kealpaan dan Kelalaian)
Di dalam undang-undang tidak ditentukan apa arti dari kealpaan. Dari ilmu pengetahuan hukum pidana diketahui bahwa inti, sifat-siaft atau cirinya adalah:
a. Sengaja melakukan suatu tindakan yang ternyata salah, karena menggunakan ingatan/ otaknya secara salah, seharusnya ia menggunakan ingatannya sebaik-baiknya, tetapi ia tidak gunakan. Dengan perkataan lain ia telah suatu tindakan aktif (pasif) dengan kurang kewaspadaan yang diperlukan.
b. Pelaku dapat memperkirakan apa yang dapat terjadi, tetapi merasa dapat mencegahnya. Sekiranya akibat itu pasti akan terjadi, dia lebih suka untuk tidak melakukan tindakan yang akan menimbulkan akibat itu. Tetapi tindakan itu tidak diurungkan, atas tindakan mana ia kemudian dicela, karena bersifat melawan
hukum. (negarahukum.
2016.culpakealpaandan.diakses(http://www.negarahukum.com/h ukum/culpa-kealpaan.html.) diakses pada tanggal 26 Januari 2018, pada pukul 01.50 WITA).
M.V. T menjelaskan bahwa dalam hal kealpaan, pada diri pelaku terdapat:
a. Kekuarang pemikiran (penggunaan akal) yang diperlukan.
b. Kekuarangan pengetahuan (ilmu) yang diperlukan.
c. Kekuarangan kebijaksanaan (beleid) yang diperlukan.(Zainal A.Farid, 2010: 334).
Istilah culpa, dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kesalahan, kelalaian, atau kekurang hati-hatian dan kekurang waspadaan. Culpa terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Culpa Levis adalah kelalaian kekurang waspadaan, kekurang hati-hatian yang dilakukan oleh seseorang yang tidak menimbulkan akibat hukum.
b. Culpa Lata terbagi menjadi dua yaitu:
1) Culpa Lata disadari adalah jika pelaku dapat membayangkan atau memperkirakan akan timbulnya suatu akibat tetapi ketika dia ingin melakukannya dengan usaha pencegahan agar supaya akibat tersebut tidak timbul akhirnya akibat itu timbul juga.
2) Culpa Lata tidak disadari adalah bilamana pelaku tidak dapat memperkirakan akan timbulnya suatu akibat tetapi
seharusnya menurut perhitungannya pelaku dapat membayangkan kealpaan yang disadari itu lebih berat sanksinya dibandingkan dengan yang tidak disadari.
1.2 Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Ujaran Kebencian
Arti dari pada Ujaran Kebencian (Hate Speech) sendiri adalah Tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain1 . Dalam arti hukum Ujaran Kebencian (Hate Speech) adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut. Website yang menggunakan atau menerapkan Ujaran Kebencian (Hate Speech) ini disebut (Hate Site).Kebanyakan dari situs ini menggunakan Forum Internet dan Berita untuk mempertegas suatu sudut pandang tertentu. (Sutan Remy Syahdeini,2009:38)
Hampir semua Negara diseluruh Dunia mempunyai undang-undang yang mengatur tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech), di Indonesia Pasal- Pasal yang mengatur tindakan tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech) terhadap seseorang, kelompok ataupun lembaga berdasarkan Surat Edaran Kapolri No: SE/06/X/2015 terdapat di dalam Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310, Pasal 311, kemudian Pasal 28 jis.Pasal 45 ayat (2) UU No 11 tahun
2008 tentang informasi & transaksi elektronik dan Pasal 16 UU No 40 Tahun 2008 tentang penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.
