• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tugas 1 Hukum Internasional Vina

N/A
N/A
totoro 8

Academic year: 2025

Membagikan "Tugas 1 Hukum Internasional Vina"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Nama: Vina Dwi Primordia Suswanti NIM: 048498615

Mata Kuliah: Hukum Internasional (HKUM4206)

Pada tahun 2022, Negara Latveria mengalami peningkatan tajam dalam kegiatan penangkapan ikan di perairan internasional yang berbatasan dengan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) mereka.

Latveria memiliki garis pantai panjang dan keanekaragaman hayati laut yang melimpah, pada tahun 2020 meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1984. Namun, meskipun telah meratifikasi UNCLOS, Latveria sering kali mengabaikan kewajiban internasionalnya, terutama yang berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan sumber daya laut di perairannya. Dalam perkembangan terbaru, sejumlah kapal ikan milik Latveria ditangkap oleh Negara Sokovia (peratifikasi UNCLOS) karena dianggap melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan Sokovia. Sokovia menuntut agar Latveria mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS, dan mengekstradisi kapten kapal-kapal tersebut ke Sokovia untuk diadili.

Pertanyaan Tugas:

1. Bagaimana seharusnya Latveria menerapkan hukum internasional, khususnya UNCLOS, dalam sistem hukum nasionalnya? Diskusikan apakah kedua negara memiliki kewajiban untuk menyesuaikan hukum nasionalnya dengan ketentuan UNCLOS dan bagaimana prosesnya dalam konteks hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional. Bahan bacan pertanyaan 1:

Modul 2 dan Modul 3.

Jawaban: Dalam menerapkan hukum internasional, khususnya UNCLOS, Latveria dalam sistem hukum nasionalnya harus mengatur mekanisme penerapan setiap perjanjian internasional tersebut secara yuridis yang diatur dalam konstitusi negara Latveria itu sendiri dan caranya ditentukan oleh negara Latveria itu sendiri. Efektivitas berlakunya suatu hukum internasional tergantung pada konstitusi masing-masing negara. Latveria harus membuat konstitusi negara berdasarkan sistem hukum nasionalnya berupa undang-undang atau peraturan yang sejalan dengan ketentuan UNCLOS, seperti pengaturan mengenai penangkapan ikan, konservasi dan pengelolaan sumber daya laut, serta penegakan hukum di perairan internasional dan ZEE. Selanjutnya, saat kedua negara yaitu Latveria dan Sokovia telah meratifikasi dan memberlakukan aturan-aturan hukum internasional seperti ketentuan UNCLOS, mereka memiliki kewajiban untuk menyesuaikan

(2)

hukum nasionalnya dengan berdasarkan pada ketentuan UNCLOS. Kewajiban untuk menyesuaikan hukum nasionalnya dengan ketentuan UNCLOS bertujuan agar kedua negara memiliki satu tujuan yang sama, dan dapat menghendaki adanya aturan-aturan untuk mengatur hubungan di antara mereka yang harus dihormati dan dilaksanakan karena ketentuan UNCLOS tersebut sudah disetujui oleh negara-negara dan telah disepakati bersama (berdasarkan prinsip hukum internasional yaitu pacta sunt servanda). Dalam kasus ini, Sokovia, sebagai negara yang meratifikasi UNCLOS, berhak untuk menuntut agar Latveria mematuhi ketentuan UNCLOS, terutama terkait dengan kegiatan penangkapan ikan di perairan internasional yang berbatasan dengan ZEE mereka. Dalam hal ini, Sokovia berhak untuk mengatur dan mengelola sumber daya laut di ZEE mereka dan melindungi wilayah tersebut dari eksploitasi ilegal oleh negara lain, termasuk Latveria.

