• Tidak ada hasil yang ditemukan

TREN ISU EVIDENCE BASED SISTEM INTEGUMEN

N/A
N/A
asha grace

Academic year: 2023

Membagikan "TREN ISU EVIDENCE BASED SISTEM INTEGUMEN"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

Tren, Issue & Evidence Based Practice

(Sistem Integumen)

Oleh : Ns. Sri Sakinah, S.Kep., M.Kep

(2)

Tren & Issue Keperawatan

(Kasus Dermatitis Atopik)

(3)

Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan mengevaluasi rekam medik pasien baru DA yang mendapat mendapat pengobatan pengobatan topikal topikal di Divisi Alergi Imunologi.

Data penelitian ini didapatkan pada kunjungan awal, 83 pasien (25,4%) kontrol 1 kali, 79 pasien membaik (95,2%), 47 pasien (14,4%) kontrol 2 kali, 43 pasien membaik (91,5%) serta 23 pasien (7%) kontrol >3 kali dan membaik (95,7%)

(4)

Hasil

Penatalaksanaan topikal DA membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk setiap pasien dan bertahap sesuai tingkat keparahan DA

• Langkah pertama adalah hidrasi kulit untuk memperbaiki fungsi sawar kulit, mencegah peningkatan TEWL dan kulit kering. Hidrasi kulit dengan aplikasi emolien dilakukan terutama setelah berendam dalam air hangat. Emolien, baik dalam bentuk krim maupun salep merupakan pilihan terapi pertama pada DA ringan

• Langkah kedua pada DA sedang, mengatasi peradangan kulit dengan agen anti inflamasi topikal. DA sedang-berat dapat diberikan krim kaya seramid atau FLG, bersamasama pemberian steroid topikal atau calcineurin inhibitor.

• Kotrikosteroid potensi lemah atau calcineurin inhibitor direkomendasikan sebagai terapi pemeliharaan, sedangkan kortikosteroid potensi sedang-kuat digunakan sebagai langkah ketiga pada DA sedang-berat atau saat terjadi eksaserbasi dan hanya dalam waktu singkat.

(5)

• Kortikosteroid topikal merupakan pengobatan topikal yang paling banyak diberikan pada pasien DA Kortikosteroid topikal dapat digunakan pada orang dewasa dan anak-anak dan merupakan andalan terapi antiinflamasi dan dapat bertindak pada berbagai sel kekebalan, termasuk limfosit T, monosit, makrofag, dan sel dendritik, mengganggu proses antigen dan menekan pelepasan sitokin proinflamasi.

• Kortikosteroid topikal biasanya dimasukkan ke dalam regimen pengobatan setelah kegagalan lesi untuk menanggapi perawatan kulit yang baik dan biasa menggunakan pelembap saja. Potensi kortikosteroid topikal harus disesuaikan dengan derajat keparahan dan daerah DA

• Kortikosteroid topikal potensi ringan sebaiknya digunakan untuk DA ringan, area baiknya digunakan untuk DA ringan, area wajah, dan leher potensi sedang untuk DA sedang, potensi kuat untuk DA yang parah atau kekambuhan yang parah

(6)

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa ada pengaruh Pengobatan topikal pada pasien dermatitis atopik dibukti atopik dibuktikan dengan hasil penelitian yang hasil penelitian yang menunjukkan 66 pasien membaik pasien membaik (91,7%); 34 pasien (13,4%) kontrol 2 kali, 31 pasien membaik (91,2%); serta 14 pasien (5,5%) kontrol >3 kali dan semuanya membaik (100%)

Edukasi pasien sangat diperlukan pada penatalaksanaan DA, meliputi penjelasan yang lengkap mengenai perjalanan DA (patogenesis penyakit dalam bahasa awam yang mudah dimengerti), faktor yang dapat mencetuskan atau memperparah, maupun faktor yang dapat mengurangi gejala, dan terapi jangka pendek maupun panjang dapat memodifikasi dan mengkontrol penyakit

(7)

Evidence Based Practice

(Kasus Luka Bakar, Dermatitis & Acne)

(8)