Berikut beberapa penjabaran singkat terkait Pasal-Pasal didalam Undang-undang yang mengatur tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech):
1. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu:
a. Pasal 156 KUHP: “Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
b. Pasal 157 ayat (1) dan (2) KUHP:
“1) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah; 2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut”.
c. Pasal 310 ayat (1), (2) dan (3) KUHP:
(1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempel di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.”
d. Pasal 311 KUHP ayat (1): “Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
2. UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis Pasal 16: Setiap Orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
3. Didalam Surat Edaran Kapolri NOMOR SE/06/X/2015 tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech).
Nomor 2 huruf (f) Surat Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 menyebutkan ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain:
a. Penghinaan;
b. Pencemaran nama baik;
c. Penistaan;
d. Perbuatan tidak menyenangkan;
e. Memprovokasi;
f. Menghasut;
g. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Selanjutnya pada huruf (g) Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 disebutkan ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat, dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek:
a. Suku;
b. Agama;
c. Aliran keagamaan;
d. Keyakinan atau kepercayaan;
e. Ras;
f. Antar golongan;
g. Warna kulit;
h. Etnis;
i. Gender;
j. Kaum difabel;
k. Orientasi seksual.
Pada huruf (h) Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 disebutkan:
Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas dapat dilakukan melalui berbagai media, antara lain:
a. Dalam orasi kegiatan kampanye;
b. Spanduk atau banner;
c. Jejaring media sosial;
d. Penyampaian pendapat di muka umum (demonstrasi);
e. Ceramah keagamaan;
f. Media masa cetak atau elektronik;
g. Pamflet.
Pada huruf (i) Surat Edaran Nomor SE/06/X/2015 disebutkan:
“Dengan memperhatikan pengertian ujaran kebencian di atas, perbuatan ujaran kebencian apabila tidak ditangani dengan efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan, dan atau penghilangan nyawa”.
4. UU No 19 tahun 2016 tentang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) Tindak pidana di bidang informasi dan transaksi elektronik diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam undang-undang ini, diartikan bahwa informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange(EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Adapun transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukandengan menggunakan computer, jaringan computer, dan/atau media elektronik lainnya.
Dalam undang-undang ini, juga diatur acara pidana yang bersifat khusus.Ditentukan bahwa penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam hukum acara pidana dan ketentuan dalam undang-undang ini.
Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.(Ruslan Renggong,2016:272)
Adapun pasal dalam Undang-Undang ITE yang mengatur yenyang ujaran kebencian ialah:
a. Pasal 28 ayat (1) dan (2): “(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik; (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).”
b. Pasal 45 ayat (2): “Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Selama ini, Ujaran Kebencian (Hate Speech) berdampak pada pelanggaran HAM ringan hingga berat. Selalu awalnya hanya kata-kata,
baik di media sosial, maupun lewat selebaran, tapi efeknya mampu menggerakan massa hingga memicu konflik dan pertumpahan darah. Oleh sebab itu maka di perlukan adanya suatu tindakan dari para aparat dan penegak hukum khususnya Kepolisian untuk mencegah dan melakukan tindakan preventif maupun represif dalam menangani kasus Ujaran Kebencian (Hate Speech) ini. Apabila tidak ditangani dengan efektif efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan akan berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan dan atau penghilangan nyawa.
(http://www.suduthukum.com/2016/11/tinjauan-tentang-ujaran-
kebencianhate.html, diunduh pada tanggal 29 Januari 2018 pukul 14.00 Wita).
Persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan perhatian masyarakat baik nasional maupun internasional seiring dengan semakin meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia (HAM), karenanya tidak heran jika Kapolri mengeluarkan surat edaran tersebut.
Potensi terbesar dan merupakan sumber terbesar pemicu ujaran kebencian (hate speech) yaitu melalui media sosial seperti twitter, facebook, dan blog- blog independent, yang keberadaanya merupakan inovasi terbesar pada awal abad 21 ini. Media sosial tidak hanya sebagai media penghubung dan berbagi, media sosial juga mampu melakukan sebuah perubahan besar yang sering digunakan dalam bidang politik dan bidang yang lainnya.