Selanjutnya, dalam rangka pemberlakuan ketentuan Hukum Internasional di dalam Sistem Hukum Nasional, setiap negara memiliki kebebasan untuk memutuskan prosedur yang dipakai. Terdapat beberapa prosedur yang dapat dipergunakan, yaitu melalui cara specific adoption (pengesahan khusus), inkorporasi dan transformasi. Sebelum dilakukan pengesahan khusus atau diinkorporasikan dan ditransformasikan, maka ketentuan hukum internasional belum dapat diberlakukan dalam bidang hukum nasional. Ketiga prosedur tersebut akan dijabarkan sebagai berikut;

a. Teori specific adoption (pengesahan khusus); paham positivisme mempunyai pandangan bahwa aturan-aturan hukum internasional tidak dapat secara langsung diberlakukan oleh lembaga peradilan nasional. Agar aturan-aturan hukum internasional dapat diberlakukan, harus dilakukan pengesahan khusus (specific adoption) terhadap hukum internasional ke dalam sistem hukum nasional. Bilamana prosedur ini tidak dilakukan, maka lembaga peradilan nasional tidak akan dapat memberlakukan kaidah-kaidah hukum internasional. Pengesahan (ratifikasi) suatu perjanjian internasional telah diatur dalam Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional, merupakan persyaratan berlakunya suatu perjanjian internasional dalam hubungan antar negara pihak dan dalam lingkungan nasional bahwa negara yang sudah mengesahkan berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan perjanjian. Pada tingkat internasional, artinya bahwa dengan melakukan pengesahan, negara menyatakan diri terikat pada perjanjian dan dapat menjadi syarat untuk berlakunya (enter into force) suatu perjanjian

(3)

internasional. Cara menyatakan diri terikat pada perjanjian dilakukan melalui pengesahan (ratification), penerimaan (acceptance), persetujuan (approval), aksesi (accession) dan cara- cara lain yang disepakat (Konvensi Wina 1969, Pasal 11).

b. Teori Inkorporasi; berdasarkan doktrin inkorporasi, aturan-aturan hukum internasional menjadi bagian dari hukum nasional tanpa diperlukan adanya tindakan hukum lainnya. Aturan-aturan hukum internasional langsung diberlakukan (incorporated), kecuali terdapat ketentuan hukum nasional yang secara tegas mengatur mengesampingkan berlakunya hukum internasional oleh pengadilan nasional. Dalam hal di mana telah dibuat ketentuan hukum internasional yang relevan dengan persoalan yang terjadi, maka berdasarkan doktrin inkorporasi, maka ketentuan dalam hukum internasional merupakan bagian dari hukum nasional dan akan diberlakukan oleh pengadilan nasional.

c. Teori Transformasi; dalam beberapa hal dalam sistem hukum nasional Indonesia misalnya, transformasi atau pengundangan dalam undang-undang nasional adalah mutlak diperlukan yakni antara lain apabila diperlukan perubahan dalam undang-undang nasional yang langsung menyangkut hak warga negara sebagai perorangan, atau apabila ada perubahan dalam ancaman hukuman, seperti contohnya dalam hal kejahatan penerbangan (hijacking) dan kejahatan terhadap sarana penerbangan.

2. Identifikasi dan jelaskan sumber-sumber hukum internasional yang relevan dengan kasus ini.

Apakah kedua negara terikat oleh hukum kebiasaan internasional atau hanya oleh perjanjian yang diratifikasinya? Bagaimana peran prinsip-prinsip umum hukum yang diakui oleh negara-negara beradab dalam situasi ini? Bahan bacaan pertanyaan 2: Modul 4

Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan sumber hukum internasional adalah sejumlah ketentuan yang terdapat dalam Pasal 38 ayat (1) ICJ Statute, yanag terdiri dari:

a. perjanjian internasional; adalah kesepakatan yang dibuat antara dua negara atau lebih yang mengikat mereka dalam hal tertentu. Perjanjian ini dapat berupa konvensi, protokol, pakta, atau perjanjian yang ditandatangani oleh negara-negara yang terlibat dan memuat kewajiban hukum yang harus dipatuhi oleh negara-negara tersebut.

b. kebiasaan internasional; adalah norma-norma yang berkembang secara berulang-ulang dan diakui oleh negara-negara di dunia yang terbagi menjadi kebiasaan internasional (usage) dan hukum kebiasaan internasional (customary law), meskipun tidak tertulis dalam

(4)

perjanjian formal. Kebiasaan internasional tidak ada kewajiban untuk menaati (tidak ada obligation), contohnya adanya dentuman meriam untuk menyambut tamu negara.