Konsep Evidence Based Practice

Evidence-based practice ialah suatu strategi dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk dapat meningkatkan tingkah laku yang positif dengan menggabungkan bukti penelitian terbaik sehingga evidence-based practice dapat diterapkan ke dalam praktik keperawatan dan membuat suatu keputusan perawatan kesehatan yang lebih baik

Evidence-based practice ialah kerangka kerja untuk menguji, mengevaluasi dan menerapkan temuan penelitian dengan tujuan meningkatkan pelayanan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien

(9)

Tujuan Evidence Based Practiced

1. Memberikan data pada perawat praktisi berdasarkan bukti ilmiah agar dapat memberikan perawatan secara efektif dengan menggunakan hasil penelitian yang terbaik

2. Menyelesaikan masalah yang ada pada pemberian pelayanan kepada pasien

3. Mencapai kesempurnaan dalam pemberian asuhan keperawatan, jaminan standar kualitas dan memicu inovasi

4. Mencapai suatu peningkatan pada perawatan pasien, konsistensi perawatan pasien, hasil perawatan pasien dan pengendalian biaya

5. Penerapan evidence-based practice sangat penting bagi perawat dalam berkomunikasi secara efektif dengan pasien dan tim kesehatan dalam pengambilan keputusan dan rencana perawatan yang akan diberikan

(10)

Penatalaksanaan Evidence-based Practice 1. Menumbuhkan semangat penyelidikan;

2. Menanyakan pertanyaan klinik dengan menggunakan format PICO/PICOT;

3. Mencari dan mengumpulkan bukti-bukti (artikel penelitian) yang paling relevan dengan PICO/PICOT;

4. Melakukan penilaian kritis terhadap bukti-bukti (artikel penelitian)

5. mengintegrasikan bukti-bukti (artikel penelitian) terbaik dengan salah satu ahli di klinik serta memperhatikan keinginan dan manfaatnya bagi pasien dalam membuat keputusan atau perubahan;

6. Mengevaluasi outcome dari perubahan yang telah diputuskan berdasarkan bukti-bukti 7. Menyebarluaskan hasil dari evidence-based practice

(11)

Pertanyaan Klinis Menggunakan PICO/PICOT Format P : Populasi pasien atau disease of interest

I : Intervensi atau Issues of Interest

C : Compare/Intervensi pembanding/ kelompok pembanding O : Outcomes/hasil-hasil yang diharapkan

T : Time frame (batas waktu

(12)

Jenis-jenis Pertanyaan Klinis

1. Intervention question : Meneliti mengenai keefektifan dari suatu treatment/intervensi

2. Diagnostic question : Meneliti mengenai manfaat, keakuratan, seleksi, atau interpretasidari suatu alat/instrumen

3. Prognostic question : Meneliti mengenai keadaan pasien terkait kondisi tertentu atau mengidentifikasi faktor-faktor yang mungkin mengubah prognosis pasien

4. Etiology question : Meneliti mengenai hubungan sebab akibat dan sesuatu yang mungkin merugikan

5. Meaning question : Meneliti mengenai makna dari sesuatu hasil

(13)

Mengintegrasikan Bukti-Bukti Clinical expertise (CE),

Ini merupakan bagian yang paling penting dalam proses EBP decision making.

Contoh: saat follow up untuk evaluasi hasil, CE mencatat bahwa saat treatment kasus acute otitis media first-line antibiotik tidak effective. Artikel terbaru menyatakan Antibiotik A mempunyai manfaat yang lebih baik dari pada Antibiotik B sebagai second-line antibiotik pada anak-anak.

Pasien

Jika kualitas evidence bagus dan intervensi sangat memberikan manfaat, akan tetapi jika hasil diskusi dengan pasien menghasilkan suatu alasan yang membuat pasien menolak treatment, maka intervensi tersebut tidak bisa diaplikasikan

(14)

Mengevaluasi Out Come

Langkah ini penting, untuk menilai dan mendokumentasikan dampak dari perubahan pelayanan berdasarkan EBP dalam kualitas pelayanan kesehatan/ manfaatnya bagi pasien.

1. Menilai apakah perubahan yang terjadi saat mengimplementasikan hasil EBP di klinik sesuai dengan apa yang tertulis dalam artikel.