1.3 Aspek Hukum Media Sosial
A. Pengertian Media Sosial
Media sosial adalah sebuah media daring, dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi meliputi blog, jejaring sosial, wiki, forum dan dunia virtual.Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Media sosial teknologi mengambil berbagai bentuk termasuk majalah, forum internet, weblog, blog sosial, microblogging, wiki, podcast, foto atau gambar, video, peringkat dan bookmark sosial.
Dengan menerapkan satu set teori-teori dalam bidang media penelitian (kehadiran sosial, media kekayaan) dan proses sosial (self-presentasi, self-disclosure) Kaplan dan Haenlein menciptakan skema klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial dalam artikel Horizons Bisnis mereka diterbitkan dalam 2010.
Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial 1. Proyek Kolaborasi
Situs web mengizinkan usernya untuk dapat mengubah, menambah, ataupun menghapus konten-konten yang ada di situs web ini. Contohnya Wikipedia.
2. Blog dan Microblog
User lebih bebas dalam mengekspresikan sesuatu di blog ini seperti curhat ataupun mengkritik kebijakan pemerintah.
Contohnya Twitter.
3. Konten
Para user dari pengguna situs web ini saling meng-share konten- konten media, baik seperti video, ebook, gambar, dan lain-lain.
Contohnya YouTube.
4. Situs jejaring sosial
Aplikasi yang mengizinkan user untuk dapat terhubung dengan cara membuat informasi pribadi sehingga dapat terhubung dengan orang lain. Informasi pribadi itu bisa seperti foto-foto.contohfacebook, 5. Virtual game world
Dunia virtual, di mana mengreplikasikan lingkungan 3D, di mana user bisa muncul dalam bentuk avatar-avatar yang diinginkan serta berinteraksi dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. Contohnya gim daring.
6. Virtual social world
Dunia virtual yang di mana penggunanya merasa hidup di dunia virtual, sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun, Virtual Social World lebih bebas, dan lebih ke arah kehidupan, contohnya second life.
Media sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Pesan yang di sampaikan tidak hanya untuk satu orang saja namun bisa keberbagai banyak orang contohnya pesan melalui SMS ataupun internet.
b. Pesan yang di sampaikan bebas, tanpa harus melalui suatu Gatekeeper.
c. Pesan yang di sampaikan cenderung lebih cepat di banding media lainnya.
d. Penerima pesan yang menentukan waktu interaksi (Andreas M.;
Michael Haenlein,2010:59-68)
B. Aspek Hukum Media Sosial
Internet saat ini telah menghubungkan jaringan komputer lebih dari tiga ratus ribu jumlahnya (networks of networks) yang menjangkau sekitar lebih dari seratus negara di dunia.Dalam setiap hitungan menit muncul jaringan tambahan lagi, ratusan halaman informasi (web pages) yang baru tersajikan setiap menitnya sehingga memperkaya khazanah yang telah ada. Seiring dengan perkembangan komputer ini, internet juga telah menawarkan sejumlah layanan bagi kehidupan manusia mulai dari kegiatan kesehatan (e-medicine), bisnis (e-bisnis), pendidikan (e- education), pemerintahan (e-goverment), dan lain
sebagainya14.Kemajuan teknologi informasi khususnya media internet, dirasakan banyak memberikan manfaat seperti dari segi keamanan, kecepatan serta kenyamanan.
Internet sebagai sarana informasi memiliki asas dan tujuan dalam pemanfaatannya sebagai mana disebutkan dalam Pasal 3 Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) asasnya yaitu Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.
Aspek Hukum dalam penggunaan internet terbagi menjadi : 1. Aspek hak milik intelektual. Yaitu yang memberikan perlindungan
hukum bagi pembuat karya. Contohnya : Hak Cipta dan Hak Paten.
2. Yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait. Komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu.
3. Landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
4. Aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
5. Aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna dari internet.
6. Ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan didalam internet sebagai bagian dari pada nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi.
7. Aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
Dalam menggunakan internet, kita juga harus memperhatikan hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan, atau kata lainnya adalah etika penggunaan internet.