Sedangkan hukum kebiasaan internasional ada kewajiban (obligation), jadi bila suatu negara melanggar hukum kebiasaan internasional akan mempunyai akibat hukum.

c. prinsip-prinsip hukum umum; adalah prinsip-prinsip hukum yang mendasar sistem hukum modern (sistem hukum dari Barat dan berasal dari sistem hukum Romawi), yang dapat diambil dari prinsip-prinsip hukum umum yang terdapat dalam sistem hukum nasional dan juga sistem hukum internasional.

d. keputusan pengadilan dan ajaran para ahli/sarjana hukum yang paling terkemuka dari berbagai negara; keputusan hakim yang dapat dijadikan sumber hukum adalah baik keputusan hakim internasional maupun keputusan hakim nasional yang mengadili kasus- kasus yang berkaitan dengan hukum internasional. Contohnya yaitu kasus Fisheries Case antara Norwegia dan Inggris mempunyai pengaruh dengan ketetapan garis dasar lurus (stright base line) untuk mengukur Hukum Laut tahun 1958, keputusan hakim nasional yang dapat dijadikan sumber hukum tambahan bila keputusan pengadilan nasional itu memutuskan kasus yang ada kaitannya dengan hukum internasional, misalkan kasus yang berkaitan dengan kekebalan diplomatik. Selanjutnya ajaran para ahli/sarjana hukum yang paling terkemuka dari berbagai negara, juga dapat menjadi sumber hukum karena para ahli hukum terpadang tersebut dapat mengilhami perkembangan hukum internasional.

Contohnya yaitu pendapar Grotius tentang laut bebas, pengaruhnya sangat besar pada perkembangan hukum laut.

Sumber hukum internasional yang relevan dengan kasus ini adalah perjanjian internasional berupa UNCLOS 1982 yang mana Latveria dan Sokovia telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut. Ketentuan tentang penetapan zona-zona maritim seperti laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi ekslusif (ZEE), dan landas kontinen telah diatur dalam UNCLOS 1982. Dengan detail laut teritorial diatur dalam Pasal 3 UNCLOS 1982, zona tambahan diatur dalam Pasal 33 UNCLOS 1982, ZEE diatur dalam Pasal 55 UNCLOS 1982, dan landas kontinen diatur dalam Pasal 76 UNCLOS 1982. Latveria dan Sokovia telah meratifikasi perjanjian internasional tersebut sehingga keduanya harus mematuhi ketentuan yang ada dalam UNCLOS 1982 dan tidak dapat melakukan tindakan yang merugikan wilayah laut negara lain.

(5)

Latveria dan Sokovia juga terikat dalam hukum kebiasaan internasional, selain terikat dengan perjanjian internasional yang mana setiap negara memiliki kedaulatan atas wilayah lautnya, masing-masing negara memiliki kewajiban untuk melindungi lingkungan lautnya. Penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) juga menjadi hal yang dilarang untuk dilakukan di wilayah yuridiksi negara lain, sehingga dapat dikenakan akibat hukum bagi yang melanggar (dalam kasus ini negara Latveria). Dalam kasus ini, Sokovia harus menegakkan hak-hak mereka berdasarkan UNCLOS dan menuntut agar negara lain (Latveria) mematuhi kewajiban internasional mereka, termasuk melalui pengadilan internasional atau komite-komite pengawasan hukum laut.

