• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Toleransi Antar Umat Beragama; Studi Kasus Network Gusdurian Pamekasan Madura

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Toleransi Antar Umat Beragama; Studi Kasus Network Gusdurian Pamekasan Madura"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Vol. 5 No. 1, Juni 2023

ENTITA : Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/entita

P-ISSN:2715-7555 E-ISSN:2716-1226

Toleransi Antar Umat Beragama (Studi Kasus Network Gusdurian Pamekasan Madura)

Ali Topan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia alitopan21@mhs.uinjkt.ac.id

Abstract

The Gusdurian Pamekasan Community is a collection of individual admirers of Gus Dur's thoughts, struggles and to carry on Gus Dur's 9 main values. Members who are members of the Gusdurian Pamekasan Community consist of various groups, students, religious leaders, and interfaith, not only Muslims, there are also non-Muslims, they tolerate each other even though they have different beliefs. Therefore, this study aims to find out the forms of inter-religious tolerance in the Gusdurian Pamekasan community by using a qualitative descriptive analysis method in the form of field research with a phenomenological approach consisting of two data sources, primary and secondary. Primary data obtained from structured interviews, participant observation and documentation. Meanwhile, secondary data consists of books and scientific articles that are relevant to the research focus. How to analyze the data there are several stages. First, Data Reduction. Second, Data View. Third, Conclusion Drawing/verification . The results of the study show that the form of tolerance in the Gusdurian community is in the form of interfaith joint prayers, thinking about Islamic or Christian holidays and carrying out Islamic philanthropic activities.

Keywords: Tolerance, Religious Community, Gusdurian Pamekasan Abstrak

Komunitas Gusdurian Pamekasan adalah kumpulan individu para pengagum pemikirian, perjuangan serta untuk meneruskan 9 nilai utama Gus Dur. Anggota yang tergabung dalam Komunitas Gusdurian Pamekasan terdiri dari berbagai kalangan, mahasiswa, pemuka agama, dan lintas agama, tidak hanya orang muslim, ada pula non muslim, mereka saling toleransi meski berbeda keyakinan. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk pengetahui bentuk toleransi antar umat beragama dikomunitas Gusdurian Pamekasan dengan menggunakan metode kualitatif diskriptif analisis berupa kajian field research dengan pendekatan fenomenologi yang terdiri dari dua sumber data, primer dan skunder. Data primer diperoleh dari wawancara terstruktur, observasi partisipan dan dokumentasi. Sedangkan data skunder terdiri dari buku dan artikel ilmiah yang ada relevansinya dengan fokus penelitian. Cara menganalis data ada beberapa tahapan. Pertama, Data Reduction. Kedua, Data Display. Ketiga, Conclusion Drawing/verification.

Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk toleransi di komunitas Gusdurian berupa doa bersama lintas agama, mengucapkan Hari Raya Islam atau Hari Raya Kristen dan melakukan kegiatan filantropi Islam.

Kata Kunci: Toleransi, Umat beragama, Gusdurian Pamekasan

Received : 2-9-2022 ; Revised: 18-5-2023 ; Accepted: 19-5-2023

© ENTITA :Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial Institut Agama Islam Negeri Madura, Indonesia

http://doi.org/10.19105/ejpis.v5i1.6881

Pendahuluan

Jaringan Gusdurian Pamekasan Madura merupakan komunitas atau perkumpulan para pengagum gagasan dan pemikiran KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang patut di contoh dan diteladani terutama dalam masalah toleransi umat beragama.

(2)

106

mempunyai karakteristik multikultural dan mampu berbaur dengan masyarakat dari semua kalangan, meski KH. Abdurrahman Wahid merupakan seorang ulama besar di salah satu organisasi Islam Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama. Beliau sangat menjungjung tinggi perbedaan dalam masyarakat multikultural, baik muslim maupun non muslim, sehingga beliau dikenal dengan bapak plurarisme Indonesia. Gus Dur selama masih hidup sering berbicara tentang pluralisme yang mengakui adanya keragaman identitas, suku, budaya, ras, dan agama. Gagasan pluralisme bukan suatu ide yang menganggap semua agama itu benar, akan tetapi agama yang dianut benar bagi pengikutnya, karena sudah pasti semua agama mempunyai perbedaan dan kekhasan tersendiri dalam masing-masing agama. Bagi Gus Dur, tidak seharusnya agama sebagai sumber konflik dalam masyarakat multikultural, melainkan sebagai sumber kekuatan dan saling mengerti agar tercipta rasa toleransi dalam kehidupan (Taufani, 2018).

Toleransi dalam ranah sosial budaya dan agama yaitu prilaku atau perbuatan tidak memperbolehkan adanya sikap diskriminasi terhadap individu, kelompok atau golongan yang tidak sama dengan mayoritas masyarakat pada umumnya (Bakar, 2015).

Realitasnya, masyarakat yang majemuk pasti ditemukan suatu perbedaan yang lumrah ada dalam dinamika kehidupan, dikarenakan perbedaan adalah Rahmat Tuhan yang harus dijaga dan dipelihara sehingga muncul persatuan dan rasa saling memahami tanpa ada persaingan yang berakibat pengasingan atau isolasi terhadap kelompok minoritas.

Buktinya, toleransi umat beragama terlihat di jaringan Gusdurian Pamekasan, anggotanya tidak hanya terdiri dari orang muslim saja, akan tetapi ada juga dari saudara kita dari non muslim hidup berdampingan dibawah naungan komunitas jaringan Gusdurian Pamekasan, tanpa ada konflik dan praduga superioritas dan inperioritas satu sama lain yang berdampak pada sikap etnosentrime, semua hidup rukun tidak membedakan status sosial, ras dan agama.

Konflik keagamaan di Pamekasan secara umum Madura sering terjadi, baru-baru ini sering terjadi yang dilatar belakangi oleh ketidaksamaan aliran paham keagamaan.