2. Jika hasil tidak sesuai dengan artikel-artikel yang ada

3. Apakah treatment dilaksanakan sesuai dengan SOP di artikel; apakah pasien kita mirip dengan sample penelitian dalam artikel tersebut

(15)

Menyebarluaskan Hasil Dari EBP

Dessiminasi, dilakukan untuk meng-share hasil EBP sehingga perawat dan tenaga kesehatan yang lain mau melakukan perubahan bersama dan atau menerima perubahan tersebut untuk memberikan pelayanan perawatan yang lebih baik.

Bentuk-bentuk dessiminasi:

1. Melalui oral presentasi 2. Melalui panel presentasi

3. Melalui roundtable presentasi 4. Melalui poster presentasi

5. Melalui small-group presentasi 6. Melalui podcast/vodcast presentasi 7. Melalui community meetings

8. Melalui hospital/organization-based & professional committee meetings.

9. Melalui journal clubs 10. Melalui publishing

(16)

Persyaratan Dalam Penerapan EBP

Tingkatan Hirarki dari penerapan EBP Tingkatan hirarki digunakan untuk mengukur kekuatan suatu evidence dari rentang tingkatan rendah menuju ke tingkatan tinggi :

1. Laporan fenomena atau kejadian yang temuai sehari – hari 2. Studi kasus

3. Studi lapangan atau laporan deskriptif

4. Studi percobaan tanpa penggunaan teknik pengambilan sampel secara acak (random) 5. Studi percobaan yang menggunakan setidaknya ada satu kelompok pembanding dan

menggunakan sampel secara acak

6. Systemic reviews untuk kelompok bijak bestari atau meta analisa yaitu pengkajian berbagai penelitian yang ada dengan tingkat kepercayaan yang tinggi

(17)

Model Implmentasi Evidenc Evidence Based Practice 1. Model Settler

Merupakan seperangkat perlengkapan atau media penelitian untuk meningkatkan penerapan Evidence Based. 5 langkah dalam Model settler :

1) Fase 1 : Persiapan.

2) Fase 2 : Validasi.

3) Fase 3 : Perbandingan evaluasi dan pengambilan keputusan.

4) Fase 4 : Translasi dan aplikasi.

5) Fase 5 : Evaluasi

(18)

Model Implmentasi Evidenc Evidence Based Practice

2. Model IOWA Model of Evidence Evidence Based Practice Practice to Promote Promote Quality Quality Care

Model IOWA diawali dari pemicu atau masalah. Pemicu / masalah ini sebagai focus masalah.

Jika masalah mengenai prioritas dari suatu organisasi tim segera dibentuk. Tim terdiri dari stakeholders, klinisian, staf perawat dan tenaga kesehatan lain yang dirasakan penting untuk diliatkan dalam EBP.

(19)

Model Implmentasi Evidenc Evidence Based Practice 3. Model konseptual Rosswurm dan Larrabee

Model ini disebut juga dengan model Evidence Based Practice Change yang terdiri dari 6 langkah yaitu :

1) Tahap 1 : mengkaji kebutuhan untuk perubahan praktis 2) Tahap 2 : tentukkan evidence terbaik

3) Tahap 3 : kritikal analisis evidence

4) Tahap 4 : design perubahan dalam praktek

5) Tahap 5 : implementasi dan evaluasi perubahan

6) Tahap 6 : integrasikan dan maintain perubahan dalam praktek

(20)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang rentan terjadi kerusakan, salah satunya akibat suhu tinggi dapat menyebabkan luka bakar. Penyembuhan luka bakar sangat tergantung dengan manajemen luka yang baik. Terdapat banyak bahan obat-obatan yang dapat mempercepat kesembuhan luka bakar, antara lain adalah madu.

(21)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Madu berperan sebagai antibakteri dan saat ini sudah dimanfaatkan dalam tatalaksana luka bakar. Madu memiliki beberapa sumber nutrisi yang kaya akan asam amino, karbohidrat, protein, vitamin dan mineral yang berperan dalam mempercepat penyembuhan kulit.

Di dalam madu juga terdapat senyawa organik seperti polypenol dan glykosida yang bersifat sebagai antiviral dan antibakteri yang dapat menekan infeksi yang merupakan salah satu penghambat penyembuhan luka bakar

(22)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Madu terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Listeria monocytogenes, dan Staphylococcus aureus. Nutrisi yang baik, kandungan kandungan antiviral da antiviral dan antibakteri antibakteri iniliah yang iniliah yang membuat membuat madu efektif sebagai tatalaksana masalah kulit, terutama luka bakar.