Kegunaan prinsip-prinsip hukum umum sebagai sumber hukum adalah hal yang sangat penting bagi pertumbuhan hukum internasional. Hal ini disebabkan karena yaitu yang pertama, karena prinsip-prinsip hukum umum ini akan mengisi kekurangan dari hukum perjanjian internasional dan hukum kebiasaan internasional. Kedua, mencegah pengadilan internasional untuk menolak mengadili suatu perkara karena tidak adanya hukum atau nonliquet. Ketiga, pengadilan internasional diberi keleluasaan untuk dapat menemukan hukum dalam mengadili suatu perkara karena adanya prinsip hukum umum ini. Prinsip umum hukum berperan sebagai acuan tambahan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi. Prinsip umum good faith atau itikad baik dalam melaksanakan kewajiban internasional dalam kasus ini telah dilanggar oleh Latrevia. Prinsip ini adalah salah satu prinsip dasar dalam mengatur segala perbuatan dan pelaksanaan kewajiban hukum dalam suatu perjanjian internasional, dalam hal ini perjanjian yang mengatur tentang hak dan kewajiban masing-masing negara terhadap wilayah lautnya karena keduanya telah meratifikasi UNCLOS 1982. Prinsip ini adalah hal penting untuk mencegah terjadinya konflik atau sengketa antara kedua negara seperti Latveria dan Sokovia.

3. Siapakah yang dapat dianggap sebagai subyek hukum internasional dalam kasus ini? Jelaskan dengan merujuk pada prinsip-prinsip yang berlaku dalam hukum internasional. Bahan bacaan pertanyaan 3: Modul 5

Subyek hukum internasional adalah pemegang segala hak dan kewajiban dalam hukum internasional. Mochtar Kusumaatmaja menjelaskan bahwa terdapat 6 subyek hukum internasional yakni negara, organisasi internasional, Palang Merah Internasional, Takhta Suci Vatikan, Pemberontak, dan individu. Sehingga, jika ditinjau dalam kasus ini maka subyek hukum internasional dalam kasus ini adalah negara Latveria dan Sokovia karena keduanya memiliki hak

(6)

dan kewajiban setelah meratifikasi UNCLOS 1982 dan hukum kebiasaan internasional. Sehingga, kedua negara ini memiliki hak untuk mengajukan klaim, negosiasi, atau menuntut segala tindakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan satu sama lain. Dalam kasus ini, Latveria memiliki kewajiban internasional untuk mematuhi hukum internasional dan menjaga keberlanjutan sumber daya laut di wilayah perairannya. Negara ini juga bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukan oleh kapal-kapal yang terdaftar di bawah yurisdiksinya. Disisi lain, Sokovia berhak untuk menegakkan hak-haknya terkait perairan internasional dan ZEE mereka, termasuk dalam hal penangkapan ikan ilegal oleh negara lain. Selain itu, kapal-kapal dan kaptennya tidak termasuk dalam subyek hukum internasional secara langsung (karena mereka bertindak atas nama negara), tetapi mereka bisa dikenakan sanksi berdasarkan hukum nasional atau hukum internasional, jika melanggar ketentuan yang berlaku. Sokovia dapat mengajukan klaim atau tuntutan hukum terhadap Latveria karena Sokovia berhak untuk melakukan hal dalam wilayah negara kedaulatannya sendiri tanpa adanya campur tangan dari negara lain. Dalam hal ini Sokovia berhak untuk mempertahankan kedaulatan atas wilayah perairannya dan melindungi sumber daya laut dari illegal fishing yang dilakukan oleh Latveria. Kedaulatan negara ini juga membawa kewajiban bagi Latveria untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan bagi negara lain. Prinsip ini disebut sebagai prinsip persamaan kedaulatan negara sebagai salah satu prinsip yang relevan dengan kasus ini.

Prinsip persamaan kedaulatan negara berarti negara seperti halnya individu yang hidup dalam satu negara menurut hukum alam mempunyai hak sama maka negara secara alam mempunyai persamaan kedaulatan. Dalam deklarasi yang diputuskan oleh Majelis Umum PBB tahun 1970 sehubungan dengan Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum Internasional Sehubungan dengan Hubungan Persahabatan dan Kerja sama antara Negara-negara dalam Kaitannya dengan PBB.