Etika adalah ilmu yang mempelajari mengenai baik dan buruk suatu tindakan. Sebagai pemakai internet, etika juga diperlukan, karena tidak hanya kita saja yang ikut dalam dunia maya itu, akan tetapi banyak orang dari seluruh dunia. Jika tindakan dan perkataan kita tidak berdasarkan etika yang ada, maka kita bisa dibenci, hingga terjerat hukum yang terkait.
Hal yang harus diperhatikan dalam sebagai pengguna internet yaitu :
1. Pengguna internet berasal dari berbagai kalangan, bangsa dan negara.
2. Pengguna internet merupakan orang-orang yang hidup dalam dunia anonymouse, yang tidak mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi.
3. Segala fasilitas yang diberikan dalam internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis.
4. Pengguna internet akan selalu bertambah setiap saat dan memungkinkan masuknya penghuni baru didunia maya tersebut.
Dibawah ini adalah etika-etika dalam menggunakan internet antara lain :
a. Jangan menyindir, menghina, melecehkan, atau menyerang pribadi seseorang/pihak lain.
b. Jangan sombong, angkuh, sok tahu, sok hebat, merasa paling benar, egois, berkata kasar, kotor, dan hal-hal buruk lainnya yang tidak bisa diterima orang.
c. Menulis sesuai dengan aturan penulisan baku. Artinya jangan menulis dengan huruf kapital semua (karena akan dianggap sebagai ekspresi marah), atau penuh dengan singkatan-singkatan tidak biasa dimana orang lain mungkin tidak mengerti maksudnya (bisa menimbulkan salah pengertian).
d. Jangan mengekspose hal-hal yang bersifat pribadi, keluarga, dan sejenisnya yang bisa membuka peluang orang tidak bertanggung jawab memanfaatkan hal itu.
e. Perlakukan pesan pribadi yang diterima dengan tanggapan yang bersifat pribadi juga, jangan ekspose di forum.
f. Jangan turut menyebarkan suatu berita/informasi yang sekiranya tidak logis dan belum pasti kebenarannya, karena bisa jadi berita/informasi itu adalah berita bohong (hoax). Selain akan mempermalukan diri sendiri orang lainpun bisa tertipu dengan berita/info itu bila ternyata hanya sebuah hoax.
g. Andai mau menyampaikan saran/kritik, lakukan dengan personal message, jangan lakukan di depan forum karena hal tersebut bisa membuat tersinggung atau rendah diri orang yang dikritik.
h. Jika mengutip suatu tulisan, gambar, atau apapun yang bisa/diijinkan untuk dipublikasikan ulang, selalu tuliskan sumber aslinya.
i. Jangan pernah memberikan nomor telepon, alamat email, atau informasi yang bersifat pribadi lainnya milik teman kepada pihak lain tanpa persetujuan teman itu sendri.
j. Selalu memperhatikan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Artinya jangan terlibat dalam aktivitas pencurian/penyebaran data
dan informasi yang memiliki hak cipta.
(http://rakhapermanasblog.blogspot.co.id/2013/05/aspek-hukum-dan- etika-internet.html.diakses pada tanggal 17 Maret 2018)
BAB 3
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Pertanggungjawaban Pelaku Ujaran Kebencian
Sebagaimana diketahui bahwa pembagian salah satu jenis pembagian hukum pidana adalah hukum pidana formil dan hukum pidana materil. Hukum pidana formil adalah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana (merupakan pelaksanaan dari hukum pidana materil). Dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana formil atau hukum acara pidana memuat peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara atau mempertahankan hukum pidana materil, dan karena memuat cara-cara untuk menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana, maka hukum ini dinamakan juga hukum acara pidana.
Sedangkan hukum pidana materil adalah hukum yang mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat seseorang dapat dihukum.
Dari sisi hukum pidana materil, penulis akan terlebih dahulu menguraikan Posisi kasus dan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum.