(23)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Patofisiologi

• Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan yang berlebihan di derajat 1

• Penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat 2

• Pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3

• Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan tubuh namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik akan muncul dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat, serta penurunan tekanan darah dan produksi urin.

• Kulit manusia dapat mentoleransi suhu 44 C (111 F) relatif selama 6 jam sebelum mengalami cedera termal.

(24)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Luka Bakar

Fase Luka Bakar

1. Fase akut/syok/awal.

2. Fase subaut/flow/hipermetabolik, 3. Fase lanjut

(25)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Dermatitis

Dermatitis atopik (DA) adalah keradangan kulit yang bersifat gatal, menahun, residif, dan dapat terjadi pada bayi, anak, serta dewasa. Pengobatan DA dibagi menjadi pengobatan sistemik dan topikal.

Pengobatan topikal merupakan lini pertama dari pengobatan DA ringan sampai sedang yang merupakan bentuk tersering penyakit DA. Selain itu pengobatan dermatitis bisa dengan DA. Selain itu pengobatan dermatitis bisa dengan kompres aloe vera

(26)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Dermatitis

Patofisiologi

• Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik.

• Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin

• Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin.

• PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler.

• Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein

(27)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Acne

Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang umum terjadi pada remaja dan dewasa.

dewasa. Terapi topikal topikal untuk akne dapat digunakan digunakan sebagai monoterapi maupun kombinasi dengan terapi sistemik. Terapi topikal yang digunakan dalam penelitian ini adalah tretinoin dan nicotinamide, dan terapi sistemiknya adalah zinc

(28)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Acne

Patogenesis Acne

Akne memiliki patogenesis yang multifaktorial, tetapi secara umum dapat diidentifikasikan ke dalam empat faktor, yaitu :

1. Hiperproliferasi epidermis folikular.

2. Produksi sebum yang berlebihan.

3. Inflamasi.

4. Aktivitas Propionibacterium acnes.

(29)

Pelaksanaan Evidence Based Practice Pada Acne

Patofisiologi

• Hiperproliferasi epidermis folikular menyebabkan pembentukan pembentukan lesi primer akne, yaitu mikrokomedo mikrokomedo yang membuat penyumbatan folikel.

• Terjadinya hiperproliferasi epidermis folikular dipengaruhi oleh penurunan asam linoleat kulit dan adanya peningkatan aktivitas IL-1

• Menyebabkan infundibulum atau folikel rambut bagian atas menjadi hiperkeratotik dan bertambahnya keratinosit sehingga menyumbat muara folikel rambut

• Hormon androgen juga berperan pada juga berperan pada folikel keratinosit untuk menstimulasi hiperproliferasi melalui dihidrotestosteron (DHT) sebagai poten androgen serta bekerja pada aktivitas sebosit yang berlebih

(30)

Literatur Review

Evidence Based Practice

(31)
(32)
(33)
(34)

Thank You

Referensi

Dokumen terkait

1. Belajar adalah Belajar adalah proses atau usaha yang dilakukan tiap individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan

These included increasingly academic approaches to preparation as a midwife that should support a culture that fosters evidence based practice; informed service users who

Belajar sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh hal-hal baru dalam tingkah laku (pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri.

Belajar adalah suatu proses yang dilakukan setiap individu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai positif sebagai suatu

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Beberapa penelitian mengemukakan bahwa Evidence Based Practice dapat diterapkan dengan baik sehingga berpotensi meningkatkan pelayanan keperawatan

Belcher and Vonderhaar 2005 posed the important question, ‘‘How does one educate all nurses in some level of nursing research and evidence-based practice?’’ Self-directed learning,

Discussion The current study aimed to explore the attitudes, knowledge, and practice of physiotherapists in Indonesia toward Evidence-Based Practice EBP and to estimate the

Knowledge, Attitude and Practice of Evidence-Based Nursing Practice and Barriers Dwi Novrianda, Hermalinda Faculty of Nursing, Universitas Andalas, Padang, Indonesia Corresponding