Dalam deklarasi tersebut dinyatakan prinsip bahwa semua negara menikmati persamaan derajat/kesetaraan kedaulatan. Oleh karenanya, mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai anggota dari suatu masyarakat internasional, tanpa memperhatikan sistem ekonomi, politik, sosial dsb. Prinsip ini dalam Piagam PBB dituangkan dalam pasal 1(2) (Tujuan PBB adalah untuk mengembangkan hubungan persahabatan antara bangsa-bangsa berdasarkan penghormatan terhadap prinsip-prinsip persamaan hak dan penentuan nasib sendiri dari bangsa-bangsa) dan pasal 2(1) (PBB berdasarkan pada persamaan kedaulatan setiap anggotanya.). Pasal-pasal ini menegaskan bahwa negara-negara anggota PBB, termasuk Latveria dan Sokovia, terikat oleh

(7)

prinsip kesetaraan kedaulatan, yang berarti mereka memiliki hak yang sama untuk menjalankan kebijakan luar negeri, termasuk dalam hal pengelolaan perairan internasional dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), serta kewajiban yang sama untuk mematuhi hukum internasional. Latveria memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa kapal-kapal ikan yang terdaftar di negaranya tidak melakukan penangkapan ikan ilegal di perairan yang berada di luar ZEE-nya, khususnya yang berdekatan dengan ZEE Sokovia. Ketika kapal-kapal Latveria menangkap ikan di perairan yang terletak dalam yurisdiksi Sokovia, ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Sokovia atas perairannya.

Referensi;

Auli, Renata Christha. (2024). 5 Sumber Hukum Internasional.

https://www.hukumonline.com/klinik/a/sumber-hukum-internasional-lt62b02e4990cb4/.

Kusumaatmadja, M., & Etty, R. (2019). Pengantar Hukum Internasional. Bandung PT Alumni.

Martin, D., Robert, & Sarah. (2016). Cases and Materials on International Law.

https://www.oxfordlawtrove.com/display/10.1093/he/9780198727644.001.0001/he- 9780198727644

Setianingsih, Sri., Wahyuningsih. 2022. Hukum Internasional HKUM4206. Universitas Terbuka.

Modul 2-5.

Statute Of The International Court Of Justice. https://legal.un.org/avl/pdf/ha/sicj/icj_statute_e.pdf Steven, R. (2013). Good Faith in International Law. UCL Journal of Law and Jurisprudence, 43.

https://student-journals.ucl.ac.uk/laj/article/id/731/

United Nations. (1982). United Nations Convention on the Law of the Sea.

https://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf

Zainal Absul Aziz, H. (2021). Analisis UNCLOS 1982 Terkait Permasalahan Yuridiksi Negara dan Penegakan Hukum Atas Kapal Berbendera Negara Asing. SASI, 27(1), 12–23.

https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/254/283

Referensi

Dokumen terkait

perekonomian Negara pantai yang bersangkutan dan kepentingan nasionalnya yang lain, ketentuan pasal 69 dan 70, kebutuhan Negara berkembang di sub-region atau region itu

Israel telah melanggar ketentuan dalam UNCLOS 1982, meskipun bukan negara yang meratifikasinya Israel seharusnya terikat dengan konvensi tersebut karena UNCLOS 1982

1. Hukum Internasional Khusus : Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM

Sehubungan dengan pengertian Hukum Ruang Angkasa adalah hukum yang ditujukan untuk mengatur hubungan antar Negara-negara, untuk menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban

Ketentuan Pasal 22 ayat 1 huruf d berdasarkan Explanatory report convention on cybercrime didasarkan pada prinsip nasional, yaitu kewajiban warga negara untuk menaati hukum nasionalnya

PEMBAHASAN ASAL MUASAL SENGKETA KEPULAUAN NATUNA OLEH NEGARA INDONESIA DENGAN CHINA Hukum Internasional Bagi Suatu Negara Hukum internasional adalah seperangkat aturan yang

Konsekuensi dari globalisasi salah satunya adalah Indonesia sebagai negara berkembang harus meratifikasi TRIPs dan menyesuaikan hukum nasionalnya terhadap GATT dan WTO Agreement.1 Hak

Terkadang, hukum dari negara yang terlibat dalam kasus tersebut juga dapat mempengaruhi atau menentukan penggunaan prinsip yang tepat untuk menentukan status personal seseorang dalam