Pada (25/1/2023) terjadi penyegelan salah-satu masjid di Pamekasan, dianggap Ustazd yang berkhotbah jumaat disana memiliki aliran wahabi, melarang terhadap perayaan maulid Nabi (Media Jatim), Menjelang beberapa hari kemudian pendakwah kondang melenial Ustadz Hanan Attaki ditolak oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Pamekasan mengisi ceramah di Masjid Al-Muttaqien yang berada di bumi Gerbang Salam (Pamekasan). Dengan alasan, masyarakat sekitar Masjid tersebut merasa resah akan kedatangan Ustadz Hanan Attaki, yang dianggap dapat memecah belah kerukunan di

(3)

Gerbang Salam (Tribun Madura, 2023), Penolakan penceramah bukan pertama kalinya di Pamekasan, tujuh tahun yang lalu terjadi hal serupa, penolakan dilakukan oleh GESPER terhadap Ust. Syafiq Basalamah mengisi kajian di Pamekasan yang di inisiasi oleh Takmir Masjid (Republika, 2016). Dilansir dari NU online, ribuan Santri dari berbagai pesantren di Pamekasan menggelar demonstrasi di area monumen Arek Lancor dengan masksud menolak kedatangan pendakwah yang dianggap tokoh Wahabi, dikarenakan paham keagamaan disampaikan berbeda dengan mayoritas umat Islam di Pamekasasn, yakni Ahlus Sunnah Waljamaah, yang berafiliasi ke organisasi keagamaan NU.(NU Online, 2014). Tidak hanya di Pamekasan, konflik keagamaan terjadi di Sampang, Sunni dan Syiah, akibat kejadian ini terpaksa golongan Syiah mengungsi ketempat lain yang lebih aman dari amukan massa (Topan, 2022). Begitupun konflik antar etnis, etnis Madura dengan etnis Dayak di Kalimantan Barat, mereka sama-sama mewakili dan membawa nama besar edintitas masing-masing (etnis). Konflik dari kedua golongan ini tercatat dalam sejarah Indonesia sebagai konflik berdarah dari berkelahian massal dengan menewaskan 21 orang meninggal dunia dan puluhan tempat tinggal dibakar (Susanti, 2020). Salah-satu faktor konflik etnis terjadi disebabkan oleh tidak adanya rasa toleransi dari kedua belah pihak, tidak saling memahami dan memaafkan sehingga berlanjut pada sesuatu yang tidak diinginkan (konflik). Dalam komunitas, etnis mempunyai simbol-simbol yang membedakan etnis yang dimiliki dengan etnis golongan lain, simbol tersebut berupa daerah, bahasa, sekte, kasta, ras, warna kulit, kebudayaan dan yang pasti agama (Mumtazinur, 2017).

Tanpa dipungkiri, konflik kapanpun bisa terjadi. Maka, kesadaran umat beragama mengenai toleransi perlu ditingkatkan supaya membangun intraksi sosial antar golongan lebih intens, tidak cukup toleransi hanya dipahami dikepala, tetapi ada action untuk mencegah terjadinya eskalasi konflik (Rijaal, 2021). Penjegahan terhadap terjadinya konflik harus dilakukan dengan cara memberikan pemahaman mulai sejak dini kepada siswa maupun mahasiswa tentang urgensi toleransi terhadap perbedaam etnis, suku dan terutama perbedaan agama bagi umat beragama yang ada di Indonesia (Tianah & Azizah, 2022). Cara lain untuk menghindari konflik antar umat beragama, yaitu manusia sebagai penganut agama harus menciptakan hubungan baik dengan sesama manusia meski agama yang dianut berbeda (Lestari, 2020). Agama yang ada di Indonesia tidak hanya Islam, malainkan ada Kristen, Khatolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu (Nurhadi, 2018).

Maka dari itu, toleransi antar umat beragama sangat dibutuhkan untuk membangun

(4)

108

keharmunisan dalam kehidupan bermasyarakat yang terdiri dari latar belakang agama yang berbeda.

Dalam hal ini, Gus Dur menawarkan konsep humanisme Islam yang toleran dan keharmonisan penuh damai. Humanisme disini menakankan pada bentuk pluralisme dalam berfkir dan bersikap sehingga melahirkan sikap toleransi dialog antar agama.

Humanisme dalam Islam didasarkan pada hubungan antar sesama manusia, baik hubungan sesama muslim maupun hubungan dengan non muslim. Gus Dur menawarkan Humanisme bisa dipahami sebagai pradigma yang dugunakan untuk memberikan apresiasi kepada manusia dalam berperilaku baik dari segala hal, baik bertindak maupun berfikir. Kini, perjuagan dan pemikiran Gus Dur diteruskan oleh Jaringan Gudurian di Indonesia termasuk Jaringan Gudurian Pamekasan (JGDM

Sebenarnya, mengkaji tentang Jaringan Gusdurian Pamekasan sangat menarik untuk dikaji. Sebab, menurut hemat peneliti jaringan Gusdurian pameksan masih original belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya, baik berupa artikel ilmiah (jurnal) ataupun berbentuk buku. Sebagai perbandingan atau acuan, peneliti mengambil objek lain yang ada relevansinya dengan penelitian ini atau setidaknya ada kemiripan. Akhol Firdaus (2018) telah melakukan sebelumnya dengan judul Menjahit Kain Perca: Gusdurian dan Konsolidasi Gerakan Pluralisme di Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan Firdaus menunjukkan bahwa gerakan yang dilakukan oleh Jaringan Gusdurian menjadi indikasi dalam merawat dan menjaga Islam yang toleran mengedepankan keadilan, perdamaian dan kemanusiaan (Firdaus, 2018). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yani Fathur Rohman (2020) dengan judul memaknai kembali Pemikiran Gus Dur; Studi pada Komunitas Gusdurian Sunter Jakarta. Kesimpulan akhir dari penelitian ini yaitu pemikiran Gus Dur bisa dibawa keranah sosio-kultural untuk masyarakat Jakarta melalui proses kontruksi sosial (Rohman, 2020).

Bedanya penelitian ini dengan penelitian terdahulu terletak pada objek lokasi yang diteliti dan fokus penelitian. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk toleransi antar umat beragama dikomunitas Gusdurian Pamekasan.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif diskriptif analisis berupa kajian field research dengan pendekatan fenomenologi. Metode kualitatif menurut Lexy J. Moleong merupakan penelitian yang secara khusus memahami fenomena yang dialami oleh subjek seperti perilaku, persepsi, tindakan dan lain-lain (Moleong, 2017). Jadi, cocok digunakan untuk mengkaji “Toleransi Umat Beragama: Studi

(5)

Network Gusdurian Pamekasan Madura.” Dalam penelitian ini peneliti mempunyai peran penting untuk mendapatkan data yang diinginkan oleh peneliti dan harus memahami betul fenomena yang terjadi dilapangan agar mempermudah untuk menganalis data yang sudah diperoleh dilapangan secara maksimal.