1. Posisi Kasus
Berikut ini penulis akan menguraikan posisi kasus dalam putusan Nomor : 182/PID.SUS/2018/PN.Mks., sebagai berikut :
- Pada hari minggu tanggal 05 November 2017 sekitar pukul 20.30 wita bertempat di rumah kos jln. Pulau Ayu selatan gang laundry cinta No.4, Kel. Daun Puri kauh, Kec. Denpasar Barat, Prov. Bali, tersangka an. Lk. Iwan Alek Efendi alias Fendi Bin Ramimin pemilik akun facebook an. Profil “Fendy” dengan menggunakan alamat email [email protected] telah memposting
sebuah video yang bersifat provokator atau ujaran kebencian didalam jejaring sosial facebook miliknya dengan caption atau keterangan “ini asli Indonesia akibat razia zebra”
- Tersangka an. Lk. Iwan Alek Efendi Alias Fendi bin Ramimin telah memposting sebuah video didalam facebook miliknya, yang mana keterangan atau caption pada video tersebut tidak sesuai dengan isi yang terdapat didalam video dan dibuat seolah-olah adalah kejadian akibat operasi zebra, akan tetapi isi video yang diposting dalam facebook miliknya adalah video tentang kejadian aksi demonstrasi yang terjadi di kota Makassar pada tahun 2016 yang berujung bentrok dengan pihak kepolisian
- Dari hasil pemeriksaan akun facebook an. Profil “Fendy” milik Lk.
Iwan Alek Efendi alias Fendi bin Ramimin, postingan video tersebut telah menjadi viral (populer) karena telah ditonton oleh pengguna facebook kurang lebih sebanyak 7 (tujuh juta) kali dan dari komentar yang ada pada postingan video tersebut telah membentuk sebuah opini terhadap masyarakat tentang operasi zebra yang dilakukan secara arogan oleh pihak kepolisian dan dibalas dengan cara anarkis oleh masyarakat, sehingga hal tersebut dapat dikategorikan sebagai video provokator penyebar berita bohong atau Hoax yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan.
- Tersangka Lk. Iwan Alek Efendi alias Fendi bin Ramimin memposting video tersebut dengan tuijuan agar dia dapat dikenal oleh orang banyak didalam dunia maya, tersangka ingin memposting video yang bisa menjadi viral agar dia bisa mendapat keuntungan dari postingannya tersebut akan tetapi harapan tersangka tidak tercapai karena sampai saat ini tersangka belum mendapatkan iklan atau sponsor terhadap video viral yang tersangka posting diakun facebook miliknya.
- Akibat dari perbuatan tersangka Lk. Iwan Alek Efendi alias Fendi bin Ramimin dapat diancam pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Dakwaan Jaksa penuntut umum
Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini menggunakan dakwaan tunggal, dakwaannya hanya satu/tunggal dan tindak pidana yang
digunakan apabila berdasarkan hasil penelitian terhadap materi perkara hanya satu tindak pidana saja yang dapat didakwakan. Dalam dakwaan ini, terdakwa hanya dikenai satu perbuatan saja, tanpa diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain. Dalam menyusun surat dakwaan tersebut tidak terdapat kemungkinan-kemungkinan alternatif, atau kemungkinan untuk merumuskan tindak pidana lain sebagai penggantinya, maupun kemungkinan untuk mengkumulasikan atau mengkombinasikan tindak pidana dalam surat dakwaan. Dakwaan ini dapat dikatakan sederhana, yaitu sederhana dalam perumusannya dan sederhana pula dalam pembuktian dan penerapan hukumnya.
Bahwa terdakwa Iwan Alek Efendi alias Fendi bin Ramimin pada bulan November atau setidak-tidaknya pada waktu lain pada tahu 2017 yang bertempat di rumah kos jln. Pulau Ayu selatan gang laundry cinta No.4, Kel. Daun Puri kauh, Kec. Denpasar Barat, Prov. Bali, setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dalam Pasal 28 ayat (1),(2) yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi, berita bohong yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompk masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
3. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum