• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of TRANSAKSI JUAL BELI VALUTA ASING SECARA SPOT PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PANDANGAN AL-GHAZALI DAN IBNU TAIMIYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "View of TRANSAKSI JUAL BELI VALUTA ASING SECARA SPOT PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PANDANGAN AL-GHAZALI DAN IBNU TAIMIYAH"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSAKSI JUAL BELI VALUTA ASING SECARA SPOT PADA BANK SYARIAH BERDASARKAN PANDANGAN AL-GHAZALI DAN IBNU

TAIMIYAH

Rizky Amelia1*, Umar Sagaf2, Sri Wahyunti3 Universitas Muhammadiyah Bima, Indonesia1, InstitutAgama Islam Muhammadiyah Bima, Indonesia 2,3 Corresponding Author: Rizky Amelia amelia@umbima.ac.id

ABSTRAK

Transaksi jual beli mata uang asing pada bank syariah di Indonesia diperbolehkan melalui Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Nomor 28/DSN-MUI/III/2002. Berdasarkan fatwa tersebut transaksi jual beli mata uang asing pada bank syariah adalah halal dengan syarat untuk memperlancar kebutuhan transaksi yang melibatkan mata uang asing dan tidak untuk tujuan spekulasi, nilai mata uang sejenis nilainya harus sama dan pembayaran secara tunai (transaksi spot) dan apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan secara spot. Namun konsep jual beli mata uang asing ini memiliki selisih antara harga jual dan harga beli yang ditetapkan pada masing-masing bank syariah. Namun pada transaksi jual beli mata uang asing terdapat selisih antara harga jual dan harga beli sehingga memungkinkan terjadinya Tindakan spekulasi dan perbuatan maisir.

Kata Kunci: Transaksi Spot, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah.

How to Cite : Rizky Amelia1, Umar Sagaf2, Sri Wahyunti3 DOI : https://doi.org/10.52266jesa.v6i1

Journal Homepage: https://ejournal.iaimbima.ac.id/index.php/jesa/index This is an open access article under the CC BY SA license

: https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/

PENDAHULUAN

alam ekonomi konvesional uang memiliki pengertian sebagai benda yang terima sebagai alat pembayaran (transaksi) “…money… any good that people generally accepted in exchange good and service” (Frederic Miskhin, 2004). Yang berarti suatu benda yang diterima sebagai alat pembayaran (transaksi) barang dan jasa. Dari definisi tersebut uang memiliki makna yang luas yaitu benda apa saja yang diterima sebagai alat pembayaran (transaksi). Sedangkan uang dalam pandangan Islam memiliki konsep yang berbeda dengan pandangan konvensional. Berdasarkan pendapat Al-Ghazali uang diumpamakan sebagai cermin yang tidak memiliki warna tetapi dapat merefleksikan semua warna. Lebih lanjut dikatakan bahwa uang tidak memiliki harga namun merefleksikan harga semua barang dan jasa. Lebih lanjut perbedaan konsep uang konvensional dan konsep uang dalam Islam terletak pada fungsi uang.

Fungsi uang dalam ekonomi konvensional ada tiga yaitu pertama, sebagai alat tukar. Kedua, sebagai satuan hitung dan ketiga, sebagai penyimpan nilai. Sementara

D

(2)

itu uang dalam ekonomi Islam adalah uang yang hanya berfungsi sebagai alat tukar.

Dalam konteks ini uang dalam Islam merupakan konsep arus (flow concept) sesuatu yang mengalir didalam perekonomian, tidak boleh ditumpuk karena akan menimbulkan ketidakseimbangan, oleh karena itu ekonomi Islam menolak fungsi uang selain hanya untuk memperlancar kegiatan transaksi.

Al-Ghazali menegaskan bahwa uang hanya dipergunakan untuk transaksi dan tidak memiliki harga sehingga tidak bisa diperdagangkan seperti sebuah komoditas barang. Demikian juga menurut pendapat Adiwarman A Karim mengenai fungsi uang dalam konsep Islam adalah untuk memperlancar transaksi sektor riil.

Berdasarkan pendapat tersebut seharusnya transaksi jual beli mata uang yang dilakukan oleh perbankan syariah seharusnya tidak diperbolehkan. Namun pada faktanya transaksi jual beli mata uang asing (valas) oleh perbankan syariah di Indonesia diperbolehkan berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Nomor 28/DSN-MUI/III/2002. Dalam penjelasan fatwa tersebut terdapat dua ketentuan yaitu jual beli mata uang asing pada bank syariah diperbolehkan, dan jual beli mata uang asing tidak diperbolehkan berdasarkan syarat dan ketentuan yang telah dijelaskan, termasuk ketentuan jenis transaksi yang diperbolehkan adalah transaksi secara spot.

Jual beli valas dalam dunia perbankan bukan merupakan jasa baru yang ditawarkan oleh perbankan umum. Bank-bank konvensional telah sejak lama melaksanakan kegiatan jual beli valas ini dan menjadi salah satu jasa perbankan yang ditawarkan kepada masyarakat. Pada dasarnya jual beli mata uang asing (valas) bertujuan untuk mempermudah transaksi kegiatan perdagangan internasional.

Sejarahnya dimulai sejak zaman kerajaan Romawi, forex (tempat dimana pada investor pembeli dan penjual mata uang). Disinilah mata uang beberapa negara seperti Dollar AS, Poundsterling, Yen dan lain-lain yang diperdagangkan. Sedangkan dalam sistem perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga memiliki fungsi yang lain yaitu sebagai alat penyimpan nilai bahkan Keynes mengemukakan fungsi uang yang ketiga yaitu sebagai alat spekulasi. Selain itu menurut Tobin motif permintaan uang untuk tujuan spekulasi ini ditentukan oleh faktor tingkat bunga, besarnya kekayaan, tingkat risiko dan selera (Aimon, 2014).

Permintaan akan mata uang asing seseorang bisa saja dipengaruhi oleh motif spekulasi, dalam beberapa kasus, dinamika harga mata uang asing yang diperdagangkan setiap saat memungkinkan seseorang untuk mengambil untung dari perbedaan harga beli dan harga jual. Misalnya saat mata uang dollar Amerika terapresiasi dari rupiah, maka seseorang yang memiliki cadangan mata uang dollar Amerika tersebut dapat termotivasi untuk mengambil keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual mata uang asing. Berikut tabel yang menunjukkan selisih harga jual dan harga beli mata uang asing yang dapat menjadi celah timbulnya tindakan spekulasi.

(3)

Tabel 1. Perbedaan Harga Jual Dan Harga Beli Pada Salah Satu Bank Syariah

Kurs Jual Beli

USD 14.320 14.140

SGD 10.636 10.386

AUD 10.179 10.107

EUR 16.045 15.956

GBP 18.671 18.581

CAD 10.688 10.630

CHF 14.361 14.273

HKD 1.824 1.802

Sumber: www.bankntbsyariah.co.id

Tindakan mengambil keuntungan dari selisih harga beli dan harga jual tersebut mengarah pada perbuatan maisir. Dalam Islam tindakan maisir (spekulasi) dilarang karena tindakan tersebut sama dengan berjudi. Menurut Muhammad Ayub, kata yang identik dengan maisir adalah qimar, yaitu permainan untung-untungan (game of chance) atau dapat dikatakan maisir adalah perjudian (Arif, 2019).

Ibnu Taimiyah telah memberikan peringatan mengenai larangan mengambil keuntungan dari uang. Berikut pendapatan Ibnu Taimiyah “...Dan juga para penguasa jangan memplopori bisnis mata uang dengan membeli tembaga kemudian mencetaknya menjadi mata uang koin, bahkan pemerintah harus mencetak mata uang dengan harga yang sebenarnya tanpa bertujuan mencari keuntungan apapun dari pencetakannya agar kesejahteraan publik terjamin”(Fasiha, 2017). Jadi bagaimana perspektif Islam mengenai transaksi jual beli mata uang asing pada bank syariah?

TINJAUAN TEORITIS

A.KONSEP UANG DALAM ISLAM

Islam dalam ilmu fiqihnya juga mendefinisikan tentang uang, dalam fiqih Islam uang disebut dengan sebutan nuqud dan tsaman. Nuqud dapat diartikan sebagai semua hal yang digunakan oleh masyarakat dalam melakukan transaksi baik menggunakan dinar emas, dirham perak atau fulus tembaga. Atau bisa dikatakan bahwa nuqud adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat baik yang terdiri dari logam maupun kertas. Ulama kontemporer mendefinisikan bahwa uang adalah seperti timbangan yang bisa buat untuk menakar atau mengukur harga suatu barang (Choirunnisak et al., 2019)

Dalam konsep Islam, uang merupakan uang bukan modal atau dalam pandangan Islam uang adalah flow concept. Adiwarman menyebutkan bahwa tidak ada korelasi yang cukup kuat antara kebutuhan memegang uang (demand for holding money) dengan tingkat suku bunga. Salah satu tokoh ekonomi Fisher menyebutkan bahwa sesuai dengan Islam, uang bukanlah stock concept (Choirunnisak et al., 2019)

(4)

Secara khusus Ibnu Taimiyah menyebutkan dua utama fungsi uang yaitu sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ia menyatakan. “Atsman (harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang (mi’yar al-amwal) yang dengannya jumlah nilai barang-barang (maqadir al-amwal) dapat diketahui; dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri”. Berdasarkan pandangannya tersebut, Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalih-kan fungsi uang dari tujuan sebenarnya. Apabila uang dipertukarkan dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul). Dengan cara ini, seseorang dapat mempergunakan uang sebagai sarana untuk memperoleh berbagai kebutuhannya (fasiha, 2017).

B. AL-SHARF (JUAL BELI MATA UANG ASING)

Transaksi jual beli mata uang asing dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu spot, forward dan swap. Transaksi spot adalah transaksi yang terjadi dalam pasar valuta asing dengan penyerahan dalam dua hari kerja setelah tanggal terjadi transaksi. Transaksi forward adalah transaksi penjualan atau pembelian valuta asing dalam jumlah dan harga tertentu dengan penyerahan dan penerimaan dana dilaksanakan lebih dari dua hari kerja sejak tanggal transaksi. Transaksi swap adalah transaksi dua mata uang asing ditukar melalui penjualan dan pembelian secara spot dan penjualan dan pembelian kembali secara forward (Asiah & Roestiono, 2018)

Dalam Bahasa Arab mata uang asing berarti al-sharf. Jual beli mata uang asing (al-sharf). Taqiyuddin an-Nabhani dalam Muhammad Sulhan mendefinisikan al-sharf sebagai memperoleh harta dengan harta lain dalam bentuk emas dan perak yang sejenis dengan saling menyamakan antara perak dengan perak yang lain atau saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang lain, dapat pula berbeda jenis, misalnya antara perak dengan emas dengan menyamakan atau melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain (Sulhan, n.d.)

Al-Sharf atau pertukaran mata uang asing secara bahasa mempunyai arti Al- Ziyadah (tambahan), penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli (Hasan, 2005).

Ash-Sharf kadang-kadang juga dipahami berasal dari kata Sharafa yang bermakna membayar dengan penambahan (Muthahari, 1995). Sedangkan dalam kamus istilah fiqh disebutkan bahwa Ba’i Sharf adalah menjual mata uang dengan mata uang (emas dengan emas) (Risqy, Rachmad, 2021). Berikut beberapa pengertian tentang al-Sharf:

1. Menurut istilah fiqh, al-Sharf adalah jual beli antara barang sejenis atau antara barang tidak sejenis secara tunai. Seperti memperjual belikan emas dengan emas atau emas dengan perak baik berupa perhiasan maupun mata uang. Praktek jual beli antar valuta asing (valas), atau penukaran antara mata uang sejenis (Ghufron A Mas’adi, 2002).

2. Menurut Heri Sudarsono, Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis, misalnya

(5)

rupiah dengan rupiah maupun yang tidak sejenis, misalnya rupiah dengan dolar atau sebaliknya (Heri, 2003).

3. Definisi lain, Sharf adalah jasa yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya untuk melakukan transaksi valuta asing menurut prinsip- prinsip Sharf yang dibenarkan secara syariah (Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, 2001)

Akad sharf yaitu transaksi antara dua mata uang asing berbeda digunakan untuk memenuhi kebutuhan perekonomian internasional. Harga valuta asing berdasarkan nilai valuta asing rupiah terhadap dollar. Kegiatan jual beli valas pada bank-bank syariah di Indonesia menggunakan Akad Sharf. Berdasarkan ketentuan jual beli valas menurut fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), DSN: 28/DSN- MUI/III/2002. Transaksi jual beli mata uang asing pada prinsipnya boleh dengan ketentuan ketentuan umum sebagai berikut:

1. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)

2. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)

3. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at- taqabudh).

4. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai.

PEMBAHASAN

Penelitian mengenai jual beli mata uang (valuta asing) dari perspektif Islam yang dilakukan oleh Rachmad dan Risqy adalah boleh karena jual beli mata uang ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan untuk memperlancar transaksi (Risqy, Rachmad, 2021). Tetapi yang perlu digaris bawahi hanya untuk transaksi Spot yang boleh dilakukan sementara transaksi forward, swap dan option adalah haram, sesuai dengan fatwa dari DSN MUI Nomor 28/DSN-MUI/III/2002. Berdasarkan fatwa tersebut Transaksi Spot adalah transaksi pembelian dan penjualan valuta asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari (َُّهن ِمَّ دُب الَاّمِم)َِّ dan merupakan transaksi internasional (DSN MUI, 2002) .

Hanya dengan menetapkan akad sharf sebagai landasan dalam menetapkan kegiatan jual beli valas tidak menjamin bahwa jual beli valas pada Bank NTB Syariah bebas dari tindakan spekulasi. Alasannya adalah setiap nasabah yang melakukan transaksi jual beli kemungkinan ada yang memiliki motif spekulasi dalam jual beli valuta asing. Spekulasi timbul akibat adanya selisih harga beli dan harga jual kurs yang memungkinkan seseorang memperoleh keuntungan dari adanya selisih harga tersebut. (memungkinkan seseorang memanfaatkan perubahan harga suatu valuta asing dengan cara menjual valuta asing yang mereka miliki saat harga di pasar memberikan keuntungan dari menjual valas tersebut). Mari kita ambil contoh, saat

(6)

mata uang Dollar Amerika (USD) bergerak naik dari Rp 13.800/USD menjadi Rp 14.500/USD, terdapat selisih harga Rp 700/USD. Selisih tersebut dapat menjadi peluang bagi pemilik mata uang USD untuk menjual USD saat harga memberikan selisih keuntungan Rp 700/USD.

Grafik 1. Fluktuasi Nilai Tukat Rupiah Terhadap USD

Sumber: www.bi.go.id

Tidak ada jaminan bahwa setiap transaksi jual beli mata uang asing pada bank syariah bebas dari transaksi yang bertujuan spekulasi. Jika melihat dinamika perkembangan harga valuta asing (valas) di pasar global yang terus bergerak secara dinamik setiap saat akan selalu ada selisih harga jual dengan harga beli. Jika merujuk pada pendapat Al-Ghazali mengenai uang. Maka jual beli valas yang dilakukan bank syariah tidak sesuai dengan pandangan Islam mengenai uang. Islam telah memberikan definisi yang jelas terhadap uang. Bahwa uang bukanlah komoditas yang bisa diperjual belikan. Konsep uang dalam Islam telah dijelaskan bahwa sifatnya harus flow, yakni uang tidak boleh disimpan melainkan harus dibiarkan mengalir untuk kebutuhan ekonomi. Sama halnya seperti yang dilakukan perbankan, mereka menyimpan uang untuk diperdagangkan. Hal tersebut tidak sesuai dengan konsep uang dalam Islam itu sendiri. Mata uang asing yang merupakan uang tidak bisa disimpan dan dikuasai oleh perbankan kemudian memperdagangkannya, tindakan tersebut bertentangan dengan konsep uang dalam islam bahwa uang adalah barang publik yang harus dibiarkan mengalir dalam ekonomi, bukan disimpan dalam lembaga keuangan, terutama perbankan syariah yang jelas-jelas melaksanakan kegiatan operasional sesuai dengan syariat Islam.

Transaksi valuta asing pada Bank Syariah (diluar jual beli bank notes) hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai (hedging) dan tidak dibenarkan untuk tujuan spekulatif. Islam telah melarang tindakan spekulasi sesuai dengan penjelasan pada Q.S. al-Maidah ayat 90-91 berikut:

ااهُّياأااي

َّانيِذ لا اوُنامآ اام نِإ

َُّرْماخْلا

َُّرِسْيامْلا او

َُّبااصْنا ْلْا او

َُّم الَ ْزا ْلْا او

َّ سْج ِر

َّْنِم

َِّلاماع

َِّنااطْي شلا

َُّهوُبِناتْجااف

َّْمُك لاعال

َّانوُحِلْفُت

(7)

اام نِإ

َُّدي ِرُي

َُّنااطْي شلا

َّْناأ

َّاعِقوُي

َُّمُكانْياب

َّاة اوااداعْلا

َّاءااضْغابْلا او

َِّرْماخْلايِف

َِّرِسْيامْلا او

َّْمُك دُصاي او

َّْناع

َِّرْكِذ

َِّ اللَ

َِّناع او

َِّة الَ صلا

َّْلاهافَّ

َّْمُتْناأ

َّانوُهاتْنُم Terjemahan: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.

Menurut Ibnu Taimiyah uang adalah sebagai alat tukar dan alat ukur dari nilai suatu benda, melalui sejumlah uang suatu benda dapat diketahui nilainya Secara khusus Ibnu Taimiyah menyebutkan dua utama fungsi uang yaitu sebagai pengukur nilai dan sebagai media pertukaran. Berdasarkan pandangannya tersebut, Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan sebenarnya. Apabila uang dipertukarkan dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul). Dengan cara ini, seseorang dapat mempergunakan uang sebagai sarana untuk memperoleh berbagai kebutuhannya (Fasiha, 2017). Ia menyatakan. “Atsman (harga atau yang dibayarkan sebagai harga, yaitu uang) dimaksudkan sebagai pengukur nilai barang (mi’yar al-amwal) yang dengannya jumlah nilai barang-barang (maqadir al-amwal) dapat diketahui; dan uang tidak pernah dimaksudkan untuk diri mereka sendiri.” Berdasarkan pandangannya tersebut, Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan sebenarnya. Apabila uang dipertukarkan dengan uang yang lain, pertukaran tersebut harus dilakukan secara simultan (taqabud) dan tanpa penundaan (hulul). Dengan cara ini, seseorang dapat mempergunakan uang sebagai sarana untuk memperoleh berbagai kebutuhannya (fasiha, 2017).

Pandangan Ibnu Taimiyah diatas didukung dengan pendapat Al-ghazali yang mengumpamakan uang sebagai cermin yang tidak memiliki warna tetapi dapat merefleksikan semua warna. Lebih lanjut dikatakan bahwa uang tidak memiliki harga namun merefleksikan harga semua barang dan jasa (Dr. M. Natsir, S.E., 2014). Dari penjelasan Al-Ghazali tersebut ditegaskan bahwa uang hanya dipergunakan untuk transaksi dan tidak memiliki harga sehingga tidak bisa diperdagangkan seperti sebuah komoditas barang. Demikian juga menurut pendapat Adiwarman A Karim mengenai fungsi uang dalam konsep Islam adalah untuk memperlancar transaksi sektor riil.

Namun karena tidak ada jelas dan ayat-ayat al-quran yang secara jelas menjelaskan tentang jual beli uang maka menjadi celah adanya jual beli valas dalam dunia perbankan dengan akad sharf dan ketentuan umum yang mensyaratkan tidak ada spekulasi, namun dalam pasar jual beli valutas asing tidak bisa memberikan jaminan bahwa jual beli valas di dalamnya tidak terdapat unsur spekulasi. Seseorang sangat berpotensi untuk mengejar keuntungan dari selisih harga jual dan harga beli

(8)

Selisih harga jual dan harga beli mata uang asing mengarah pada tindakan riba yang dilakukan bank Bank membeli mata uang asing dari masyarakat menggunakan kurs beli, lalu menjual mata uang asing kepada masyarakat menggunakan kurs jual sesuai dengan harga yang berlaku pada hari itu. Masalahnya adalah harganya kurs beli selalu lebih rendah dari pada harga kurs jual, ini membuktikan bahwa bank syariah mengambil keuntungan dari transaksi jual beli mata uang asing, hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah karena telah mengarah pada tindakan riba.

Tabel 2. Harga Kurs Jual –Beli Bank Notes Pada Salah Satu Bank Syariah Mata

Uang

Bank Notes

Selisih

Jual Beli

USD 15415.00 15105.00 310.00 SGD 11574.00 11177.00 397.00

JPY 108.96 108.46 0.5

SAR 4326.00 3627.00 699.00

EUR 16595.00 16002.00 593.00 AUD 10523.00 10046.00 477.00 GBP 18635.00 18017.00 618.00

Sumber: Bank Muamalah

Dari tabel diatas kita bisa melakukan simulasi perhitungan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh bank syariah dari selisih harga jual dan harga beli.

Misalnya, seorang nasabah yang memiliki 5000 USD ingin menukar mata uangnya tersebut dengan rupiah pada bank muamalah maka kurs yang berlaku untuk transaksi tersebut adalah kurs beli (harga sesuai tabel diatas). Bank syariah membeli 5000 USD dari nasabah dengan harga per USD adalah 15105.00 maka besarnya nominal yang dibayarkan bank kepada nasabah adalah Rp75.525.000. Pada hari yang sama dengan asumsi nilai tukar masih sama yaitu 15105.00 per USD, nasabah yang berbeda datang di bank muamalah untuk membeli 5000 USD. Maka kurs yang berlaku untuk nasabah tersebut adalah kurs Jual, bank muamalah menjual 5000 USD miliknya kepada nasabah dengan harga per USD adalah 15415.00 maka pembayaran yang diterima bank dari nasabah tersebut adalah Rp77.075.000. Dari transaksi kurs jual dan kurs beli untuk mata uang yang sama dengan nominal yang sama pada hari yang sama Bank Muamalah mendapat keuntungan dari selisih transaksi tersebut sebesar Rp1.550.000.

Dalam pandangan sebagian cendekiawan Islam, jual beli mata uang dapat melibatkan unsur riba dalam beberapa kasus, terutama jika terdapat perbedaan nilai tukar yang tidak adil. Misalnya, jika seseorang membeli mata uang dengan harga yang lebih rendah, dan kemudian menjualnya dengan harga yang lebih tinggi dalam waktu singkat, tanpa ada pertukaran barang atau jasa yang nyata, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai spekulasi atau manipulasi pasar, dan melibatkan unsur riba.

(9)

Selain itu, beberapa cendekiawan Islam juga berpendapat bahwa jual beli mata uang yang dilakukan dengan sistem bunga (misalnya, dalam transaksi swap atau forward) juga dapat melibatkan unsur riba. Hal ini karena sistem bunga dianggap sebagai pertukaran uang dengan uang yang sejenis, dengan penambahan atau pengurangan, tanpa adanya pertukaran barang atau jasa yang nyata. Namun, pandangan mayoritas cendekiawan Islam adalah bahwa jual beli mata uang dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip yang benar dan sesuai dengan hukum Islam, selama dilakukan dengan nilai tukar yang jelas dan adil, tanpa melibatkan spekulasi, manipulasi pasar, atau sistem bunga. Dalam pandangan mayoritas cendekiawan Islam, jual beli mata uang yang dilakukan dengan cara yang benar dapat diterima dalam Islam.

Perbedaan harga jual dan harga beli dalam jual beli mata uang asing tidak selalu dianggap haram dalam Islam, tergantung pada bagaimana perbedaan harga tersebut dihasilkan. Jika perbedaan harga jual dan beli tersebut dihasilkan dari aktivitas spekulasi atau manipulasi pasar, yang tidak melibatkan pertukaran barang atau jasa yang nyata, maka hal tersebut dapat dianggap sebagai transaksi yang haram dalam Islam. Namun, jika perbedaan harga jual dan beli dihasilkan dari aktivitas perdagangan yang sah dan dilakukan dengan prinsip-prinsip yang benar, seperti misalnya transaksi yang dilakukan untuk tujuan perdagangan internasional atau untuk memenuhi kebutuhan bisnis, maka hal tersebut dapat diterima dalam Islam.

Inilah yang menjadi dasar lahirnya Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI Nomor: 28/DSN-MUI/III/2002 yang membolehkan jual beli mata uang asing pada bank syariah.

Harga jual dan harga beli valuta asing yang diperdagangkan pada bank syariah mengacu pada pasar valuta asing (forex) memungkinkan terjadinya perbedaan harga jual dan harga beli mata uang setiap waktu. Perbedaan harga jual dan beli dihasilkan dari spread atau selisih antara harga jual dan beli yang ditetapkan oleh pialang atau broker forex. Selisih ini dapat berubah-ubah tergantung pada permintaan dan penawaran pasar dan dalam keadaan normal tidak dianggap sebagai aktivitas yang haram dalam Islam. Namun, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jika perbedaan harga jual dan beli dihasilkan dari aktivitas spekulasi atau manipulasi pasar, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, maka hal tersebut dianggap haram dalam Islam.

Terdapat perbedaan pandangan di antara cendekiawan Islam mengenai jual beli mata uang. Beberapa cendekiawan Islam menganggap jual beli mata uang sebagai hal yang sah dan tidak ada masalah, sementara yang lain berpendapat bahwa jual beli mata uang tidak diperbolehkan dalam Islam. Sheikh Taqi Usmani adalah seorang ulama besar asal Pakistan dan juga seorang ekonom syariah yang sangat dihormati di seluruh dunia mendukung transaksi jual beli mata uang asing asalkan tidak ada unsur riba (bunga) dan transaksi dilakukan secara tunai dan terjadi pertukaran langsung antara kedua belah pihak (Usmani, 2005). Transaksi jual beli mata uang harus dilakukan dengan nilai tukar yang jelas dan adil, tanpa melibatkan spekulasi, manipulasi pasar, atau riba.

(10)

Al-Ghazali adalah seorang cendekiawan muslim yang sangat dihormati dalam sejarah Islam. Dalam pandangan Al-Ghazali, jual beli mata uang adalah sah jika dilakukan dengan prinsip-prinsip yang benar dan sesuai dengan hukum Islam.

Menurut Al-Ghazali, transaksi jual beli mata uang dapat dilakukan dalam dua cara.

Pertama, dengan cara tunai atau langsung, dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat transaksi dilakukan. Kedua, dengan cara kredit, dimana pembayaran dilakukan dalam waktu tertentu setelah transaksi dilakukan. Al-Ghazali memperbolehkan keduanya, tetapi memperingatkan agar tidak melakukan spekulasi atau manipulasi dalam transaksi tersebut. Dalam pandangan Al-Ghazali, mata uang harus memiliki nilai intrinsik yang jelas dan nyata, sehingga nilai tukar dapat ditentukan secara adil dan wajar. Jika nilai tukar mata uang didasarkan pada spekulasi atau manipulasi pasar, maka transaksi tersebut dianggap tidak sah dan melanggar prinsip-prinsip Islam. Kesimpulannya, Al-Ghazali memperbolehkan jual beli mata uang jika dilakukan dengan prinsip-prinsip yang benar dan sesuai dengan hukum Islam, termasuk menghindari spekulasi dan manipulasi pasar.

SIMPULAN

Berdasarkan penjelasan diatas, transaksi jual beli valuta asing (al-sharf) yang diperbolehkan melalui Fatwa DSN MUI Nomor 28 /DSN-MUI/III/2002 memiliki kelemahan karena dalam ketentuan dan syarat yang menghasilkan fatwa bahwa jual beli mata uang asing (Al-Sharf) dibolehkan asalkan tujuan transaksi untuk tujuan spekulasi, hal tersebut tidak dapat dijamin oleh pihak bank syariah bahwa setiap transaksi jual beli valuta asing yang dilakukan pada bank syariah bebas dari praktek spekulasi. Berdasarkan pendapat Al-Ghazali, uang tidak boleh diperdagangkan karena uang bukan merupakan komoditas barang, konsekuensi dari perdagangan uang ini akan berdampak pada ketidakstabilan dari nilai uang itu sendiri namun disisi lain Al- Ghazali memperbolehkan jual beli mata uang jika dilakukan dengan prinsip-prinsip yang benar dan sesuai dengan hukum Islam, termasuk menghindari spekulasi dan manipulasi pasar Rusaknya nilai uang akan berdampak pada perekonomian dan masyarakat pada umumnya. Secara khusus Ibnu Taimiyah menyebutkan dua utama fungsi uang yaitu sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ibnu Taimiyah menentang keras segala bentuk perdagangan uang, karena hal ini berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan sebenarnya.

Selain itu selisih harga jual dan harga beli mata uang asing mengarah pada tindakan riba yang dilakukan bank. Bank membeli mata uang asing dari masyarakat menggunakan kurs beli, lalu menjual mata uang asing kepada masyarakat menggunakan kurs jual sesuai dengan harga yang berlaku pada hari itu. Masalahnya adalah kurs beli ini harganya lebih rendah dari pada harga kurs jual, ini membuktikan bahwa bank tetap mengambil keuntungan dari transaksi jual beli mata uang tersebut, hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip syariah karena telah mengarah pada tindakan riba.

(11)

Aimon, H. (2014). Analisis permintaan uang di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, 2(4), 1–4.

Al Fajar, M. R., & Ifantri, I. (2021). Strategi Promosi Pengembangan Pariwisata Di Kabupaten Bima Di Tinjau Dari Perspektif Ekonomi Syariah. J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 4(1), 77-95.

Arif, M. (2019). Riba, gharar dan maisir dalam ekonomi islam. Repositry : UIN Alauddin Makassar, 1–14. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/15699/1/Muhammad Arif_Sebelum Revisi.pdf

Asiah, S. N., & Roestiono, H. (2018). Analisa Transaksi Spot, Forward dan Swap

Sebagai Alat Pengendalian Risiko. Jurnal Ilmiah Manajemen Kesatuan, 6(3), 139–146.

Choirunnisak, C., Choiriyah, C., & Sapridah, S. (2019). Konsep Uang Dalam Islam.

SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 6(4), 377–390.

https://doi.org/10.15408/sjsbs.v6i4.13719

Dr. M. Natsir, S.E., M. S. (2014). Ekonomi Moneter dan Kebanksentralan. Mitra Wacana Media.

Fasiha. (2017). Al-Amwal : Journal of Islamic Economic Law September 2017, Vol. 2, No. 2 http://www.iainpalopo.ac.id/index.php/amwal. Islamic Economic, 2(2), 111–127.

Frederic Miskhin. (2004). The Economics of Money and Banking and Financial Markets (7th ed.). Pearson Addison Wesley.

Ghufron A Mas’adi. (2002). Fiqih Muamalah Konstekstual. PT. Raja Grafindo Persada.

Hasan, A. (2005). Mata Uang Islami: Telaah Komprehensif Sistem Keuangan Islami (First Edit). Raja Grafindo Persada.

Heri, S. (2003). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.

Ismail, I. (2021). Analisis Peran Pengusaha dalam Mengurangi Pengangguran Terbuka Perspektif Ekonomi Islam di Kota Bima (Studi Kasus HIPMI dan TDA Kota Bima). J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 4(1), 11-26.

Muthahari, M. (1995). Pandangan Islam Tentang Asuransi dan Riba,Terjemahan. Bumi Aksara.

Rafuddin, R., & Wahyuningsih, S. (2018). Persepsi tokoh agama terhadap system profit sharing mudharabah dalam perbankan syari’ah di kota Bima. J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 1(2), 205-226.

Risqy, Rachmad, M. M. M. (2021). Bai ’ As-Sharf / Jual Beli Valuta Asing ( Valas ) Dari Perspektif Islam. S e k o l a h T i n g g i E k o n o m i I s l a m S E B I, 1–9.

Sagaf, U., & Surianah, S. (2021). Analisis Jual Beli Paket Data Internet dalam Perspektif Ekonomi Islam Di Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima. J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 4(2), 171-190.

Sulhan, M. (n.d.). Transaksi Valuta Asing (Al-Sharf) Dalam Perspektif Islam. In Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN) Malang Jl. Gajayana No (Vol. 50, Issue 0341).

Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia. (2001). Bank Syariah :konsep, produk dan implementasi operasional /tim pengembangan perbankan, Syariah Institut Bankir Indonesia. Djambatan.

Usmani, M. T. (2005). An Introduction to Islamic Finance. Maktaba Ma’ariful Qur’an.

https://lib.ui.ac.id/detail?id=112123&lokasi=lokal#parentHorizontalTab1

Wahyunti, S. (2018). PRAKTIK JUAL BELI IKAN DALAM PERSPEKTIF BISNIS SYARIAH (STUDI KASUS PASAR KORE KECAMATAN SANGGAR KABUPATEN BIMA). J-ESA (Jurnal Ekonomi Syariah), 1(1), 1-25.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan yang melakukan jual beli dengan denominasi mata uang asing menghadapi transaction exposure ini.

Tiga hal yang menjadi permasalahan adalah (1) bagaimana mekanisme komodifikasi uang dalam transaksi jual beli commercial paper di pasar uang, (2) tinjauan Peraturan Bank

Merupakan transaksi jual-beli mata uang asing (valuta asing) dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis, misalnya rupiah dengan rupiah maupun yang tak

Berikut adalah table-tabel yang terdapat dalam database yang digunakan dalam sistem informasi transaksi jual beli valuta asing pada PT. Dollar Center AMC.. Perancangan form

2. Memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Pemerintah memberikan pengawasan untuk melindungi uang rupiah dari adanya kurs jual dan beli mata uang asing dimasyarakat, dimana

Setelah mengkaji rukun dan syarat jual beli dalam hukum Islam, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa transaksi jual beli online ini tidak bertentangan dengan hukum Islam, baik dari segi

Jika jual beli kredit tersebut tidak mengandung riba maka halal hukumnya, maka dalam hal ini penulis berkesimpulan bahwa jual beli kredit diperbolehkn dalam syariat Islam dengan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui konsep jual beli Istishna menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, untuk mengetahui pelaksanaan jual beli rumah dengan menggunakan akad Istishna