Penelitian ini menggunakan dua sumber data yang terdiri dari data primer dan skunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terstruktur, observasi partisipan dan dokumentasi (Arikunto, 2014). Sedangkan data skunder meliputi buku dan artikel ilmiah yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

Cara menganalis data dalam penelitian ini ada beberapa tahapan sesuai dengan buku panduan Sugiyono (2016) “Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.”

Pertama, Data Reduction, tahapan ini peneliti memilih hal-hal yang pokok, merangkum dan memfokuskan perhatian kesuatu yang urgen. Kedua, Data Display, langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data secara sistematis yang sudah diperoleh dari lapangan, baik data wawancara, observasi maupun dokumentasi, lalu disajikan dalam bentuk naratif bukan dengan angka-angka. Ketigan, Conclusion Drawing/verification, langkah ini merupakan tahapan yang terakhir yang diisi dengan penarikan kesimpulan dan verifikasi data yang menjawab atau merujuk pada rumusan masalah yang sudah ditulis di pendahuluan, yaitu untuk mengetahui toleransi yang dilakukan oleh aggota Gusdurian Pamekasan (Sugiyono, 2016).

Hasil dan Pembahasan

Sejarah Network Gusdurian Pamekasan Madura

Bagian ini peneliti sedikit mengulas tentang sejarah jaringan Gusdurian Pamekasan yang di peroleh dari berbagai sumber. Latar belakang terbentuknya Jaringan Gusdurian Pamekasan di latar belakangi oleh perlunya wadah atau tempat untuk menampung aspirasi dari kalangan masyarakat yang senantiasa mengagumi pemikiran dan perjungan Gus Dur terkhusus di Pamekasan Madura. Selain itu, jaringan Gusdurian Pamekasan sebagai media untuk saling berbagi informasi dan gagasan antar sesama pemuda lintas organisasi seluruh Indonesia, ataupun antar umat beragama sesuai dengan 9 nilai utama Gusdurian, dan juga dimaksudkan sebagai ruang berintraksi dan jejaring untuk saling mengembangkan gagasan serta menyelaraskan arah Gerbang Salam yang ramah, moderat dan toleran (A, Wawancara Langsung, 20/08/22). Terbentuknya Gusdurian Pamekasan membutuhkan waktu yang panjang, sebelum tahun 2018, Gudurian Pamekasan sempat ada, namun lama kelamaan vakum, baru terbentuk lagi akhir tahun 2018, dan sebagai ketua kordinatornya Mas Taufik kala itu.

(6)

110

Dari tahun ke tahun jaringan Gusdurian Pamekasan ada peningkatan dari segi kuantitas anggota dari kalangan pelajar (mahasiswa). Mereka bergabung dengan komunitas Gusdurian Pamekasan berangkat dari inisiatif sendiri sebagai pengagum Gus Dur. Tentu, Komunitas Gusdurian Pamekasan memfasilitasi belajar bersama tentang pemikiran dan perjuangan KH. Abdurrahman Wahid, terlebih 9 nilai utama Gus Dur. Tidak hanya itu, Jaringan Gusdurian Pamekasan mempunyai perhatian besar terhadap persoalan yang terjadi di Pamekasan, seperti masalah kemanusian, ketidakadilan, kriminalisasi, intoleran dan lain-lain.

Tujuan Network Gusdurian Pamekasan Madura

Tujuan Gusdurian Pamekasan tidak jauh beda dengan Gusdurian pusat pada umumnya, mengamalkan, merawat, dan meneruskan cita-cita serta perjuangan Gus Dur yang belum selesai. Salah-satunya berupa merawat toleransi, memperjuangkan orang- orang yang tertindas dan kesetaraan umat manusia. Kemanusiaan berarti mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabat sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa (Munandar, 2012). Dan juga mengawal pergerakan kebangsaan Indonesia, dilandasi 9 nilai utama Gus Dur, terdiri dari nilai ketauhidan, kemanusian, keadilan, kesetaraan, pembebasan, persaudaraan, kesederhanaan, sikap ksatria dan kearifan lokal. Argumen ini sesuai dengan hasil interview dengan SU, sapaan akrabnya Akang, beliau kordinator Gusdurian Pamekasan, hasilnya sebagai berikut:

Jika ditanya tujuan dari Gusdurian Pamekasan. Tidak lain, menjaga, merawat, dan mengimplementasikan 9 nilai utama Gus dur, salah satunya nilai ketauhidan dan kemanusian (Wawancara/SU/23/07/22).

Penjelasan 9 nilai utama Gus Dur, menurut Nor Kholik Ridwan dalam bukunya berjudul “Ajaran-Ajaran Gus Dur: Syarah 9 Nilai Utama Gus Dur” (Ridwan, 2020). Ridwan memaparkan secara detail satu-persatu, yaitu:

Pertama: Nilai Ketauhidan

Ketauhidan bersumber dari keimanan seseorang kepada Allah SWT, mempunyai Dzat yang hakiki penuh dengan cinta kasih, dan disebut dengan berbagai nama, dalam tradisi Islam penyebutan terhadap Tuhan dikenal dengan Allah. Ketauhidan yang di dapat tidak hanya sekedar di hafalkan, mlainkan disaksikan dan disingkapkan. Ketauhidan harus dihujamkan dalam hati bahwa Dia sumber dari segala sumber dan Rahmat bagi seluruh alam.

Kedua, Kemanusiaan

(7)

Kemanusian berasal dari pandangan ketauhidan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia dan dipercaya untuk mengelola bumi. Kemanusian merupakan cerminan sifat-sifat ketuhanan. Kemuliaan yang ada dalam diri manusia mengharuskan sikap untuk saling menghargai dan menghormati. Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya, sebaliknya, merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan Tuhan Sang Pencipta. Manusia diharuskan saling menghormati dan memuliakan sesama manusia tanpa memandang suku, bangsa, agama dan bahasa. Yang membedakan manusia dengan manusia lain dihadapan sang pencipta hanyalah ketakwaan, kebaikan, dan perjuangan dalam kebenaran.

Ketiga, Keadilan

Keadilan bersumber dari pandangan martabat kemanusiaan dapat dipenuhi dengan adanya kesimbangan, kesesuaian, dan kepantasan dalam kehidupan masyarakat.

Keadilan tidak sendirinya hadir dalam realitas sosial kemanusiaan, malainkan harus diperjuangkan. Pembelaan pada kelompok yang tidak adil, merupakan kewajiban moral kemanusian. Gus Dur berjuang demi menciptakan keadilan yang sesungguhnya dalam masyarakat dan membela kelompok yang tertindas.

Keempat, Kesetaraan

Kesetaraan bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama di hadapan Tuhan. Kesetaraan meniscayakan adanya perlakuan yang adil, hubungan yang sederajat, ketiadaan diskriminasi dan subordinasi, serta marjinalisasi dalam masyarakat, nilai kesetaraan ini, sepanjang kehidupan Gus Dur, tampak jelas ketika melakukan pembelaan dan keberpihakan terhadap kaum tertindas dan dilemahkan, termasuk di dalamnya kelompok minoritas dan kaum marjinal.

Kelima, Pembebasan

Pembebasan bersumber dari pandangan bahwa setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk menegakkan kesetaraan dan keadilan untuk melepaskan diri dari berbagai bentuk belenggu. Semangat pembebasan hanya dimiliki oleh jiwa yang merdeka, bebas dari rasa takut, dan otentik. Dengan nilai pembebasan ini, Gus Dur selalu mendorong dan memfasilitasi tumbuhnya jiwa-jiwa merdeka yang mampu membebaskan dirinya dan manusia lain.

Keenam, Kesederhanaan

Kesederhanaan bersumber dari jalan pikiran subtansional, sikap dan perilaku hidup wajar dan patut. Kesederhanaan menjadi konsep kehidupan yang dihayati dan dilakoni secara terus menerus sehingga terkonstruk menjadi jati diri. Kesederhanaan akhirnya bisa

(8)

112

menjadi budaya perlawanan atas sikap berlebihan, materialistis, dan koruptif.

Kesederhanaan Gus Dur dalam segala aspek kehidupannya menjadi pembelajaran dan keteladanan.

Ketujuh, Persaudaraan

Persaudaraan bersumber dari prisinsip-perinsip penghargaan atas kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, dan semangat menggerakkan kebaikan. Persaudaraan menjadi dasar untuk memajukan peradaban. Sepanjang hidupnya, Gus Dur memberi teladan dan menekankan pentingnya menjunjung tinggi persaudaraan dalam masyarakat, bahkan terhadap yang berbeda keyakinan dan pemikiran.

Kedelapan, Kekesatriaan

Kekesatriaan berawal dari keberanian dalam memperjuangkan nilai-nilai yang diyakini untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Proses perjuangan dilaksanakan harus mencerminkan integritas pribadi, penuh rasa tanggung jawab dan menerima konsekuensi yang dihadapi. Kekesatriaan yang dimiliki Gus Dur, mengedepankan kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani proses, seberat apapun, serta dalam menyikapi hasil yang dicapainya.

Kesembilan, Kearifan Lokal

Kearifan lokal bersumber dari nilai-nilai sosial budaya yang berpijak pada tradisi dan pratik terbaik dalam kehidupan masyarakat setempat. Kearifan lokal Indonesia di antaranya mewujud menjadi dasar Negara berupa Pancasila, Konstitusi UUD 1945, prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan seluruh tata nilai kebudayaan nusantara yang beradab.

Gus Dur menggerakkan kearifan lokal dan menjadikannya sebagai sumber gagasan dan pijakan sosial-budaya-politik dalam membumikan keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan, tanpa kehilangan sikap terbuka dan progresif terhadap perkembangan peradaban.

Dari 9 nilai umata Gus Dur di atas sebagai tujuan dari Gusdurian Pamekasan, maka tugas dari Gusdurian Pamekasan, yaitu: menerapakan, merawat, meneruskan dan menjaga. Sebagai pengagum Gus Dur, agar nilai-nilai utama Gus Dur tetap terjaga dan terlestarikan, Gusdurian Pamekasan mengadakan aktivitas rutin setiap minggu sekali dalam rangka membahas dan mendiskusikan 9 nilai utama Gus Dur, sebagai buktinya bisa lihat gambar 1 dibawah ini.

(9)

Gambar, 1

Sumber: IG @gusdurian.pamekasan

Dari pengematan peneliti dilapangan mengenai diskusi memahami 9 nilai utama Gus Dur, dengan tema “Ketauhidan” dapat diringkas beberapa poin, pendefinisian nilai ketauhidan lebih bersifat islami, dengan alasan merujuk pada kata “Tauhid”. Tetapi, implementasi dari nilai tauhid tidak khusus kepada orang Islam saja, melainkan bersifat umum dengan penyebutan “Berbagai Nama”. Dalam tradisi Islam menyebut dengan nama Tuhan Allah, sedangkan tradisi Kristen menyebut dengan namaTuhan Yesus. Oleh sebab itu, ketauhidan bersumber dari keyakinan seseorang terhadap sesuatu yang diimani. Pada intinya, mendiskusikan tentang ketauhidan dalam masyarakat yang majemuk sulit menemukan titik temu, dikarenakan menyangkut masalah keyakinan yang berbeda. Yang terpenting disini, nilai yang bersumber dari ketauhidan harus diterapkan berupa saling menghargai dan menghormati dalam beragama, sehingga menghasilkan sikap toleransi antar umat beragama.

Toleransi Antar Umat Beragama di Network Gusdurian Pamekasan Madura

Sebelum membahas poin pentingnya, terlebih dahulu membahas apa itu arti dari toleransi. Sederhananya toleransi adalah saling menghargai, menghormati serta membiarkan melakukan apa yang orang lain inginkan dengan tidak mengorbankan prinsip-prinsip yang ada (Bahiyyah & Nafis, 2020). Sikap toleransi menghadirkan dialog adanya saling memahami dalam hal kebaikan khususnya mengenai pluralisme dan kemajemukan agama yang memiliki visi luhur menginginkan kerukunan dan ketentraman, baik dalam agama itu sendiri atau antar umat beragama (Sari & Ma’ruf, 2021). Begitupun juga toleransi harus dibangun di komunitas Gusdurian Pamekasan antar umat beragama agar tercipta kedamaian dan kerukunan sesuai dengan perjuangkan Gus Dur. Gus Dur mengakui bahwa manusia berbeda-beda dari segala hal, baik tempat, kasta sosial, bahasa, bangsa, warna kulit, dan perbedaan pilihan keyakinan yang dianut. Penerimaan

(10)

114

terhadap suatu perbedaan dengan dasar kesadaran termasuk sikap memuliakan serta menghormati manusia sebagai ciptaan Tuhan.

Praktik toleransi dikomunitas Gusdurian Pamekasan berangkat dari kesadaran individu yang menyadari adanya perbedaan begian dari kehidupan yang tidak lepas dari diri manusia. Memang, ketika didalami pembahasan mengenai perbedaan maka merujuk kepada pilihan. Tentunya, setiap orang dalam memilih tidak harus seragam atau sama, dikarenakan menyangkut masalah rasa yang diyakini, apalagi memilih dalam masalah yang diimani, dalam ranah ini sudah haknya masing-masing tidak ada paksaan dalam memilih. Oleh sebab itu toleransi sesama anggota Gusdurian harus dibangun supaya tercipta kedamaian, keharmunisan dan yang pasti menjadi simbol toleransi umat beragama terutama di Pamekasan Madura.

Toleransi dipahami oleh anggota Gusdurian Pamekasan tidak hanya sebatas diucapkan, tapi menghargai dan memuliakan golongan yang berbeda, berperilaku sesuai dengan nilai-nilai multikultural. Mengamalkan nilai multikultural disetiap perilaku dalam masyarakat yang majemuk, berdampak pada sikap toleransi yang tidak membeda- bedakan antar golongan. Hal ini sesuai dengan yang di katakan SU selaku Kordinator Gusdurian Pamekasan, beliau mengatakan sebagai berikut:

Perbedaan merupakan hal yang biasa. Tugas kita adalah menyikapi perbedaan itu dengan saling menghormati dan menghargai, jangan sampai ada yang namanya kaum mayoritas dan minoritas, semuanya sama mempunyai hak merasakan keamanan dalam beragama (Wawancara/SU/23/07/22).

Hasil wawancara dengan SU menegaskan bahwa meski ada perbedaan pilihan dalam artian keyakinan, semua pengikut agama mempunyai hak merasakan kenyaamanan dan ketentraman dalam beragama tanpa ada gangguan dari pihak manapun, sikap menghargai dan menghormati menjadi bukti keromantisan antar umat beragama, hidup berdampingan saling berbagi senyum dan berbaur dalam konteks sosial keorganisasian tanpa ada satir yang membatasinya. Anggapan kaum mayoritas dan minoritas dalam ranah toleransi tidak berlaku lagi, semuanya sama mempunyai hak dan kewajiban menghormati serta dihormati ditatanan kehidupan bersosial. Jangan sampai, perbedaan dijadikan pagar tembok penghalang setiap ruang, budaya, politik, maupun ruang sosial. Justru sebaliknya, sebab adanya perbedaan yang bersatu, menjadi kekuatan menuju masa depan yang selama ini di cita-citakan oleh semua orang, yaitu “kedamaian”, termasuk di Pamekasan Madura.

(11)

Mengenai kerukunan antar umat beragama di komunitas Gusdurian Pamekasan, juga disampaikan oleh H (Non Muslum) selaku anggota Gusdurian Pamekasa, beliau mengatakan sebagai berikut:

Toleransi di komunitas Gusdurian Pamekasan dibangun atas tiga sikap, yaitu:

keterbukaan, keprihatinan, dan kerinduan bersama. Keterbukaan ditambahkan melalui tindakan saling menerima sesama anggota komunitas dan saling bertukar pikiran secara adil. Keprihatinan ditambahkan melalui respon bersama terhadap fenomina-fenomina sosial yang negatif terhadap perbedaan. Sedangkan kerinduan ditampakkan dalam pemikiran-pemikiran yang terarah pada terciptanya keadilan dan perdamaian (Wawancara/H/16/8/22).

Dari hasil wawancara dengan H di atas, tiga sikap dibangun di komunitas Gusdurian Pamekasan merupakan manisfestasi sikap toleransi antar umat beragama.

Pertama, keterbukaan ditampakkan melalui sikap mengakui adanya perbedaan, baik perbedaan keyakinan, warna kulit, suku, bahasa, adat-istiadat, dan budaya. Kedua, sikap keprihatinan harus tumbuh sebagai respon terhadap gejala sosial yang diangkap negatif oleh masyarakat, seperti sikap intoleran, diskriminasi dan sikap tidak perduli antar sesama. Toleransi tidak hanya sebatas mengakui adanya perbedaan, melainkan toleransi harus diperjuangkan dengan cara mempunyai rasa keprihatinan dan tanggap terhadap dinamika sosial yang merusak pada kerukunan. Ketiga, dalam diri manusia perlu berfikir positif dan optimis kedepan dengan berusaha memikirkan kedamaian dan keadilan. Tidak mungkin namanya manusia didunia tidak menginginkan kedamaian dan kurukunan dalam menjalani hidup sehari-hari, apalagi dalam masyarakat multikultural seperti Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, agama dan etnis.

Kerukunan antar umat beragama menjadi pilar utama dalam merawat persatuan bangsa dan kedaulatan Negara Republik Indonesia. Kerukunan umat beragama sering diartikan dan dipahami sebagai suasana kehidupan penuh kedamaian, tidak saling mencela satu dengan yang lain, sejahtera, penuh kebahagian, gotong royong sesuai dengan ajaran pancasila dan agama. Kerukunan beragama mulai sejak dulu digaungkan oleh founding fathers kita, terutama Gus Dur, tidak sedikit statement beliau membahas kerukunan umat beragama khususnya Indonesia. Meskipun Gus Dur sudah wafat, akan tetapi perjuangannya dalam membela kaum minoritas tetap dirasakan dan dikenang sampai saat ini. Sekarang perjuangan beliau diteruskan oleh Jaringan Gusdurian seluruh Indonesia, termasuk Gusdurian Pamekasan. Sudah sepantasnya perjuangan Gus Dur diteruskan dan diperjuangkan dalam merawat nilai kemanusian demi mencapai nilai toleransi. Sebab, hal ini sesuai dengan pilar-pilar yang terkandung dalam Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan UU Dasar 1945, yang sebagian subtansinya yaitu

(12)

116

negara memberikan jaminan untuk melindungi keberadaan agama (Rusydi & Zolehah, 2018). Melindungi umat beragama dengan cara melalui perundang-undangan merupakan suatu yang penting dilakukan sebagai bukti keseriusan pemerintah terhadap umat beragama (Armita, 2016).

Jadi, sudah menjadi kewajiban sikap toleransi dibangun sesama anggota Gusdurian Pamekasan dan memberikan contoh terrhadap masyarakat banyak pentingnya sikap toleransi antar umat beragama. Toleransi yang dilakukan oleh anggota Gusdurian Pamekasan berangkat dari ajaran Gus Gur tentang keharusan menghargai sesama manusia, tidak harus memangdang agamanya apa dan berasal dari suku mana. Ruang toleransi tidak cukup hanya sebatas berlaku dalam organisasi saja, melainkan ruang sesungguhnya berlaku pada kehidupan diluar organisasi yang penuh dengan kemajemukan. Bentuk toleransi dilakukan sesama anggota Gusdurian Pamekasan terlihat saling mengucapkan selamat pada hari besar, seperti hari raya Idul Fitrih, Hari Raya Idul Adha, dan hari memperingati kenaikan Isa Almasih. Sebagai buktinya bisa dilihat gambar dibawah ini.

Gambar 2, Bukti Toleransi Sumber: Group Whatsapp Gusdurian Pamekasan

Menghargai satu dengan yang lain merupakan arti pokok dari toleransi yang sesungguhnya. Percakapan diatas (lihat gambar 2) bukti toleransi dibangun di komunitas Gusdurian Pamekasan sesama anggota, ucapan selamat Hari Raya Idul Adha di ucapkan oleh saudara non muslim, mengindikasikan bentuk rasa saling menghormati dan menghargi hari raya umat muslim di seluruh dunia termasuk Indonesia, lebih khususnya lagi anggota Gudurian Pamekasan yang merayakan. Mengucapkan selamat Hari Raya kepada golongan yang merayakan tidak sedikitpun mengurangi keimanan seseorang terhadap yang di imani sejak lahir, bahkan tidak mengurangi keyakinan yang diwariskan dari para pendahulunya. Menghargai itu mudah, tidak mahal, tidak sulit, cukup

(13)

mengaucapkan “Selamat Hari Raya Idul Adha, Idul Fitrih dan lain-lain” sudah menjadi tanda bahwa toleransi diimplementasikan oleh umat beragama.

Nilai agama yang bersumber dari ajaran yang terdapat dari tiap-tiap agama baik Islam maupun Kristen mengisyaratkan pentingnya sikap toleransi, seperti hukum kasih yang terdapat dalam agama Kristen. Yaitu: kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan segenap Jiwamu, dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri, bahkan terhadap musuh pun harus saling mengasihi. Karena dengan mengembangkan sikap saling mengasihi maka menjadi anak-anak bapamu yang disurga (Nisvilyah, 2013).

Bukti lain toleransi di komunitas Gusdurian Pamekasan, berupa mengucapkan hal yang sama “Selamat” dari anggota yang muslim kepada non muslim dalam memperingati kenaikan Isa Almasih. Buktinya bisa dilihat gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3, Bukti Toleransi

Sumber: Group Whatsapp Gusdurian Pamekasan

Diambil dari sumber yang sama Grup whatsapp, Gusdurian Pamekasan memperlihatkan toleransi antar umat beragama di komunitas Gusdurian Pamekasan, sama-sama menghargai antar umat muslim dan non muslim dalam konteks memperingati hari besar mereka. Nilai Multikultaral yang selama ini dipahami dan dipelajari sudah terlihat jelas dan terbukti diterapkan antar sesama anggota komunitas Gusdurian Pamekasan, bentuknya berupa rasa saling menghargai dan menghormati sesama anggota terhadap apa yang diyakini dan diimani sebagai pegangan hidup yang bersumber dari ajaran Tuhan.

Menurut hemat peneliti dilapangan, kerukunan antar umat beragama di komunitas Gusdurian Pamekasan memang betul-betul rukun tanpa ada batasan dalam bersosial, hal ini terlihat ketika menghadiri diskusi mingguan, saling bersalaman dan saling menanyakan kabar masing-masing. Dalam forum diskusi, mereka saling memberikan pendapat dan bertukar pikiran satu dengan yang lain meski yang dibahas mengenai suatu yang

(14)

118

dianggap tabu, membahas tentang agama dan ketauhidan. Yang hadir pada forum tersebut banyak dari orang muslim, namun toleransi tetap terjaga dan terjalin dengan baik, karena Islam perspektif Gus Dur harus melihat pada konteks kemanusiaan yang menempatkan derajat dan martabat manusia ditempat yang paling tinggi dibandingkan dengan makhluk yang lain. Untuk melihat lebih jauh lagi pemikiran Gus Dur, disini dikelompokkan menjadi tujuh bagian. Pertama, pandangan dunia terhadap pesantren.

Kedua, pribumisasi Islam. Ketiga, demokrasi tanpa sara. Keempat, finalitas negara pancasila. Kelima, pluralisme agama. Keenam, humanisme universal dan terakhir antropologi kiai (Setiawan & Setyowati, 2018).

Dari enam poin pemikiran Gus Dur diatas, poin yang keempat diartikan ideologi pancasila didasarkan pada hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individual dan sosial. Oleh sebab itu, ideologi pancasila mengakui kebebasan dan kemerdekaan individu, namun dalam konteks sosial harus mengakui kehidupan bersama dan mengakui hak-hak orang lain. Manusia munurut pancasila berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi, nilai-nilai ketuhanan senantiasa menjiwawi kehidupan manusia dalam hidup bernegara dan bermasyarakat. Kebebasan manusia dalam memilih tidak melampaui hakekat nilai-nilai ketuhanan bahkan nilai ketuhanan menjelma dalam bentuk perilaku manusia, seperti contoh berbuat baik pada orang lain dan menerima atas perbedaan yang menjadi kodrat manusia (Budiyono, 2017).

Sekarang, Gusdurian Pamekasan menjadi cermenan bagi umat tentang toleransi antar umat beragama. Kenapa demikian, pada hari rabu, tanggal 24 Agustus 2022, Gusduruan Pamekasan sukses mengadakan forum 17-an dengan mengangkat tema

“Keberagaman, Kemerdekaan yang Sesungguhnya”. Undangan yang hadir pada acara ini dari berbagai lintas agama, ada Islam, Kristen, dan Budha. Tidak hanya itu, juga ikut dihadiri oleh para pegiat seni dan budaya serta berbagai komunitas di Pamekasan, diantaranya Teater Fataria, Sivitas Koteka, FKWUB, Lesbumi, TIM Café Mainfesco, Mahasiswa, IPNU dan IPPNU Pamekasan. Diujung acara, kegiatan ini ditutup dengan doa bersama sesuai keyakinan masing-masing dan dipimpin langsung oleh masing-masing perwakilan agama secara bergiliran, mulai dari Islam, Budha, dan terakhir Kristen. Dari apa yang dilakukan Gusdurian Pamekasan ini adalah bukti bahwa toleransi harus ada dalam umat beragama sebagai modal untuk menjelani hidup penuh dengan kedamaian dalam masyarakat multikultural.

(15)

Gambar 4: Doa bersama antar Islam, Kristen dan Budha Sumber: Dokumen Pribadi

Selain melakukan doa bersama, anggota Gusdurian non muslim (Pendeta) ikut terlibat dalam kegiatan filantropi Islam (bagi-bagi takjil) pada orang muslim saat Bulan Romadhon. Keikutsertaan ini, membagi tidak harus seiman, seagama, atau segolongan.Toleransi tidak melihat latar belakang agama, yang di lihat kemanusian, manusia memiliki hak untuk di hormati dan menghormati serta memberi dan menerima (Observasi, 13/04/23).

Faktor mempengaruhi kehidupan toleransi antar umat beragama di komunitas Gudurian Pamekasan, selain ajaran-ajaran Gus Dur, salah satu faktornya adalah tingkat pendidikan anggota Gusdurian rata-rata sarjana dan Mahasiswa dari berbagai kampus yang ada di Madura mapun di luar Madura. Dari faktor tersebut berpengaruh terhadap pemahaman toleransi, sehingga berdampak pada pemahaman agama, bahwa semua agama mengajarkan kebaikan, setiap individu bebas memeluk agama yang diyakini. Jadi, dalam hal ini tidak ada alasan untuk tidak menghargai perbedaan agama, toh kenyataannya tidak ada agama yang mengajarkan kepada pengikutnya hal yang buruk.

Mengingat bahwa setiap agama dan kepercayaan bukan tujuan akhir dari manusia, melainkan hanya alat untuk pemersatu manusia dengan Tuhan, maka seyogiyanya agama menjalankan fungsi pembelajaran peribadi dan perkembangan pribadi manusia dalam hubungannya dengan Tuhan. Oleh kerenanya, pada satu sisi perlu ada jaminan terhadap kebebasan bagi setiap golongan untuk membina kepribadian dan perkembangan kepribadian tiap-tiap golongan sesuai dengan keyakinannya (Djuniasih & Kosasih, 2019).

Merawat Toleransi di Komunitas Gusdurian Pamekasan

Salah satu tujuan dari Gudurian adalah meneruskan perjuangan Gus Dur. Selama masih hidup, Gus Dur memperjuangan toleransi antar umat beragamama, maka sudah sewajarnya Gusdurian Pamekasan merawat toleransi antar umat beragama dan memperjuangkan kedamaian sebagai bukti pengikut jejak Gus Dur sejati. Merawat

(16)

120

toleransi antar umat beragama sebenarnya mudah untuk dipraktikan oleh siapapun, menghormati, memuliakan, dan tidak mengganggu keagamaan orang lain, ini merupakan bagian dari merawat toleransi antar umat beragama. Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh SU, selaku anggota Gusdurian Pamekasan, beliau mengatakan sebagai berikut:

Cara merawat toleransi antar umat beragama di Gusdurian Pamekasan dengan cara saling menghormati, memuliakan dan saling menjaga . Disini saya mengharap bahwa toleransi tidak hanya berlaku di komunitas Gusdurian Pamekasan saja, melainkan disetiap ruang perbedaan, disitu toleransi harus dipraktekan, baik perbedaan suku, ras, agama dan lain-lain. Menghormati serta berbuat baik kepada orang lain tidak perlu memandang persamaan agama atau suku dari orang tersebut, sesuai dengan quote Gus Dur, “tidak penting apapun agama atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik buat semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”, kira-kira seperti itu, ungkap SU (Wawancara/23/07/22).

Tiga poin di atas tersebut, menjadi modal utama dalam merawat toleransi umat beragama di komunitas Gusdurian Pamekasan. Maka dari itu, khikmah dari merawat toleransi antar umat beragama dikomunitas Gusdurian Pamekasan, menguatkan internal organisasi, mencegah perselisihan paham agama dalam organisasi, meningkatkan keimanan setiap individu dengan bersikap saling menghargai, toleran sesuai ajaran agamanya masing-masing, dan yang terakhir hidup tentram tanpa konflik.

Kesimpulan

Dari paparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa bentuk toleransi antar umat beragama di komunitas Gusdurian pamekasan berupa doa lintas iman (Islam, Kristen, Budha), mengucapkan selamat hari raya Islam atau hari raya Kristen, dan melakukan praktik filantropi Islam. Toleransi antar umat beragama di komunitas Gusdurian Pamekasan bersumber dari ajaran-ajaran 9 nilai utama Gus Dur, ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, kesederhanaan, persaudaraan, kekesatriaan, dan kearifan lokal. Adapun cara merawat toleransi di komunitas Gusdurian dengan cara menjaga sikap dan keharmonisan antar sesama anggota tanpa membeda- bedakan etnis dan keyakinan.

Saran

Penelitian ini fokus pada bentuk toleransi antar umat beragama di jaringan Gusdurian Pamekasan sesuai dengan rumusan masalah di pendahuluan. Jadi tidak membahas pola gerakan yang dilakukan oleh komunitas jaringan Gusdurian Pamekasan.

Maka dari itu, saran peneliti kepada peneliti selanjutnya adalah mengkaji aspek gerakan

(17)

sosial maupun sosial keagamaan. Misal, bagaimana respons jaringan Gusdurian Pamekasan dalam menanggapi isu-isu sosial keagamaan di Pamekasan Madura.

Referensi

Arikunto, S. (2014). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Reneka Cipta.

Armita, P. (2016). Undang-Undang Perlindungan Umat Beragama Dalam Perspektif NU.

Millah Jurnal Studi Agama, XVI(2). https://doi.org/P-ISSN-1412-0992/EISSN-1527- 922X

Bahiyyah, K., & Nafis, U. (2020). Peran Komunitas Gusdurian Pasuruan Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Multicultural Pada Masyarakat di Kabupaten Pasuruan.

Journal Multicultural of Islamic Education, 1(2), 75–89. https://doi.org/p-ISSN (cetak) : 2598-506X/e-ISSN (online) : 2598-5957

Bakar, A. (2015). Konsep Toleransi dan Kebebasan Beragama. Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama, 7(2), 123–131. https://doi.org/ISSN-2086-0315/E-2404-1595

Budiyono. (2017). Memperkokoh Ideologi Negara Pancasila Melalui Bela Negara.

Citizenship Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 5(1), 55–63.

https://doi.org/https:e.journal.unipma.ac.id/index.php/citizenship

Djuniasih, E., & Kosasih, A. (2019). Application of Character of Religious Tolerance in Pluralist Communitiy of Cigugur Kuningan. Jurnal Pendidikan Karakter, IX(1).

https://doi.org/https://doi.org/10.21831/jpk.v0i1.22987

Firdaus, A. (2018). Kontemplasi, 6(1), 9–25.

https://doi.org/https://doi.org/10.21274/kontem.2018.6.1.119-131

JATIM, M. Khotbah di Pamekasan Diduga Fitnah Pendiri NU, Warga Geram dan Segel Masjid Usman bin Affan.

Lestari, J. (2020). Pluralisme Agama di Indonesia: Tantangan dan Peluang Bagi Keutuhan Bangsa. Al-Adyan: Journal of Religious Studies, 1(1), 29–38.

Madura, T. (2023). PCNU Pamekasan Tolak Kedatangan Hanan Attaki Isi Ceramah, Minta Aparat Tegas: Tahu Diri. https://jatim.tribunnews.com/2023/02/11/

Moleong, L. J. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revi). PT Remaja Rosdakarya.

Mumtazinur. (2017). Konflik Etnis Dayak dan Madura dalam Masalah Hutan Kalimantan : Perspektif Green Thought Mumtazinur. Jurnal Hukum Islam, Perundang-Undangan Dan Pranata Sosial, VII(2), 14–28. https://doi.org/P-ISSN 2088-9712/E-ISSN 977- 2580536

Munandar, S. A. (2012). Philantrophy Movement of the Gusdurian Network Among the Covid-19 Pandemic. Jurnal Bimas Islam, 1 (1). https://doi.org/ISSN-2657-1188 (obline)/ISSN-1978-9009 (print)

Nazmudin. (2017). Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama dalam Membangun Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Journal of Government and Civil Society, 1(1), 23–39. https://doi.org/P-ISSN 2579-4396/E-ISSN 2579-440X

Nisvilyah, L. (2013). Toleransi Antar Umat Beragama dalam Memperkokoh Persatuan dan Kesatuan Bangsa (Studi Kasus Umat Islam dan Kristen Dusun Segaran Kecamatan Dlanggu Kabupaten Mojokerto). Kajian Moral dan Kewergenegaraan, 2(1).

NU Online. (2014). Ribuan Santri Pamekasan Demo Tolak Tokoh Wahabi. NU Online.

https://www.nu.or.id/daerah/ribuan-santri-pamekasan-demo-tolak-tokoh-wahabi-Zbo2 Nurhadi. (2018). Pendidikan Teologi Lintas Agama dalam Meraih Keluarga Bahagia

(Analisis Teori Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu). AL-USWAH: Jurnal Riset dan Kajian Pendidikan Agama Islam, 1(2), 67–87.

https://doi.org/10.24014/au.v1i2.5224

Republika. (2016). Polres Mediasi Penyelesaian Konflik di Pamekasan. Republika.

(18)

122

https://news.republika.co.id/berita/ocjlky/polres-mediasi-penyelesaian-konflik-2- kelompok-di-pamekasan

Ridwan, N. K. (2020). Ajaran-Ajaran Gus Dur, Syarah 9 Nilai Utama Gus Dur. Noktah.

Rijaal, M. A. K. (2021). Fenomena Intoleransi Antar Umat Beragama Serta Peran Sosial Media Akun Instagram Jaringan Gusdurian Indonesia Dalam Menyampaikan Pesan Toleransi. Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam, 1(2), 101–114.

https://doi.org/https://doi.org/10.54150/syiar.v1i2.41

Rohman, Y. F. (2020). Memaknai Kembali Pemikiran Gus Dur : Studi pada Komunitas Gusdurian Sunter Jakarta menguatnya identitas dan gerakan kelompok keagamaan . Faktanya , di menggambarkan wajah Islam yang dibutuhkan pada era kontemporer , menjunjung tinggi nilai-nilai universal. SANGKÉP: Jurnal Kajian Sosial Keagamaan, 3(2), 169–184. https://doi.org/10.20414/sangkep.v2i2.p-ISSN

Rusydi, I., & Zolehah, S. (2018). Makna Kerukunan Antar Umat Beragama Dalam Konteks Keislaman dan Keindonesian. Al- Afkar, Journal for Islamic Studies, 1(1).

https://doi.org/10.5281/zenodo.1161580

Sari, K. Y., & Ma’ruf, A. (2021). The Implementation Of Gusdurian Pasuruan’s Ipk In Increasing Tolerance Value In Religious People In Sma Negeri 1 Purwosari, Pasuruan District. Mu’allim Jurnal Pendidikan Islam, 3(1). https://doi.org/P-ISSN (cetak) : 2655- 8939 E-ISSN/E-ISSN (online) : 2655-8912

Setiawan, A. T., & Setyowati, R. N. (2018). Implementasi Strategi Komunitas Gusdurian Surabaya Dalam Menanamkan Sikap Toleransi Antar Umat Beragama Pada Para Anggota Melalui Kelas Pemikiran Gus Dur. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 6(2), 459–473.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. ALFABETA cv.

Sumbulah, U. (2015). Pluralism and Religious Harmony in Religious Elites Perspectives in Malang City. Journal of Social Science and Religion, 22(1), 230.

Susanti. (2020). Dinamika Konflik Antar Etnis Dayak dan Etnis Madura di Samalantan Kalimantan Barat. Internasional Journal of Demos, 2(1), 90–107.

https://doi.org/https://issn.lipi.go.id/terbit/detail/1580134451

Taufani. (2018). Pemikiran Pluralisme Gusdur. Jurnal Dakwah Tabligh, 19(2), 198–217.

https://doi.org/10.24252/jdt.v19i2.7475

Tianah, I., & Azizah, S. (2022). Strategi Pembelajaran dalam Membentuk Pemahaman Keberagaman : Studi Kasus pada Mata Kuliah Multikultural Program Studi Tadris IPS IAIN Madura. 4(1). https://doi.org/P-ISSN:2715-7555 E-ISSN:2716-1226

Topan, A. (2022). Respons Aliansi Ulama Madura ( AUMA ) terhadap Dinamika Politik Keagamaan di Pamekasan Madura. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Dan Ilmu-Ilmu Sosial, 4(1), 94. https://doi.org/https://doi.org/10.19105/ejpis.v4i1.5576

Referensi

Dokumen terkait

Konsep kerukunan umat beragama adalah hubungan sosial antar pribadi yang dilandasi oleh landasan harmonis toleransi, saling pengertian dan saling menghormati, bebas

Sehingga interval yang diambil bisa kelipatan 5, untuk mengkategorikan dapat diperoleh interval sebagai berikut: Tabel 4.11 Nilai interval Kerukunan Masyarakat No Interval Kategori